ANGRIANI, PUPUT (2025) Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Pemaksaan Perkawinan Anak Dengan Mengatasnamakan Praktik Budaya Sebagai Bentuk Tindak Pidana Kekerasan Seksual = CRIMINAL LAW POLICY AGAINST FORCED CHILD MARRIAGE IN THE NAME OF CULTURAL PRACTICES AS A FORM OF CRIMINAL SEXUAL VIOLENCE. Thesis thesis, Universitas Hasanuddin.
![[thumbnail of Cover]](/49097/1.hassmallThumbnailVersion/B012232094-Cover.jpg)

B012232094-Cover.jpg
Download (74kB) | Preview
![[thumbnail of Bab1-2]](/style/images/fileicons/text.png)
B012232094-1-2(FILEminimizer).pdf
Download (406kB)
![[thumbnail of Dapus]](/style/images/fileicons/text.png)
B012232094-dp(FILEminimizer).pdf
Download (136kB)
![[thumbnail of Full Text]](/style/images/fileicons/text.png)
B012232094-full(FILEminimizer).pdf
Restricted to Repository staff only until 7 March 2027.
Download (822kB)
Abstract (Abstrak)
PUPUT ANGRIANI (B012232094). KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PEMAKSAAN PERKAWINAN ANAK DENGAN MENGATASNAMAKAN PRAKTIK BUDAYA SEBAGAI BENTUK TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL. (Dibimbing oleh Audyna Mayasari Muin) Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan hukum pidana yang menghambat penegakan hukum terhadap tindak pidana kekerasan seksual pemaksaan perkawinan anak dengan mengatasnamakan praktik budaya. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis sistem pemidanaan yang ideal untuk pelaku tindak pidana kekerasan seksual pemaksaan perkawinan anak dengan mengatasnamakan praktik budaya. Penelitian hukum normatif dilakukan dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Dengan menggunakan sumber bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non-hukum, metode analisis bahan hukum adalah kualitatif dan normatif yuridis, yaitu data yang dikumpulkan berdasarkan informasi tentang subjek yang diteliti. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) kebijakan hukum pidana dalam tindak pidana kekerasan seksual pemaksaan perkawinan anak dengan mengatasnamakan praktik budaya sulit untuk ditegakkan. Karena, terdapat penggunaan kata yang multitafsir yakni frasa “praktik budaya” dalam peraturan Pasal 10 ayat (2) huruf b UU TPKS merupakan sebuah kerancuan. Seharusnya frasa “praktik budaya” tersebut dijelaskan baik dalam ketentuan umum atau di dalam Penjelasan Umum UU TPKS. Maka dari itu, ketentuan pidana yang multitafsir akan menghasilkan ketidakpastian hukum, berpotensi sulit untuk diterapkan, dan bertentangan dengan asas hukum bahwa hukum pidana harus ditafsirkan secara sempit. (2) sistem pemidanaan yang ideal diterapkan ketika terjadi tindak pidana pemaksaan perkawinan dengan mengatasnamakan praktik budaya, yaitu pemidanaan yang bersifat rehabilitasi tidak hanya kepada korban tapi juga terhadap pelaku melalui sistem pemantauan dan evaluasi rehabilitasi.
Keyword : tindak pidana; pemaksaan; perkawinan; anak; budaya.
Item Type: | Thesis (Thesis) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Criminal offenses; coercion; marriage; children; culture. |
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions (Program Studi): | Fakultas Hukum > Ilmu Hukum |
Depositing User: | Rasman |
Date Deposited: | 08 Sep 2025 05:15 |
Last Modified: | 08 Sep 2025 05:15 |
URI: | http://repository.unhas.ac.id:443/id/eprint/49097 |