Hunowu, Momy A. (2022) Ritual Mopoa Huta pada Masyarakat Petani Muslim di Molalahu Kabupaten Gorontalo (Sebuah Analisis Tradisi Diskursif). Disertasi thesis, Universitas Hasanuddin.
E023192012_disertasi_16-08-2022 1-2.pdf
Restricted to Repository staff only
Download (725kB)
E023192012_disertasi_16-08-2022 cover1.png
Download (149kB) | Preview
E023192012_disertasi_16-08-2022 dp.pdf
Download (330kB)
E023192012_disertasi_16-08-2022.pdf
Restricted to Repository staff only
Download (4MB)
Abstract (Abstrak)
Dengan menggunakan pendekatan etnografi, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi: 1) diskursus ritual mopoa huta di Gorontalo dalam relasi kuasa dari masa Gorontalo kuno, masa kerajaan hingga masa kini, 2) legitimasi teks yang melandasi prosesi ritual mopoa huta pada masyarakat petani Muslim di Gorontalo, 3) kebertahanan ritual mopoa huta di masa kini dan proyeksinya di masa mendatang. Mereka yang berpartisipasi dalam penelitian adalah wombuwa (pemimpin ritual), tokoh agama, tokoh adat, penyelenggara ritual dan masyarakat petani. Data diperoleh melalui metode wawancara mendalam, observasi dan penelusuran dokumen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Praktik ritual mopoa huta sudah ada sejak Gorontalo kuno. Diskursus ritual ini menjadi bagian dari adat istiadat yang terus dirawat sebagai panggung bagi para aktor lokal untuk menunjukkan kuasanya. Diskursus yang paling monumental terjadi pada masa tiga raja Islam yaitu Sultan Amai, Raja Matolodulakiki dan Raja Eyato. Relasi kuasa ketiganya telah memancangkan ritual mopoa huta menjadi satu kesatuan dari adat bersendikan syara’ syara bersendikan al-Qur’an. Itu sebab, para pemimpin selanjutnya di era kepemimpinan modern terutama kalangan Islam modernis tak kuasa mencerabut pancangannya yang kokoh itu, sebagaimana yang dilakukan kalangan Islam modernis yang dipelopori Nani Wartabone. Para pemimpin lokal berkontestasi memanfaatkan keinginan masyarakat untuk menyelenggarakan ritual mopoa huta sebagai instrumen untuk meraih simpati (suara) dalam sistem kepemimpinan yang demokratis, baik pada pemilihan kepala desa maupun pemilihan kepala daerah; 2) Teks suci yang dijadikan legitimasi ritual mopoa huta adalah meyakini (beriman kepada) adanya makhluk ghaib yang diciptakan Tuhan untuk menganggu kehidupan manusia. Legitimasi itu dipertegas dengan berziarah ke makam keramat (kuburu lo ta aulia) untuk meminta washilah serta mengakhiri rangkaian ritual dengan membaca doa bersama (mongadi salawati) yang dipimpin tokoh agama. Substansi proses ritual mopoa huta memiliki makna dan fungsi mengkompromikan gangguan makhluk halus (lati-latiyalo). Gangguan makhluk halus ini berwujud hama dan penyakit yang menyerang tanaman, hewan dan manusia; 3) Kebertahanan ritual mopoa huta mengalami pergeseran pada pemerintahan dewasa ini. Relasi kuasa yang mengedepankan pendekatan developmentalisme semakin mempercepat proses transformasi dan akulturasi Islam ke dalam sistem kepercayaan ini. Tradisi yang awal mulanya sebagai ritus penyembahan dan pengakuan kepada kekuasaan makhluk halus (lati-latiyalo) perlahan-lahan berubah menjadi bentuk keimanan kepada makhluk halus sebagai ciptaan Allah swt.; satu-satunya dzat yang wajib disembah. Berkat adanya akulturasi Islam, aspek dan nilai ritualnya telah bertransformasi mewarnai tradisi-tradisi Islam lokal; sebagaimana dapat dilihat pada ritual kematian, peringatan hari-hari besar Islam dan tradisi berkesenian. Di masa depan, ritual mopoa huta akan terus bertransformasi dan mengalami mutasi genetika dalam bentuk yang sesuai dengan diskursus para penguasa di zamannya.
Item Type: | Thesis (Disertasi) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Ritual mopoa huta, petani muslim, tradisi diskursif, dan Islam. |
Subjects: | H Social Sciences > H Social Sciences (General) |
Divisions (Program Studi): | Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik > Ilmu Antropologi |
Depositing User: | Andi Milu |
Date Deposited: | 03 Oct 2022 07:16 |
Last Modified: | 03 Oct 2022 07:16 |
URI: | http://repository.unhas.ac.id:443/id/eprint/19977 |