LONTARA SAKKE’ ATTORIOLONG BONE Transliterasi dan Terjemahan Tim Penyusun Ketua Muhlis Hadrawi Anggota Basiah Nuraidar Agus Suparman Adib Mapparaga Muhammad Hasbi Penyelia Akhir Anwar Jimpe Rachman Tata Letak TanahindieSign Sampul Ade Awaluddin Firman Gambar Sampul https://upload.wikipedia.org/ Cetakan I Maret 2020 Diterbitkan oleh Penerbit Ininnawa Jl. Abdullah Daeng Sirua No.192 E Panakkukang Makassar 90231 http://penerbitininnawa.id atas kerja sama dengan Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) Cabang Sulsel & Sulbar dan Dinas Kebudayaan Pemerintah Kabupaten Bone Tahun 2020 KATALOG DALAM TERBITAN Lontara sakke’ attoriolong Bone : transliterasi dan terjemahan / Muhlis Hadrawi... [et al.] ISBN 978-623-92955-1-6 xlix + 626 hlm, 15 x 21 cm PENGANTAR BUPATI BONE Gerakan pemajuan kebudayaan tidak terlepas dari peran pemerintah, oleh karena itu Saya selaku Kepala Pemerintahan Daerah Kabupaten Bone mendukung penuh upaya penelusuran, pengadaan, dan penyusunan Lontaraq Sakke’ Bone Seri Attoriolong sampai diterbitkannya menjadi buku seperti yang disaksikan ini. Saya berharap buku ini dapat menjadi referensi dan sumber rujukan data budaya lokal Sulawesi Selatan. Mengingat kecenderungan generasi muda saat ini yang kurang lagi mengambil peduli terhadap nilai-nilai budaya dan sejarah daerahnya sendiri, maka kami selaku Pemerintah Kabupaten Bone menyambut baik kehadiran buku ini dalam bentuk transliterasi dan terjemahan. Maka dari itu, harapan saya selaku pemerintah adalah buku ini dapat menjadi bacaan dan sumber atau rujukan standar sekaligus melestarikan literasi lokal. Semoga buku ini membawa manfaat bagi kelestarian budaya dan sejarah serta khazanah kerajaan Bone di masa mendatang. Wassalam! Watampone, 19 Maret 2020 DR H. Andi Fahsar Mahdin Padjalangi, MSi PENGANTAR WAKIL BUPATI BONE Segala Puji syukur kami panjatkan kehadapan Allah, S.W.T atas berkat dan rahmat-Nya sehingga buku Lontara Sakke’ Bone ini dapat direalisasikan dalam penyajian transliterasi dan Terjemahan. Buku yang menguraikan selukbeluk masa lampau Bone ini menyajikan lika-liku sebuah kerajaan Bugis di Sulawesi Selatan, yaitu Bone. Kerajaan Bone menyimpan begitu banyak misteri tentang sejarah dan kebudayaannya di masa lampau yang memberi warna Sulawesi Selatan. Sudah sekian lama pemahaman masyarakat tentang sejarah dan kebudayaan Bone kabur, bahkan tidak sedikit meninggalkan kesalahan persepsi terutama bagi kalangan muda. Kekaburan pemahaman ini membuat masyarakat bertanya-tanya bagaimana sejarah dan kebudayaan Bone yang sebenarnya. Menjawab berbagai pertanyaan yang menguak sehingga harus ada langkah pasti yang dapat menggambarkan jawaban pertanyaan tersebut. Kehadiran Lontara Sakke’ Bone ini menjadi hal yang sangat penting karena dapat memberi informasi berdasarkan sumber naskah sehingga dapat meluruskan pemahaman yang keliru dan mengisi kekosongan informasi khalayak tentang kerajaan Bone pada masa lampau. Oleh karena itu, saya memberikan apresiasi kepada saudara Muhlis Hadrawi bersama tim kerjanya yang telah berupaya menyusun Lontara Sakke’ Bone ini menjadi sebuah buku yang merangkum Attoriolong Bone secara lengkap dan disertai dengan sajian Akkarungeng Passeajing serta silsilahnya. Penyusunan naskah ini juga menjadi sangat penting karena kehadiran naskah ini merupakan tanggungjawab saya selaku wakil Bupati Bone dalam mendokumentasikan narasi sejarah dan budaya kerajaan Bone yang sangat berharga ini. Kami menyadari bahwa sejarah dan budaya leluhur harus kita hargai salah satunya dengan adanya dokumentasi naskah ini, sehingga akan terus ada di masyarakat kita. Semoga dengan kehadiran buku ini dapat memberikan manfaat kepada khalayak, terkhusus kepada masyarakat Bone dalam rangka mengenali jejak sejarah dan budaya leluhurnya sendiri sehingga identitasnya tidak tergerus oleh budaya modern. Semoga buku ini dapat memberikan refleksi tentang pengetahuan sejarah dan budaya bagi masyarakat luar. Semoga Allah S.W.T memberi berkah atas usaha pengabdian ini kepada bangsa dan Negara yang terpaut tanggung jawab dan amanah yang diemban pemerintah Kabupaten Bone terutama dalam memfasilitasi pengembangan kearifan lokal melalui dokumentasi sejarah dan budaya bangsa. Bone, 18 Maret 2020 Drs. H. Ambo Dalle, MM PENGANTAR KEPALA DINAS KEBUDAYAAN KABUPATEN BONE Assalamu Alaikum Wr. Wb. Ucapan syukur ke hadirat Allah SWT atas terbitnya buku Transliterasi dan Terjemahan Lontara Sakke’ Attoriolong Bone ini. Buku ini merupakan bentuk pengelolaan warisan kebudayaan yang bersumber dari dokumen lokal yaitu naskah-naskah lontara bergenre attoriolong. Secara akademik, buku ini akan bermanfaat sebagai media literasi sejarah dan budaya bagi masyarakat luas dalam rangka mengenali dan mengapresiasi warisan sejarah Bone. Sekarang ini, semakin dirasakan kelangkaan sumber-sumber rujukan sejarah dan budaya tentang kerajaan Bone pada masa lampau. Pada sisi lain, kita selalu berharap agar generasi kita tidak melupakan sejarah, sekaligus dapat meraih nilai-nilai positif dari narasi budaya warisan nenek moyang. Oleh karena itu, keberadaan buku ini menjadi salah satu media penting bagi generasi muda untuk memahami sejarah dan budaya Bugis, terutama yang terkait sejarah dan peradaban Bone masa lampau. Tentu saja, dipandang penting bagi masyarakat luas agar mengenali masa lampau terutama yang memiliki arti dalam memperjelas arah dan masa depannya. Untuk itu, kehadiran buku ini menjadi jawaban yang dapat mengisi kelangkaan informasi sejarah dan budaya yang dimaksudkan tesebut. Perjalanan panjang kerajaan Bone telah tercatat di dalam dokumen naskah Lontara Attoriolong yang ditulis dalam bahasa Bugis dan aksara lontara. Walau bagaimana pun lontara telah menjadi penanda penting bagi peradaban dan literasi lokal yang berprestise. Maka, dapat dikatakan bahwa kehadiran lontara akan menjadi penguat dalam hal proses pewarisan sejarah dan literasi Bone ke masa depan. Di akhir kata, saya mengucapkan selamat atas berhasilnya penyusunan transliterasi dan terjemahan Lontara Sakke’ Bone ini. Saya percaya bahwa penyusunan buku ini adalah sebuah pekerjaan yang besar yang tidak hanya memerlukan waktu yang panjang, tetapi juga membutuhkan ketelitian, kecermatan, dan ketepatan dalam menganalisis setiap naskah sumber. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada Muhlis Hadrawi selaku ketua tim peneliti dari MANASSA Cabang Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat yang telah menyusun buku ini. Penyusunan buku ini merupakan salah satu bagian dari program revitalisasi sejarah dan pemajuan kebudayaan Bone. Kehadiran buku ini sangat penting, bukan hanya sebagai bahan bacaan bagi masyarakat luas untuk mengetahui perjalanan sejarah Kerajaan Bone berdasarkan sumber lontara, tetapi juga dapat menjadi sumber informasi dan pengetahuan yang akurat. Semoga kehadiran buku ini dapat berfungsi dan bermanfaat baik kepada semua pihak. Wassalam! Watampone, 12 Maret 2020 Ansar Amal, SH, MSi PENGANTAR Ketua Manassa Sulsel & Sulbar Assalamu Alaikum Wr. Wb. Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas perkenanNya-lah sehingga penulisan Lontara Sakke’ Attoriolong Bone: Transliterasi dan Terjemahan dapat dirampungkan dalam masa kerja tahun 2019 ini. Pekerjaan ini diawali dengan keinginan menyusun narasi Lontara Bone terutama yang berkenaan sejarah kerajaan. Pada tahun 2017 keinginan ini kemudian mendapat respons positif dengan Bapak H. Ambo Dalle selaku Wakil Bupati Bone. Pada tahun 2018, penulis bersama tim memulai melakukan pengumpulan naskah-naskah Bone, sekaligus melakukan klarifikasi dan verifikasi data terhadap teksteks lontara Bone. Pada tahun yang sama naskah-naskah yang terkumpul, kemudian dilakukan perbandingan teks, dan selanjutnya disatukan dalam bentuk kompilasi. Hasil kompilasi teks naskah selanjutnya mewujudkan teks yang lengkap yang kemudian menjadi dasar sebuah terbitan berjudul Lontara Sakke’ Attoriolong Bone. Penyusunan naskah ini dilakukan oleh tim MANASSA (Masyarakat Pernaskahan Nusantara, Cabang Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat yang diketuai oleh Muhlis Hadrawi. Dokumen ini dilakukan melalui metode penelitian filologi dengan melakukan prosedur riset ilmiah secara bertahap, yaitu pengumpulan dan inventarisasi naskah (2017), penyusunan kompilasi naskah dan penerbitan dalam edisi aksara asli, yaitu Lontara Bugis (2018), dan pentransliterasi dan penerjemahan (2019). Sebagai wujud dokumentasi, dilakukan penerbitan naskah menjadi sebuah buku yang berjudul Lontara Sakke’ Bone: Transliterasi dan Terjemahan. Yang unik dan menarik pada buku terbitan itu disusun dengan tetap menggunakan aksara lontara dan berbahasa Bugis. Sebagai bentuk penyempurnaan dan dengan harapan naskah ini dapat dibaca dan dipahami oleh masyarakat umum, maka pada tahun 2019 dilakukan proses lanjutan, yaitu pentransliterasian (alih aksara) dan penerjemahan (alih makna) terhadap semua naskah yang tercakup dalam buku ini. Meskipun melalui proses yang panjang, pada akhirnya niat itu terwujud dengan terwujudnya terbitan buku Lontara Sakke’ Bone dalam edisi transliterasi dan terjemahan. Salah satu tujuan penyusunan buku ini adalah untuk mendokumentasikan teks-teks Lontara Bone agar jejak sejarah kerajaan Bone yang agung sekaligus paling bergengsi dari segi politik di Sulawesi Selatan sejak abad ke-17 dapat terdokumentasi dengan baik dan selanjutnya dapat dibaca oleh khalayak umum. Hal yang paling penting pula bahwa, buku ini menjadi media aneka pengetahuan dan informasi terkait sejarah Bone akan terungkap dan dapat dipahami dengan baik. Buku ini akan menjadi bukti dari tradsi penulisan narasi yang terkait dengan sejarah Bone, sehingga dapat menjadi sumber informasi dan sumber rujukan bagi siapa saja yang berkepentingan dengan informasi tentang kerajaan Bone dan kerajaan Bugis lainnya. Saya menyampaikan banyak terima kasih kepada Bupati Bone Dr. H. Andi Fahsyar Mahdin Padjalangi, MSi. yang telah memberikan perhatian dan apresiasi yang tinggi terkait pentingnya dokumentasi Lontara Bone. Menurut beliau, dokumen tentang sejarah Bone sangat penting diungkapkan dan disebarluaskan kepada masyarakat Bone khususnya dan kepada masyarakat luas lainnya, dengan harapan pengetahuan dan pemahaman sejarah dan budaya Bone dapat dipahami secara baik dan benar. Ucapan terima kasih yang tulus juga saya sampaikan kepada Wakil Bupati Bone, Drs. H. Ambo Dalle, MM. Atas inisiatif dan motivasi serta kepercayaan beliau kepada saya untuk menyusun buku ini. Menurutnya, buku ini tidak hanya akan menjadi sumber bacaan oleh masyarakat, tetapi akan menjadi sumber pengetahuan dan sumber informasi dalam rangka pendidikan sejarah lokal terutama yang berkenaan dengan eksistensi sejarah dan budaya Bone pada masa lampau. Terima kasih kepada Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Bone, Bapak A. Ansar Amal, S.H., M.Si. telah memprogramkan penerbitan Lontara Sakke’ Attoriolong Bone dalam edisi Transliterasi dan Terjemahan sebagai salah satu program kegiatan Kantor Dinas Kebudayaan dalam anggaran kegiatan tahun 2020. Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Andi Promal, M.Si. selaku pihak yang merintis dan mengawali program penerbitan buku ini pada tahun 2018 ketika beliau menjabat sebagai sebagai Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Bone. Ucapan terima kasih penulis ucapkan juga kepada pegawai lingkup Dinas Kebudayaan Kabupaten Bone yaitu Bapak Rusli, SKM., MSi., MKes., Ibu Asrianty, dan Ibu Andi Ivo yang berperan dalam urusan administratif. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada tim Manassa yang telah berperan sebagai anggota pengelola penelitian Lontara Bone dari awal hingga terbitnya buku ini. Di antara nama yang perlu disebutkan adalah Basiah selaku anggota pentransliterasi dan penerjemahan, Arwin Fajar sebagai anggota penyusun edisi teks, Suparman selaku desain silsilah, Abdi Mahesa sebagai penyelaras teks lontara, Nuraidar Agus sebagai penyelaras bahasa, dan Muh. Adib Mapparaga selaku anggota pendesain silsilah. Secara khusus, ucapan terima kasih kepada Anwar 'Jimpe' Rachman, pimpinan Lembaga Tanahindie dan Penerbit Ininnawa selaku pihak penerbit yang telah menunjukkan kerja yang serius dalam proses penerbitan buku ini. Semoga buku ini dapat memberikan sumbangsih bagi pemerintah Kabupaten Bone dan kepada masyarakat luas dalam rangka penguatan literasi masyarakat mengenai khasanah sejarah dan kebudayaan kerajaan Bone melalui gerakan pelestarian dokumen dan pemanfaatan nilai-nilai budaya positif bagi generasi masa depan. Akhirnya, saya menyampaikan permohonan maaf, sekiranya terdapat hal yang kurang sempurna dalam penulisan dan penyusunan naskah Lontara Sakke’ Attoriolong Bone ini. Meskipun demikian, Saya berharap semoga buku ini dapat memberi manfaat pengetahuan bagi masyarakat luas dan menjadi sumber data historiografi lokal Sulawesi Selatan, khususnya kerajaan Bone. Makassar, 14 Februari 2020 DR Muhlis Hadrawi, SS, MHum Daftar Isi Kata Sambutan Bupati Kabupaten Bone ........................................................ iii Kata Sambutan Wakil Bupati Kabupaten Bone ............................................ iv Kata Sambutan Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Bone ..................... vi Kata Pengantar Ketua Manassa Cabang Sulsel & Sulbar ............................. viii Daftar Isi ............................................................................................................ xii Pendahuluan ...................................................................................................... xvii TRANSLITERASI Attoriolonna Tanaé ri Boné ............................................................................. 1 Matasilompo’é Manurungngé riMatajang ...................................................... 4 La Ummasa Puatta’ Mulaié Panreng .............................................................. 6 La Saliu Petta Kerampéluwa’ ........................................................................... 9 Wé Banrigau’ Daéng Marowa ......................................................................... 14 La Tenrisukki’ Mappajungngé ........................................................................ 18 La Ulio Boté’é Matinroé riItterung ................................................................. 22 La Tenrirawē Bongkangngé Matinroé riGucinna ........................................ 27 La Icca’ Matinroé riAddénénna ...................................................................... 35 La Pattawe’ Daéng Soréang ............................................................................. 39 Wé Tenripatuppu Matinroé riSidénréng ...................................................... 42 La Tenriruwa Matinroé riBantaéng ................................................................ 46 La Tenripale’ To Akkepéang ............................................................................ 56 La Maddaremmeng .......................................................................................... 60 La Tenriaji To Senrima Matinroé riSiang ...................................................... 65 To Bala Arung Tanété ....................................................................................... 68 La Sékati Arung Amali ..................................................................................... 73 La Maddaremmeng .......................................................................................... 76 La Tenritatta To Unru Daéng Sérang Datu Mario Arung Palakka ............ 78 La Patau’ Matanna Tikka Walinonoé To Tenribali Matinroé riNagauleng ..... 114 Bataritoja Daéng Talaga Sultanah Zaenab Matinroé riTippulunna ........... 131 La Paddasajati To Appaware’ Arung Palaka Sultan Sulaiman Muhiddin .. 133 La Pareppa’ To Sappéwali Sultan Ismail ......................................................... 135 La Panaungi To Pawawoi ................................................................................. 138 Batari Toja Daéng Talaga Sultanah Zaenab Matinroé riTippulunna ......... 141 La Temmassonge’ To Appaséling Sultan Abdul Razak Jalaluddin Matinroé riMallimongeng ............................................................ 146 La Tenritappu To Appaliweng Daéng Palallo Matinroé riRompégading .. 161 La Mappasessu’ To Appatunru Arung Palakka ............................................ 170 Wē Mané Arung Data ...................................................................................... 177 La Mappasiling Sultan Adam Najamuddin ................................................... 178 La Parénréngi .................................................................................................... 180 Tenri Awaru Pancaitana Bessé Kajuara .......................................................... 184 Singkeru’rukka Arung Palakka ....................................................................... 188 Wé Banrigau’ Wé Patima Banri Arung Timurung ....................................... 191 La Pawawoi Karaéng Ségéri ............................................................................. 193 La Mappanyukki’ .............................................................................................. 202 La Pabbénténg Petta Lawa Arung Macégé .................................................... 217 La Mappanyukki’ .............................................................................................. 224 Lakke’-Lakke’na Akkarungengngé ri Boné ................................................... 226 Wanua Passéajingeng Tanaé ri Boné .............................................................. 237 Mampu ............................................................................................................... 237 Sijelling ............................................................................................................... 251 Timurung ........................................................................................................... 258 Kung ................................................................................................................... 268 Sailong ................................................................................................................ 272 Awamponé ......................................................................................................... 274 Gona ................................................................................................................... 276 TERJEMAHAN Attoriolonna Tanaé ri Boné ............................................................................. 279 Matasilompo’é Manurungngé riMatajang ...................................................... 283 La Ummasa Puatta’ Mulaié Panreng .............................................................. 285 La Saliu Petta Kerampéluwa’ ........................................................................... 288 Wé Banrigau’ Daéng Marowa ......................................................................... 293 La Tenrisukki’ Mappajungngé ........................................................................ 297 La Ulio Boté’é Matinroé riItterung ................................................................. 302 La Tenrirawē Bongkangngé Matinroé riGucinna ........................................ 308 La Icca’ Matinroé riAddénénna ...................................................................... 318 La Pattawe’ Daéng Soréang ............................................................................. 323 Wé Tenripatuppu Matinroé riSidénréng ...................................................... 326 La Tenriruwa Matinroé riBantaéng ................................................................ 330 La Tenripale’ To Akkepéang ............................................................................ 342 La Maddaremmeng .......................................................................................... 347 La Tenriaji To Senrima Matinroé riSiang ...................................................... 353 To Bala Arung Tanété ....................................................................................... 357 La Sékati Arung Amali ..................................................................................... 364 La Maddaremmeng .......................................................................................... 368 La Tenritatta To Unru Daéng Sérang Datu Mario Arung Palakka ............ 371 La Patau’ Matanna Tikka Walinonoé To Tenribali Matinroé riNagauleng ..... 415 Bataritoja Daéng Talaga Sultanah Zaenab Matinroé riTippulunna ........... 435 La Paddasajati To Appaware’ Arung Palaka Sultan Sulaiman Muhiddin .. 437 La Pareppa’ To Sappéwali Sultan Ismail ......................................................... 439 La Panaungi To Pawawoi ................................................................................. 442 Batari Toja Daéng Talaga Sultanah Zaenab Matinroé riTippulunna ......... 445 La Temmassonge’ To Appaséling Sultan Abdul Razak Jalaluddin Matinroé riMallimongeng ............................................................ 451 La Tenritappu To Appaliweng Daéng Palallo Matinroé riRompégading .. 467 La Mappasessu’ To Appatunru Arung Palakka ............................................ 477 Wē Mané Arung Data ...................................................................................... 485 La Mappasiling Sultan Adam Najamuddin ................................................... 487 La Parénréngi .................................................................................................... 489 Tenri Awaru Pancaitana Bessé Kajuara .......................................................... 