POLITIK HUKUM DALAM PRAKTEK RATIFIKASI DI INDONESIA


NOOR, S. M. (2008) POLITIK HUKUM DALAM PRAKTEK RATIFIKASI DI INDONESIA. Disertasi thesis, Universitas Hasanuddin.

[thumbnail of Cover]
Preview
Image (Cover)
smnoor-283-1-ps009 cover.jpg

Download (234kB) | Preview
[thumbnail of Bab 1-2] Text (Bab 1-2)
smnoor-283-1-ps009 1-2.pdf

Download (384kB)
[thumbnail of Dapus] Text (Dapus)
smnoor-283-1-ps009 dapus-lam.pdf

Download (27kB)
[thumbnail of Full Text] Text (Full Text)
smnoor-283-1-ps009.pdf

Download (675kB)

Abstract (Abstrak)

S. M. Noor. “Politik Hukum dalam Praktek Ratifikasi di Indonesia”, dibimbing oleh Promotor: Alma Manuputty, Ko-Promotor: Syamsul Bachri dan Juajir Sumardi).
Secara umum penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan berbagai wewenang Presiden dalam melakukan perjanjian dengan Negara lain menurut Pasal 11 UUDNRI 1945 dan peranan DPR dalam mendominasi Presiden dalam hal menolak dan menerima ratifikasi. Penelitian ini merupakan kualitatif normatif dengan penentuan lokasi secara purposive. Dalam hal ini diambil dua lembaga yang menjadi sasaran utama penentu kebijakan ratifikasi perjanjian internasional yaitu Departemen Luar Negeri dan Dewan Perwakilan Rakyat (khususnya Komisi I). Populasi penelitian ini adalah para politisi dan tokoh-tokoh yang pernah terlibat dalam berbagai perundingan dan perjanjian internasional. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara mendalam (intervieuw). Data kemudian diolah dan dianalisis secara deskriptif-kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kewenangan Presiden membuat perjanjian dengan negara lain sebagaimana diamanatkan oleh UUDNRI 1945 sangat tergantung pada kekuatan tarik-menarik antara lembaga kepresidenan dan lembaga perwakilan seperti DPR. Dalam masa Orde lama di bawah Presiden Soekarno (1945-1965) dan masa Orde baru di bawah Presiden Soeharto (1966-1998), lembaga Kepresidenan begitu kuat sehingga memungkinkan luasnya kewenangan Presiden menjalin perjanjian dengan negara lain, dan tentu saja dapat dengan mudah meminta DPR untuk meratifikasi semua perjanjian yang telah dibuat. Pada masa reformasi terjadi arah berbalik (stream of conciousness) yakni kekuatan DPR demikian kuatnya sehingga mampu mendeponir suatu ratifikasi perjanjian internasional. Peranan DPR dalam hal melakukan ratifikasi perjanjian internasional memperlihatkan dua sisi yang cukup kontras. Pada era Orde lama dan era Orde baru peranan DPR lemah sekali karena tingginya kekuasaan dan inisiatif pemerintah. Beda halnya pada masa reformasi, kekuatan DPR begitu tinggi menyebabkan Presiden tidak bisa leluasa atau sesuka hatinya membuat tindakan, termasuk melakukan perjanjian internasional di luar pengawasan DPR.

Item Type: Thesis (Disertasi)
Subjects: K Law > K Law (General)
Depositing User: S.Sos Rasman -
Date Deposited: 20 May 2021 05:10
Last Modified: 20 May 2021 05:10
URI: http://repository.unhas.ac.id:443/id/eprint/4492

Actions (login required)

View Item
View Item