PENGGUNAAN TANDA TANGAN BERUBAH-UBAH OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DI DALAM PEMBUATAN AKTA

MUHAMMAD FAIZ (B022191050) “PENGGUNAAN TANDA TANGAN BERUBAH-UBAH OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DIDALAM PEMBUATAN AKTA”. Dibawah bimbingan Prof. Dr. Abrar Saleng, SH. M.H sebagai pembimbing utama dan Dr. Sri Susyanti Nur, SH. MH sebagai pembimbing pendamping. Keharusan adanya tanda tangan tidak lain bertujuan untuk membedakan akta yang satu dari akta yang lain atau dari akta yang di buat orang lain, jadi fungsi tanda tangan tidak lain adalah memberi ciri atau untuk mengindividualisir sebuah akta karena identifikasi dapat dilihat dari tanda tangan yang dibubuhkan pada akta tersebut. Pada tahun 2023 tepatnya di Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah terdapat kasus seorang PPAT telah membuat Akta Jual Beli yang di dalam Salinan aktanya terdapat tanda tangan yang berubah-ubah. Setelah Pegawai mengecek salinan akta tersebut, ditemukan terdapat ada tiga tanda tangan yang berubah-ubah.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis akibat hukum penggunaan tanda tangan yang berubah-ubah oleh PPAT di dalam pembuatan akta dan menganalisis kekuatan hukum pembuktian akta yang sebelumnya telah terlebih dahulu ditanda tangani oleh PPAT. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa Akibat hukum dari penggunaan tanda tangan yang berubah-ubah oleh PPAT dalam pembuatan akta, maka hal tersebut tetap dibenarkan oleh hukum. Tanda tangan yang berbeda atau berubah-ubah dibenarkan oleh hukum sepanjang PPAT yang membubuhkan tanda tangannya tersebut membenarkan bahwa itu adalah tanda tangannya. Karena hukum telah membenarkan bahwa dapat menggunakan tanda tangan yang berubah-ubah di dalam pembuatan akta, maka akibat hukum terhadap akta yang dibuat adalah akta yang dibuat tersebut tetap sah untuk digunakan sebagai alat bukti tulisan yang autentik apabila terjadi sengketa di kemudian hari. Yang di maksud dengan kekuatan hukum pembuktian yang sempurna adalah alat bukti tersebut sudah tidak perlu lagi dilengkapi atau ditunjang dengan alat bukti lainnya. Apabila nantinya PPAT yang memiliki tanda tangan berbeda atau berubah-ubah tersebut memungkiri atau tidak mengakui bahwa itu adalah tanda tangan miliknya maka beban pembuktian berada pada hakim yang akan menilainya. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 1877 KUH Perdata yang pada pokoknya mengatur apabila seseorang memungkiri atau tidak mengakui tanda tangan miliknya maka hakim wajib untuk memerintahkan agar tanda tangan tersebut diperiksa di hadapan pengadilan. Apabila tanda tangan yang berubah-ubah oleh PPAT tersebut membenarkan bahwa itu adalah tanda tangannya, sehingga akibat hukum terhadap akta notaris yang demikian adalah tetap sah untuk digunakan sebagai alat bukti tulisan autentik yang memiliki kekuatan hukum pembuktian sempurna yang tidak perlu lagi dilengkapi atau ditunjang dengan alat bukti lainnya. Yang perlu diperhatikan bahwa yang tidak dapat digunakan sebagai alat bukti tulisan adalah akta yang ditandatangani oleh orang-orang yang tidak cakap di dalam melakukan perbuatan hukum, bukan yang memiliki tanda tangan berbeda atau berubah-ubah