493 Singkeru’rukka Arung Palakka ....................................................................... 498 Wé Banrigau’ Wé Patima Banri Arung Timurung ....................................... 502 La Pawawoi Karaéng Ségéri ............................................................................. 504 La Mappanyukki’ .............................................................................................. 515 La Pabbénténg Petta Lawa Arung Macégé .................................................... 531 La Mappanyukki’ .............................................................................................. 538 Susunan Raja-raja Bone ................................................................................... 540 Kerajaan-kerajaan Kerabat Bone .................................................................... 554 Mampu ............................................................................................................... 554 Sijelling ............................................................................................................... 573 Timurung ........................................................................................................... 582 Kung ................................................................................................................... 594 Sailong ................................................................................................................ 599 Awamponé ......................................................................................................... 601 Gona ................................................................................................................... 604 Lampiran ............................................................................................................ 607 Pendahuluan Latar Belakang Macknight (2020) mendefinisikan attoriolong sebagai Chronicle of Bugis atau kronik Bugis, yaitu salah satu genre naskah-naskah kuno yang penting bagi historiografi Sulawesi Selatan. Keberadaan teks kronik Bugis seperti Lontara Bone ini menjadi penting karena merupakan teks rekaman jejak sejarah kerajaan-kerajaan Bugis pada masa lampau, tidak terkecuali bagi Kerajaan Bone. Itulah sebabnya naskah-naskah lontara, khususnya naskah Attoriolong dianggap sebagai dokumen yang penting dihadirkan kembali, direvitalisasi untuk dibaca, dikaji, dan diberi makna dalam rangka studi sejarah dan kebudayaan Bugis pada masa kini. Kerajaan Bone dikenali sebagai kerajaan Bugis utama, telah merangkai cerita sejarahnya yang panjang. Mulai awal berdirinya pada abad ke-13, kemudian terus-menerus menapaki kisahnya dari abad ke abad sampai pada masa kemerdekaan Republik Indonesia, pertengahan abad ke-20. Peristiwa demi peristiwa penting hampir semua terekam dan tertulis dengan apik di dalam Lontara Attoriolong Bone. Hingga dewasa ini sebagian naskah-naskah lontara masih dapat disaksikan dalam berbagai bentuk koleksi, meskipun secara khusus fisik naskahnya pada umumnya sudah rapuh nyaris hancur. Hal lainnya, naskahnya juga semakin langka, banyak yang hilang, bahkan berpindah tangan. Fenomena lain, naskah lontara yang berbahan baku terbuat dari kertas maupun dari daun lontar, ternyata kualitasnya semakin hari semakin, banyak yang sudah lapuk. Tidak sedikit naskah lontara sudah hancur. Yang memprihatinkan, naskah-naskah lontara tersebut sudah tidak memiliki salinan atau memang tidak pernah disalin. Tidak terhitung lagi jumlah naskah yang tidak dapat ditelusui jejaknya, entah karena sudah berpindah tangan atau hilang. Tentunya banyak penyebab mengapa kondisi naskah Lontara sebagai dokumen warisan pengetahuan dan informasi tentang Sulawesi Selatan semakin memprihatinkan. Salah satunya adalah kurangnya perhatian dari masyarakatnya. Sangat disayangkan warisan tradisi tulis agung Sulawesi Selatan dibiarkan dalam kondisi buruk dan tidak ditangani dengan baik. Padahal, dokumen-dokumen tradisional tersebut sangatlah penting. Selain merupakan himpunan ilmu pengetahuan, rekaman sejarah, juga mengandung aneka informasi penting bagi studi terhadap kawasan dan kerajaan-kerajaan Bugis-Makassar di masa lampau. Tidak dapat dipungkiri bahwa kandungan naskah Lontara tersebut memiliki manfaat penting bagi masa kini dan akan datang. Hal paling penting dicatat terkait naskah genre attoriolong sebagai dokumen tradisional, bahwa teksnya memiliki kedudukan penting sebagai sumber sejarah sosial, ekonomi, dan politik dalam rangka studi kesejarahan kerajaan-kerajaan lokal. Kehadiran buku ini menjadi jawaban atas keprihatinan kita terhadap kemungkinan akan kehilangan jejak sejarah dan kebudayaan Bone berdasarkan dokumentasi warisan budaya tulis. Naskah lontara Kerajaan Bone ini telah melalui proses kerja yang diawali dengan metode mengumpulkan dan mengompilasi teks-teksnya dalam rangka melahirkan teks naskah yang terlengkap (sakke’) dan standar. Dokumen ini diharapkan menjadi literatur dan rujukan bagi siapa saja yang akan mengenali jejak kehadiran Kerajaan Bone dan segala hal yang terkait dengan sejarah dan kebudayaan masa lampau. Berbagai upaya yang dilakukan terkait penyusunan buku ini, antara lain mengumpulkan naskah-naskah Attoriolong Bone yang terkoleksi di berbagai tempat, baik dalam maupun luar negeri. Teksteks naskah yang diperoleh tersebut kemudian diklasifikasikan dan disusun untuk menghimpun teks yang lebih lengkap. Proses kerja untuk menghimpun sebaran naskah-naskah tersebut membutuhkan waktu yang amat panjang dengan tuntutan kerja yang berkualitas sesuai standar ilmiah. Berdasarkan fakta di lapangan telah dijumpai berbagai ragam naskah Lontara tentang Kerajaan Bone. Teks naskah tersebut kemudian dinventarisasi dan dikelompokkan ke dalam sebuah korpus teks. Misalnya, teks-teks yang terkategori sebagai teks Attoriolong yang dalam khazanah naskah Melayu disebut kronik lokal, diiventarisasi dan dimasukkan dalam korpus kategori Attriolong. Selain korpus teks Attoriolong, korpus teks lontara Bugis lainnya adalah hasil klasifikasi teks naskah Lontara Pangadereng yang dikategorikan sebagai hukum adat atau sistem normatif sosial. Terdapat juga korpus teks yang dikategorikan sebagai Lontara Bilang, yaitu ketegori naskah catatan harian raja-raja Bone. Beberapa kategori jenis lontara lainnya, seperti kategori Sure’ Tolo’ yang merupakan kategori sastra perang, serta fragmen-fragmen teks yang menjadi rekaman hidup tokoh-tokoh penting dalam kerajaan. Keseluruhan kandungan naskah warisan tersebut memiliki makna penting terutama sebagai data sejarah dan ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya, penulis berinisiatif untuk melakukan penyelamatan naskah terutama terhadap naskah-naskah lontara yang secara eksistensial kehadirannya dianggap penting. Melalui tahapan prosedur operasional yang standar, buku ini dapat terselesaikan dengan baik, melalui proses penyusunan dan pengompilasian teks-teks, pengalihaksaraan, penerjemahan, sampai pada tahapan pengkajian dan penerbitan sebagai usaha untuk menjadikan buku ini sebagai bacaan publik pengungkap pengetahuan sejarah lokal Sulawesi Selatan. Lontara Attoriolong, khususnya Lontara Attoriolong Bone ini merupakan korpus lontara Bugis yang penting untuk kategori sumber kronik lokal Sulawesi Selatan. Teksnya disusun berdasarkan cerita dan catatan sejarah dalam waktu yang sangat lama, menggunakan huruf lontara dan berbahasa Bugis. Lontara Attoriolong telah diakui oleh pelbagai sarjana sebagai sumber kronik kerajaan yang merepresentasikan gaya penulisan lokal nan apik sebagaimana produk dari masa lampau. Kern (dalam Cense, 1972) mengemukakan bahwa naskah Bugis- Makassar memiliki kualitas tinggi sehingga memberikan kesan bahwa orang Sulawesi Selatan mencatat perkara dan peristiwa penting secara sederhana dan jujur. Kesederhanaan dan kejujuran tersebut kemudian mengonstruksi teks-teks lontara secara objektif dan realistis dengan melukiskan peristiwa sejarahnya tentang asal-usul kelahiran kerajaan, nama-nama rajanya, perkawinan yang dilakukan, silsilah dan garis keturunan, peristiwa-peristiwa penting yang terjadi, hubungan antara satu kerajaan dengan kerajaan lain, dan hal-hal penting lainnya. Itulah sebabnya lontara Bugis dan Makassar telah meraih simpati pihak asing karena mutu teksnya diakui sangat tinggi. Hal yang sama diungkapkan Cense (1972) berdasarkan pengalamannya ketika ia bersentuhan dengan lontara Bugis dan Makassar. Cense mengatakan bahwa jika membandingkan dengan apa yang tercatat sebagai cerita-cerita sejarah di daerah Indonesia yang lain, maka terlihat betapa ringkas dan realistik orang Bugis-Makassar mencatat fakta-fakta kehidupannya di atas lontara. Naskah yang dimaksud sebagai rujukan Cense adalah naskah Bugis korpus Attoriolong (kronik), Lontara Bilang (catatan harian), Teks-teks Perjanjian, Lontara Pangadereng (hukum adat), Profil Raja-raja dan Ikhtisar Sejarah Singkat, Tolo (puisi naratif sejarah), Kisah-kisah atau Legenda-legenda Tokoh, Kerajaan-kerajaan Bahagian (palili), Geografi Toponimi-toponimi Lokal dan teks-teks lainnya. Kualitas naskah-naskah lontara Bugis yang bermutu tinggi, sehingga Kern dan Cense menilainya sangat penting menjadi bahan kajian, sebagaimana yang telah dimanfaatkan oleh berbagai pihak dalam perumusan dan penulisan sejarah kerajaan-kerajaan Bugis dan Makassar. Beberapa catatan hasil kajian perlu dikemukakan misalnya Crawfurd (1820), dalam tulisannya History of the Indian Archipelago, menjadikan naskah-naskah Nusantara sebagai sumber data. Hal yang sama juga dilakukan oleh Roelof Blok dengan menyajikan ikhtisar sejarah Sulawesi Selatan berdasarkan sumber naskah-naskah Bugis dan Makassar. Begitu pula dengan SA Buddungh dalam tulisan sejarah Makassar Het Nederlandsche Gouvernement van Makasser op het eiland Celebes yang disiarkan dalam Tidjschrift v.Ned. Indië, V, Jilid I (1843) juga menggunakan naskah sebagai rujukannya. JA Bakkers tidak kalah pentingnya bagi pengkajian sejarah Bone dengan menggunakan naskah sebagai sumber data. Ia telah menulis tentang Keradjaan Pindjaman Bone dengan menggunakan sumber naskah attoriolong milik Raja Bone, Besse Kajuara, sebagai sumber data penelitiannya. Di era akhir abad XX dan awal XXI ini, nama ilmuwan asing seperti Cadwell (1988) juga patut dicatat. Cadwell telah menulis sejarah Sulawesi Selatan berdasarkan naskah-naskah lontara Bugis di dalam disertasinya di University of Canberra dengan judul South Sulawesi A.D. 1300-1600: Ten Bugis Texts. Demikian pula yang telah dilakukan Rahilah Omar dalam tesis doktornya di Hull University berjudul The History of Bone A.D. 1775-1795: The Diary of Sultan Ahmad as-Salleh Syamsuddin (2003) dengan memanfaatkan bahan-bahan Lontara Bilang (catatan harian) raja Bone ke-23, La Tenri Tappu. Masih banyak lagi kajian-kajian sejarah dan budaya yang telah dilakukan oleh para sarjana dengan menjadikan naskah-naskah Bugis sebagai sumber data penelitiaanya. Yang jelas bahwa ilmuwan asing telah menunjukkan minat yang tinggi terhadap naskah kuno Bugis sebagai sumber informasi. Selanjutnya mereka mendalami dan menafsirkannya dalam rangka penelitian sejarah dan kebudayaan Sulawesi Selatan. Seperti yang telah dikemukakan bahwa Lontara Attoriolong merupakan literatur pribumi Bugis yang menyajikan informasi mengenai peristiwa sejarah dan kebudayaan pada masa lampau. Kerajaan Bugis - Makassar, baik yang besar, maupun yang kecil, pada umumnya jejak sejarahnya tercatat dengan baik. Mulai terbentuknya dengan kehadiran raja pertama, keturunannya, perkawinannya, hingga raja yang terakhir, seluruhnya tercatat dengan baik dalam lontara. Misalnya, Attoriolong Luwu, teksnya mengisahkan perihal Kerajaan Luwu; Attoriolong Soppeng mengisahkan tentang Kerajaan Soppeng, Attoriolong Tanete mengisahkan tentang Kerajaan Tanete, Attoriolong Sidenreng mengisahkan tentang Kerajaan Sidenreng, Attoriolong Wajo mengisahkan tentang Kerajaan Wajo, Attoriolong Sawitto mengisahkan tentang Kerajaan Sawitto dan lain-lainnya. Demikian pula halnya Attoriolong Bone juga mengisahkan tentang sejarah perjalanan Kerajaan Bone yang dimulai dengan pemerintahan Tomanurung Matasilompo’é sebagai awal berdirinya Kerajaan Bone hingga pemerintahan raja terakhir pada abad ke-20. Attoriolong Bone sebagai Kronik Dalam catatan sejarah, Kerajaan Bone sepanjang perjalanan politiknya telah tampil menjadi kerajaan utama Bugis. Bahkan kerajaan Bone menjadi induk kerajaan Bugis dalam kurun masa yang panjang, paling tidak sejak abad ke-17 setelah tampil sebagai pemenang dalam Perang Makassar (1666-1667). Kebesaran Bone tersebut ditandai oleh dokumen Lontara Attoriolong, teksnya sangat banyak mencatatkan perjalanan Bone selama tujuh abad. Selain di dalam Lontara Bone sendiri, catatan tentang kerajaan Bone, dapat pula dijumpai di dalam naskah-naskah kerajaan lain, baik Bugis, maupun Makassar dan Mandar. Lebih daripada itu, hal yang perlu diketahui bahwa model-model penyajian teks Attoriolong Bone rupanya menjadi patron bagi teks-teks atttoriolong kerajaan-kerajaan Bugis lainnya. Itulah sebabnya pada teks-teks attoriolong Bugis (demikian pula Makassar dan Mandar) pada umumnya menunjukkan kemiripan pola naratif teks antara satu dengan lainnya, misalnya penggambaran kisah kehidupan raja-raja, tokoh, dan peristiwa tertentu. Dari segi strukturnya, teks Attoriolong menunjukkan ciri teks yang sama dengan menyajikan peristiwa yang berkenaan dengan asal-mula terbentuknya suatu kerajaan yang ditandai dengan datangnya sosok tokoh utama, Tomanurung, yang kemudian menjadi raja pertama Kerajaan Bone. Sosok Tomanurung ini yang kemudian menjadi raja pertama menandai masa awal berdirinya kerajaan Bone. Inilah model atau dalam istilah sastra disebut formula yang menjadi ciri kemunculan kerajaan-kerajaan Bugis dan Makassar. Kesamaan formula teks antara teks-teks Attoriolong kerajaan Bugis dan Makassar tersebut memberikan kesan adanya satu sumber atau agen narasi yang memengaruhi narasi Attoriolong kerajaan-kerajaan lain. Dalam perspektif kultural, tentu saja dapat dikatakan bahwa layak atau tidaknya sebuah kerajaan menjadi agen dan patron narasi bagi kerajaankerajaan sekitarnya, tidak terlepas dari kedudukannya sebagai pemegang kuasa sekaligus pengendali politik dalam masa yang panjang. Terkait dengan patron teks Attoriolong tersebut, maka dapat dipastikan bahwa Kerajaan Bone yang secara historis meraih hegemoni terkuat sejak abad ke-17 di Sulawesi Selatan sehingga memiliki kepantasan menjadi agen dan patron politik sampai pada pertengahan abad ke-20. Namun patut pula dicatat bahwa Luwu dalam sejarah awal perpolitikan menjadi peletak dasar genealogi kebangsawanan dalam formula narasi Tomanurung bagi hampir seluruh kerajaan di Sulawesi Selatan terutama kawasan pesisir timur Sulawesi Selatan. Itulah sebabnya kerajaan Bone dan Luwu menjadi dua kerajaan utama Bugis yang berkesinambungan dalam sejarah politik dan kebudayaan di Sulawesi Selatan. Satu hal yang menjadi pertanyaan kita adalah bagaimana memperoleh teks Attoriolong Bone yang lengkap, mudah dibaca, dan narasinya tersedia dalam bentuk transliterasi dan terjemahan. Apa dan bagaimana kerajaan Bone dikisahkan dalam naskah Attoriolong dan bagimana pula deskripsi kerajaan Bone dari masa ke masa dari raja pertama hingga kepada raja yang terakhir menjelang Indonesia memasuki zaman kemerdekaan? Pertanyaan itu oleh muncul karena kenyataan yang dihadapi sekarang ini adalah tidak adanya teks lontara Bone yang lengkap dan dapat dibaca oleh kalangan luas yang bersumber dari naskah-naskah lontara yang tersebar dengan jumlah naskah yang banyak, tidak terkecuali fragmen-fragmen teksnya. Sehingga apa yang tampak di hadapan kita selam ini adalah teks-teks yang tidak utuh. Jelaslah bahwa hal ini menjadi permasalahan yang patut diselesaikan. Maka, salah satu jawabannya adalah inventarisasi dan mengompilasi teks melalui pendekatan filologi. Kerajaan Bone dalam Narasi Lontara Attoriolong Kisah kerajaan Bone secara deskriptif tertuang di dalam naskah attoriolong yang perwujudannya diawali melalui tradisi Tomanurung sebagai raja pertama yang bernama Matasilompo’é. Nama Matasilompo’é dalam tradisi kemudian menjadi sosok peletak dasar politik kerajaan Bone, sekaligus sebagai sumber genealogi raja-raja Bone. Matasilompo’é secara genealogis adalah tokoh yang menurunkan anak dan cucu sebagai generasi arung atau bangsawan Bone yang dianggap sitinaja (berhak) menduduki amangkaukeng (singgasana) kerajaan Bone. Dalam konteks yang lebih luas lagi, teks Attoriolong Bone juga memaparkan peranan sosial-politik kerajaan Bone serta gagasan dan sepak-terjang setiap rajarajanya yang memerintah. Selain menceritakan awal berdirinya Bone, teks Attoriolong Bone juga mengisahkan proses pertumbuhan sosial-politiknya dari waktu ke waktu secara kronologis. Ketika Bone berdiri melalui kehadiran Tomanurung, secara detail terbaca pergerakan Bone selanjutnya yang terlihat oleh kebijakan La Ummasa sebagai raja kedua. La Ummasa tampil sebagai sosok penting yang meletakkan dasar pengembangan sistem teknologi dan sumber mata pencaharian hidup rakyat Bone. Catatan kemajuan kebudayaan Bone yang dijalankan oleh La Ummasa yang bergelar Petta Panré Bessié misalnya memelopori teknologi pengolahan besi dengan membuat alat-alat besi seperti kapak penebang, kapak pembelah, linggis, dan cangkul untuk mendukung pengolahan hutan dan pertanian (Pelras: 14-59). Disusul oleh Raja Bone III La Saliyu Kerampéluwa’ secara dengan cermat ia mengembangkan teknologi dasar agraris sebagai mata pencaharian utama, seperti pengolahan lahan yang menggunakan bajak dengan teknik menyemai bibit dan sistem menanam padi. Aktivitas agraris Bone pada masa pemerintahan La Ummasa, gerakan pertanian yang dikembangkannya membawa dampak positif terhadap sosial-politik kerajaan Bone. Peristiwa itu terlihat sejak abad ke-15 manakala Bone telah tumbuh secara meyakinkan menjadi kerajaan kuat, baik dari segi ekonomi, maupun segi kekuatan militer. Dari waktu ke waktu wilayah Bone pun semakin terbentang luas yang meliputi dataran pertanian di wilayah tengah Semenanjung Sulawesi. Sementara itu daerah-daerah sekitarnya pun semakin lama semakin banyak dirangkul kemudian diberikan status sebagai palili atau kerajaan bawahan. Macknight (1983) menggambarkan okupasi geografi Bone pada abad ke15 itu telah membentang luas hingga sampai garis batas Lembah Walanae di barat, Sungai Tangka di bagian selatan, Teluk Bone di wilayah timur, serta Pammana dan Sungai Cenrana di sisi utara. Satu abad kemudian, tepatnya pada abad ke-16, Kerajaan Bone semakin memainkan peran politik dalam kelompok kerajaan Bugis dengan menguatkan kedudukan politiknya di kawasan negeri-negeri Bugis. Bone di bawah kendali La Tenrisukki’ sebagai raja Bone ke-5 berhasil membangun kekuatan militernya sehingga dapat menaklukkan kerajaan kuat di wilayah utara seperti Mampu di bawah aliansi Wajo dan Cenrana dibawah pengawasan Luwu. Itulah sebabnya pada masa La Tenrisukki’ (1483-1505) secara meyakinkan Bone telah menunjukkan kekuatan militernya sebagai pesaing baru hingga mampu mengganjal kampanye perang raja Luwu, Dewa Raja To Sengngereng yang menebarkan aneksasi di kawasan Bugis. Kerajaan Sidenreng dan Belawa menjadi mangsa Dewa Raja To Sengngereng pada saat itu. Kekuatan tentara Bone pada saat itu sudah solid, bahkan sudah terlalu kuat untuk ditandingi oleh Luwu yang menyerbu Bone dalam misi penaklukan ketika menusuk langsung jantung pertahanan Bone di Biru dan Cellu. Militer Bone yang kuat itu berhasil menangkis serangan Luwu, bahkan pasukan Luwu dapat dipukul mundur, hingga Dewa Raja tertawan. Peristiwa itulah payung kebesaran Luwu disita sebagai tanda kekalahannya. Menurut Pelras (2006), kekalahan Luwu tersebut kemudian mengakhiri supremasi Luwu terhadap seluruh kerajaan Bugis di Sulawesi Selatan. Setelah mengalahkan Luwu, urusan menghadapi ancaman rupanya tidak selesai juga, sebab Bone kemudian menghadapi lagi serbuan lawan dari selatan yaitu Gowa. Pada masa itu Gowa secara agresif melebarkan hegemoni politiknya ke wilayah utara melalui gerakan militer. Pada tahun 1565 Gowa di bawah pemerintahan Tunipallangga mulai menggempur Bone yang memang dianggapnya sebagai penghalang terkuat mewujudkan hasratnya untuk mengokupasi wilayah-wilayah Bugis. Mesin perang yang dinyalakan Tunipallangga juga dikandaskan oleh Raja Bone VII La Tenrirawe Bongkangnge. Selanjutnya, sejak abad ke-17, Bone tercatat sebagai kerajaan penguasa di Sulawesi Selatan dan tidak ada lagi kerajaan yang menggantikan kebesarannya hingga Indonesia memasuki alam kemerdekaan pada abad ke-20. Hal yang penting dicatat dalam hegemoni politik Bone itu, rupanya melebar ke wilayah luar seperti di Sulawesi Tengah, Kalimatan, Nusa Tenggara Barat, hingga ke Riau dan Semenanjung Tanah Melayu. Pasukan Bone tidak jarang menjadi pengemban misi keamanan sekaligus peredam pemberontakan terhadap wilayah-wilayah Nusantara. Disebutkan misalnya nama La Pasompereng, putra La Maddaremmeng, pernah mendapat tugas dari Arung Palakka untuk membantu Kompeni Belanda mengendalikan keamana di Timoro (Timor-Timur) dan Kupang. Arung Teko pula pernah menjadi tentara bayaran Inggris untuk menggempur lawan serta mengamankan jalur-jalur pelayaran di wilayah Selat (Singapura). Peristiwa-peristiwa ini tertuang dalam Lontara Bone ini. Tidak sekadar mengendalikan politik dalam dan luar negerinya, Bone juga tampil sebagai rujukan pemikiran konstutisional, politik dan kekuasaan bagi kerajaan Bugis lainnya. Bone di bawah kendali Arung Palakka yang kemudian menjadi pelopor terciptanya kekerabatan sosial antarkerajaan Bugis-Makassar seperti Luwu, Gowa, Soppeng, Tanete, Wajo, dan lain-lain melalui hubungan perkawinan keponakannya bernama La