KEBIJAKAN POLITIK LUAR NEGERI JEPANG DI ASIA TIMUR DI BAWAH PEMERINTAHAN SHINZO ABE

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan luar negeri Jepang di Asia
Timur di Bawah Pemerintahan Shinzo Abe. Penelitian ini dilakukan dengan mengacu
pada dua pokok permasalahan, yaitu: (1) Peningkatan kapabilitas pertahanan Jepang, dan
(2) Penyelesaian sengketa-sengketa wilayah kepulauan.
Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah tipe penelitian
berdasarkan tempat penelitian, yaitu penelitian kepustakaan (library research). Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah metode telaah pustaka, yaitu dengan cara
pengumpulan data dengan menelaah sejumlah literatur yang relevan dengan masalah yang
diteliti, baik berupa jurnal, buku, dokumen, surat kabar, serta beberapa situs internet yang
relevan dengan penelitian ini. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisa yang
bersifat kualitatif. Data yang relevan dikumpulkan kemudian dianalisis secara kualitatif
dengan menghubungkan fakta-fakta yang ada antara satu dengan lainnya untuk menarik
kesimpulan akhir.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan politik luar negeri Jepang di Asia Timur,
khususnya di bawah pemerintahan Shinzo Abe, merupakan tindakan dalam memaknai
dinamika politik dan keamanan di kawasan, yang menitikberatkan pada aspek peningkatan
kapabilitas pertahanan dalam menjaga keamanan nasional Jepang, serta penyelesaian
sengketa-sengketa wilayah kedaulatan di perairan laut lepas, dengan RRC dan Korea
Selatan. Dalam upaya meningkatkan kapabilitas pertahanan Jepang, pemerintahan Shinzo
Abe menerapkan kebijakan menaikkan anggaran pertahanan Jepang, mengembangkan
industri pertahanan, mengembangkan sistem pertahanan senjata balistik, memperkuat
postur pertahanan di kepulauan barat daya, mempertahankan aliansi pertahanan dengan
Amerika Serikat, serta menjalin kerjasama pertahanan berlapis dengan negara-negara
Asia-Pasifik. Dalam menyelesaikan masalah sengketa kepulauan Senkaku, pemerintahan
Shinzo Abe lebih menempuh kebijakan garis keras melalui konfrontasi militer dengan
RRC, sedangkan penyelesaian sengketa kepulauan Takeshima ditempuh melalui jalur
diplomasi dengan Korea Selatan