Evaluasi dinamika perikanan tangkap tuna skala kecil di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan

ANDI AGUS. Evaluasi dinamika perikanan tangkap tuna skala kecil di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan (dibimbing oleh Najamuddin, Abd Rasyid J., dan Alfa F.P. Nelwan).

Latar Belakang. Perikanan tangkap skala kecil bisa berdampak terhadap tekanan penangkapan ikan yang selanjutnya mempengaruhi keberlanjutan perikanan tangkap. Informasi dan penelitian tentang perikanan tangkap skala kecil yang berpangkalan di Teluk Bone, Kabupaten Bulukumba masih terbatas. Tujuan. Penelitian ini bertujuan mengkaji lokasi penangkapan tuna skala kecil beserta ukuran hasil tangkapannya, aspek finansial dan upaya penangkapan ikan optimum serta aspek keberlanjutan perikanan skala kecil di Laut Flores, Kabupaten Bulukumba. Metode. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian survey terhadap 30 unit kapal penangkapan ikan tuna. Metode analisis terdiri dari pemetaan daerah penangkapan dan finansial berupa break even point (BEP), return to owner (RTO), return to labour (RTL), return of investment (ROI), payback period (PP) dan revenue per cost ratio (R/C ratio). Metode analisis lainnya, surplus produksi (Schaefer dan Fox) untuk menentukan tangkapan maksimum lestari (Cmsy), upaya optimum (Emsy), jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB), tingkap pemanfaatan (TPC) dan tingkat pengupayaan (TPe) serta biologi (panjang dan berat) dan rapfish. Hasil. Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan adalah pancing ulur dan dioperasikan sepanjang tahun. Daerah penangkapan merupakan habitat dan migrasi tuna. Terjadi pergeseran daerah penangkapan (30 % : 70 %) antara rumpon dekat, 6 – 7 jam dan rumpon jauh, 12 – 13 jam dari pangkalan diduga karena hasil tangkapan tuna madidihang (Thunnus albacares) ukuran kecil, tidak layak tangkap atau belum dewasa (< 10 kg) jumlahnya sangat banyak dibandingkan dengan ukuran besar, layak tangkap atau dewasa (berat dan panjang, ≥ 10 kg dan ≥ 92,73 cmFL) (50% dewasa) atau berat ≥ 20 kg dan panjang ≥ 100 cm cmFL (semuanya dewasa). Pergerakan daerah penangkapan ditampilkan dalam bentuk peta. Analisis finansial menunjukkan unit usaha menguntungkan, namun demikian RTL dibawah upah minimum regional untuk kapal yang dikategorikan berukuran kecil dan sedang serta kisaran terbawa R/C ratio kapal ukuran sedang impas. Selain itu, analisis surplus produksi menunjukkan hasil tangkapan belum sepenuhnya terjadinya kelebihan tangkap dan upaya serta tingkat pemanfaatan dan pengupayaan belum semuanya 100%, mengindikasikan perlunya kehati-hatian dalam eksploitasi sumberdaya tuna secara optimal melalui peningkatan jumlah unit alat tangkap yang terjadi karena pergeseran daerah penangkapan sehingga perlu pengaturan ukuran mata pancing. Ukuran panjang dan berat hasil tangkapan tuna sirip kuning berpotensi tidak berkelanjutan dan aspek ekologi, sosial, komunitas dan institusional, cukup berkelanjutan dan ekonomi, kurang berkelanjutan. Kesimpulan. Peta daerah penangkapan bergeser dari rumpon dekat ke rumpon jauh diduga hasil tangkapan tuna madidihang ukuran belum dewasa jauh lebih banyak dibandingkan dengan dewasa. Persepsi masyarakat tentang lingkungan dan sumber daya tuna cenderung berkelanjutan.