Patau Matanna Tikka yang kemudian menggantikannya sebagai raja Bone. Sebagai pelengkap perbincangan pada bagian awal pendahuluan ini, penulis menyajikan peta toponimi wilayah kekuasaan Kerajaan Bone. Salah satu peta wilayah Kerajaan Bone yang dapat dirujuk adalah berdasarkan catatan Matthes yang dipublikasikan pada tahun 1875 dalam Kort Verslag berdasarkan naskah NB 112 (h. 48-55) yang berjudul opgave van de landen van Bone en deszelfs vassalen. Gambaran toponimi wilayah kekuasaan Kerajaan Bone tersebut tersajikan dalam sebuah teks yang secara khusus mengurai Passéajingeng dan Palili Bone. Adapun teks yang dimaksud disajikan secara lengkap sebagai berikut: [f.25v] ianaé suré powada adaéngngi | Boné | silaong passeajingéngngé | enrengngé palilina | tarimaé bilabila | kuwaé | passéajingénna poléié | bilabila | Naia na poléié | bilabila | ri palili noé lollona | siloléi | Cina | Palakka | Awamponé | Barébbo’ | Barébbo’ mua téllu arung | Kading | Kampuno | Barébbo’ mua | napoléi bilabila | Tamat Limampanuwaé | silolé | napoléi | bilabila | Paccing | Unra | Matuju | Jaling | éppa arung | Arung Jaling ri laué muwa napoléi | bilabila | Cumpiga | téllu Arung | Cumpiga muwa napoléi bilabila | Tammat Téllumpanuwaé | napoléié | bilabila | Cinennung | Pasempé’ | duwa Arung | dé’ masala | napoléi bilabila | Wuréng | Tammat Attangngale’ | silolé | napoléié | bilabila | Kampubbu | éppa Arung | Lompéngeng | muwa | napoléi bilabila | Wulang | Pao | duwa arung | Arung Riawangnge muwa | napolei bilabila | Wélenréng | Buki | tellu arung | Cempa Riaja | Cempa Rilau | Buki muwa napoléi bilabila | Laju téllu arung | Kajuwara | Saolampé | Botto muwa | napoléi bilabila | Pationgi | eppa arung | Lénrang | Tammat Awangngale’ | silolé | napoléié | bilabila | Wowolangi | eppa [f. 26r] Arung | Cinnong | Ménégalung | Lampoko | Bacu | Tammat [p.49 : f.26r] Naia | Watamponé | napanoe rakkalana | Ri Awassalo 1 Jinri | 2 Majang | 3 Pallengoreng | 4 Biru | 5 Malowi | 6 Cellu | 7 Limpénno | 8 Panyula’ | 9 Toro’ | 10 Walénna | 11 Unynyi | Tammat | Ri Attassalo | 1 Mellé | 2 Maduri | 3 Bakké’ | 4 Tanété | 5 Panyula’ | 6 Cingka | 7 Pajekko | 8 Awo | 9 Paroto | 10 Paroto-Paroto | 11 Téko | 12 Bulu | 13 Lemoapé’ | 14 Parippung | 15 Cirowali | 16 Apala | 17 Karélla | 18 Lompu | 19 Soga | Tammat Naia Tana Wajo | Napowataé Bone | Iana riaséng Patampanuae | Waggé | Titinco | Giliréng sépuwé’ | Bélawa sépuwé’ | Naia Limampanuwaé | riattang | iana | Wugi | Liu | Canrung | Caléko | muttamai | Masuri Canrung | Sompe’ | Tammat | Naia Palakka | duwa palilina | Usa | Tanaténgnga | Napanoe rakkalana | 1 Cabalu | 2 Kasumpureng | 3 Sama | 4 Bainang | 5 Passippo | 6 Camaénré’ | 7 Cirowali | 8 Waruwaru | 9 Macanang | 10 Sacempa | Tammat | Awamponé | napanoé rakkalana | 1 Mallari | 2 Palletté | 3 Nipa | 4 Maccikka | 5 Barang | 6 Pappolo | 7 Léccéng | 8 Cakkéboné | 9 Kajuwara | Tammat | Cina napanoé rakkalana [p.50 : f.26v.] | 1 Tékotéko | 2 Mattékko | 3 Sancénréng | Tammat Barébbo’ napanoé rakkalana | 1 Kancénréng | Attabaja | Cempa | Kasumpureng | Babang (in jawi) Kading | palilina | Palongki | Napanoé rakkalana | Kaddénéng | Tengnge’ | Bab | Kampuno palilina | Bulu | napanoé rakkalana | Alé’ | Tammat Naia Paccing | napanoé rakkalana | Békku | Putaré | Mawuleng | Balocci’ Séppué’ | Tammat | Unra | napanoé rakkalana | Wéroro | Maloi sépuwé | Tamat | Jaling Riaja | palilina | Carébbu | Ciung | Mico’ sépuwé’ | Tammat. | Cinennung | palilina Lamojéng | Bakung | Wenu | Pao | Cangilo | Tammat | Alla’ | paliliqna | Kanro | Kelling | Tamat. Laju | palilina | Karéta | Tammat| Buki | palilina | Lakkang |Tammat. Ajangngalé’ napoléié | bilabila | Mampu | éppa arung | Mampu Riaja | Kung | Sijélling | Mampu Riawa | Sijélling muwa | napoléi bilabila | Bab Ulawéng | duwa | arung | de’ masala napoléi bilabila | Bab | Ponré | téllu Arung | Bakung | Ciro | Ponré muwa napoléi bilabila | Bab | Amali | Tellu arung | Tassipi | Wéllulang | Amali muwa napoléi bilabila | Tamat | Béngo téllu arung | Nyampéréng | Malaka | Sélli muwa | napoléi bilabila | Bab | Timurung napoléi bilabila | Bab | Sailong napoléi bilabila | Tammat | Kalam Limampanuwa Riajaé | napoléié | bilabila | Bab | Tajong | téllu [p.51 : f.27r] arung | Arung riawangngé | Cempaniga | Masalasaé muwa | napoléi bilabila | Bab Lanca | duwa | arung | Arung Riajaé | Arung Rilaué | dé’ masala napoléi | bilabila | Bab | Otting | duwa arung | Arung Riawangngé | Arung Riattangé | dé masala napoléi bilabila | Bab | Palongki napoléi bilabila | Bab | Ulo dua arung | Arung Riawangngé | Arung Riatangngé | muwa napoléi bilabila | Tamat kalam | Téllumpanuwaé | Ajangngalé’ | napoléié bilabila | Bab | Surasura | duwa arung | Cumpiga / Cempaniga | Surasura muwa | napoléi bilabila | Bab Alingé téllu arung | Bab | Téamusu napoléi bilabila | Tamat | Lappariaja | napoléié | bilabila | Bab Bénawa | duwa arung | Suopare’ | Massalasaé muwa | napoléi | bilabila | Bab | Libureng | téllu arung | Bontopénno | Jampu | Libureng muwa napoléi | bilabila | Bab Macéra | duwa | arung | Telle’ | Kaluku | muwa napoléi bilabila | Bab Bulu téllu arung | Tanété | Bulo | Bulu muwa | napoléi bilabila | Bab Téang | eppa arung | Lokko(ng) | Saoraja | Jeppu | Laleng muwa napoléi bilabial | Bab Cempaniga | lima arung | Pallawa | Cumpiga muwa napoléi bilabila | Bab Baringéng napoléi bilabila | Tammat | kalam | [p.52 : f.27v] Ennengngé Bilabila | Mico’téllu arung | Riawangnge | Riattangnge | Mario muwa napoléi bilabila | Bab | Boli duwa arung | Bab Sancénréng | duwa arung | Bab | Lonrong | téllu arung | Kajuwara | Attabaja | Lonrong muwa de’ masala napoléi bilabila | Bab Tojang | duwa arung | Tinco muwa napoléi bilabila Bab Sawé | napoléi bilabila | Tammat | kalam | Mampu palilina | Mario | Panning | Inru’ | Pacciro | Riattang | Itérrung | Bab Sijéling napanoé rakkalana | Aluppang | Attapang | Jongké | Wette’ | Bab | Mampu Riaja | napanoé rakkalana | Litta | Amesangeng | Mampu | Lompo’ sepuwé’ | Bab Mampu Riaja | napanoé rakkalana | Cirowali | Cirigading | Coppé-ccoppéng | Mampu | Lompo’ sépuwé’ | Bab Kung | napanoé rakkalana | Waji’ | Bulutana | Paopao | Tanatengnga | Riparengisa | Tammat kalam | Mario napanoé rakkalana | Panynyili’ | Calekko | Alo | Buluseppang | Wéra Riaja Wéra Rilau | Mabbili’ | Kampuno | Tammat | kalam | Inru’ napanoé rakkalana | Patang | Combaopu | Canirang | Tammat kalam | Citta | napanoé rakkalana | Pacubbé | Watu | Maruluwatu | Bulu | Wéwulué | Tammat kalam | Ittérung napanoé rakkalana | Ciléllang | Kajuwara Riaja | Pajalélé | Amessangeng Tammat kalam | [p.53: f.28r] Ulaweng palilina | Tamping | Pallawampulu | Kajuwara | Ningo | Malapé | Patangkai | Gilingeng | Cani’ | Bab | Napanowé rakkalana | Réattangngé | Cinnong | Cani’ | Bab Datuwé Riawangngé | Watampulaweng muwasa | napanoé rakkalana | Tammat kalam | Béngo | palilina | Matango | Wélimpong | Compobulu | Bulo | Takka | Walekkale’ | Tanaténgnga | Balubu | Koppé | Wetteng | Rijejjo | Bab napanoe rakkalana | Liburéng | Nyamperreng | Bulu | Kadéllo | Kubba | Gimeng | Malaka | ia muwa | nattelluwi napano rakkalana | Tammat kalam | Ponré palilina | Gona | Cinennung | Tanété | Tammat kalam | Amali palilina | Botto | Tanété | Bila | Cébba’ | Cinnotabi | Cirowali | Bab napanoé rakkalana | Maccading | Sinri | Barang | Tassipi | Mampotu | Bélo | Maccope’ | riduwai sia | Kading | riduwaiwi sia | ri wéllulang | Tammat kalam | Timurung palilina | Bunné | Léppangeng | Pacciro | Wélado | Bab napanoé rakkalana | Opo | Telle’ | Tammat kalam | Sailong | palilina | Mellé | napanoé rakkalana | Lallotang | Sanrangeng | Paddaceng | Madello | Ujung | Tammat kalam | [p.54:f.28v] Tajong palilina | Tellang | Marowanging | napanoé rakkalana | Walénna | Tanété | Lawesso | Tammat kalam | Ulo palilina | Marowanging | Pongka | Tammat kalam | Palongki | napanoé rakkalana | Malampe’ | Tammat kalam | Lili Rilaué | napoléié | bilabila | Kaju | Pattiro Marowanging | Sampobia | Baliéng | Kalibbong | Bulu | Panynyili’ Tammat kalam | Awatangka | napoléié bilabila | Salomékko | Méru téllu arung | Gareccing | Bacu | Méru muwa napoléi bilabila | Cina duwa arung | Béccoing | Cina muwa napoléi bilabila | Patimpéng | Bulutana | téllu arung | Abbumpungngé | Manyawa | Bowaréngngé muwa napoléi bilabila | Cani’| Tammai kalam | Wawo Bulu | Pationgi | napoléi bilabila | Lémo | Pasaka | Simébba duwa | arung | Cénrana téllu arung | Towa | Alé’ | Tammat kalam | Pattiro | napanoé rakkalana | Ujung | Patiro Riolo | Bulubangi manajeng | Kajuwara | Ammegge’ | Pajia | Mabbiring | Bajo | Tammat kalam | Mare’limpona | Bakke’ | Kaju | Cénrana | Lagusi | Karélla | Mario | Tellongeng | napanoé rakkalana | Lakkukang | Tammat kalam [p. 55 : f.29r] Méra | limponna | Gareccing | Tammat kalam Cina | limpona | Kampuno | Tarasu | Kajuwara | Nasa | Tammat kalam | Patimpéng | limpona | Masago | Béccowing | Labuwaja | Gattareng/ Béllu | Tammat kalam Cani | limpona | Kalubimpi | Litta | Tammat kalam Patiwongi | limpona | Bulo | Litta | napanoé rakkalana | Litta Tinco | Tammat kalam | Lémo | napanoé rakkalana | Kalangngé | Buru | Pangi | Matajang | Kanropa | Tammat kalam | Cénrana | limpona | Kanropa | Patila | Tellang | Tammat kalam | Wajo téllu Limpo maraja | Béttémpola | Tuwa | Talotenréng| Naia Pénrang | ia naélori limpowé | iasi nalaowi | Bab Naia palilina | Béttémpola | Gilireng | Paria | Rumpia Kalolang | Macanang | Attapang | napanoé rakkalana | Loang | Ana’banuwa | Palipung | Témpé | Singkang | Sékkanasu | Uwaétuwo | Bab | Tuwa | palilina | Bélawa | Bab | Talotenréng | palilina | Daftar toponimi-toponimi di atas menggambarkan mengenai persebaran wilayah-wilayah yang tergabung dalam pemerintahan Kerajaan Bone pada masa lampau. Penggambaran tersebut menjelaskan bahwa wilayah yang dimaksud membentang di atas daratan Sulawesi Selatan dengan batas-batas wilayah kerajaan-kerajaan lainnya. Teks Palili Bone di atas, dapat dipahami dengan mudah melalui beberapa kata kunci sebagai istilah khusus, misalnya kata palili, limpo, napanoé rakkalana, bilabial, dan passéajingeng. Sebagai pemahaman awal terkait arti teks tersebut di atas, setiap kata tersebut dapat dijelaskan berdasarkaan katakata khusus yang dimaksud. Pertama, kata ‘palili’ diartikan sebagai kerajaan bahagian atau kerajaan bawahan. Setiap kerajaan yang memiliki status sebagai Palili Bone sebenarnya memiliki akkarungeng dan masing-masing memiliki kerajaannya tersendiri dengan sistem pewarisan berdasarkan garis keturunan kebangsawanannya secara interen. Kedua, kata ‘napanoé rakkalana’ diartikan sebagai wilayah bagian yang diperintah langsung oleh Arumponé. Wilayah ini merupakan daerah penting karena menjadi sumber pangan kerajaan. Ketiga kata ‘passéajingeng’ diartikan sebagai kerajaan bahagian yang memiliki status sebagai kerabat atau sahabat, dan mendapatkan hak otonomi dalam menjalankan pemerintahannya secara internal. Keempat kata ‘bilabila’, artinya negeri bahagian yang memegang panji-panji dan mewakili kelompok wanuwa yang tergabung sebagai palili. Wanuwa yang memegang status kerajaan palili yang memegang panji-panji (mattenning bilabila) sekaligus menjadi komando bagi limpo atau kampung bawahannya dalam menyiapkan prajurit kerajaan. Kelima kata limpo adalah kampung-kampung kecil yang berada di bawah kerajaan palili. Gambaran toponimi wilayah Bone sejak paruh kedua pada abad ke-17 terbentuk meluas ketika masa Pemerintahan La Tenri Tatta Arung Palakka. Wilayah kekuasaan Bone pada masa kuasa Arung palakkan yang kemudian diikuti oleh raja-raja Bone berikutnya mencakup juga beberapa yang kini merupakan wilayah dalam Kabupaten Wajo. Namanama toponimi yang dimaksudkan adalah kelompok Patampanuae yang mencakup topnimi seperti Waggé, Tinco, Giliréng sebagian, dan Bélawa sebagian. Sementara itu, kelompok wilayah yang tergabung dalam Limampanuwaé mencakup daerah Wajo bagian selatan yaitu: Wugi, Liu, Canrung, Caléko, Canrung, dan Sompe’. Perubahan wilayah kekuasan Bone secara signifikan dimulai sejak kekalahan Bone oleh Belanda yang terjadi pada masa pemerintahan La Wawoi Karaéng Segeri dalam perang Rumpa’na Bone. Secara khusus tentang Pitumpanuwa, di dalam naskah lontara disebutkan sebagai wilayah Bone yang lebih berfungsi sebagai wilayah perthanan tertua di sisi utara. Itulah alasannnya mengapa Raja Bone, dalam hal ini Karaéng Ségeri, menjadikan Pitumpanuwa sebagai benteng terakhir pertahanannya setelah bobolnya benteng Pasempe’. Pitumpanuwa merupakan wilayah kekuasaan kerajaan Boné di mana Raja Bone menempatkan panglima perang (dulung) untuk mengawasi keamanan, jalannya pemerintahan, dan pengabdian Pitumpanuwa terhadap Bone. Adapun toponimi yang tergabung dalam kelompok Pitumpanuwa adalah Kéra, Bulété, Léworeng, Lauwa, Awo, Tanété, dan Passelloreng. Ketika Boné dikalahkan oleh Belanda pada awal abad XX, wilayah Pitumpanuwa tersebut serta-merta diambil alih oleh Belanda. Belanda kemudian menyerahkann kepada Wajo untuk mengoordinasikannya. Pada saat yang sama Wajo diberi status sebagai arung palili. Naskah Sumber dan Metode Kerja Perihal koleksi naskah-naskah attoriolong Bone dijumpai dalam katalog pernaskahan dan koleksi-koleksi naskah di berbagai tempat. Selain kodeksnya yang banyak, jumlah teksnya juga sangat banyak dibandingkan dengan genre teks lainnya seperti catatan harian (Lontara Bilang) dan Hukum Adat (Lontara Pangadereng). Populasi naskah attoriolong yang terkoleksi di berbagai tempat dalam dan luar negeri, kemungkinan jumlahnya dapat mencapai puluhan naskah. Secara khusus attoriolong Bone, selain teksnya terangkum di dalam per bagian, dijumpai pula teksnya berupa fragmen-fragmen teks pada berbagai naskah, baik pada naskah Bone sendiri maupun pada naskah yang lainnya. Attoriolong Bone tidak jarang ditemukan tercampur di dalam naskah yang bukan naskah kronik kerajaan. Kenyataan percampuran teks di dalam naskah seperti itu, menyebabkan munculnya kendala untuk memastikan berapa jumlah pasti teks Attoriolong Bone yang ada dalam semua manuskrip Bugis, bahkan manuskrip Makassar. Terkait dengan fenomena teks seperti itu, maka dasar pemilihan Lontara Bone yang jumlah manuskripnya puluhan itu, dilakukan dengan prinsip filologis yakni mempertimbangkan ciri dan kualitas teks yang baik, serta tingkat keterbacaannya, keutuhan teks, serta kesempurnaan ceritanya. Kualitas teks tersebut kemudian menjadi dasar pertimbangan untuk memilihnya sebagai sumber naskah untuk menyusun naskah attoriolong Bone yang terlengkap melalui proses kompilasi dengan naskah lainnya. Penelusuran naskah-naskah Attoriolong Bone mulai dilakukan Penulis pada tahun 2017 terhadap sejumlah kodeks (naskah fisik) dan naskah dalam bentuk mikrofilm, fotokopi, dan digital. Penelusuran naskah-naskah itu berkaitan dengan agenda penyusunan Attroriolong Bone difokuskan pada naskah-naskah Sulawesi Selatan dalam koleksi ARSIP Nasional Provinsi Sulawesi Selatan, Laboratorium Naskah UNHAS, dan koleksi Muhammad Salim. Penelusuran di luar Pulau Sulawesi juga dilakukan pada Perpustakaan Nasional RI di Jakarta dan di Australia, tepatnya di Manziest Library ANU Camberra. Secara khusus, penelusuran naskah dilakukan di Manziest Library oleh karena perpustakaan luar negeri itu mengoleksi naskahnaskah Bugis bentuk mikrofilm yang (mungkin) paling lengkap di dunia. Koleksi naskah-naskahnya, selain dari para kurator orang Australia sendiri, Manziest Library juga menyimpan koleksi-koleksi manuskrip Sulawesi Selatan yang bersumber dari Leiden Library, British Library, dan Sattatsbibliothek zu Berlin. Koleksinya itu tidak tertinggal dari dokumendokumen naskah Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan (YKSS) dan ANRI Provinsi Sulawesi Selatan dalam bentuk mikrofilm. Itulah yang menjadi keberuntungan Penulis ketika mengunjungi Manziest Library sebab terbuka kesempatan mengakses mikrofilm manuskrip Bugis dari tiga koleksi perpustakaan di Eropa yang disebutkan itu. Kunjungan ke Manziest Library dilakukan oleh Penulis pada September 2017 dengan difasilitasi Campbell C Macknight untuk mengakses dokumen manuskrip. Penyusunan Attoriolong Bone yang hasilnya seperti di tangan pembaca ini menggunakan metode landasan atau teknik legger yang didukung enam naskah sebagai sumber (babon). Dari keenam naskah yang menjadi sumber penyusunan naskah Attroriolong Bone itu, naskah A (seperti yang dideskripsi pada bagian berikut) adalah naskah yang dipilih sebagai landasan atau pedoman; sementara itu menjadi pedoman teks; sementara itu kelima naskah lainnya merupakan teks pendukung, pelengkap, dan pembanding terhadap naskah A. Naskah-naskah sumber yang dipergunakan dalam penyusunan ini diidentifikasi dengan penyajian secara deskriptif sebagai berikut. Naskah A Naskah A berjudul Lontara Akkarungeng Bone, sebuah koleksi Muhammad Salim dalam bentuk fotokopi yang kodeksnya merupakan koleksi Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan (YKSS). Catatan yang diperoleh menerangkan bahwa naskah A telah disalin oleh Haji Paewa, seorang penyalin naskah beralamat di Pinrang, atas pesanan Muhammad Salim. Sementara itu, arketif Naskah A ini diduga kuat adalah milik Raja Bone ke-28 bernama We Tenriawaru Pancaitana Matinroé riMajennang. Naskah A salinan Haji Paewa ini merupakan naskah yang lebih lengkap teksnya dibandingkan dengan naskah-naskah lainnya, meskipun tahun penulisan tergolong lebih muda karena ditulis pada pertengahan abad ke-20. Keunggulan Naskah A adalah memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi, dan kandungan teksnya lebih lengkap. Itulah sebabnya teks A diberikan status sebagai naskah yang terbaik, selain karena teksnya lebih mudah terbaca dan terpahami dibandingkan naskah-naskah lainnya. Naskah B Naskah B berupa dokumen mikrofilm kode NBG 101 dalam koleksi Mainziest Library, ANU Australia. Naskah ini sebagai salinan mikrofilm yang sama dengan koleksi Leiden Library sebagai sumbernya. Sesuai dengan catatan Macknight, naskah ini dinilai sebagai teks yang paling standar di antara beberapa naskah Bone lainnya yang berasal dari koleksi Leiden, baik segi bahasa maupun segi ceritanya. Meskipun naskahnya tidak mengisahkan narasi sejarah raja-raja Bone secara keseluruhan, dari raja pertama hingga terakhir, tetapi penyajian kandungan terhadap kisah setiap raja. Naskah B ini telah diperiksa dan diberi catatan pembacaan oleh BF Matthes. Bahkan bekas catatan tulisan tangan Matthes masih tampak dengan jelas dijumpai pada lembar demi lembar manuskrip. Naskah ini diperoleh dalam bentuk digital file dari koleksi Manzies Library, ketika Penulis berkunjung ke Canberra dengan status sebagai Visiting Fellow pada September 2018. Keberadaan naskah B ini dalam bentuk digital file di ANU merupakan hasil upaya Campbell Macknight dalam rangka mendokumentasikan manuskrip Sulawesi Selatan di ANU dari berbagai koleksi dunia. Teks naskah B ini tidak menyajikan seluruh kisah raja Bone. Pada bagian tertentu saja yang mendeskripsikan tentang raja Bone, yaitu raja Bone pertama Matasilompo’é sampai pada Jennang To Bala. Walaupun demikian naskah B tetap menunjukkan kualitas teks yang tinggi oleh karena bahasanya sangat sesuai dengan standar dialek Palakka. Atas pertimbangan itu maka naskah B ini dijadikan sebagai naskah pendukung dan pengontrol edisi teks naskah A. Dialek bahasa Bugis yang terdapat pada naskah B ini dijadikan pedoman pola kebahasaan pada teks Attoriolong Bone. Naskah C (DS 646.4 rol 8.2) Naskah C berupa naskah mikrofilm pada koleksi Manzies Library ANU Canberra, Australia. Penulis memperoleh dokumennya dalam bentuk digital file pdf setelah dialihkan dari format mikrofilm. Catatan yang diperoleh berdasarkan deskripsi naskahnya, terungkap bahwa naskah aslinya berasal dari Kabupaten Bone. Keterangan itu terbaca pada halaman sampul berupa catatan yang menuliskan kalau naskah ini merupakan koleksi Kantor Kebudayaan Kabupaten Bone. Akan tetapi naskah ini tidak dilengkapi keterangan tahun pengoleksiannya. Penulis kemudian melakukan penelusuran kodeksnya di Kabupaten Bone, namun naskah yang dimaksudkan itu sudah tidak ditemukan lagi jejaknya. Catatan yang tertera pada lembaran naskah C ini menyebutkan nama pemiliknya bernama Andi Mappaseling Petta Lolo. Setelah dilakukan pelacakan terungkap bahwa nama orang tersebut tidak lain adalah salah seorang keturunan bangsawan tinggi Bone. Kandungan teks naskah C memiliki kesamaan dengan teks Ms B (NBG 101). Kesamaan teks itu diduga kuat keduanya merupakan naskah sekerabat oleh karena keduanya memiliki hubungan penyalinan. Kesamaan itu lebih nyata terlihat pada alur ceritanya serta penggunaan kata dan gaya bahasa yang sama. Jika membandingkan keadaan fisik naskah dan ciri teksnya dipastikan kodeks naskah C ini lebih tua daripada naskah A. Adapun kedudukan naskah C ini dijadikan sebagai naskah pembanding dan pengontrol bagi teks A. Apabila terdapat kata, frase, dan kalimat yang kurang sesuai dengan standar bahasa Bugis dialek Palakka, serta kata yang kabur, atau tidak dapat terbaca, maka naskah C ini akan menjadi pelengkap. Naskah D (VT 84) Naskah D adalah koleksi Manzies Library dalam kode DS 326605.138. C4.1975 dalam bentuk mikrofilm. Naskah D merupakan berupa bunga rampai dengan jumlah halaman 304. Salah satu teksnya adalah Attoriolong Bone yang berada pada halaman 281-308 mengisahkan tentang pemerintahan raja-raja Bone mulai Manurungngé riMatajang sampai pada To Bala. Pada bagian akhir ceritanya menyebutkan nama Arung Palakka yang berhasil membebaskan orang Bugis dan Karaeng Bontomarannu di Buton dengan bentuk sajian teks-teks yang singkat. Teks naskah D memiliki kemiripan dengan naskah NBG 101 (naskah B) yang menunjukkan keduanya sebagai naskah yang memiliki kekerabatan penulisan, paling tidak diturunkan dari induk yang sama. Naskah D dicatat sebagai dokumen yang berasal dari istana Bone, pada masa pemerintahan raja La Pawawoi Karaeng Segeri. Naskah ini merupakan sebagian dari naskah yang dirampas oleh Belanda dalam peristiwa Rumpa’na Bone. Naskah Bone yang dirampas itu dibawa Belanda ke Batavia, hingga perjalanannya kemudian pada akhir abad ke20 menjadi koleksi Perpustakaan Nasional RI. Naskah ini telah dicatat oleh Cense dalam Beknote Beschrijving van de Boeginese en Makassrese Ms van de Lembaga Kebudayaan Indonesia “kon.Bat.Gen.van K.En.W.”. Naskah E (Lontara Bone) Naskah E adalah salah satu koleksi dari YKSS (Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan) yang telah dimikrofilmkan oleh Macknight dan Paeni pada tahun 1992 dalam proyek mikrofilm UNHAS. Naskah dalam bentuk mikrofilmnya telah tersimpan di dalam koleksi ARSIP Nasional RI Provinsi Sulawesi Selatan. Teks naskah ini lebih berupa bunga rampai, yang menyajikan yang beraneka-ragam kisah sejarah kerajaan di dalamnya. Salah satu kandungannya adalah teks kerajaan-kerajaan bawahan Bone seperti Awampone, Sijelling, Kung, Mampu, Kahu, Gona, Sailong, dan Timurung. Teks ini diberi status sebagai sebagai teks pelengkap dalam tema Akkarungeng Bone. Itulah sebabnya naskah E ini diberikan kedudukan penting dalam upaya penyajian teks Lontara Bone khususnya kerajaan palili atau kerajaan bawahan Bone pada masa lalu. Bagian-bagian teks yang menyajikan kerajaan palili itulah yang dikutip dari naskah ini dalam penyusunan Attoriolong Bone. Naskah F Lontara F berjudul Lontara Pangoriseng Sulawesi Selatan berupa dokumen dalam bentuk fotokopi. Naskah ini diperoleh dari koleksi pribadi Muhammad Salim. Kodeksnya merupakan koleksi manuskrip di Leiden Library sebagaimana yang tercatat dalam keterangan Muhammad Salim pada halaman 194 tertulis “poto copy lontara ini, tulisan aslinya ada di perpustakaan Leiden Negeri Belanda”. Teks naskah F memuat beberapa teks attoriolong kerajaan Sulawesi Selatan seperti Wajo, Luwu, Soppeng, Tanete, dan Bone. Silsilah atau pangoriseng raja-raja Bone serta kisah singkatnya disajikan pula di dalam naskah ini. Selain teksteks itu terdapat juga pohon silsilah raja-raja Bone yang menyertai teks dengan menguraikan keturunan raja Bone yang dimulai Matasimpo’é, La Ulio, La Tenrirawé, La Tenriruwa, La Patau, La Temmassonge’, hingga La Tenritappu. Enam naskah yang menjadi sumber dalam penyusunan lontara Attoriolong Bone tersebut memiliki kandungan teksnya masingmasing, walaupun beberapa di antaranya (naskah B, C, dan D) memiliki kemiripan teks yang sangat dekat. Kedekatan ketiga naskah tersebut oleh karena ketiganya merupakan naskah yang sekelompok yang berinduk dari naskah istana Bone. Statusnya sebagai naskah istana, maka ketiga naskah tersebut menunjukkan pola teks yang konvensional yakni sebagai teks yang standar. Oleh karena itu ketiganya menjadi naskah yang sangat penting kedudukannya sebagai naskah rujukan sekaligus mengontrol kesalahan-kesalahan di dalam naskah A. Kaidah Transliterasi dan Terjemahan Kaidah Transliterasi Transliterasi ialah pengalihan aksara, yang dalam hal ini dari aksara lontara (bahasa sumber) ke aksara latin (bahasa sasaran). Transliterasi Lontara Atoriolong Bone yang disajikan ini dimaksudkan sebagai upaya agar teks Attoriolong Bone memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi dan lebih meluas bagi masyarakat. Dipercaya, sajian ini akan memiliki manfaat terhadap individu-individu yang dapat berbicara atau memahami bahasa Bugis, namun pada kenyataannya mereka terkendala membaca dan memahami teks Bugis yang beraksara lontara. Penyajian transliterasi ini merupakan jalan penting yang dapat membantu masyarakat luas untuk membaca teks Attoriolong Bone dalam bahasa Bugis dalam aksara latin. Konvensi transliterasi diterapkan dalam tulisan ini berpedoman kaidah-kaidah ortografis standar, dan dalam beberapa aspek aksara dan bahasa dirumuskan untuk menciptakan pola yang paling dianggap tepat. Kaidah yang diterapkan dalam transliterasi Attoriolong Bone ini mengacu pada pola transliterasi dalam Een Achttiende – Eeuwse Kroniek van Wadjo oleh J. Noorduyn (1955) dan CC Macknight (1984, 2014, dan 2020). Sementara itu, kaidah-kaidah morfologi mengacu pada kebakuan Tata Bahasa Bugis oleh Tamin Chairan (1981). Sebagaimana ciri utama aksara lontara Bugis menunjukkan karakter sillabik, yakni setiap huruf aksara mewakili satu suku kata yang dengan unsur vokal, yaitu vokal dasar /a/, seperti contoh: k (ka), l (la), s (sa), g (ga), a (a), n (na), dst. Ciri sillabik aksara lontara ini, setiap kata tidak langsung melambangkan bunyi kata secara lengkap, melainkan menghadirkan kata memproduksi bunyi suku kata per suku kata. Itulah sebabnya pada setiap kata berpotensi melahirkan sekian banyak bunyi dan makna yang berbeda-beda. Hal tersebut dapat dilihat pada contoh tulisan: kEsi [ke - si] dapat dibaca: [kessing] ‘cantik, bagus, indah’; [kessi’] ‘pasir’; [kkesi] ‘datang lagi’; dan bunyi lain [kesi], [kesing], [kesi’], dan [kessi]. Demikian pula tulisan/kata: bol [bo-la] dibaca bola [rumah]; bolla’ [tersengat panas], bolang [nama kampung di Wajo], dan bunyi lain yang tidak memiliki arti seperti bolla, bola’, dan bollang. Ciri aksara Bugis sillabik itu kemudian melahirkan sistem pembacaan. Terkait dengan ciri itu maka sepatutnya edisi teks dilakukan setelah membuat transliterasi teksnya ke aksara latin terlebih dahulu. Potensial kesulitan yang kemungkinan dihadapi olah pihak pembaca pemula terhadap teks-teks Bugis itu disebabkan karena tidak terdapat tanda (unmarked) untuk tiga lambang bunyi dasar yaitu: geminat, nazal, dan hamzah (glottal stop). Sehingga, untuk memilih ucapan atau bunyi yang tepat atas sebuah kata dari aksara lontara sangat ditentukan oleh konteks kalimat dan penguasaan bahasa Bugis yang cukup bagi pembaca. Aksara lontara (indo’ sure’) sebanyak 23 huruf serta tanda vokal (ana’ sure’) ditampilkan sebagai berikut: Tabel Aksara (Indo’ Sure’) Aksara k g G K p b m P t d n R Bunyi ka ga nga ngka pa ba ma mpa ta da na nra Aksara c j N C y r l w s a h - Bunyi ca ja nya nca ya ra la wa sa a ha - Tabel Penanda Vokal (Ana’ Sure’) Tanda Vokal ( . ) posisi bawah aksara ( . ) posisi atas aksara (e) posisi depan aksara (o) posisi depan aksara ( E) posisi atas aksara Bunyi i u é (taling) o e (pepet) Contoh p (pa) pi (pi) Pu (pu) ep (pe) po (po) pE (pe’) Sistem penulisan aksara pada teks-teks Bugis pada faktanya seringkali melahirkan kesulitan bagi pembaca, kecuali pembaca yang sudah memiliki tingkat kemahiran berbahasa Bugis yang baik. Di dalam teks Attoriolong Bone ditemukan variasi penulisan aksara, yang secara tipologi mengalami perubahan bentuk dari bentuk dasarnya. Selain itu terdapat juga teks yang ditulis tanpa spasi atau pembatas (pallawa) antara kata satu dengan lainnya. Akan tetapi, hal yang lebih khas lagi terhadap penulisan teks naskah ini adalah setiap kata atau frase selalu ditulis dengan diikuti penggalan dengan penanda garis miring (/) yang berfungsi sebagai pembatas antarteks. Di dalam teks Attoriolong Bone kerapkali dijumpai kesalahan-kesalahan penulisan kata; selain itu ada pula kerusakan teks dan kesalahan penulisan, tinta yang sudah kabur atau meleleh, dan lainlainnya. Kerumitan teks yang ada pada teks attoriolong akan diselaraskan dengan kaidah kata dan kalimat dalam bahasa Indonesia. Pengalihan bacaan atau transliterasi teks attoriolong ke aksara Latin akan memperhatikan beberapa aspek seperti pemakaian lambang bunyi, sistem penulisan kata, dan pengaturan tanda baca. Sistem penulisan bahasa Bugis ke dalam aksara latin digunakan kaidah dasar sebagai pola. Pada sisi lain, terdapat lambang bunyi bahasa Bugis memiliki perbedaan dengan sistem bunyi Latin. Meskipun demikian, dapat dikatakan bahwa bunyi huruf dalam bahasa Bugis hampir tidak menunjukkan perbedaan dengan bunyi dalam bahasa Indonesia (Enre, 1999:71). Edisi Teks Edisi teks disajikan dalam bentuk transliterasi yakni dalam aksara Latin. Sistem transliterasi ditetapkan pola lambang bunyi meliputi bunyi hamzah (glottal stop), geminat, nazal, dan pembedaan /e/ taling atau pepet. Bunyi hamzah dalam bahasa Bugis dilambangkan dengan tanda apostrof (‘). Tanda ini dalam sistem transliterasi Bugis juga dipakai oleh Hadrawi dalam Assikalaibineng: Kitab Persetubuhan Bugis (2017), demikian pula C.C. Macknight. Selain nama tersebut, tanda apostrop digunakan juga oleh Matthes (1874 dan 1875) dan Noorduyn (1955:4). Bunyi hamzah pada bahasa Bugis umumnya berada di akhir kata dasar, contoh: [reppa’], [bakke’], [sompe’], [sanru’], [gemme’], dan seterusnya. Bunyi hamzah berada di tengah kata apabila kata dasar seperti di atas diikuti klitik ku’, mu, na, dan ta’. Contoh: kata [puse’] ‘keringat’ diikuti klitik ku’ menjadi [puse’ku’] ‘keringatku’, [puse’] + [mu] menjadi [puse’mu] ‘keringatmu’, [manuq] + [ta] menjadi [manu’ta] (ayam anda), dst. Demikian pula terhadap penulisan kata majemuk, jika kata pertamanya berakhir dengan bunyi hamzah dan ada kata yang mengikutinya, maka bunyi hamzah tetap muncul. Contoh: kata [sesse’ + alé] membentuk kata majemuk menjadi [sesse’kalé] ‘penyesalan diri’; kata [sekke’ + pittara] membentuk kata majemuk [sekke’ pittara] ‘zakat fitrah’. Bunyi nazal (ny dan ng) yang mengalami geminat di dalam suku kata ditulis utuh sebab mempertimbangkan identitas bunyi tuturan bahasa Bugis. Contoh, kata /anynyarang/ ‘kuda’ tidak ditulis /annyarang/; kata /bengngo/ ‘bodoh’ tidak ditulis /benngo/. Sistem penulisan yang dipakai untuk geminat nazal berbeda dengan sistem yang dipakai oleh Enre (1999) yang menghilangkan satu huruf atau konsonan rangkapnya dengan alasan praktis dalam penulisannya. Contoh sistem yang dipakai oleh Enre: kata /lenynye’/ ‘hilang’ ditulisnya menjadi /lennye’/; kata /bengnga/ ‘heran’ ditulisnya menjadi /bennga/; /kamenynyang/ ‘kemenyan’ ditulisnya menjadi /kamennyang/; /patudangngé/ (pelayan) ditulisnya menjadi / patudanngé/; dst. Kode vokal /e/ pepet dan /é/ taling juga ditunjukkan perbedaan penulisannya pada transliterasi. Hal itu dimaksudkan untuk menghindari kesalahan pembacaan dan salah pemaknaan sebuah kata. Untuk menunjukkan perbedaan bunyi kedua kode vokal ini, maka salah satunya diberikan tanda dan yang lainnya tidak. Kode vokal /e/ yang diberikan tanda ialah taling dengan membubuhkan garis miring ///di atas hurufnya (menjadi: é́). Selain itu terdapat kata yang bersifat umum dan sudah dikenali secara konvensional sistem penulisannya, maka tidak perlu lagi ditulis dengan menggunakan sistem /e/ taling. Misalnya kata Bone, tidak perlu ditulis lagi dalam kata Boné sebab penggunaannya sudah lazim dan telah diterima secara umum. Perbedaan yang dimaksudkan lebih jelasnya terlihat pada contoh pada tabel berikut. é Taling e Pepet paréwa ‘peralatan’ Wé Baégo ‘nama orang’ élona ‘keinginannya’ Awiseng ‘istri’ Kawerang ‘kampung Kawerang’ Parukkuseng ‘Jodoh’ Penulisan teks transliterasi ke dalam bahasa Latin tidak menggunakan huruf kapital, tetapi huruf kapital tetap digunakan pada hasil terjemahan aksara dengan menyesuaikan sistem penulisan huruf pada bahasa Indonesia. Huruf kapital dalam teks transliterasi Bugis dipakai untuk nama orang, nama tempat, huruf pertama pada kata awal kalimat. Huruf kapital juga dipakai pada proklitik nama diri atau kata sandang To (to), Wé (ew), La (l), E (ea), Da (d) dan I (ai) pada sistem penamaan orang Bugis. Proklitik atau kata sandang tersebut ditulis dengan huruf kapital dan terpisah dengan nama diri, contoh: To Malagenni, La Pasekkoreng, Da Malaka, E Rimi, dan Wé Kawari. Persandian atau penyelarasan bunyi dalam penggabungan dua kata juga merupakan ciri khas dalam aksara Bugis. Bunyi pada akhir kata dalam bahasa Bugis hanya ada tiga yaitu bunyi vokal (a, i, u , o, dan é taling), nazal ng, dan hamzah (‘). Bunyi yang mengalami perubahan atau penyelarasan bunyi ialah nazal, sedangkan kata yang berakhir vokal dan hamzah tidak mengalami penyelarasan bunyi; yang berubah hanyalah kata kedua atau kata yang mengikutinya saja. Perubahan bunyi nazal /ng/ pada sebuah kata akibat persinggungan dengan kata lain, penyelarasannya terjadi pada akhir suku kata pertama atau pada awal suku kata kedua. Contoh persinggungan dua kata yang dimaksud sebagai berikut: uleng (bulan) + eppa (empat) = ulengngeppa (bulan empat) wennang (benang) + ulaweng (emas) = wennampulaweng (benang emas) watang (pusat) + Bone (Bone) = Watampone (Watampone) watang (inti) + Banuwa ‘daerah’ = Watampanuwa Penyelarasan bunyi nazal juga terjadi pada kata ulang dengan sistem perubahannya hampir sama seperti contoh kata di atas. Perubahan bentuk dan bunyi muncul disebabkan persentuhan dua kata yang menciptakan perpaduan bunyi, contohnya: bilang + bilang (hitung) = bilampilang (tasbih) uleng + uleng (bulan) = ulempuleng (tiap bulan) worong + worong (lebat) = woromporong (bintang tujuh) Sistem tanda baca dalam teks Bugis sebenarnya merupakan hal yang sangat sederhana karena hanya mengenal tanda titik tiga /./, akan tetapi dalam penerapannya justru dapat menimbulkan kerumitan. Hal itu disebabkan karena tanda titik tiga tersebut bersifat multifungsi, selain berfungsi sebagai tanda titik / . / juga berfungsi sebagai tanda koma / , / dan tanda seru atau perintah / ! /. Oleh karena itu di dalam penyajian edisi dan transliterasi diperlukan pemahaman ketatabahasaan yang memadai terutama pada bidang sintaktik bahasa Bugis. Ciri teks attoriolong bersifat naratif. Setiap kalimat di dalam ditandai dengan tanda titik tiga /./ atau berupa garis miring (/), walaupun posisi penanda itu seringkali tidak selalu tepat di dalam teks. Dalam teks Lontara Bone misalnya, hampir setiap kata dibatasi garis miring, hal ini mengakibatkan pola kalimatnya menjadi kacau. Kekacauan pola sintaktik teks tersebut dapat diatasi dengan cara menghilangkannya sebagian dan menata ulang tanda tersebut dengan menempatkan tepat di akhir kalimat. Tanda baca diatur menurut posisi yang seharusnya menurut satuan-satuan kalimat. Kasus sebaliknya, pada teks Lontara Bone justru sangat kurang menggunakan tanda titik atau garis miring sebagai penanda untuk satuansatuan kalimat. Kasus ini pun membutuhkan kecermatan pembacaan dalam melakukan transliterasi dan edisi untuk melahirkan pola kalimat yang benar. Teks lontara pada umumnya menggunakan aksara dan bahasa Bugis, selain itu terdapat juga aksara lain seperti Serang, bahasa Arab yang biasanya untuk penulisan teks doa-doa dan penulisan gelaran nama Islam bagi raja-raja. Dalam merealisasikan transliterasi teks lontara Bone, teks-teks yang beraksara dan berbahasa Serang dan Arab tersebut juga dialihkan ke dalam aksara Latin. Konsep transliterasi Arab-Latin dalam metode ini ialah dengan mengalihkan bentuk aksara huruf Arab kepada huruf Latin berserta perangkatnya dilakukan secara terbatas. Sistem transliterasi yang diterapkan ialah berdasarkan pada Pedoman Transliterasi Arab-Latin Keputusan Bersama Menteri P & K, No.158 tahun 1987. Kaidah Terjemahan Terjemahan teks Lontara Bone dilakukan pada seluruh teks, kecuali nama orang, nama tempat, nama peristiwa, gelaran, dan sapaan yang berciri lokal. Terjemahan terhadap teks Lontara Bone dibuat berdasarkan terbitan teks yang telah mengalami perbaikan bacaan dalam edisi teks. Sistem terjemahan yang dilakukan yaitu literer-modifikasi. Sistem ini dipakai dengan mempertimbangkan konteks kalimat, kejelasan arti, dan kelancaran bahasa Indonesia sebagai bahasa sasaran (BSa). Prinsip terjemahan yang digunakan sedapat mungkin menerjemahkan kata per kata, kemudian melakukan modifikasi susunan kata dengan menyesuaikan menurut tatabahasa Indonesia. Aspek makna atau idiomatik teks menjadi pertimbangan utama dalam mengalihkan makna teks Bugis sebagai teks sumber (BSu) ke bahasa Indonesia sebagai teks sasaran (BSa). Sebab, secara literer tidak mungkin selalu menerjemahkan kata Bugis secara konsisten dengan pasangan satu per satu ke dalam bahasa Indonesia pada makna yang sama. Oleh karena itu, prosedur terjemahan dilakukan terlebih dahulu memahami maksud teks Bugis (BSu), kemudian berusaha memindahkannya ke dalam bahasa Indonesia (BSa) dengan prinsip makna seimbang dengan tidak mengabaikan identitas kata-kata khusus dalam teks Bugis. Sistem penerjemahan teks Lontara Bone dilakukan dengan tatacara sebagai berikut: 1. Format hasil terjemahan pada tingkat satuan kalimat, pemerian kode halaman teks dan satuan kelompok teks sedapat mungkin disesuaikan dengan format teks transliterasi. Pada hasil terjemahan akan dibubuhkan tanda atau nomor halaman yang disesuaikan dengan nomor halaman pada teks sumber, sehingga memudahkan mengidentifikasi dan menyesuaikan teks terjemahan dengan teks transliterasi. 2. Kosa kata khusus dalam bahasa Bugis, seperti nama orang, tempat, dan gelar tetap akan menggunakan istilah Bugis dengan pertimbangan ciri khas atau identitas teks sumber. 3. Secara khusus untuk ungkapan-ungkapan tertentu, pertamatama akan dicari padanannya dalam bahasa Indonesia. Apabila tidak dapat menemukan padanan arti ungkapan itu, maka sebagai alternatifnya akan dipilih kata yang berbeda atau lepas dari prinsip literer kata. Walau bagaimanapun prinsip-prinsip penerjemahan yang mementinkan identitas lokal sangat penting dijadikan pertimbangan edisi. *** Daftar Pustaka Andaya, Leonard Y. 2004. Warisan Arung Palakka, Sejarah Sulawesi Selatan Abad ke-17. Makassar: Ininnawa. Andi, Palloge. 2006. Sejarah Kerajaan Tanah Bone: Masa Raja Pertama Sampai Raja-Raja Kemudiannya Sampai Sebelum Masuknya Agama Islam Sampai Terakhir. Yayasan AlMuallim: Sungguminasa, Gowa. Caldwell, Ian. 1988. “South Sulawesi AD 1300-1600; Ten Bugis Texts”, Disertasi, Australian National University, Canberra. Cense, AA. 1966. Old Buginese and Macassarese Diaries’, Bijdragen tot de Taal-, Land-en Volkenkunde (122): hal. 416-28. Cense, AA. dan Abdoerrahim. 1979. Makassars-Nederlands Woordenbooek. s’-Gravenhage: Nijhoff. Cense, AA. 1972. Beberapa Tjatatan Mengenai Penulisan Sedjarah Makassar-Bugis. Djakarta: Bhratara. Fachruddin, Ambo Enre. 1999. Ritumpanna Welenrengnge; Sebuah Episode Sastra Bugis Klasik Galigo. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, Ecole Francaise d’Extreme-Orient, Fakultas Sastra Universitas Indonesia. (Naskah dan Dokumen Nusantara, Seri 14.) Hadrawi, Muhlis. 2017. Assikalaibineng: Kitab Persetubuhan Bugis (edisi revisi). Makassar: Ininnawa. ____________, et.al. 2018. Lontara Sakke’ Attoriolong Bone. Makassar: Ininnawa Kern, R.A.1989. I La Galigo: Cerita Bugis Kuno Terjemahan: La Side dan Sagimun M.D. Seri Terjemahan KITLV-LIPI. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Macknight, C. C.. 1983. The Rise of Agriculture in South Sulawesi Before 1600. Review of Indonesian and Malaysian Affairs, 17:92-116. ___________ 1993. “The Early History of South Sulawesi: Some Recent Advances”. (Working Paper 81). Diterbitkan oleh: The Cenre of Southeast Asian Studies, Monash University, Victoria-Australia. Macknight, C. C. dan Mukhlis. 2001. “Kronik Bone”. Draft. Belum dipublikasi. Matthes, B.F. 1872. Boeginesche Chrestomathie; Deel 3: Aanteekeningen op de Boeginesche Chrestomathie. Amsterdam: Spin. Tiga vol. Pelras, Christian. 2006. Manusia Bugis. Jakarta: Nalar, Forum Jakarta- Paris Ecole francaise d’Extreme-Orient. (Terjemahan The Bugis. Oxford: Blackwell, 1996). Pudjiastuti, Titik dan Thoralf Hanstein (ed.). 2016. Catalogue of Indonesian Manuscripts: Collection Staatsbibliothek Zu Berlin (PreuBischer Kulturbesitz). ATTORIOLONNA TANAÉ RI BONÉ [0] Iyanaé sure’ poada-adaéngngi attoriolonna tanaé ri Boné/ Enrengngé Arung Mangkau’é ri Boné gangkanna ridapié méngkalinga polé ri ada sure’é/ Nennia pau tomatowaé riolo/ Tania kupomabusung/ Aja’ kumatula/ Aja’ kukapapa rampé-rampéi wija toléba/ Nasekko rummasa/ Sélo-séloi tune’ sangiang ri pérétiwi/ wija manurung ri Botillangi/ Aga kuassimang mémeng kuinappa lakke’-lakke’i wija senrima mangkau’é/ Iya ménré’é ri pangoriseng/ Naia cappunana wijanna puatta’ ménré’é/ De’na riaseng Arung/ Agana tennasissenna/ tessiéwa ada taué/ Sianrébaléni taué/ Siabbaliang/ Dé’ tona riaseng ade’/ Apa’ gisia riaseng bicara/ Iamana nabunge’ engka riaseng arung/ narapimani pitu pariyama/ Pitu tuturenna ittana/ Dé’ nariaseng arung/ Sikua tona ittana tessissenna taué/ Tessiéwa ada/ tekkéade’/ tekkébicara/ Naia mana naengka riaseng arung bunge’na/ Engka séuwa wettu ri séuwaé esso nasianré billa’é/ letté/ wéro’é/ mpéwang toni tanaé/ riaseng misa sipasa makkuwaé/ Naia mangeddanana billa’é/ letté/ wéro’é/ wéwang tanaé/ Takko’ engka muna rita tau tettong ri tengngana padangngé/ massanging puté/ Riasenni tomanurung/ Jajini sipulung tauwé tasséwanuwanna/ Naiana nassamaturusi to maégaé masengengngi Tomanurung/ Napasséuwana tangnga tomaẽgae/ Naia nassituruna mpekkengngi aléna laowi tau éro riasengngé Tomanurung/ Lettu’i koro ria’/ Makkedani tau tebbe’é/ “Iana kilaowang mai riko Lamarupe’/ Amaséakkeng na aja’na muallajang/ mutudanna ri tanamu/ Na ikona kipopuang/ élo’mu élo rikkeng/ Na passuromuna kiolai/ kipogau’/ Namau anammeng na pattarommengmutẽaiwi kitéai toi/ Narékko monrono mai rinning na iko kipopuang/” Purai kua mette’ni riaseng tomanurung makkeda/ “Madécéng ritu adammu/ Naiya misi kupaissengiyo/ temmakkulléisa muala arung/ Apa’ ata mutoa’ ria/ Pada-pada ikotu mennang/ Narékko maéloko makképuang/ engkaro ria’ puakku’ mupopuang/” Pada metté’ni tomaégaé (...) [1] makkeda/ “Pékkoni kisseng képuang tekkitaé”/ Makkedani riasengngé tomanurung/ “Narékko maélo tongekko/ kupitao“/ Pada metté’si to maégaé makkeda/ “Maélo’ egang kisa”/ Naé’ kisia tabbuluko mammasé lalengekkeng”/ Purai kua rilalengeng tongenni to maégaé lao ki riasengngé tomanurung ri Matajang/ Sianréi paimeng lettéwé/ billa’é/ Aga napoléini tomanurungngé tudang ri batu lappaé/ Sangianridié eppai situdangeng atanna arungngé/ Séuwa pajungiwi pajunridi/ Séua pappattiwi/ Séuwato tiwiringengngi salénrangngé/ Aga nalaoisi tomanurungngé/ Makkedani Tomanurungngé/ “Engkao Matowa”/ Metté’ni Matowaé makkeda/ Iyo Puang/ Inappani naisseng to maégaé makkedaé matowa mua palé’/ nasengngi arung/ Makkedani riasengngé tomanurung/ Iyaro sia puwakku’/ Purai kua laoni to maégaé ri tomanurung Sangianridié/ Makkedani to maégaé ri Tomanurung Sangianridié/ “Iyana maié kilaoang na kiengka ikkeng silise’ Puang/ Maéloki’ kiamaséi/ tomaradde’ ri tanata’/ aja’na tallajang/ tudanni’ mai/ na idi’ kipopuang/ élomu elo rikkeng/ passuromu makkua/ Namau anammeng na pattarommeng mutéaiwi/ kitéaiwi toi/ Rékkua tudang muni’ mai/ na ikona poatakkeng/” Metté’ni Tomanurung Sangianridié makkeda/ “Temmaddua nawa-nawao/ temmabbellé tokko/” Purai kua sikadoanni adanna riasengngé Tomanurung Sangianridié na adanna to maégaé/ Rilekke’ni ritu riasengngé Tomanurung Sangianridié lao polé ri Boné/ Iyanaé Manurung Sangianridié mula arung ri Boné riaseng Mangkau’ ri Boné naripattettongeng langkana/ Tépui langkanaé ripaté’ni Manurungngé tudang ri Langkanaé/ Iyanaé Manurung tenridapi méngkalingai ritu aseng nrialéna/ Gau’na mua ritellarengngi/ Narékko laoi ri lompo’é no’i polé ri laoanna/ napenno tau/ naisseng muni ballalo makkedaé/ sikoaniro tau/ Aga naiya tomanisa ritellarengngi tania upomabusung Matasilompo’é/ MATASILOMPOÉ (mtsiloPoea) é [1.28] Matasilompo’é/ Ianaé Manurungngé riMatajang/ Ianaé lao mabbainé siala pada manurung/ ianaritu Manurungngé riToro/ Tania upomatula riasengngé Wé Tenriwale’/ Ana’ni taniya upomabusung riasengngé La Ummasa/ Enrengngé Tania upomatula riasengngé Wé Pattanra Wanuwa/ limai sijajiang/ Naia saisa’é koi monro ri attoriolong rilulungngé/ Ia muasa (…) [2] ripaénré’ ri sure’ éwé allapisenna akkarungengngé ri Boné/ mancajié mangkau’ tassilapi tassilapi/ Naia gaukenna manurungngéwé Mangkau’é ri Boné/ Ianaé mula patettongngi riasengngé mappololéténg/ Ia riasengngé mappololéténg/ Ianaritu peddaéngngi assisulu-sulurenna akkéanungngé to makkéanué wali-wali/ Pada maradde’ manenni ritau takkalé mattiwi’/ Tenriolani bicara/ Ia tona pattettong bicara/ Enrengngé ade’/ Naiana riolai/ Ia tonaéwé Manurungngé punna baté Woromporongngé/ Naia genne’nana pata pariama/ Napasipulunni to Bonéwé/ Naparénnaiwi nakkeda/ “Tudannommeng/ aja mumanréulé/ Ianaritu anakku’ riasengngé La Ummasa tolawa’/ Iatona upakkatenniang akkuluadangetta’/” Purai kua billa’ni/ letténi siola-olang/ Takko’ dé’ muni rita Manurungngé ri tudangenna dua mallaibiné/ Laoni rita pajunridié/ salénrangngé/ dé’ toni/ Ripattettonni ballalo/ tania upomabusung Puatta’ riasengngé La Ummasa/ LA UMMASA PUATTA’ MULAIÉ PANRENG (laums puat mulaiea pRE) [2.16] La Ummasa/ Ianaé mattola mangkau’ ri Boné sélléi amanna Manrungngé riMatajang/ Iana Manurungngé riToro’/ apa’ mallajangngi mallaibini/ Pawélai mani nariaseng Tomulaié Panreng/ Ianaé mangkau’ kaliao’ mani ricinaungiangngi rékko engka nalaoi narékko mapellai essoé/ Apa’ dé’na pajung ri Boné/ Ia tonaé riaseng Petta Panré Bessié/ Ripuji toi mainge’/ Riasettoi maléleng/ riasenttoi matana/ Riasettoi matangnga/ Nallakkaina ana’daranna Arumponé riasengngé Wé Pattanrawanua ri Palakka/ Siala arungngé ri Palakka riasengngé ritu La Pattikkeng/ Ianaé mangkau’ ri Boné nabetai Biru/ Maloi/ Cellu/ Nabétai Anrobiring/ Majang/ Ia tonaé mangkau sisala ipana arungngé ri Palakka riasengngé La Pattikkeng/ Nasiwangungeng musu maripa’/ Na tellumpuleng mammusu tennasicau/ Nasiajje’ muna parimeng/ Ia tonaé dé’pa kua riaseng ri Boné rajanna/ enrengngé tanréna uwangenna/ Naé’dé’ ana’ pattolana/ To Suallé mua napoana’ enrengngé To Sulowaka/ Naé’ pabbanua mua napoinang/ naia naissenna mattampu’ ana’daranna mallakkaié ri Palakka/ [3] Nalao tinroini riase’/ Ripaitaianni inappani manyameng ininnawana/ Aga naissennai manguriwe’ ana’daranna/ Natampaini To Suwallé/ To Sulowaka/ napoadangngi ana’na makkeda/ Laosao orai’ ri Palakka/ Apa’ riaseng nitu manguriwe’ puwammu ana’darakku’/ Narékko alepperenni pariappoppenni mai céroé/ raraé/ muwawai mai masiga’/ Koapi mai risappe’ lolona/ Kutopi mai ribissai rarana/ Maddakarakani/ To Suwallé/ To Sulowaka/ lao masiga’/ Lattu’i ri Palakka/ Mattou’-tou’ni masitta’ té’ ri salassaé/ Tettudang topa To Suwallé/ To Sulowaka/ nalepperenna makkunrainna arungngé ri Palakka/ Orowané ana’na/ Sawungeng rijajianna/ Manganro manai’ maneng gemme’na/ Mattou’-tou’ mani To Suwallé pari appoppengngi céroé natimangngi raraé/ natampui ri sampu jampu/ nalaowangngi alau’ ri Boné/ Naé’ dé’i arungngé ri Palakka nariala ana’na/ Aga lattu’iiii ri Boné/ Ripattou’tou’ni ménré’ ri langkanaé/ Inappani risappe’ lolona/ Inappa toni ribissai raraé/ Ana’daranna mani arumponé riasengngé Wé Samateppa risuro matuoi/ Wé Samateppana maruppengi/ anauréna/ riobbireng mémettoni to maégaé ri Boné/ wenni séwenni/ Sipulukko baja/ pada tiwi’i paréwa musumu/ Pappai bajaé engka manenni to maégaé/ sakké’ paréwa musu/ Ripadau’ni Woromporongngé/ No’ni Arumponé ri barugaé/ Makkedani Arumponé ri to maégaé/ “Ia mennang upasipulungekko to maégaé/ to Boné/ La Saliu ronnang asenna ana’kku’/ Kerrampéluwa’ pattellarenna/ Kupaléssori niro akkarungengngé ri Boné/ Iatonaro ana’ku’ upattenniang uluada napattenniangengnga’ Puwatta’/ Nainappa mallajang/ Samakadoni to Boné ia maneng/ Nainappa mangaru/ Riassuro tona té’nai bissué/ Naripattettong ballalo esso sésso pabbinrué/ Narilanti’na Puwatta’ Kerrampéluwa’ ri amauréna/ Pitu ngesso pitu mpenni taué tarobu/ Naia manisa garé’ to riwaéngngi céro raraé ripaddoja/ Aga genne’ni pakkawaruni inappani riwélésu lolona narilemme’ érunna/ Purai riwélésu lolona/ rilemme’ érunna/ no’ni salaiwi langkanana Puatta’ Matowaé/ [4] Puatta’na Kerrampéluwa’ riaseng Arumponé/ Iana monro ri langkanaé/ Puatta’na inauréna riasengngé Wé Samateppa tomatoaiwi/ Naia Puatta’ Matowaé rékko engka maélo nalaoi/ massuroni manai’ ri ana’na makkeda/ Té’ sao manai’ ri puammu muakkeda/ Engka maélo nalaoi puatta’/ Assuro sao mpawai/ Ia tonasa to riwaéngngi rara céroé makkeda/ Sitinaja makkedangngi/ Lao sao mutampai tau/ nalao tiwi’i Puwatta’/ Makkoniro garé’ gau’na Puwatta’ Matowaé narékko engka maélo nalaowi/ Namau agi gau’na/ Puwatta’ Matowaé/ Naseppulo pitu taunna Puwatta’ Matowaé/ Napaléssorinna anauréna/ Nateppani lasa maserro Puwatta’ Matowaé/ Naia mutona mpawai puppureng sunge’na/ Naritellana Puwatta’ Mulaié Panreng/ Puwatta’na Mulaié Panreng poanauréi Puwatta’ Kérrampéluwa’/ Iana sélléi amauréna makkarung ri Boné riasengngé La Saliu/ LA SALIU PETTA KERRAMPÉLUWA’ (lsliau pEt kErePluw) [4.16] La Saliu asenna/ Petta Kerrampéluwa’ pattellarenna pattola mangkau’ ri Boné sélléi amauréna makkarung ri Boné/ Ianaé Puwatta’ Kerrampéluwa’ makkarung mémenni rituona amauréna Petta Mulaié Panreng/ Apa’ nappai siwenni jajinna naripaléssori memenna akkarungeng/ Ia mutoro wettué nariabbasawoi mémenni/ To Suwalléna mawingngi/ Nariwai naripaléssori akkarungeng/ To Sulawakana Makkedantana/ Narékko engkana bicara marette’ napettui tomabbicaraé/ ripaté’ni manai’ ri langkanaé/ Nakua sipakkeda tomabbicaraé/ To Suwalléna riwai céroé pakkangngi raraé/ Nasipakkeda sitaroni to ribicaraé wali-wali/ To Sulawakana saurengngi adaé wali-wali adanna to ribicaraé/ Naiana to riwaéngngi raraé/ pakkangngéngngi céroé péréngngi annessana atongengenna to patujué/ Nennia tanréréangéngngi attasalanna to pasalaé/ Naia marajanana Puatta’ Kerrampéluwa’/ silasani tappi’ makkunrai/ riwa awiseng/ inappani lao orai’ ri Palakka sita jajiangengngi/ Naia lattu’na orai’ ri Palakka/ Ritoanani ri ncajiangengngi/ Nari manarianna ritu salassaé napékkunangi/ Iatonaro rimanariang pasaé ri Palakka/ [5] Nariwawana pasaé ri Palakka lao alau ri Boné/ Laoni pasaé Palakka ri Boné/ Na komani ri Boné taué mappasa’/ Ia tonaro lao ri Palakka sita ri ncajiangéngngi/ Nari pabbainéna ripasiala massappo siseng riasengngé Wé Tenriroppo/ ana’ pattolana Arungngé ri Paccing/ Ianaro poana’i riasengngé/ tania upomabusung/ Wé Benrigau Daéng Marowa/ Wé Tappatana Daéng Mabélo/ ritella toi Makkalempié/ Ripasawekeng mutoi Bissu Rilalempili’/ Iana ripakkarung ri Majang/ Nariséséna to Bukakaé saisa’ nariwawa lao ri Majang/ Iatonasa napota pong Makkalempié/ Naripattetongenna saolampé ri Boné riaseng Lawélareng/ Napoasettoni Puwatta’ Makkalempié Massaolampé’é Lawélareng/ Makkeda mutoi taué Puwatta’ riLawélareng/ Naia Puwatta’ Kérrampéluwa’ ripuji malessi/ Ripuji maléleng/ Ripuji mapato/ Ripuji Malabo/ Tenriaseng pégassa to macca/ Iakia ritasa awaraningenna/ Apa’ mausa garé’ inappa jajinna dé’ mémessa riaseng naengka natakkini/ Nennia napoléi atassélengeng lattu’ ri matowana/ Tenna aseng mémessa péneddingi riasengngé takkini/ Agana naiana poasengngi Dowakaé/ Iatonaé arung mula poada Appassokkang ri balié rékko maéloi mosengiwi balié/ Aga ia riasengngé pattuppubatu enrengngé timu-timu/ Napogau’ mémessa arungngé rioloé ia ménré’é ri galigoé/ enrengngé massuroé napoampé mémengngisa to rioloé/ Ianaé Puwatta’ Kerrampéluwa’ makkébbua’ baté cella’ dua/ Ianaéwé baté cella’ duaé palimpaliwi Woromporongngé/ Séuwa ri ataunna/ Séuwato ri abéona/ Natawa telluni aléna to Boné rékko mappadangngi/ Sitawa maccinaungi Woromporongngé/ Iana Toddo’puli/ Nappa koi maccinaung Puwatta’/ Sitawato maccinaungi Cella’é ri ataunna Woromporongngé/ Sitawato maccinaungi Cella’é ri abéona Woromporongngé/ Matowaéna [maccinaungi] Woromporongngé to Majangngé/ to Mataangingngé/ to Bukakaé Tengngaé/ to Kawerangngé/ to Palléngorengngé/ To Mallarié ri Matajang [6] mpawai/ Naia maccinaungiéngngi Cella’é ri ataunna Woromporongngé/ Ianaritu to Paccingngé/ to Tanétéwé/ to Lémo-lémoé/ to Masalléwé/ to Macégéé/ to Bélawaé/ Kajao Paccing mpawai/ Naia maccinongiwi Cella’é ri abéona Woromporongngé ianaritu to Arasengngé/ to Ujungngé/ to Paccingngé/ to Ta’é/ to Katumpié/ to Padaccengngé/ to Madelloé/ Na Kajao Arasenna mpawai/ Naia atanna Arumponé lélé uléni mappattuju/ Puwatta’na Kerrampéluwa bétai Palléngoreng/ Sinri/ Anrobiring/ Ia tona bétai Mellé/ Ia tona bétai Saccénreng/ Cirowali/ Bakke’/ Apala/ Tanété/ Attassalo/ Satangnga/ Laccokkong/ Lémoape’/ Bulu Riattassalo/ Parigi/ Lompu/ Ia tonaé mangkau’ ri Boné nappasséuai to Boné to Palakkaé/ Ana’ni tanaé ri Palakka polé ri Boné/ Naengka tona Limampanuwaé polé Rilauale’ maddaosangngi tanana ri Boné/ Nengka tona arungngé ri Babauwwaé/ riasengngé La Tenriwasu sita ménéttu eppona/ Napadao’i tanana ri Boné/ Naengka tona Arungngé ri Barebbo’/ paddao’i tanana ri Boné/ Ianaritu napattau séuwani tanaé ri Boné/ Tanaé ri Barebbo’/ Naengka tona muttama’ ri Boné Arungngé ri Pattiro/ riasengngé La Paonro sita Arumponé/ Apa’ sipoipa’i [paddao’i] tanana/ Naripatudang palilina tanaé ri Pattiro polé ri tanaé ri Boné/ Engka toni muttama’ ri Boné Arungngé ri Cina/ Ureng/ Pasémpe’/ maddao’wangngi tanana/ Naripatudang ana’na Tellumpanuwaé ri Boné/ Naengka tona Arungngé ri Kaju riasengngé La Tenribali Maddaowangngi tanana ri Boné/ Nari[pa]tudang palilina Kaju ri Boné/ Nawata’ mutona duta Arung Kaju La Tenribali ri ana’na Arumponé ritellaé Makkalempié/ riasengngé tania upomabusung/ Wé Banrigau Daéng Marowa/ ritangke’ni dutana nainappa ppenning ri wanuwana/ Mappanguju lisu parimeng botting ri Boné/ Nallaibinéngenna Arung Kaju riasengngé La Tenribali na ana’ makkunrainna Arumponé ritellaé Makkalempié/ Naengka tona Arung Ponré maddao’angengngi tanana ri Boné/ Engka toni Aséraé [7] Baté Riattangangale’/ Enrengngé Aséraé Baté Riawangngale’ maddao’wangngi tanana ri Boné/ Napou séuangngi pada tanana tanaé ri Boné/ Puatta’na Kerrampéluwa mangkau’ ri Boné nabéta maggulilingngi wanuwaé ri Boné/ Ia tona arung masero pakalebbi’i tomatowanna/ Ia tona passui ata rialéna/ nataroi ri Panyula’/ nariasenna to Panyula’é/ Naia ata nalolongengngé gangkanna makkarung nataro koi ri Limpenno/ To Panyula’éna sibawa to Limpennoé makkasiwiang balé/ Ia tona pabbiséna rékkua lao mallopiwi Arumponé/ Nennia pabbuléna rékkua laoi mallaleng mabéla/ Naia genne’na pituppulo dua taunna mangkau’ ri Boné/ Napasipulunni to Boné sipalili/ Nakkedana Arumponé ri to maégaé ri Boné/ Ia maneng upasipulungekko/ Ia makkokkoé matoana’é/ madodonna’ usedding/ Naé’ maéloka’ mitao pada makkéwangeng/ Purai kua sikadonni to Boné/ Tanrani taué esso/ Narapi’i esso napattentué/ Maréwangenni taué/ Ripadau’ni Woromporongngé/ Purai maréwangeng natowanani to Boné sipalili/ Purai manré/ Makkedani Arumponé ri to maégaé ri Boné/ Iato menna uwakkatta poadakko to Bonéwé ia maneng dé’ massangaddi/ Ianaritu ana’ku’/ Wé Banrigau’ asenna Daéng Marowa pattellarenna/ Makkalempié pappasawe’na/ uwéloreng makkarung ri Boné ttolawa’/ rékko poléi puppureng sunge’ku’/ Ia tona ritu upawawangi Uluadaé/ puraé napawarekkengi éngnga’ Puwatta’ Mulaié Panreng/ Purai kua soroni to maégaé/ Siwenni mua purana mappaseng Puwatta’ Kerrampélua’ napasiala mutona / Narapini puppureng sunge’/ Naia ana’na Puwatta’ Kerrampéluwa’ riasengngé/ tania upomabusung La Saliu/ nangurusié sapposisenna riasengngé/ tania upomabusung/ Wé Tenrirompo Arung Paccing/ Ianaritu/ Séuani riaseng Wé Benrigau Daéng Marowa pattellarenna/ Makkalempié pappasawe’na/ Bissu riLalempili/ Iana polakkaiwi sapposisenna riasengngé La Tenribali Arung Kaju/ Najajianni riasengngé La Tenrisukki’/ La Pataungi To Pawawoi Arung Pale’nna/ [8] La Pateddungi To Pasampoi/ La Tenrigora Arung Cina/ Arung toi ri Majang/ La Tenrigerra To Tenrisaga/ La Tadampare’ maté maloloi/ Wé Tenrisumange’/ Da Tenri Wéwang/ Wé Tenritalunru Da Tenripalésa/ Naia ana’na Puwatta’ Kérrampeluwa’/ nangurusié bainéna riasengngé Wé Tenro Arung Amali/ sapposiseng ana’ pada makkunrainna inanna/ Ianaritu riasengngé La Mappasessu’/ Iana pobainéi riasengngé Wé Tenrilékke’/ Tellui sijajing Puwatta Kerrampéluwa’/ Naia ana’daranna riasengngé Wé Tenripappa/ Iana polakkaiwi riasengngé La Tenrilampa Arung Kaju/ Najajianni La Tenribali/ Iana siala massaposiseng Makkalempié/ naia tosi ana’daranna Puwatta’ Kerrampéluwa’ riasengngé/ Wé Tenrirompo/ iana polakkaiwi La Paonro Arung Pattiro/ Najajianni La Settia Arung Pattiro/ Iana pobainéi riasengngé Wé Tenribali/ Naia Pawélainna Puwatta’ Kerrampeluwa’/ Ana’na ttolai makkarung ri Boné riasengngé Wé Banrigau’/ WÉ BANRIGAU’ DAÉNG MAROWA (ewbRigau dea mrow) [8.16] Wé Banrigau’ Daéng Marowa mattola mangkau’ ri Boné sélléi amanna riasengngé Kerrampeluwa’/ Puwatta’na Kerrampéluwa’ poana’i Mallajangngé riCina/ Naia pawélainna Puwatta’ Kerrampéluwa’/ Makkalempiéna mangkau’ ri Boné/ Apa’ ia riappasengeng ri Puwatta’ Mallinrungngé cajiangéngngi iana ritu/ tania upomabusung/ Wé Banrigau’ asenna/ Daéng Marowa pattellarenna Makkalempié Bissu Rilalempili’ pappasawe’na/ Majang akkarungenna/ Apa’ manawo Bissui/ Na makkarutto ri Majang/ Mangkau’ mani naripakkeda Arumponé/ Riaseng toi kénawa-nawa/ Inappai dua ttaung nawette’na dara/ Naripatangngarinna ri ncajiangengngi/ Naripasialana Arung Kaju riasengngé La Tenribali/ Ana rijajianna naé’ dua mua riuki ripaénre ri sure’é/ Naia laingngé ana’na pituépa koi ri attoriolong lampéé ménré jorina/ Naia ménré’é ri sure’é/ Iana ritu Puwatta’ La Tenrisukki’/ Enrengngé La Tenrigorai/ Ianaé Makkalempié Mangkau ri Boné/ Nasuroi Arungngngé ri Katumpi riasengngé La Dati méllaui melli bulué ri Cina aséra pulona tédong tenrilase’/ Naripabbellinna Puwatta’ Makkalempié bulué ri ajanna Ladiddong/ [9] Tellu ppulo tédong naelliangngi/ Purai kua nassurona monroiwi bulué ri Cina/ Nassuro tona palla’i/ Nassuro tona laoiwi bulué ri ajanna Ladiddong/ Nariakkacca’na pallaonrumana enrengngé palla’na monroé ri Cina ri to Katumpié/ Massuroni Arumponé pakainge’i Arungngé ri Katumpi/ Na tellu mpuleng mua poléna surona Arumponé pakaingé’i Arungngé ri Katumpi/ nariunona Jennanna ritu Arumponé/ Namacai’na Arumponé/ Nassuro mmusui Katumpi/ Naritérina Katumpi ri to Boné/ Nari rumpa’ mutona Katumpi esso sésso/ Rialani galunna ri launa enrengngé ri ajanna Ladiddong/ Riala topi galungngé monroé ri awanna Ladiddong/ Naia panyumpare’ capudiména riasengngé La Tenrigora/ Iana ripammanariang ri Majang enrengngé ri Cina/ La Tenrigorana riaseng nritu Arung ri Majang/ Enrengngé riasettoi Arung Cina/ Naia ulu ana’na Arumponé riasengnge tania upomabusung nennia tania upomatula La Tenrisukki’/ Iana ripammanariang akkarungengngé ri Boné/ Naripaléssorina akkarungeng ri Boné pole ri inanna/ Puwatta/ tania upomabusung riasengngé La Tenrisukki’/ Seppuloi aruwa taung ittana napaléssorinna akkarungeng ana’na Puwatta’ Makkalempié/ Nabawa sawoini ana’na/ Napatudanni ri langkanaé ana’na/ Nalaona ri Cina mmonro sibawa panyumpare’ capudiména riasengngé La Tenrigora/ Na pata ttaung monrona ri Cina Makkalempié sibawa ana panyumpare’ capudiména riasengngé La Tenrigora/ Engkana séuwa esso na takko’ ménré’ mua Makkalempié ri rakkéangngé tudangi jarasana/ Naé’ engka naaseng torioloé ripakkaélori api déwata asenna/ Na takko’ engka muaro mai apié mabbalute’/ ménré’ ri bolaé/ Addénéngngé mua garé’ naola/ mabbalute’ ulé lattu’ manai’ ri bolaé/ Mabbalute’ ulési/ té’ manai’ ri rakkéangngé/ Péddéi api déwataé/ Dé’ tonisa rita Puwatta’ Makkalempié ri tudangenna/ Nariasenna Puwatta Mallajangngé riCina/ Naia ana’na Puwatta’ Makkalempié nangurusié La Tenribali/ iana ritu/ ulu ana’na riaseng [10] La Tenrisukki’/ Naia rimanariang akkarungengngé ri Boné/ Nabbainé siala massapposiseng riasengngé Wé Tenrisongké/ ana’na La Mappasessu’ nangurusié Wé Tenrilékke’/ Najajiang ana’ worowané riaseng La Ulio/ Boté’é pattellarenna/ Dappina macoaé riaseng La Panaungi To Pawawoi pattellarenna/ Iana makkarung ri Walenna/ Nabbainé siala massapposiseng riasengngé Wé Tenriésa Arung Kaju/ pada makkunrainna Wé Tenrisongké/ Najajianna riasengngé La Pattawe’/ Daéng Soréang pattellarenna/ Matinroé ri Bettung aseng maténa/ Ana’ni riasengngé La Palellung/ Iana riposse’ ri Soppéng/ Dappina riaseng La Pateddungi To Pasampoi/ Iana mabbainé siala riasengngé Wé Malu/ Arungngé ri Toro’/ Najajiang ana’ makkunrai riaseng Wé Tenrituba/ Iana arung ri Pattiro/ Dappina riaseng La Tenrigerra’ To Tenrisaga pattellarenna/ Macella’é Gemme’na pappasawe’na/ Iana arung ri Timpa/ Iana lao pobainéi Wé Tenrisumpala Arung Mampu/ ana’na Puwatta’ La Potto To Sawédi Arung Mampu Riaja nangurusié Puwatta’ Wé Cirondo Datué ri Boné/ Ana’ni riasengngé Wé Mangampewali/ I Da Malaka pattellarenna/ Wé Mangampéwalina I Da Malaka mallakkai siala anauré ana’ sappo sisenna riasengngé La Goméng To Saliwu Riwaweng pattellarenna/ Najajiang ana’ riaseng La Saliu/ Iana arung ri Palakka/ Maddanreng toi ri Mampu/ La Saliuna pobainéi Massalassaé ri Palakka riasengngé Wé Lémpe’/ Najajianni riaseng La Tenriruwa Matinroé riBantaéng aseng maténa/ Dappina riaseng La Tadampare’/ Iana maté maloloi/ Dappina riaseng Wé Tenrisumange’ I Da Tenriwéwang/ Iana polakkaiwi La Tenrigiling Arung Pattiro Magadingngé ana’na La Settia Arung Pattiro nangurusi Wé Tenribali/ Najajianni Wé Tenriwéwang/ Denraé aseng pattellarenna/ Wé Tenriwéwanna ripobainé ri sappo sisenna riasengngé La Ulio Boté’é/ Dappina riaseng Wé Tenritalunru/ I Da Tenripaléssé pattellarenna/ Iana mallakkai ri Palakka siala riasengngé La Malauku/ [11] La Weddo To Tenri pattellarenna/ Najajianni riasengngé Wé Tenripaléssé/ Wé Tenripalésséna mallakai ri Itterung siala Petta La Taubaweng/ Najajina Petta La Goméng asenna/ To Saliwu Riwawo pattellarenna/ Petta La Goménna lao mabbainé siala inauré sappo sisenna indo’na riasengngé Wé Mangampéwali/ I Da Malaka pattellarenna/ Najajianni riasengngé La Saliu/ Iana Arung ri Palakka/ Na Maddanretto ri Mampu/ La Saliuna pobainéi riasengngé Wé Lémpe’/ Massalassaé ri Palakka/ Najajina La Tenriruwa/ Matinroé riBanténg aseng Maténa/ Dappi paccucuanna riaseng Wé Tenrigella/ Iana ripobainé ri orowané riasengngé La Maléjé/ Opu Daléng pattellarenna/ Arung Kung akkarungenna/ Najajianni riasengngé Wé Tenrigau/ Siala massappo sisessi riasengngé La Ulio Boté’é pattellarenna/ Naia Puwatta Wé Temmarowé Arungngé ri Kung/ mallakkaiwi ri Otting sala riasengngé La Polokalo wijanna La Pattanempunga/ Tune’ pattolana Manurungngé ri Batulappa Pitué Matanna/ Najajiang ana’ dua/ Ulu ana’na riaseng La Temmaba/ Iana arung ri Kung/ Panyompare’ Capudiména riaseng Wé Temmancawa/ Nanréi api bolaé/ Nanré toi api La Temmaba/ Nallakkai Wé Temmancawa siala La Malarina ri Panning/ Najajiang ana’ La Temmancawa nangurusié La Malarina/ Orowané riaseng La Tenriali/ Iana ttolai amauréna makkarung/ Nabbawiné La Tenriali ri Itterung/ Najajiang ana orowané riaseng La Tenrianyameng/ Pettana La Tenrianyameng makkarung ri Kung/ Pettasi La Tenrianyameng jajiangngi La Maluwu To Agi pattellarenna/ Iasi Arung ri Kung/ La Maluwuna poana’i La Maléjé Opu Dale’/ Opu Dale’na Arung Kung mabbainé siala Wé Tenrigellang/ Najianni Wé Tenrigau/ Wé Tenrigauna siala massappo siseng riasengngé La Ulio Boté’é/ Naia [ana’] paccucuanna Puwatta La Mallajangngé ianaritu panyompare’ capudéména riasengngé La Tenrigorai/ To Wappasabbi pattellarenna/ Iana arung ri Cina/ arung toi ri Majang/ Naiasi ttolai makkarung ri Boné Puwatta’ Mallajangngé ianaritu ana’na macowaé riasengngé La Tenrisukki’/ LA TENRISUKKI’ MAPPAJUNGNGÉ (ltERisuki mpjueG) [12] La Tenrisukki’ asenna/ Iana mattola mangkau’ séllei inanna ia Mallajangngé riCina/ Pata ttaung mémenni purana ripaléssoki akkarungeng ri ncajiangéngngi napasalai Puwatta’ Mallajangngé riCina/ Ianaé mabbainé siala massapposiseng riasengngé ritu Wé Tenrisongké/ ana’na La Mappasessu’Arung Kaju nagurusié Wé Tenrilékke’/ Najajina riasengngé La Ulio ritellaé Boté’é/ Najajina Wé Denradatu/ Wé Sidamanasa/ Ianaé mangkau’ ri Boné naengka datué ri Luwu ritellaé Déwa Raja To Séngara pattellarenna/ Batara Lattu pappasawe’na/ Natériwi Boné/ Na kuna ri attanna Céllu ssoré Luwué/ Na kutona ttaro tudang/ Naia purana sisokkang ripalangéanni makkunrai/ saisa’ni to ri saloé risuro tinrosiwi/ musu lao manai’ ri attang salo ri denniarié/ Moseng toni mairo Luwué/ maéloi napalaoi osenna ri to Boné/ Nakua tonasa ri Biru-biru ttudang to Boné/ Aga pappai bajaé makkari matani Luwué/ Naitani makkunraié ri Gellengngé ri launa Anrobiring/ Ianaro makkunraié nakkajurujuruki/ Mattebbanni to riattang saloé Luwué/ Riaruppaini Luwué ri to Boné/ Ripalari salani Luwué/ Rialani Pajunna Datué ri Luwu/ Risittai ri to Bonéwé/ Iana mua tenna riwetta Dattué ri Luwu/ Natakkappona mua masitta’ Arumponé ri jowa palappangngi tau maégana/ mangessiwi jowana/ ppangarai passiunona/ Nagorana Puwatta’ Arumponé ri jowana makkeda/ “Aja’ muwettai watanna Datué ri Luwu”/ Naritinrosina llao alau lattu’ ri lopinna/ Datué ri Luwu/ Na lopi baiccu’ mani tuju naola/ maélo lisu ri wanuwanna/ Ianaro nabunge’ engka parimeng pajung ri Boné/ Na pajung cella’ sia pajunna Datué ri Luwu rialaé ri to Boné/ Naia sorona musué situdangenni Arumponé Datué ri Luwu/ napalisuwangenni Arumponé pajunna Datué ri Luwu/ Makkedani Datué ri Luwu/ “Arumponé, alanitu pajungngé séajing apa’ iko tositu natotoreng Déwata Séuwaé maccinaungi/ Mauniro dé’na kua ri tengngana tebba’é talai uwéréng mutoi/ [13] Onconni mattengnga musuki talai/ Ianatu appunnatta’ mémeng/ Apa’ ianatu mattungke’ alarapang/ Na dua mémeng mua pajukku’/ Na pajung cella’ pajunna Datué ri Luwu rialaé ri to Boné/ Aga naritellana/ tania upomabusung/ La Tenrisukki’ Mappajungngé ri Arumponé/ iatonaé Mangkau’ ri Boné ri wettu purana mammusu Datué ri Luwu riasengngé To Séngareng Déwaraja/ Nasitudangeng maddupa-rupang nasiceppa’/ Makkonié assitellirenna ri lise’na ceppa’é/ Ianaé sure’ poada-adaéngngi uluadanna Boné na Luwu ri wettu purana mammusu/ Nasitudangeng Arumponé Datué ri Luwu nasiceppa’/ Naengka akkuluada- ngenna riaseng ritu/ Polo Malélaé ri Unynyi/ Makkedai Arumponé ri Datué ri Luwu riasengngé Déwaraja/ “Madécéngngi tapasséajing tanata’/ Metté’ni Datué ri Luwu makkeda/ “Madécéng Arumponé/ Makkedani Arumponé/ Malilu sipakainge’ki’/ Marebba sipatokkokki’/ Dua ata séddi puwang/ Gau’na Luwu/ gau’nani Boné/ Gau’na Boné/ Gau’nani Luwu/ Manguru ja’ manguru décéng/ tessipamaté-matéi/ Sisappareng akkéanungngi/ Sipapolé onro akkéanungi tessibawa-mpawangi/ tessitajeng alilungngi/ Namau siwenni mua lattu’na to Boné ri Luwu/ Luwu muni asenna/ Namauto siwenni mua lattu’na Luwué ri Boné/ to Boné muni ritu/ tessigella tappiki’/ Bicarana Boné/ Bicarana Luwu/ Bicarana Luwu/ Bicarana Boné/ Ade’na Boné/ Ade’na Luwu/ Ade’na Luwu/ Ade’na Boné/ Tessiacinnangi ulaweng matase’/ Pattola malampé waramparang maéga/ Nigi-nigi teng méngngerangi Uluadanna/ Ia risering mparowo ri Déwataé/ Lattu ri to rimunrinna/ Ia makkuwa ramu-ramuna ittello riappessangngé ri batué/ Nennia appu appuna ada éro ripatenrekié batu tanana/ Nakadona Datué ri Luwu riasengngé To Séngareng Déwaraja/ Nariasenna Ceppa’é Polo Malélaé ri Unynyi/ Apa’ kui ri Unynyi tépu Uluadaé ri elle’na polo malélaé/ Napura makkuluada napada masseriwi telli’ tanro alé/ Napada kkadoi waliwali peppanna/ Napada lisuna ri wanuwanna/ Napada minungngi uwaé cekké’na/ Napada manréi nanré mamalu’na/ [14] Ia tonaé mangkau’ ri Boné nasisala to Boné sibali to Mampué/ Nasiwangungeng musu/ nasiossongenna/ Nakua siduppa ri attanna Tanrung/ Naribuanna to Mampué/ ri palattu’ ri wanuwanna/ Nassuna Arung Mampu riasengngé La Pariwusi manynyompa sorong sebbukati ri olona Arumponé/ Nakkeda Arung Mampu/ “Elo’mu élo’ Arumponé/ Rékkua temmupassiala muna’ passoroku’/” Mette’ni Arumponé makkeda/ “Upalisuang muko passoromu Arung Mampu/ Upatudang palilipo ri Boné/ Iyakia temmuacinnaiangnga’ ulaweng matase’/ pattola malampé/ waramparang maéga/ mupasengngeng to rimunrimmu/” Nainappana ritelli’Arung Mampu/ Purai ritelli’ Arung Mampu enrengngé loléna/ lisuni Arung Mampu ri wanuwanna/ Mpenning toni Arumponé ri Boné/ Na dua ppulo pitu taunna makkarung nateppani lasa/ Napaddeppungenni to Boné/ Napoadangngi makkedaé/ masérro lasaku’/ Narékko mapeddawa’ ianaro ana’ku’ riasengngé La Ulio ttolawa’/ Purai mappaseng/ masiang mutoni/ Naia ana’na Puwatta’ Mappajungngé nangurusié awisenna/ Puwatta Wé Tenrisongké/ iana ritu La Ulio asenna/ Boté’é pattellarenna/ Iana pobainéi sappo sisenna riasengngé Wé Tenriwéwang/ Denraé pattellarenna/ ana’na ana’daranna Puwatta’ Mappajungngé riasengngé Wé Tenrisumangé’/ Nangurusié La Tenrigiling Arung Pattiro Magadingngé/ Najajianni riasengngé La Tenrirawé/ Bongkangngé pattellarenna/ La Icca’/ Wé Lémpe’/ Wé Tenripakkuwa/ Iana riaseng Matinroé riBiccoro/ Naia dappina La Ulio riaseng Wé Denradatu/ Wé Sidda/ Dé’ripau wijanna ri attoriolongngé/ Wé Sidda mana’sa/ Iana mallakkai siala riasengngé La Burungeng Daéng Patompo/ Ana’na La Panaungi To Pawawoi Arung Palenna nangurusié Wé Mappasungngu Manasa/ Najajiang ana’ worowané riaseng La Paunru Daéng Kelling/ Ianaé nasilaongeng La Mulia jallo’i Puwatta’ Boté’é/ Naia ttolaéngngi Puwatta’ Mappajungngé iana ritu ana’na puraé nataroang paseng ri tomaégaé riasengngé La Ulio/ LA ULIO BOTÉ’É (lauliao boetea) [15] La Ulio asenna/ Boté pattellarenna/ mattola Mangkau’ ri Boné/ Sélléi amanna Mappajungngé/ Mappajungngéna poana’i Matinroé riItterung/ Naia pawélainna Mappajungngé/ Boté’ési Mangkau’ ri Boné/ Apa’ ia riappasengeng ri ncajiangéngngi/ tania ritu upomabusung/ La Ulio aseng nrialéna/ Boté’é pattellarenna/ riasengngi malolo mupa na maloppo mémenna/ tallebbi pitu sia pampuléna massipulungi/ Aga naritellana Boté’é/ Ianaé arung ri Boné maperessa mappattuju/ Ia tonaé arung riaseng méloriwi sawungngé/ Riaseng toi mataneng/ Ianaé mabbainé siala riasengngé Wé Tenriwéwang/ Dénraé pattelarenna/ Ana’na Arung Pattiro Magadingngé nangurusié Wé Tenrisumange’/ Najajianni riasengngé/ tania upo mabusung/ La Tenrirawé/ Bongkangngé pattellarenna/ Najajianni riasengngé La Icca/ Najajianni riasengngé Wé Lémpe’/ Najajianni riasengngé Wé Tenripakkuwa/ Ianaé mangkau’ bunge’ riranreng ri Kajao Laliddong/ Iatonaé Arung ri Boné makkuluada Karaéngngé ri Gowa riasengngé Daéng Matanré/ Napoasenni Uluadaé sitettongenna Sudangngé Latéariduni ri Tamalaté/ Ianaé poada-adaéngngi sure’ akkuluadangenna Karaéngngé ri Gowa riasengngé Daéng Matanré na akkuluadangenna Arungngé ri Boné riasengngé La Ulio Boté’é pattellarenna Arumponé Matinroé riItterung aseng maténa/ Makkonié narékko engka perina Boné/ Maddaungngi tasi’é naola Mangkasaé/ Narékko engka perina Gowa makkumpelle’i bulué naola to Boné/ Tessinawa-nawa majaki’/ Tessipatingarai kanna/ Boné na Gowa/ Tessiacinnaingngi ulaweng matase’/ pattola malampé waramparang maéga/ Iasi somperengngi Gowa/ Iasi mana’i ada torioloé/ lattu’ ri to rimunrinna/ Nigi-nigi temmaréngngerang ri ada torioloé/ Mareppa’i orikkorinna lowa-lowana/ pada reppa’na ittello riappessangngé ri batué tanana/ Iatonaé Arumponé bétai Datué ri Luwu monrona ri Cénrana/ Iatonaé Arung ri Boné nasilaongeng Karaéngngé [16] ri Gowa Daéng Bonto ana’na Daéng Matanré/ Malani lasa Karaéngngé/ Malani lappa’ Arumponé/ Nalélé mabbaine ri Mampu Boté’é/ siala riasengngé Wé Tenrigau’/ ana’na Wé Tenrigellang nangurusié La Maléjé asenna/ Opu Daleng pattellarenna/ Arung Kung akkarungenna/ Ana’ni riasengngé Wé Balolé/ I Da Palisu pattellarenna/ Arung Mampu akkarungenna/ Massalassaé ri Kaju pappasawe’na/ Ana’ni riasengngé Sangkuru Dajéng/ Petta Battowaé pattellarenna/ Massao Lampé’é ri Majang pappasawe’na/ Arung Kung akkarungenna/ Ianaé dé’ ripau wijanna/ Iatonaé Boté’é Arumponé nalao mai Karaéngngé ri Gowa/ Nammula nalaé Boné/ Iana poaseng situdangenna karaéngngé ri Gowa na Arumponé ri attanna Laccokkong/ nasiuno to Boné to Gowaé/ Narékko to Boné pawetta Karaéngngé ri Gowa pasampuriwi/ Narékko to Gowa pawetta/ Arumponé pasampuriwi/ Iatonaé Boté’é Arumponé nasilaongeng Karaéngngé ri Gowa malai sebbukatinna to Wajoé/ Kua riasengngé Topaceddo/ Naia genne’na duappulo lima taunna mangkau’ ri Boné/ Napasipulunni to Boné/ Napodangngi ri to maégaé/ Napoadani pabbanuwaé ri Boné/ Makkedaé maéloka’ paléssori akkarungeng ana’ku’ riasengngé La Tenrirawé/ Naia naéngkalingana to Boné adanna Puwatta Boté’é’/ Samakadoni to Boné/ Nabawasawoni ana’na/ pitu ngesso pitu mani aréwangengngé/ Purai napawarekkengini akkarungeng ana’na/ napaté’ni ri salassaé/ Naia Puwatta’ Boté’é maddua wanuwai gangkanna lao ri makkunrainna ri Boné/ sigangkanna lao ri makkunrainna ri Mampu/ Ianaé Puwatta’ Boté’é magelliwi anauréna riasengngé La Paunru/ Nagelli toi sapposisenna makkarungngé ri Paccing riasengngé La Mulia/ Na maélona mappawakkangengngi aléna ri Kajaoé/ Maélo riéllau addampengeng/ apa’ nasitujuangngi palléléna wenni Bote’é ri Mampu/ Naé’ tessidapipi [17] adaé ri Mampu/ No’ni ssawung Boté’é/ Takko’ natuju mata muni anauréna silaong sapposisenna/ Naruwiyanni paimeng gelli/ Aga nalisuna parimeng ri bolana/ Sipakkedani La Paunru sibawa La Mulia/ Madécéngngi’ marola/ nakuapa ri Kajaoé ri Boné tapppawakkangenggi aléta’/ Iapasi méllau addampengengnggi’/ Aga narapi’i Itterung takko’ giling muni massailé Boté’é/ Natuju matasi parimeng sappo sisenna koritu silaong anauréna/ Nakapanni aléna riolai maélo’ rijallo’/ Nassurona paléssoi ulérenna/ Aga naseddinni aléna La Paunru dé’ alepperenna/ Majjallo’ni/ Sipolirenni Boté’é/ Naia la Mulia naulai manisa papoli’i/ Nariasenni Boté’é Matinroé riItterung/ Naia ana’na Puwatta’ Boté’é nangurusié awisenna riasengngé Wé Tenriwéwang/ Denraé pattellarenna/ Iana ritu La Tenrirawé asenna/ Bogkangngé pattellarenna/ Iamana mmana’i akkarungengngé ri Boné/ Napobainéni Wé Tenripakkiu Arung Timurung Macipo’é/ Najajianni riasengngé La Maggalatung/ Iana maté purui/ Najajianni riasengngé La Tenrisompa/ iana maté rijallo’si/ Naia dappina Puwatta’ Bongkangngé riaseng La Icca’/ Iana ttolai pada orowanéna makkarung ri Boné/ Napobainé toi walu’na pada orowanéna/ riasengngé Wé Tenripakkiu Arung Timurung Macipo’é pattellarenna/ Apa’ nappasengeng mémengngi Bongkangngé ri pada orowanéna ri wettu maélona mallappessang/ Sarékkuammengngi La Icca’ napobainéi ipana/ Naia dappina Puwatta’ La Icca’ iana ritu Wé Lémpe’ asenna/ Iana mallakkai siala massapo wékkadua riasengngé La Saliu Arung Palakka/ Ana’na Wé Mangampéwali I Da Malaka nangurusié La Goméng/ Najajianni La Tenriruwa/ Iasi makkarung ri Palakka/ Matinroé riBantaéng aseng maténa/ Naia dappina Puwatta’ Wé Lémpe’ riaseng Wé Tenripakkuwa/ Iana mallakkai siala riasengngé La Makkarodda/ To Tenribali pattellarenna/ Datu Marioriwawo akkarungenna/ Datu ri Soppéng Rilau ammanarenna/ [18] Ripasawekeng toni Mabbéluwa’é/ Ana’na riasengngé La Waniyaga/ To Mancara pattellarenna/ Arung Bila akkarungenna/ Datu Soppeng Rilau ammanarenna/ Nangurusié riasengngé Wé Bolosogi/ Najajianni riasengngé Wé Baji/ Lébaé ri Marioriwawo pattellarenna/ Iana mallakkai siala massapposiseng riasengngé La Tenriruwa/ Matinroé riBantaéng aseng maténa/ Ana’ni riasengngé Wé Tenrisui Datu Marioriwawo/ Nalélé mallakkai riasengngé Wé Baji Lébaé ri Marioriwawo siala riasengngé To Lémpe’ Arung Pattojo/ pada boroanéna Datué ri Soppéng Béowé/ Najajiang séua ana’ makkunrai riasengngé Wé Bubungeng/ I Da Sajoi pattellarenna/ Datu Watu akkarungenna/ Koi ri Attoriolongngé ri Soppéng mpekke’ wijanna/ Naia dappina Puwatta’ Wé Tenripakkuwa ianaritu Wé Danra Matinroé riBincoro aseng maténa/ Dé’ ripau wijanna ri Attoriolongngé/ Naia ana’na Puwatta’ Boté’é nangurusié Wé Tenrigau’Arung Mampu/ Ana’na Wé Tenrigella Arung Mampu nangurusié La Malléjé Opu Daleng Arung Kung/ Najajianni riasengngé Wé Balolé/ I Da Palimpung pattellarenna/ Iana polakkaiwi […] Iana mallakkai siala amauré sappo sisenna amanna riasengngé La Pattawe’ Arung Kaju Matinroé riBettung aseng maténa/ Ana’na pada orowanéna Mappajungngé riasengngé La Panaungi/ To Pawawoi Arung Palenna nangurusié Wé Tenriésa Arung Kaju/ Najajianni riasengngé Wé Tenripatuppu/ [I Maddussila] pattellarenna/ Wé Tenripatéyai Da Jai pattellarenna/ Wé Tenriparola/ Naia dappina Wé Balolé I Da Palimpu ana’na Puwatta’ Boté’é riaseng Sangkuru Dajéng/ Petta Battowaé pattellarenna/ Massaolampé’é ri Majang pappasawe’na/ Arung Kung akkarungenna/ Dé’ ripau wijanna ri Attoriolongngé/ Naia Wé Tenripatuppu/ Iana Wé Tenripatuppu/ Iana polakkaiwi To Riléwoé Arung Sijelling/ Inappasi napolakkai La Padipu Arung Barebbo/ Naia Wé Tenripatéya iana polakkaiwi riasengngé La Pangérang Arung Marowanging/ Naia [19] Wé Tenriparola iana polakkaiwi La Mallalengeng To Alliungeng Arung Sumali/ Naiasi ttolai Puatta’ La Ulio makkarung ri Boné/ Iana ritu ana’na riasengngé La Tenrirawé/ LA TENRIRAWĒ BONGKANGNGÉ (ltERirew boKeG) [19.4] La Tenrirawē asenna/ Bongkangngé pattellarenna/ Mattola mangkau’ ri Boné/ Sélléi amanna Matinroé riItterung/ Ianaé Matinroé riItterung Puwatta’ La Ulio Boté’é poana’i Puwatta’ Bongkangngé/ riaseng La Tenrirawé/ Matinroé riGucinna aseng maténa/ Apa’ ripakkarung mémenni ri amanna Puwatta’ Bongkangngé rituona mupa Puwatta’ Boté’é/ Napakkarung mémenni ana’na rituona mupa ncajiangéngngi/ Ianaritu tania upomabusung La Tenrirawé aseng nrialéna/ Bongkangngé pattellarenna/ Matinroé riGucinna aseng maténa/ Ianaé Puwatta’ Bongkangngé mabbainé ri Timurung siala riasengngé Wé Tenripakkiu/ Macipoé pattellarenna/ Arung Timurung akkarungenna/ Ana’na Puwatta’ La Maddussila Datu Sailong nangurusié Puatta’ Wé Tenrilékke’/ Najajiang ana’Arung Timurung nangurusié Bongkangngé/ iana ritu séuwa riaseng La Maggalatung/ Ianaé ripattuju mattola ri Boné/ Naékiya maté maloloi/ Apa’ nakennai lasa puru/ Maduanna riaseng La Tenrisompa/ Iana ripanguju mattola ri Timurung/ Iakiya maté rijallo’i/ Da Ngkalula asenna jallo’éngngi/ Ianaé Bongkangngé tettong mangkau’ ri Boné/ ripujiéyang/ Ripujiwi manyameng kininnawa/ Ripujiwi pabbarukang/ ripujitoi malempu’/ ripuji toi ritu Malabo/ ripuji toi pasau’/ riaseng toi maélo mappasiuno/ riaseng toi namalari séajing mariawana/ riaseng toi mala ada ri tomatoanna/ Riasengngi kia masero magelli rékko macai’i/ Iya kia cinampé’ mua/ dé’to namaitta/ Iatonaé Bongkangngé Arumponé taro riasengngé taro Tomakajennangeng/ Tomakajennangenna Jowaé anakarungngé/ Jowa wanuwaé/ ana’ kélaié/ enrengngé ritu panré sininna topa pakkamoé/ makkunraié parala ajué/ parala ulué/ pakkaddé’é/ pangolo inanré [20] pallagé’é/ Ia tonaé Bongkangngé Mangkau’ ri Boné maunge’ engka pabballili’ ri Boné/ Ia tona Bongkangngé Mangkau’ ri Boné naengka Karaéngngé ri Gowa tama’ sawung ri Boné/ Nariéwana Karaéngngé ri Gowa mattaro ri Arumponé/ Na sékoto kettinna ulawenna/ Na to Panyula’ éna siwanua ritangkekengngi/ Célla’ manun’na Karaéngngé ri Gowa/ Bakka mattemmu manu’na Arumponé/ Nari unono [manu’]na Karaéngngé/ Sératu katinna rilaleng toro’na/ Ia tonaé Mangkau’ ri Boné/ namallibuna to Ajangngale’é makkatenning ri Boné/ Nabétani Awo/ Téko/ Nabéta manettoni Attassalo balié parimeng/ Ia tonaé Mangkau’ naengka Tellulimpoé/ lariangngi babbana Gowa/ nalao makkatenning ri Boné/ Nariakkatenninna naripatudang palilina ri Boné/ Naengkana Karaéngngé molaiwi/ Nauttama’ mai ri Boné/ Na kua ri attanna Mare’ siduppa/ Mangkasaé to Boné/ Napada mattebbanna/ Napitu ngesso mattebbang nappa pada makkeda-ada/ Nasiajje’na to Boné Mangkasaé parimeng/ Nannessana laona to Boné/ wiring ri attanna minangaé ri Tangka lao maniang/ Ianaé Bongkangngé Mangkau’ ri Boné naengka Datué ri Soppéng Rilau ripaléssoi ri Addatunna/ Nalao mai ri Boné apa’ makkapuéngngi to Soppéngngé ri lalempanuwa/ Na asaurenna Datué ri Soppéng Rilau riasengngé La Makkarodda To Tenribali pettellarenna/ Mabbéluwa’é pappasawe’na/ Nalaona mai maddakka ri Boné/ Na kotonasa ri Boné mabbainé/ Nasialanya ana’daranna Arumponé riasengngé Wé Tenripakkuwa/ Najajiang ana’ makkunrai riaseng Wé Dangke’/ Ia muto riaseng Wé Basi/ Lébaé ri Marioriwawo pattellarenna/ Iana riaseng Datué ri Marioriwawo akkarungenna/ Nallaki tona ana’daranna Arumponé riasengngé Wé Lémpe’ siala massappo wékkadua riasengngé ritu/ tania upomabusung/ La Saliu’Arung Palakka/ Najajianni/ tania upomabusung/ riasengngé La Tenriruwa/ Matinroé riBantaéng asenna riwettu maténa/ Nasiala massappo sisenna Wé Dabe’ na La Tenriruwa/ Iana naponéné Matinroé riBontoala/ [21] Masséajing/ massélessureng/ Iatonaé Bongkangngé Mangkau’ ri Boné naengka anauréna Karaéngngé ri Gowa/ Daéng Pabéta asenna/ Naengka mai ri Boné majjallo’/ Cura mani asenna duppai to majjallo’é/ Naritellana Daéng Patobo’ ri to Boné/ Naengkana Karaéng riasengngé Daéng Bonto tériwi Boné/ Na kuwa ri Cellu ssoré/ Nammusuna to Boné Mangkasaé/ Na lima ngesso taué mammusu/ nalisu Karaéngngé ri wanuwanna/ Na dua ttaung purana musué ri Cellu/ Na engkasi Karaéngngé tériwi Boné/ Na kuwa ri Walenna taro bénténg/ Nammusuna to Boné to Gowaé/ Na maélona bessiwi Daéng Patobo/ Na lebbi pitu ngesso mattebbang/ Nateppani lasa Karaéngngé na riparéwe’na ri wanuwanna/ Lettu’na mua ri Gowa namaténa/ Na teggenne’ dua mpuleng nengkasiro paimeng Karaéngngé ri Gowa riasengngé Daéng Parukka sélléi amanna/ tériwi Boné/ Nabbalina to ri Ajangngale’é iya maneng/ Naiya to Timurungngé napabétani ana’na pattarona/ nalao mai alau maddéddésangngi aléna/ Makkunrai mani garé’ monro ri Timurung silaong anana’/ Naia Limampanuwaé Rilaué kui ri Cinennung nawawa pattarona/ Nauttama ri Boné orowané maddeddesangngi aléna/ Nappabbali toni to ri Awamponé/ Na kuna ri Pappolo Karaéngngé ri Gowa taro Bénténg/ Tépui béntenna nasosongenni to Boné/ Natelloni Bukaka sipué’ enrengngé riasengngé Takkéujung/ Apa’ lésanni essoé maéloni madduppa Mangkasaé/ Nadapini lari Karaéngngé kua ri Cempaé/ Naripéppénna mangkasaé/ Nariwettana Karaéngngé/ La Turu asenna pettaéngngi/ Karaéngngé mani riasengngé Daéng Padulung natingara ponggawaé/ Massuroni Karaéngngé ri Tallo lao ri Boné/ Naia napoada surona Karaéngngé ri Tallo/ “dua puammeng séua muwetta ri tappéré seua ri tengnga padang/ Naé’ makkokkoé élo nakkeng madécéngngé/ Téanakkeng rija’é”/ Makkedani Kajao Laliddong baliwi adanna Suroé/ [22] “La makkoitu adammu Suro/ Mapappappi bajaé uwassu’ ri Karaéngngé/” Aga mapappai bajaé/ Massuni Kajao Laliddong sita Karaéngngé/ Koniro macceppa’ sibawa Karaéngngé/ Nasikadonna/ Purai macceppa’ Karaéngngé ri Tallo riasengngé Daeng Padulung silaong to Boné/ Daéng Patobona ripakkaraéng ri Gowa/ Ia tonaé Bongkangngé Mangkau’ ri Boné nasisala Datué ri Luwu riasengnge Sagaria/ Apa’ té’i paimeng mai Luwué ri wanuwaé ri Cénrana/ Aga nawékka duana Cénrana riala bessi ri to Boné/ Ia tonaé Bongkangngé Mangkau’ ri Boné/ massellao Arung Matowaé ri Wajo riasengngé To Uddamang/ Massellao toi Datué ri Soppéng ritellaé Pollipué/ Aga nassibuna ri Cénrana/ Koni sita masséajing/ Naia nassiturusi passéajingngi tanana/ Pada makkedani/ “Madécéngngi’ sita ri Timurung/ Nakopa ri Timurung timpung gau’ta’é ri tépunna kétengngé/ Apa narapi’i esso natanraé/ Madduppani ri Timurung/ Engka manenni to Boné sipalili/ Engka toni to Wajoé sipalili/ Engka toni to Soppéngngé sipalili/ Koni ri Bunné taro baruga/ Na kona tauwé taro sawung/ Aga ololai kétengngé/ Sipulunni to Boné/ to Wajoé/ nennia to Soppéngngé/ Situdangenni tellu Arumponé/ Arung Matowaé ri Wajo/ Sibawa Datué ri Soppéng/ Napasséjinni tanana iya tellu/ Kutosa tomappada orowané séinang séamangngé/ Na Bonéna macowa/ Ana’ tengngani Wajo/ Paccucunni Soppéng/ Inappani sitelli/ Naia nassitellirié/ “Tessibaiccukengngé/ Tessiacinnaiang ulaweng matase’/ pattola malampé/ waramparang maéga/” Nainappana mallamumpatu/ Nasenni tanana Tellumpoccoé/ Ianaé sure’ poada-ada éngngi attellumpoccona Boné/ Wajo/ Soppéng/ Lise’na ceppa’é iya natampué akkuluadangeng ri Baruka Telllué Coppo’na ri Cénrana/ Nennia Lamumpatué ri Timurung/ Mappaddupa rapangengngi Boné/ Wajo/ Soppéng/ [haplografy] La Mataesso asenna/ Pollipué ri Soppéng pattellarenna/ [23] Iana paléssorengngi akkarungeng/ La Mappaleppe’ asenna/ Patolaé pattellarenna/ Arung Bélo akkarungenna/ Nano’na ri [haplografy] rangenna ana’na/ Napoasenni Pollipué ri Soppéng Riaja/ La Waniaga asenna To Mancara aseng riana’na/ Arung Bila akkarungenna/ Iyana silaong Pollipué ri Soppéng Riaja/ lao madduppa rapang/ silaong To Uddama ri Wajo/ Arung Kaju ri Boné riasengngé ritu To Salu/ Iya purana mappaddupa iya tellu/ Kuni sita ri Timurung/ Naiya nassiturusi iya tellu passéajingngi Tanana/ Nakkedana iya tellu/ Madécéngngi sita ri Timurung na kopa ripatippu adanna ri tépunna ulengngé/ Aga nadapi’i esso nassitaroié/ Siduppani ri Timurung/ Engkani Arumponé riasengngé La Tenrirawé/ Bongkangngé pattellarenna/ Matinroé riGucinna aseng maténa/ Engka maneng toni to Boné silili/ Engka toni Arung Matowaé ri Wajo riasengngé La Mungkacé/ To Uddama pattellarenna/ Matinroé riKannana aseng maténa/ Engka maneng toni to Wajoé silili/ Engka toni Datué ri Soppéng Riaja riasengngé La Maleppe’/ Pattolaé pattellarenna/ Arung Bélo akkarungenna/ Matinroé riTanana aseng maténa/ Engka maneng toni to Soppéngngé silili/ Koni ri Bunné taro baruga/ Apa’ ompo lolonani ulengngé/ Sipulunni to Boné/ to Wajoé/ to Soppéngngé/ Narapi’i esso natanraé ri tépunna kétengngé/ Situdangenni Arumponé/ Arung Matowaé ri Wajo/ iya tellu/ sibawa Datué ri Soppéng/ Napasséajingngi tanana iya tellu/ Kotosa to masséléssureng séinang séamangngé/ Bonéna macoa/ Wajona ana tengnga/ Soppénna paccucuang/ Makkedani Arung Matowaé/ “Na pékkuana Arumponé masséajing tanata’ iya tellu/ ataéngngisa ri Gowa tanaé ri Wajo/ Nasséajing tanaé ri Boné/ Tanaé ri Gowa”/ Metté’ni Arumponé makkeda/ “Madécéng adammu Arung Matowa/ Naé’ taroni masséajing Boné na Wajo/ sibawa Soppéng/ Boné topasi mewai masséajing Gowa/ narékko mélo’ mupi Gowa poatai Wajo/ Taroi riattellui taéwai siuno/ [24] telluki’ masséajing/ Nakado Arung Matowaé/ Métté’ toni Pollipué ri Soppéng makkeda/ “ Madécéng adammu Arumponé mappada orowané tanata’ iya tellu/ Naiyasa uwéllau/ ana’e tanaé ri Soppéng namana’i tanaé ri Boné ri Wajo/ Apa’ iyapa tau mappada orowané senrajaé”/ Mappabalini Arumponé makkeda/ “Pékkoni nawa-nawammu Arung Matowa/ Apa’ upattongeng adanna séajitta’ Soppéng”/ Metté’ni mappabali Arung Matowaé makkeda/ “uwasengngi Arumponé naposolangi tanata’ iya tellu narékko engka sipoana’”/ Metté’si Arumponé makkeda/ “upattongessa adammu Arung Matowa/ taromuni uwéréng séajitta’ Soppéng/ Gowari séllili/ Nalai paddairai/ nappada orowané tanata’ idi’ tellu”/ Metté’ni Arung Matowaé makkeda/ “madécéng adammu Arumponé/ taro tonisa uwéréng séajitta’ Soppéng/ Baringeng/ Lompulle’ séllili/ nalai paddairai ri tanata’/ Metté’ni Datué ri Soppéng silaong Tau Tongengngé To Calépa na La Ngusappéwaja/ “Ada-ada madécéng muritu séajing/ Iya masséajinna tanaé iya tellu/ tessiwawai ri tengelota’/ Iyapa gau’ta sibalingngi’ tapada mélorié/ Makkedani Arumponé silaong Arung Matowaé iya nasikadoanna adatta’ idi’ tellu/ Madécénni talamung batué/ Nasabbi Déwata Séuwwaé/ Iya mpélai uluadanna iya naottongi batué/” Makkedani Arung Matowaé ri Tomaccaé ri Boné iyanaritu ritellaé Kajao Ladiddong/ “Aja’sa riolo Kajao Ladiddong mutanengngi batué/ Apa’ engka adakku’”/ Makkedani Arung Matowaé/ “Iya mattellu mpoccoé masséajing/ Tessielorengngi maja’ tessiuraga-uragaki’/ Aja’ napasisalai adatta’ iya téya ripakaingé’/ Iya riduwai/ Iya riparola/ Nakadoini Arumponé/ Datué ri Soppéng/ Inappani sitelli’/ siakkedang tongengeng/ Naiya nassitellireng/ “Malilu sipakainge’e/ Marebba Sipatokkongi/ Sipédapi riperi’ ri nyameng/ Tellu tessibali pukke’/ Tessiacinnaiang ulaweng matase’/ Pattola malampé/ Waramparang maéga/ Iya téya ripawakkangi/ Iya riadduwai/ [25] Nainappana mallamumpatu/ Nasenni tanana Tellumpoccoé/ Pada mallebbang ri saliweng/ Temmallebbang ri laleng/ Mattulu parajo tellu tessibelléang teppettu siranreng/ Samapi pettu/ Teccokkong Teccolli’/ Temmattola Tenritola/ Tennaccékkengi Béppaja to rimunrinna/ macinnaiéngngi ulaweng matase’/ Pattola Malampé/ Waramparang maéga/ Boné/ Wajo/ Soppéng/ Maruttung langi’é/ Mawottong perétiwié/ Temmalukka’ akkulu-adangenna Tellumpoccoé natettongi Déwata Séuwwaé/ Iya topa jancinna Tellumpoccoé/ Natettongi Déwata Séuwwaé/ Rékko engka tau mawatang sirettoang pannikkeng/ sipoloang poppang/ Sitéppekeng tanru-tanru tédokkeng/ sipoloang poppang sitéppekeng tanrutanru tédokki’/ Silase’ tédong mappalasaki’/ Tessiottong waramparakki’/ Tessibolang akkéanungeng/ sipapolé onro akkéanungengngi’/ Iya Tellumpoccoé/ temmakkadawa ri lalempuluki’/ Iyanaro akkulu adangenna/ lao jancinna Tellumpoccoé/ Naottongié batu ri Timurung/ Nasabbi Déwata Séuwwaé/ Tennawawa tomaté/ Tennaruwiseng ja’ tana/ Iya tona nawarekkeng temmaléré Arumponé riasengngé La Tenrirawé Bongkangngé/ Tomatowaé ri Boné séllili/ sosso ri to ri munrinna/ Iya tona nawarekkeng temmaléré Arung Matowaé ri Wajo/ riasengngé La Mungkacé To Uddama/ Pillaé/ Pattolaé/ Cakkuridié/ Arung Patappuloé/ to Wajoé tanaé ri Wajo/ sellili/ sosso ri to ri munrinna/ Iya muto nawarekkeng temmaléré Datué ri Soppéng riasengngé La Mappaleppe’ Pattolaé/ Arung Bila/ Datué ri Botto/ Arung Ujung/ Pangépa’é/ Paddanrengngé/ Watallipué/ Pabbicaraé/ Tomatowaé/ Tanaé ri Soppéng séllili/ sosso lattu’ lattu’ ri to ri munrinna/ Nasama mérro’ méoseng to maégaé/ Napada buanna ittello tassébatunna/ Kajao Ladiddong ri Boné/ To Maddualeng ri Wajo/ Tau Tongengngé To Pangépa’ ri Soppéng/ Napada pasabbi ri ase’ ri awa/ Napada paottongi batu tasséuwwana/ Nappa napada timpungi tana/ temmanré ulé/ Iyanaé arung maséro riélori ri to Bone/ Masero toi riuddani/ Na dua ttaung purana mallamumpatu/ nateppani [26] lasa Bongkangngé/ Napasipulunni to Boné nakkeda/ “Iya upoada-ada ri iko maneng/ Anrikku’na ritu ttolawa’ matti rékko poléi acappurekku’ riasengngé La Icca/ Apa’ dé’na wijakku’ maka sélléa’”/ Naolli toni pada orowanéna riasengngé La Icca napatarimai paseng nakkeda/ “Iya upoada riko Anri’/ Atutuiwi gau’mu/ Apa’ iko ritu uwéloreng mangkau’ narékko poléi puppureng sunge’ku’/ Apa’ dé’ anaurému/ Jaji ikona masero sitinaja ttolawa’/ Upoadang tokko Anri’/ Narékko pole-poléni puppureng sunge’ku’/ Naleppe’na winru tomatéku’/ Kuéloreng toi mupoawiseng ipamu/ Iko amasia maupe’ naengka wijammu/ Na iya matti mattola ri Boné/ polé ri Arung Timurung/ Madécéngngi Anri’ mupowawiné Arung Timurung ipamu/ Apa’ masulitu makkunrai makkua tujunna/ énrengngé nawa-nawanna/ Bara’ mullé mua maruppengi tanaé mupasiaruppengi tanaé ri Boné/ Iko amanna siaruppekeng/ Mupaccoéi to Boné/ Naccolli’ nattakké naparangaranga tanaé ri Boné/ Nancaji lipu’ bonga wanuwa tekalalla’/ Purai mappaseng mapasiala mutoni/ Naiya leppe’na winru tomaténa riasenni Matinroé riGucinna/ Apa’ ritunui naripari guci awunna/ Naiyasi ttolai makkarung ri Boné/ Pada orowanéna riasengngé La Icca’/ LA ICCA’ MATINROÉ RI ADDÉNÉNNA (laic mtiRoea riaedenn) [26. 22] La Icca’ asenna mattola Mangkau ri Boné/ Sélléi pada orowanéna iya Matinroé riGucinna/ Apa’ iyanaé La Icca’ riappasengngeng ri pada orowanéna/ La Tenrirawé Bongkangngé/ Tuwo mupi ri laleng lasana/ Na appatarimang mémenni akkarungengé ri Boné ri anrinna riasengngé/ tania upomabusung/ La Icca’/ Naiya leppe’nana winru tomaténa Puwatta’ Matinroé riGucinna riabbasawoini Puwatta’ La Icca’/ Purai ripawarekkengeng amangkaukengngé/ Napobainéni Arungngé ri Timurung Wé Tenripakkiu asenna/ Ana’na Puwatta’/ taniya upomabusung riasengngé La Maddussila Datu Sailong Matinroé riBuluna nangurusié Puwatta’ Wé Tenriakkéda Datué ri Bunné ri Awangngé/ Najajiang ana’ séuwwa/ tania upomabusung iyanaritu [27] Latenripale’ To Akkeppéyang pattellarenna/ Séuwwa riaseng Wé Tenrijello’/ Makkalarué pappasawe’na/ Séuwato malolo mupi namapedda/ Ianaé mangkau’ ri Boné Puwatta’ La Icca’/ Naengkaro mai Karaéngngé ri Gowa tériwi Boné naellaui nalisu parimeng Karaéngngé/ Ianaé Puwatta’ La Icca’ Mangkau’ ri Boné tenrisseng nawa-nawai/ tania siseng mua gau’ ampé-ampé pada orowanéna naolai/ Iyana mua nariséng ripauttama rijori sure’/ Saba’ annessana mua gau’é/ Iyanaé mangkau’ ri Boné nammula tessisseng to Boné tessiéwa ada/ Nagellini arung lilina riasengngé La Patiwongi/ To Pawawoi pattellarenna/ Naripali’na kua ri Sidénreng apa’ mangingngina monro ri Sidénréng/ Maélo’ muani lisu ri Boné méllau addampeng/ Risuroni meddé’ lao manai’ ri Bukié/ riolaini nariuno/ Riuno toni Arungngé ri Paccing/ Riuno toni ri eppona riasengngé To Saliu Riawa/ Riuno toni Maddanrengngé ri Palakka riasengngé To Saliu Riwawo/ Maéga mémeng tona arung to Boné riuno/ Nasalosoni tau tessalosoé/ Napaténi tau teppatérennaé/ Onconni tessisenna tessiéwa ada ritu/ to Boné naé’ dé’pa gau’/ Iya muwa garé’ nawinru’ wattareng/ Engka séuwa esso naengka to Boné/ nalao naaré-aré tauwé awisenna/ naripadapirinna/ Namaélona tauwé mpunoi/ nalarina tauwé/ Iyamani wawiné tauwé nauno/ Nainappa massalla’/ Napanréini api Boné sipué’ gangkanna Matajang/ nalattu’ orai’ ri Macégé/ Natassiana to Boné/ Iyamani engkaé [po-ko-ngi] aléna/ nalao ri Majang/ Nakkeda Puwatta ri Majang/ “Maraotu mai”/ Nakkeda to Boné/ “Tekkisseng palappani Puang/ Talao munasa Puang taitai manoreng [wanuwae] ri Boné/ Aga tellonni Puwatta’ ri Majang/ Natampa’na arona nakkeda/ “malebboni/ ennajani lumu-lumuna Puwakku’/ Naé’ dé’pa ada polé maka upoadakko to Boné/ Assurosao lao ri Mampu malangnga’ anauréku’ I Da Malaka/ Apa’ iya manitu Arung Matowa/ [28] Makkeda manenni tauwé mennang/ Engka muwa manorang Puang ri Palakka/ Nalaona rialai Puwatta’ I Da Malaka/ Teng maittato engkaniro mai polé/ Makkutanani Puwatta’ I Da Malaka ri Puwatta’ ri Majang makkeda/ Agaro mai Puwang nassuro malangnga’”/ Metté’ni Puwatta’ ri Majang makkeda/ Aga lao muro mai/ Temmuissegga rumpa’ wanuwaé ri Boné/ Metté’ni Puwatta’ I Da Malaka makkeda/ “Uwita mua Puwang/ Makkedani Puwatta ri Majang/ Ianatu ana’ usuro malakko/ Na pékkuani nawa-nawamu/ Mekko mui Puwatta’ I Da Malaka/ Na wékka tellu mani riéwa pau ri amauréna/ Nainappa metté’ makkeda/ Métauka’ Puwang/ Madécéng muwa nakko passéséreng muwa/ Makkedasi Puwatta’ ri Majang/ Idi’ sékuaéwé tigerro séuwwa tauru/ Metté’si I Da Malaka makkeda/ “Lana makkoitu adammu Puwang/ Dé’nasa nadapi’ nawanawaku’/ Sangadinna iyamani tapusai ri akkarungenna/ nala iyana rilebbireng na tanaé marussa’/ apa’ mau Puwatta’ riolo-rioloé/ malebbireng mémeng mutoi ana’é na watakkaléna tau makkasola-kkasolangngé/ Mau tennapoade’i mapusaé/ Iyanasa muita gau’ passuéngngi anauréu’/ Jajini I Da Malaka patettong ade’/ nasuroiwi anauréna makkedaé/ “Madécéngngi massuko/ taniya koritu singngangke’ tanaé”/ Nalaona to risuroé/ komui ri tanaé ripoléi Arumponé ri to risuroé/ Napalattu’ni risuroang ngéngngi/ Tennapoada topa risuroang ngengngi/ Nariunona suroé ri Arumponé/ Nainappa natelloengngi bolaé ri Lalebbata ri Boné/ Aga rissenni dé’ bola ri Boné/ Makkedani Puwang ri Majang/ “Uléka’ kalaki’ muwawawa’ lao ri Boné/ Naiya’ méwai sipolireng eppoku’/ laona taniana Arung ri Boné/ Metté’ toni Puwatta’ I Da Malaka/ lao toa’ tu matu Puwang/ Apa’ purai mattaro ada/ tigero’ [seuwa mua] tauru’/ Lao manenni taué ri Boné/ Lobbanni wanuwaé/ Iyamani alé-aléna ripoléi/ Inappai naita tau tebbe’é/ Naluruini/ maéga tau nauno/ Makko muwa garé’ gau’na/ Iyasi nalurui/ iyasi llari/ [29] Iyasi nabbokori/ iyasi mmoloiwi/ Makkoniro gau’na/ Naripuruna ininnawana/ Nalaona ri addénénna ssanré/ Nalao muwa Puwatta’ ri Majang ssila’i ulunna eppona/ Na maténa/ Nariasenna Matinroé riAddénénna/ Makkeda toi tauwé to mpawaéngngi salassana/ “Seppuloi séddi taunna nawawa amangkaukengngé namaté/ nariasenna Matinroé riAddénénna/ Naiya ana’na Matinroé riAddénénna nangurusié Wé Tenripakkiu Arung Timurung Macipo’é/ Iyana ritu La Tenripale’ asenna/ To Akkeppeang pattelarenna/ Iyana lao ppobainéi anauré ana’ sappo sisenna riasengngé Wé Palettéi/ Kanuwangé pattellarenna/ Ana’na Wé Tenripatuppu nangurusié To Addussila/ Dé’ ana’na nauru nalélé/ To Akkeppéyang mabbainé siala riasengngé Wé Ciku/ ana’na Datu Ulaweng/ Najajianni riasengngé Wé Caka/ Wé Cakana poana’i riasengngé Wé Mappanyiwi Arung Mare’/ Wé Mappanyiwina polakkaiwi amauré sappo sisenna indo’na Matinroé riBukaka aseng maténa/ Najajianni Wé Da Ompo/ Wé Da Ompona mallakkai siala riasengngé La Uncu Arung Paijo/ Najajiang riasengngé La Tenriléjja’/ To Riwettaé ri Pangkajénné aseng maténa/ La Tenriléjja’na poana’i La Sibengngareng/ Iyana Maddanreng ri Boné/ Mémmana’si ana’na Datu Ulaweng/ dappina Wé Caka riaseng La Makka/ Iyana Arung Ujung Makkedangngétana ri Boné/ Nalaosi La Makka ppobainéi Karaéng Kanjénné riasengngé Wé Rakia ana’na La Maléwai Addatuang Sidénreng/ Arung toi ri Berru/ Arung Ujumpulu ri Soppéng/ Matinroé [Tanamaridié] ri Berru/ nangurusié Wé Sabaro/ Naiya dappina To Akkeppeang ana’na Puwatta’ La Icca’ nangurusié Arung Timurung riaseng ritu Wé Tenrisello/ Makkalarué pattellarenna/ Iyana polakkaiwi anaure ana’ sappo sisenna riasengngé La Pancai/ To Pataka pattellarenna/ Lampé Pabbekkeng pappasawe’na/ Ana’na Wé Tenriparola/ [30] Nangurusié To Alaungeng Arung Sumali/ Najajianni riasengngé La Maddaremmeng Matinroé riBukaka aseng maténa/ Inappasi La Tenriaji Matinroé riSiang aseng maténa/ Inappasi Wé Tenriampareng Arung Cellu/ Iyanaé mallakkai siala To Mannippié Arung Salangkéto/ Najajiangngi Wé Tenritalunru/ Naiya paccucuanna Arung Sumalina nangurusié Wé Tenriparola riaseng Wé Tenriabéng/ Dé’ ripau wijanna/ Naiyasi ttolai makkarung ri Boné Matinroé riAddénénna/ Iyana ritu sappo sisenna riyasengngé La Pattawe’/ LA PATTAWE’ DAÉNG SORÉANG (lptwE dea soera) [30.10] La Pattawe’ asenna mattola Mangkau’ ri Boné sélléi sappo sisenna/ Iya maténa Marinroé riAddénénna sipulunni to Boné nennia tomaégaé ri Puwatta’ ri Majang/ Nari patangngarina Puwatta’ ri Majang/ Makkedani Puwatta’ ri Majang/ Nalengngiga sia taala arung/ Narékko tania eppou’ riasengngé ritu La Pattawe’/ Ana’na La Panaungi To Pawawoi Arung Palenna/ pada orowanéna séinang séamang anauréku’ Mappajungngé nangurusié Wé Tenriésa Arung Kaju/ Iyanaé La Pattawe’ ana’na Arung Palakka/ Wijanna Makkalempié/ Jajini samaturu to Boné/ Arung Kajuna riasengngé/ tania upomabusung/ La Pattawe’ ripatettong arung ri Boné/ Puwatta’ riasengngé La Pattawe’ Daéng Soréang pattellarenna/ Arung Kaju akkarungenna/ Iyanaro riaseng Arumponé/ Nabbawiné Arumponé ri Mampu siala riasengngé Wé Balolé/ I Da Palimpu pattellarenna/ Arung Mampu akkarungenna/ Massalassaé ri Kaju pappasawe’na/ ana’na Matinroé riItterung nangurusié Wé Tenrigau’ Arung Mampu najajiang riasengngé Wé Tenrituppu/ Matinroé riSidénreng aseng maténa/ Najajianni riasengngé Wé Tenripatéa/ I Da Jai pattellarenna/ Nallakkai Wé Tenripatéa siala riasengngé La Pangérang Arung Marowanging/ Ana’ni riasengngé Wé Jai/ Ana’ni Lebbi’é ri Kaju/ Dappina Wé Tenripatéa/ Najajiassi riasengngé Wé Tenripatola/ Nallakkai Wé Tenripatola siala riasengngé La Mallalengeng/ To Alaungeng pattellarenna/ [31] Arung Sumali akkarungenna/ Najajiangngi riasengngé La Pancai/ To Pataka pattellarenna/ Lampé Pabbekkeng pappasawe’na/ Arung Sumali Arung Kung akkarungenna/ Ianaé Puwatta’ Lampé Pabbekkeng mabbainé siala massappo siseng riasengngé Wé Jai/ Ana’na Wé Tenripatéa Arung Kaju nangurusié La Pangérang Arung Marowanging/ Dé ana’ nauru Puwatta’ Lampé Pabbekkeng ri sappo sisenna Wé Jai/ Nalélé mabbainé Puwatta’ Lampé Pabbekkeng siala inauré sappo sisenna indo’na riasengngé Wé Tenrijello’/ Makkalarué pattellarenna/ ana’daranna La Tenripale’ To Akkeppéang pattellarenna/ Matinroé riTallo aseng maténa/ Ana’na Matinroé riAddénénna nangurusié Wé Tenripakkiu Arung Timurung/ Najajianni La Maddaremmeng asenna/ Matinroé riBukaka aseng maténa/ Najajianni riasengngé La Tenriaji/ Matinroé riSiang aseng maténa/ Najajianni Wé Tenriabéng maté maloloi/ Najajianni Wé Tenriampareng/ Arunni ri Céllu/ Iyana mallakkai siala riasngngé To Mannippié/ Arung Salangkéto/ Najajianni riasengngé Wé Tenritalunru/ Iyana polakkaiwi riasengngé To Ekke’ Datu Sailong/ Ana’na La Poci Datu Sailong nangurusi Wé Pamiring Sampu Datu Ulaweng/ Nalélé mabbainé Puwatta’ Arumponé riasengngé La Pattawe’/ Daéng Soréang pattellarenna/ Arung Kaju toi akkarungenna/ Siala riasengngé Wé Samakella Datu Ulaweng/ Pada makkunrainna Wé Tenripakkiu Arung Timurung/ Najajiang ana’ riaseng Wé Paracu Datu Ulaweng/ Iyana mallakkai siala La Pappésada Datu Sailong/ anan’na riasengngé La Tenriadé Datu Sailong/ Ana’boroanéna Wé Tenripakkiu Arung Timurung/ nangurusié Wé Dasau Datu Sailong/ Najajiang ana’ Wé Paracu Datu Ulaweng nangurusi La Lampé Sadang/ riaseng La Poci Datu Sailong/ La Poci Datu Sailong mabbainé siala riasengngé Wé Pamiring Sampu Datu Ulaweng/ Najajianni riasengngé To Eke’/ Iyasi Datu Sailong/ To Eke’na mabbainé siala Wé Tenritalunru/ Najajiangngi riasengngé Wé Oddang/ Wé Oddanna mallakkai siala Petta Makojoé Arung Gona/ Najaji Petta Pabukkajué/ [32] Nabbainé riasengngé La Tenriruwa Matinroé riBantaéng aseng maténa/ Nasiala massappo siseng riasengngé Wé Baji Wé Dangke’/ Lébaé ri Marioriwawo/ najajianni riasengngé Wé Tenrisui Datu Marioriwawo/ Iyanaé napoindo’ Petta To Risompaé/ Iya tona naponéné Puwatta’ Matinroé riNagauleng/ Iyanaé Mangkau’ dé’ ridapiri riéngkalinga pau rampé-rampena ri laleng makkarunna/ Iya mua makkedaé pitu ttaungngi makkarung ri Boné/ Nalao ri Bulukumpa/ Nakona nateppa lasa/ naiya nala puppureng sunge’/ Nakua ri Bantaéng monro/ Nariasenna Matinroé riBantaéng aseng maténa/ naiyasi ttolai makkarung ri Boné Puwatta’ Matinroé riBantaéng/ Iyana ritu ana’na riasengngé Wé Tenripatuppu/ WĒ TENRIPATUPPU MATINROÉ RISIDÉNRÉNG (ewtERiptupu mtiRoea risiedeR) [32.12] Wé Tenripatuppu asenna mattola Mangkau’ ri Boné/ sélléi amanna iyana ritu Puwatta’ Matinroé riBantaéng/ Napoana’ni iyaé Puwatta’ iya massélléwé/ riasengngé Wé Tenripatuppu/ I Da Dussila pattellarenna/ Matinroé riSidénréng aseng maténa/ Iyanaé rimanariang ri amanna akkarungengngé ri Boné/ Ritella toni Arumponé/ Iyanaé Mangkau’ ri Boné napattettong riaseng Arung Pitu mancaji pakkatenning Ade’ ri Boné/ Iyana ritu Pitu Matowa najello’/ Matowaéna ri Tibojong riaseng Arung Tibojong/ Matowaéna ri Ta’ riaseng Arung Ta’/ Matowaéna ri Tanété riaseng Arung Tanété/ Ripué’ duwani amatowangngé ri Tanété/ Iyana ritu Tanété Riawang/ Tanété Riattang/ Aga naengkana riaseng Arung Tanété Riawang/ Arung Tanété Riattangngé/ Matowaéna ri Macégé riaseng Arung Macégé/ Matowaéna ri Ujung riaseng Arung Ujung/ Matowaéna ri Poncéng riaseng Arung Poncéng/ Makkedani Arumponé ri Arung Pitué ri Boné/ Iya upattettommu maneng Arung Pitu/ Maéloma’ mai muampiri ri laonrumaé enrengngé duppainna tanaé ri Boné ri toanana/ Apa’ makkunrai enrengngé maélo’ma’ musappareng lise’na salassaé tatteréteré/ Naékiya iya upattettommu Arung Pitu temmu awi tanaé ri Boné/ Temmu wedding pammusureng/ Temmu manako ri ana’mu ri eppomu/ Rékko tekkuissengngi/ sangadinna rékko situdangengngi’ idi’ maneng wijanna Mappajungngé/ Nari turuna makkarungngé ri Boné/ Passili [33] Sao/ Inappa tonisia lao pappamanamu ri ana’mu ri eppomu/ Iyatonaé mangkau’ ri Boné engka Karaéngngé ri Gowa paénrékengngi asellengeng Ajatappareng/ Napaolai esso/ Nalao Tellumpoccoé duppaiwi Mangkasaé nabuangngi/ Nalaona ssu Karaéngngé ri wanuwanna/ Nasitaung muwa naengkasi Karaéngngé teriwi Panda-ppandang/ Nalaosi Tellumpoccoé duppaiwi/ Nasiduppani ri launa Bulu Sitoppo’/ Nasibaliccuarenna tauwé/ Naribuanna Tellumpoccoé/ Boné/ Wajo/ Soppéng/ Na sitaung marussa’na Tellumpoccoé nengkasi Karaéngngé tériwi Soppéng/ Tennalao to Boné to Wajoé balingngi to Soppéngngé/ Naribétana to Soppéngngé/ Nasellenna to Soppéngngé/ Béowé asenna Datué ri Soppéng tarimai asellengengngé/ Na sitaung tama’na sahada’ to Soppéngngé/ Naengkasi Karaéngngé tériwi Wajo/ Nanganro to Wajoé/ La Sangkuru Patau’ Mulajaji asenna Arung Matowaé ri Wajo tamangngi sahada’ asellengeng to Wajo ri Dato’/ Naripasellenna to Wajoé/ Nasitaung tama’na selling to Wajoé/ Nalaona Arumponé ri Sidénréng makkutanangngi akkuanna asellengengngé/ Nalattu’na mua ri Sidénréng / Nauttama’na selleng/ Naripassahada’na/ Nakona nakenna lasa/ Naiyana mpawai/ Nariasenna Matinroé riSidénréng/ Puwatta’na Matinroé riSidénréng mallakkai siala riasengngé La Paddippung Arung Parebbo/ Iyana jajiangngi riasengngé La Passorong Arung Parebbo/ La Passorona Arung Parebbo pobainéi sappo sisenna riasengngé Wé Tasi’/ Najajianni La Togenni Matinroé riKabuttué/ La Togenni lao pobainéi Wé Pasao ri Bulu/ Najajianni Wé Kalépu/ Wé Kalépuna polakkaiwi riasengngé Daéng Manessa Arung Kading/ Na ana bainéna Matinroé riPaopao riasengngé La Malagenni/ Nasiabbéang Puwatta’ Matinroé riSidénréng Arung Parebbo/ Nalélé mallakkai ri Mampu/ Sijelling/ Napollakkaini To Riléwoé asenna/ Arung Sijelling akkarungenna/ Ana’na Wé Tenrilollo Arung Mampu Riawa/ nangurusi La Sengngeng Arung Mampu Riaja/ Najajiang ana Matinroé riSidenreng/ Séuwa riasengngé La Maddussila/ Séuwa [34] Riaseng Wé Tenritana/ Séuwa riaseng Wé Palettéi/ Kanuwangngé pattellarenna/ Séuwa riaseng Mappaloé/ Naiya Puwatta’ riasengngé La Maddussila iana Arung Mampu/ Mammesampatué aseng maténa/ Puwatta’na Mammésampatué muttama’ ri Soppéng mabbainé siala riasengngé Wé Tenrigella ana’daranna Datué ri Soppéng riasengngé Béowé/ Najajianni riasengngé La Tenribali/ Iyana mattola Datu ri Soppéng/ Matinroé riDatunna aseng maténa/ Nabbainési La Tenribali ri Boné siala massappo siseng riasengngé Wé Bubungeng/ I Da Sajo pattellarenna/ Ana’na To Lémpeng Arung Pattojo/ Ana’boranéna indo’na La Tenribali nangurusié Lébaé ri Marioriwawo/ Najajiang ana’ Wé Bubungeng I Da Sajo nangurusi La Tenribali/ Séuwa riaseng La Tenrisénge’/ To Wésa’ pattellarenna/ Iana mattola Datu ri Soppéng/ Matinroé riSalassana aseng maténa/ Séuwa riaseng Wé Ada’/ Iyasi mattola Datu ri Soppéng/ Matinroé riMadello aseng maténa/ Dé’ ripau wijanna/ apa’ manangngi/ Naiya Puwatta’ Wé Tenritana Iyana Arung Mampu Riawa akkarungenna/ Massaolebba’é ri Mampu Riawa pattellarenna/ Iyana polakkaiwi ritellaé Lebbié ri Kaju/ Najajianni riasengngé Wé Tenrisengngeng/ Wé Tenrisengngenna mallakkai siyala riasengngé La Polédatu rijello’ pada orowamnéna La Tenribali Datué ri Soppéng Matinroé riDatunna/ Ana’na La Maddussila Mammésampatué nangurusié Wé Tenrigella/ Jaji siala massappo siseng mui/ Najajiang ana’ Puwatta’ Wé Tenrisengngeng Matinroé riSanrangeng aseng maténa/ Nangrusié sapposisenna riasengngé La Polédatu ri [Jeppo]/ Iyana ritu riaseng La Pattottongngé/ La Pasappoé/ La Pariwusi Daéng Maampa/ Iyana ttolai Petta I Tenro makkarung ri Mampu Riaja/ Iya tona pura Makkarung Matowa ri Wajo/ La Palémpaé/ La Pasompereng/ Petta I Téko/ Iyana pobainéi Karaéng Ballakaérié anauréna Karaéngngé ri Gowa/ Najajianni Wé Ama sibawa Wé Alima/ Wé Alimana ripobainé ri Karaéngngé ri Gowa To Ménanga riPasi’/ Najajianni I Baba Karaéng Tallo/ Iyanaé La Pasompereng Petta I Teko risélo ri Kompania/ Apa’ rialawengngi bainéna ri Sullé Datué ri Soppéng Daéng Mabani/ [35] Naunona Sullé Datué ri Soppéng Daéng Mabani/ Aga naritikkenna ripasiunona Kompania Balandaé/ Naripassala ritiwi lao ri Sélong/ Inappani salewangeng nyawana Matinroé riNagauleng tenre’i pangaraé ri Boné/ Napasiakkatenninni Soppéng/ Apa’ ana’ mattola mémengngi ri Boné La Pasompereng/ torisi mammanai ri Soppéng Daéng Mabani/ Naiyasi dappi sijajianna La Pasompereng riaseng La Pappaloé/ Dé’ ripau wijanna/ Naiya ana’ paccucunna Puwatta’ Matinroé riSidénréng riaseng Wé Palettéi Kanuwangngé pattellarenna/ Iyana ripasawekeng Massaobessié riMampu/ Iyana polakkaiwi amauréna sapposisenna amanna riasengngé La Tenripale’To Akkeppéang pattellarenna/ Matinroé riTallo aseng maténa/ Dé’ ana’ ripau nangurusi tuwo/ Nalélé mabbainé Matinroé riTallo siala ana’na Datu Ulaweng/ Naiya pawélai Puwatta’ Matinroé riSidénréng iyasi sélléi makkarung ri Boné/ Sappo sisenna riasengngé La Tenriruwa/ LA TENRIRUWA MATINROÉ RI BANTAÉNG (ltERiruw mtiRoea ribtea) [35. 16) La Tenriruwa asenna/ Arung Palakka akkarungenna/ Mattola mangkau’ ri Boné sélléi sappo sisenna Puwatta’ Wé Tenripatuppu/ Matinroé riSidénreng/ Naiya pawélainna Matinroé riSidénréng sipulunni to Boné/ Naiya nassiturusi pakkarungngi ri Boné/ Iyana ritu Arungngé ri Palakka/ Arung toi ri Pattiro/ Apa’ epponai wali-wali Mappajungngé/ Arung Palakka naripasekkori Pajung/ taniya upo mabusung riasengngé La Tenriruwa/ Iya tona ripésonaiang alé ri to Boné paoppang paléngengngi tanaé ri Boné/ Apa’ tengkenne’ topa tellu mpuleng makkarung ri Boné/ Nengkana Karaéngngé ri Gowa ttériwi Boné/ mpawai asellengeng/ Mabbéntténni ri Cellu Mangkasaé/ Mabbénténg toni ri Palletté Karaéngngé ri Gowa/ Ritanréréangenni asellengeng to Boné/ Makkedani Arumponé/ “Iya mennang laona iya mupésonaiang paoppang paléngengngi tanaé ri Boné/ Mupasekkori pajung / Naé’ natanréréangngi’ décéng Karaéngngé/ Madécéngngi tacecca’ asellengengngé/ Apa’ iya uluadanna riyolo ri Karaéngngé iya lolongeng décéng/ iya mappaita/ Makkedanna Karaéngngé/ Uwasengngi décéng/ enrengngé tajang makkatennikku’ [36] ri agamana Nabié/ Makkeda topi Karaéngngé/ “Rékko mutarimai adakku’/ duwa mui maraja/ Boné mua enrengngé Gowa/ Napada makkasiwiyang ri Déwata Séuwwaé”/ Makkeda toni Arumponé ri to Boné/ “Rékkuaro tettarima madécéngngi adanna Karaéngngé natongengiwi natellomupi/ manynyompa/ Napoatani’ asenna/ Naiya rékkua tatarima madécéngngi ada-ada madécénna Karaéngngé nawélaiangngi’ janci/ Nasorongiangngi’ uluada matti’/ riéwani/ Ewaé mua asenna muasengngi teyawa’ méwai/ Inappa tongenni riéwa rékkua nawélaiangngi’ ada/ nasorokiangngi’ janci/ Massatéya manengngi to Boné kadoiwi asellengengngé/ Makkonitu Arumponé/ Apa naseddinni laing kédona to Boné/ nalani mennang aléna Arumponé nalao ri Pattiro/ Tau rialéna muwa mmolaiwi/ Aga lattu’i ri Pattiro/ Naérasi to Pattiroé tarimai asellengengngé/ Téya musi to Pattiroé massahada’ tarimai asellengengngé/ Mekkoni Puwatta’/ Naté’ ri salassaé maddeddesengngi aléna silaong ata rialéna/ ana’na/ pattarona/ Napaté’ maneng ri salassaé/ Naiya lésannana Arumponé lo ri Pattiro/ sipulunni to Boné/ Naiya nassiturusi passuéngngi Arumponé/ Nassurona to Boné lao alau ri Pattiro/ La Mallalengeng To Alaungeng asenna to risuroé/ Lattu’i To Alaungeng ri Pattiro/ Té’ni manai’ ri salassaé/ Makkedani Arumponé/ “Agatu muwakkattai To Alaungeng”/ Metté’ni To Alaungeng makkeda/ “Iya nasuroang ngéngnga’ to Boné iya maneng/ Taniana idi’ téaiyo/ Ikona téaikkeng/ ri natujunna bali tanamu muwélaiwi”/ Makkedasi Puwatta’/ “Baliwi adanna To Alaungeng/ Metté’ni Puwatta’ makkeda/ “O…To Alaungeng/ Massakkaka’ téyaiwi to Boné/ uwélorinna mua ritu to Boné/ Kupaitaiwi décéng enrengngé kutiroangngi tajang/ Kumaélo’ tongeng tona kuobbino mangolo ri tajangngé/ Mupada téya mennang/ Naé’ pada makkatenninno mennang ri nawa-nawa mapettammu/ Kuola tosi ri tajang naparanyala’é Puwang Séuwaé ri Nabié/ Purai makkeda ada Puwatta’/ Méllau simanni To Alaungeng nalisu ri Boné/ [37] Naiya lisunnana To Alaungeng lao ri Boné/ Massuro toni Puwatta’ lao ri Karaéngngé ri Palletté/ Lattu’i iliweng suroé ri Karaéngngé/ Massuro toni sia Karaéngngé llao ri Pattiro/ Karaéng Pettu nasuro/ Ripasilewoni Puwatta’ Matinroé riBantaéng Karaéngngé Pettu ri to Pattiroé/ Enrengngé ri to Sibulué/ Narumpuanni najallo’i/ Nabuanni to Sibulué/ enrengngé to Pattiroé/ Napakkappoi ri bulué ri Marowanging/ Purai kuwa malliwenni ri Palletté Puwatta’ ri Karaéngngé/ Maélo’ sita Karaéngngé/ Karaéng Pettu mani monroangngi Pattiro/ Aga lattu’i Puwatta’ ri Karaéngngé/ Makkedani Karaéngngé ri Puwatta’/ Madécéng senna’ni béla laomu mai/ Iya munasa uwakkutanang riko/ Kégana gangka anu rialému/ mau ékko temmakkarukko ri Boné mupunnai mutoi/ Apa uwisseng muwa mupoanu Boné/ Naé’ uwéngkalingai arajangngé lléléni ri Boné/ alebbirengngé/ Metté’ni Karaéngngé makkeda ri Puwatta’/ Aga nappabalina Puwatta’ makkeda/ “Naiya appunna rialéku’ kuwaéna Palakka enrengngé Pattiro/ Kuwaé topa Awamponé/ Naiya Marioriwawo anu rialéna tosa awisekku’”/ Makkedani Karaéngngé ri Gowa ri Puwatta’/ “Assahada’no Naiyanatu sikuwaé muttama’ sahada’/ Boné temmuonroi makké puang/ Gowa teppoatao/ Metté’ni Puwatta’ makkeda/ Sahada’é mémenna’ Karaéng kulaowang mai/ Inappasi metté’ Karaéngngé makkeda/ “Uwisseng mémeng muwa mupoanu Palletté/ Naé’ tettongenna béntekku’/ Jaji kuaseng anukku’ni Palletté/ Naé’ kuwérékko paimeng/ Nainappasi riwéréng Puwatta’ ri Karaéngngé/ Apala/ Béludu rigoncingngi/ ulaweng tase’ sikati were’na/ Makkedani Puwatta’ ri Karaéngngé/ Rékko iya muwéréngnga’ Karaéng tekkusilaongenna to Boné mméwao/ Téyawa’ malai/ Metté’ni Karaéngngé makkeda/ “Pura muisseng ritu/ Baiseng/ ade’na to rioloé/ Rékko sitai passéajingenna engkato sia nawinru’ assitang/ Sullé wéluwa’ silampa/ alosi séire’/” Métté’ni Puwatta’ makkeda/ “Uwalani ritu Karaéng/ rékko makkoitu adanna/ Purai kua inappani makkuluada Puwatta’ sibawa Karaéngngé/ [38] ri Gowa Mula Sellengngé sibawa Karaéngngé ri Tallo Mula Sellengngé/ Kuwaé topa Puwatta’ Matinroé riBantaéng/ Iyanaé akkuluadangenna/ Makkedai Karaéngngé ri Gowa/ “Iyanaé tappasabbiang ri Déwata Séuwwaé/ Tainappa wijammeng Karaéng ri Gowa Karaéng ri Tallo/ Temmupoanui anummu/ Murigau’ bawang ripadammu tau/ Narékko engka ja’ ttujuo timpa’i tange’mu uttama’ ri ja’mu/ metté’ toni Puwatta’ Matinroé riBantaéng makkeda o Karaéng/ temmarunu’ wesséu’/ tessekke’ bilau’/ tenri timpa’ balawo ri tampukku’/ narékko engka ja’ ttujui tanaé ri Gowa/ Mau sipeppa’ muwa awo keppangi/ kulao matu’si kuutamai perrimu lattu’ ri to rimunrimmu/ na to rimunrikku’ tosa/ rékkuwa tenriwélaiang mumémekkeng ada ikkeng to baiccu’é/ Konié akkulu adangenna Puwatta’ Matinroé riBantaéng/ Karaéngngé ri Gowa/ Naiya purana macceppa’/ Puwatta’ Matinroé Matinroé riBanténg sibawa Karaéngngé riGowa/ Lisuni ri Pattiro Puwatta’/ Na lima mpenni muwa purana macceppa’ Puwatta’ Matinroé riBantaéng sibawa Karaéngngé/ Naritellona Boné ri musu sellengngé/ Manynyompani to Boné/ Naripassahada’na/ Purai lisuni Karaéngngé lao ri wanuwanna/ Ripalisusi adaé/ Iya dénré lisunna To Alaungeng polé ri Pattiro muttama’ ri Boné/ Ripasseddé mémenni Puwatta’ Matinroé riBantaéng/ Naiyasi nassiturusi to Boné/ Nassama iyoi to Boné to maégaé/ Arung Timurunna napakkarung ri Boné apa’ ana’nai Matinroé riAddénénna/ Iyana ritu ripakkarung ri Boné/ Taniya upo mabusung/ riasengngé La Tenripale’/ To Akkeppéang pattellarenna/ Pawélai mani nariaseng Matinroé riTallo/ Apa’ iya mémenna ripawakkangi akkarungengngé ri Boné/ Naritella’ Boné ri Karaéngngé ri Gowa ri musu sellengngé/ Jaji iyanaé sipoaseng manganroangngi Boné ri Karaengngé ri Gowa ri musu sellengngé/ Nalessona muwa laosi Karaéngngé ri wanuwanna/ Narisurona maddé’ ssu’ laoiwi Boné/ Puwatta’ Matinroé riBantaéng ri to Bonéwé/ Iyanaé Puwatta’ Matinroé riBantaéng mula tamangngi sahada’ to Boné ri karaéngngé taung 1611 M/ [39] Nalaona ssu’ ri Mangkasa Puwatta’ Matinroé riBantaéng/ Nalaona mmonro ri Dato’ Ribandang/ Nariwérénna Puwatta’ Matinroé riBantaéng aseng Jawa Ara’/ Iyana ritu Sultan Adam/ Maittai mmonro ri Dato Puwatta’ Matinroé riBantaéng/ Iyanaritu pattellarenna Sultan Adam ripangiléni onroang ri Dato’/ Ripangilé toni ri Karaéngngé ri Gowa naélorié/ Naiyana naélori Puwatta’/ Iyanaritu ri Bantaéng/ Aga nakuna riwawa/ Nakuna ri Bantaéng monro maddanreng Puwatta’/ Kotoni narapi’ puppureng sunge’/ Nariasenna Matinroé riBantaéng/ Nabbainé Puwatta’ Matinroé riBantaéng siala massappo siseng/ Tania upomabusung riasengngé Wé Baji/ Iya muto riaseng Wé Dangke’ Lébaé ri Marioriwawo/ Napoane’ni Datu Marioriwawo apa’ appunnana mémeng polé ri ambo’na/ Napura mémeng toni nappasabbiang ri Karaéngngé ri wettunnana tama’ sahada’/ Najajiang ana’ lebbi’ riaseng Wé Tenrisui/ Iyasi ripappunna Marioriwawo ri inanna/ Nariasessi Wé Tenrisui Datu Marioriwawo/ Naiya Puwatta’ Lébaé ri Marioriwawo/ Pura toi napolakki riasengngé To Lémpeng Arung Pattojo pada boranéna Datu Soppéng Mula Sellengngé riasengngé Béowé/ Najajiang ana Puwatta’ Lébaé ri Marioriwawo/ Nangurusi To Lémpeng Arung Pattojo iyanaritu séuwwa makkunrai riaseng Wé Bunga I Da Sajoi/ Aga nappada makkunraisi Puwatta’ Wé Tenrisui Datu Marioriwawo sibawa Wé Bubungé Dasajo sibawa Datu Pattojo/ Nallakkai Puwatta’ riasengngé Wé Tenrisui Datué ri Marioriwawo ri Soppéng siala riasengngé La Potobune’ To Baé/ Arung Tanatengnga ri Addatungngé ri Lompulle’ akkarungenna/ Ana’na riasengngé Wé Tenricamare’ Arung Lompéngeng Matteddumpulawengngé nangurusié riasengngé To Wawo/ Najajiang ana’ Puwatta’ Wé Tenrisui nangurusie Puwatta’ Arung Tanatengnga rilebbi tellué/ La Tenritatta To Unru pattellarenna/ Datu Marioriwawo akkarungenna/ Engkato riaseng Wé Tenriabang/ Da Emba pattellarenna/ Iyana mmanasi Marioriwawo polé ri ana’ boranéna/ Engkato riaseng Wé Tenriwale’/ Da Umpu Mappolobombangngé [40] Pattellarenna/ iyana maddanreng ri Palakka/ Séllé akkarungenna La Tenritatta/ Engkato riaseng Wé Dairi/ Da Beng pattellarenna/ Maté maloloi/ Engkato riaseng Wé Tenriwempéng Da Unrung/ Mapeddani/ Engkato riaseng La Tenrigarangi/ Mapedda toi/ Engkato riaseng Wé Kacumpurang/ Da Ompo pattellarenna/ Datué ri Mari-Mari pappasawe’na/ Manangngi dé’ ana’na/ Naiya Puwatta’ Wé Bubungngé Da Sajo/ Datué ri Watu/ Arung Pattojo akkarungenna/ Iya polakkaiwi riasengngé La Tenribali/ Datu Soppéng Matinroé riDatunna siala massappo siseng mui/ Ana’na La Maddussila Arung Mampu Mammésampatué nangurusié Wé Tenrigella’/ Ana’daranna datué ri Soppéng riasengngé Béowé/ Najajiang ana’ Puwatta’ Wé Bubungé Sa Sajo/ Datu Watu/ nangurusi La Tenribali/ Séuwwa riaseng La Tenrisénge’/ To Wésa pattellarenna/ Séuwwa riaseng Wé Ada/ Matinroé riMadello aseng maténa/ Nalélesi mabbainé Arung Tanatengnga siala Wé Tenripasa asenna/ Datu Watu aseng akkarungenna/ ana’na riasengngé Wé Puampé nangurusié La Pagi Datu Mariorowawo/ Najaji riasengngé La Pagi Datu Lompulle’ akkarungenna/ Ambo’na namana’/ Apa’ ata mémenni nalao Arung Tanatengnga mabbainé ri Marioriwawo/ Ripalélési pauwé ri Puwatta’ riasengngé La Tenritatta To Unru/ Iyana ripalessoriang ri inanna akkarungengngé ri Marioriwawo/ Jaji napoasenni Datué ri Marioriwawo/ Iyanaé lao pobainéi sapposisenna riasengngé Wé Ada/ Iyanaritu ana’na E Bubunge’ Da Sajo/ Nangurusié Matinroé riDatunna/ Na dé’ ana’ Nauru nassiabbéang/ Engka awiseng riélorinna Puwatta’ To Unru riaseng Wé Mangkawani Daéng Talélé pattellarenna/ Dé’to ana’na apa’ manangngi Puwatta’ To Unru/ Naiya ana’daranna Puwatta’ riasengngé Wé Tenriwale’ Mappolobombangngé Da Umpu pattellaarenna/ Iyanaro nataro Maddanreng ri Palakka/ Apa’ iya lisunna Puwatta’ polé ri Mangkasa/ ripappunnaini Palakka ri to Boné/ Rimakkuanna naro naripasiasessi Puwatta’ To Unru Arung Palakka/ Nari munrinnatu nataroni ana’daranna ritellaé Mappolobombangngé/ Maddanreng ri Palakka/ Naiya maddojaiangngi peri’ nyamenna to Palakkaé/ [41] Nariasenna Maddanreng Palakka/ Matinroé riAjang Appasareng aseng maténa/ Iyana mallakkai ri Timurung siala riasengngé La Pakokoé/ To Angkoné pattellrenna/ Macoméngngé pappsawe’na/ Tadampalié/ [haplografi]/ Arung Timurung akkarungenna/ Ranreng toi ri Tuwa/ Arung toi ri Ugi/ Matinroé riTimurung aseng maténa/ Ana’na ritu La Maddaremmeng Arumponé/ Matinroé riBukaka aseng maténa/ Nangurusié riasengngé Wé Hadija/ I Da Selle’ pattellarenna/ Arungngi ri Ugi/ Ranreng toi ri Tuwa Wajo akkarungenna/ Najajiang séuwwa ana’ orowané riaseng ritu La Patau’ Matanna Tikka/ Walinonoé To Tenribali Malaé Sanra akkarungenna/ Pattellarenna Matinroé riNagauleng aseng maténa/ ranreng toi ri Tuwa/ Arung toi ri Ugi/ Naiya tosi ana’daranna Puwatta’ La Tenritatta To Unru riasengngé Wé Tenriabang/ riaseng pattellarenna Da Emba/ Iyana napaccoé alé wettunna lao massala ri Jakaretta/ Nawérénni anrinna akkarungengngé ri Marioriwawo/ Agana Palakka mani akkarungenna Puwatta’ naéwa sipoaseng/ Iyanaé Puwatta’ Wé Tenriabang/ Mallakkai ri Tanété siala riasengngé La Sulo La Mappajanci Daéng Tajang pattellarenna/ Karaéng Tanété pakkarungenna/ Eppona Petta Pallase’-lase’é ri Tanété/ Wijanna muwa Karaéng Tallo/ Najajiang séuwa ana’ makkunrai riaseng Wé Pattékketana/ Daéng Tanisanga pattellarenna/ Séuwa topa makkunrai riaseng Wé Tenrilékké’/ Iyanaé Wé Pattékétana polakkaiwi Pajungngé ri Luwu Matinroé riLangkanana riasengngé La Onro To Palaguna pattellarenna/ Najajianni riasengngé Wé Bataratungke’/ Wé Patimang Matinroé riPattiro aseng maténa/ Nallakkaisi Wé Patimang Matinroé riPattiro siala massappo siseng riasengngé La Rumpamégga/ To Sappailé pattellarenna/ Cenning ri Luwu/ Matinroé riSuppa’ aseng maténa/ Najajianni riasengngé Wé Tenriléléang/ Iyana mattola ri Luwu/ Najajianni riasengngé La Tenrioddang riaseng mutoi La Oddang Réwu/ Iyana manai Patiiro mattola ri Tanété/ Daéng Mattinring pattellarena/ Najajiassi riasengngé La Tenriangka/ Iyana Datu ri Marimari/ Naiya ana’na Batara Tungke’ riasengngé Wé Tenrilékke’ pada makkunrainna Wé Pattéke’tana/ Naiya polakkaiwi riasengngé La Passawung Arung Méngé/ Ranreng toi [42] ri Talotenréng Wajo/ Najajianni riasengngé La Tebba/ La Pao/ sibawa La Pakkaté/ Ripalélési adaé lao ri ana’ Puwatta’Wé Dangka Lébaé ri Marioriwawo/ Ana’ nangurusié riasengngé To Lampeng Arung Pattojo Iyana ritu riasengngé Wé Bubungeng/ I Da Sajo pattellarenna/ Iyana mallakkai siala massaapo siseng riasengngé La Tenribali/ Matinroé riDatunna aseng maténa/ Ana’na La Maddussila Arung Mampu Mammésampatué nangurusié riasengngé Wé Tenrigella/ Ana’daranna To Lémpe’ Arung Pattojo/ Najajiang ana’ séuwa riaseng La Tenrisénge’/ To Esa pattellarenna/ Matinroé riSalassana aseng maténa/ Séuwa riaseng Wé Ada/ Matinroé riMadello aseng maténa/ Nabbainé La Tenrisénge’ ri Pammana/ Siala riasengngé Wé Pada Daéng Manessa Petta Mpungaé pattellarenna/ Datu Pammana akkarungenna/ Ana’na riasengngé La Tenrisessu’ To Timoé pattellarenna/ Datu Pammana akkarungenna/ Matinroé riLabéngi aseng maténa/ Nangurusié Bébanakabo Arung Bulobulo/ Najajiang ana’ Matinroé riSalassana nangurusié Petta Mpungaé Datu Pammana/ Séuwa riaseng La Makkaterru/ Iyana ripanguju mattola ri Soppéng namaté maloloi/ Séuwa riaseng La Makkareddu’/ Iyana makkarung ri Sékkanynyili’/ Nabbainé Arung Sékkanynyili’ ri Pammana siala ana’na Watampanuwaé ri Pammana/ Najajiang ana’ séuwa orowané riaseng La Mappasiling/ Iyana makkarung ri Pattojo/ Nabbainé La Mappasiling ri Tanété siala Arung Lalolang/ Najajiang séuwa ana’ orowané riaseng La Barahima/ Iyana riasessi Karaéng Lalolang/ Nalélé mabbainé La Mappasiling Arung Pattojo siala riasengngé Wé Tenriléleang Pajungngé ri Luwu/ Matinroé riSoréang aseng maténa/ Ana’na Wé Patimang Batara Tungke’/ Pajungngé ri Luwu Matinroé riPattiro/ Nangurusié sappo sisenna riasengngé La Rumpaméga/ To Sappaile’ pattellarenna/ Cenning ri Luwu Matinroé riSuppa’ aseng maténa/ Najajiang ana’ Wé Tenrileleang nangurusié La Mappasiling Arung Pattojo/ Séuwa riaseng La Mappajanci Daéng Massuro pattellarenna Pollipué ri Soppéng/ Matinroé riLaburau aseng maténa/ Séuwa riaseng Wé Tenriabang datu Watu/ Arung Pattojo akkarungenna/ [43] Matinroé riPangkajénné’ aseng maténa/ Séuwa riaseng Janggo’ Panincong/ Iyanaé riposso’ ri Musu Batubatu nariala ulunna ri anauré ana’ padaorowanéna riasengngé La Makkaraka Baso Tancung/ Nariuno La Mappasiling ri ipa’na riasengngé La Tenrioddang La Oddangnréwu Daéng Mattinring Karaéng Tanété/ Nari duniang/ Nariasenna La Mappasiling Arung Pattojo Matinroé riDuninna/ Nariparéwe’si adaé lao ri Puwatta’ La Potobune’ To Baé/ ri bainéna riasengngé Wé Tenripasa Datu Watu/ Najajiang ana’ orowané riaseng La Page’/ Iyana mmanai Addatungngé ri Lompulle’/ polé ri amanna/ Aga napada orowané Puwatta’ La Tenritatta Daéng Sérang To Unru sibawa La Page’ Datu Lompulle’ manguru ambo’/ Nabbainé La Page’ Datu Lompulle’/ Siala riasengngé Wé Buko Datu Botto/ Najaji riasengngé La Maléléang/ To Pasamangi pattellarenna/ Datu Lompulle’ Datu Marioriawa akkarungenna/ Nabbainé To Pasamangi/ siala riasengngé Wé Mekko Datué ri Bakke’/ Najajiangngi riasengngé Wé Tenri Datu Botto/ Nallakkai Wé Tenri siala massappo wékka dua/ riasengngé La Temmupage’/ Ana’na Wé Pattékketana Daéng Tanisanga/ Nangurusié lakkai ri munrinna riasengngé To Baiceng/ Apa’ ri munri pawélainna Matinroé riLangkanana/ Namalolo mupa Daéng Tanisanga napolakkaiwi To Baiceng/ Najajiang ana’ Wé Tenri nangurusié La Temmupage’/ riaseng La Mallarangeng To Samalangi pattellarenna/ Ripasawe’ toi Petta To Laoé ri Sapirié ri Gowa/ Naiya dénré La Mallarangeng Iyana datu ri Lompulle’/ datu toi ri Marioriawa/ Iyanaé pobainéi Wé Tenriléléang walu’na Matinroé riDuninna/ Apa’ riassuro mmalai ri sappo sisenna riasengngé La Tenrioddang La Oddanréwu Daéng Mattinring Karaéng Tanété/ Ana’ boranéna Wé Tenriléléang/ Sarékkuammengngi La Mallarangeng Datu Marioriawa naturu’ pobainéi Wé Tenriléléang Datu Luwu Matinroé riSoréang/ Apa’ sappo siseng mémeng toi/ Aga nasialana walu’na Matinroé riDuninna sibawa La Mallarangeng To Samalangi/ Aga na wekka duana mallakkai Wé Tenriléléang/ Na wékka dua toi muttama’ pajung ri Luwu/ Najajiang ana’ [44] lebbi limaé/ Séuwa riaseng La Maddussila Karaéng Tanété To Appangéwa pattellarenna/ Matinroé riDusung aseng maténa/ Iyana pobainé Wé Séno Datu Citta ana’na Matinroé riMallimungeng nagurusié Sitti Habiba/ Séuwa riaseng Wé Pannangareng Daéng Risanga pattellarenna/ Arung Cinengko Datu Marioriwawo akkarungenna Matinroé riUjuntana aseng maténa/ Iyana polakkaiwi riasengngé La Sunra Datu Lamuru Matinroé riLamangilé aseng maténa/ Ana’na La Tenrisanna Petta Janggo’ Datu Lamuru nangurusié Wé Kali arung Paingke’/ Séuwa riaseng La Tenrisessu’ Arung Pancana akkarungenna/ datu toi ri Marioriawa/ Cenning toi ri Luwu/ Nasabari musué ri Larompong/ Nariposso’ La Kambau’ Maddika Buwa/ Nari passuna pajung ri Luwu indo’na riasengngé Wé Tenriléléang/ Iyana pobainéi Wé Padi Petta Punnabolaé/ Ana’na Maddanreng Boné riasengngé To Sibengngareng/ Napolé ri Luwu ri indo’na/ naleppang ri Wajo mabbainé siala riasengngé Wé Tenrilawa/ Wé Pabbata Bessé’ Péompo pattellarenna/ Ana’daranna Arung Bénténg La Sengngeng Matinroé riSalawa’na/ Séuwa riaseng Wé Pada Daéng Malélé/ Iyana Méncara Ngapa ri Kolaka/ Séuwa riaseng Patimnratu/ Daéng Macowa pattellarenna Polépang Ussu Matinroé riSégari/ Séuwa riaseng La Maggalatung To Kali pattellarenna/ Datui ri Lompulle’/ Datu toi ri Botto/ ri Angépakengngé ri Soppéng/ Séuwa riaseng Bataritoja/ Wé Ukka Daéng Matanang pattellarenna/ Opu Datu ri Bakke’/ Matinroé riBaloé/ Iyana siala Pajungngé La Patiware’ La Peppang Daéng Palié pattellarenna/ Matinroé riSabbamparu aseng maténa/ Naiyasi ttolai makkarung ri Boné Puwatta’ Matinroé riBantaéng/ Iyana ritu sappo sisenna riasengnge La Tenripale’/ LA TENRIPALE’ TO AKKEPPÉANG (ltERiplE toakEepa) [44.28] La Tenripale’ To Akkeppéang pattellarenna/ Arung Timurung akkarungenna/ Mattola Mangkau’ ri Boné sélléi sappo sisenna Puwatta’ Matinroé riBantaéng/ Naiya ripassunana Puwatta’ La Tenriruwa/ Lao nisa ri Mangkasa monro ri Dato’ Ribandang/ Na komaniro ripangiléiang onrong ri Karaéngngé ri Gowa/ Napiléini Bantaéng/ Nakona narapi puppureng sunge’/ Nariasenna Matinroé riBantaéng/ [45] Aga nasipulunna to Boné/ Naiya nassiturusi napakkarung Arung Timurung riasengngé La Tenripale’/ To Akkeppéang pattellarenna/ Apa’ ana’na Puwatta’ Matinroé riAddénénna/ Iyanaé Arung ri Boné/ Nallumpasi paimeng apinna riasengngé uraga ri to Boné/ Apa’ dé’pa natattimpa’ atinna to Boné tarimai madécéngngi asellengengngé/ Aga naiyanaé Mangkau’ ri Boné nassiturusi to Boné napaéwai paimeng to Boné ri musu sellengngé/ Naritellosi paimeng Boné ri Karaéngngé ri Gowa/ Iyakia tenriala sebbukatinna/ tenriala rebba baténa/ tenritimpa’to/ Nattanrona to Boné/ naiya purana manynyompa to Boné/ ripassahada’ matoni/ Aga naripatudang palilina iya maneng purana ripassahada’/ tarimai asellengengngé/ Naiya purana ripassahada’ to Boné sipalili/ lisu toni Karaéngngé ri wanuwanna/ Arung Timurunna Mangkau’ ri Boné/ Pawélaini nariaseng Matinroé riTallo’/ Iyanaé Matinroé riTallo’ duwai sijajing/ Iyana ritu sélessurenna riaseng/ tania upomabusung ritu Wé Tenrijello’/ Makkalaurué pattellarenna/ Iyana polakkaiwi Arung Sumali riasengngé La Pancai To Pataka pettellarenna/ Lampé Pabbekkeng pappasawe’na/ Ana’na La Mallalengeng To Alaungeng Arung Sumali nangurusi Wé Tenriparola/ Najajiangngi riasengngé ritu La Daremmeng/ Sallameng aseng Jawana/ Nariala sampang Pattiro/ apa’ Makkalarué Arung ri Pattiro/ Najajianni La Tenriaji/ To Senrima pattellarenna/ najajianni Wé Tenritalunrureng/ Séuwa topa anrinna La Maddaremmeng riaseng Wé Tenriampareng/ Iyana makkarung ri Cellu/ Séuwa topa riaseng La Tenriaji/ To Senrima aseng ri ana’na/ Iyana ripakkarung ri Awamponé/ Iya tona riaseng Matinroé riSiang/ Nallakkai riasengngé/ tania upomabusung/ riasengngé Wé Tenrisui siala riasengngé/ tania upomabusung/ La Potobune’/ To Baé pattellarenna/ Arung Tanatengnga ri Addatungngé ri Laumpulle’ akkarungenna/ Najajianni riasengngé La Tenritatta To Unru pattellarenna/ manangngi/ Najajiassi riasengngé I Da Unru puttai/ Najajiangngi riasengngé La Tenrijira/ putta toi/ enrengngé Da Opo tomanang toi/ Iyanaé polakkaiwi Datué Citta riasengngé To Dani makkarungi éngngi eppaé ajjoareng/ Iyana ritu [46] Addatuangngi ri Sidénréng/ Datui ri Suppa’/ Addatuangngi ri Sawitto/ Arungngi ri Alitta/ Karaéng toi ri Galingkang/ Iyanaé La To Dani ri wettunna napobainé ana’daranna Puwatta’ La Tenritatta To Unru/ Nasompa labui Citta ri Boné/ Puwatta’ mani Matinroé riMallimmongeng ppalisui paimeng Citta ri Soppéng/ Nasaba’ iyanaé ana’daranna Puwatta’ To Unru riasengngé Wé Kacimpureng/ Da Opo pattellarenna/ ripobainé ri Datué ri Citta/ To Dani/ Ana’na La Pabbala Datu Citta nangurusié riasengngé Wé Tasi’ Petta Maubengngé pattellarenna/ Arung Rappeng akkarungenna/ Naiya Puwatta’ Wé Kacimpureng Da Opo datu toi ri Marimari/ manang toi ritu/ apa’ dé’ ana nauru To Dani/ Napolé riassuro mekké’ To Dani ri Puwatta’ To Unru/ Apa’ riteppunna sala kasiwiyang ri Boné/ Iyana ana’daranna Puwatta’ To Unru riasengngé Wé Tenriabang/ Daéng Ba pattellarenna/ Iyana riaseng Matinroé riBolasada’na/ enrengngé tania upomabusung/ riasengngé Wé Tenriwale’/ Mappolobombangngé pettellarenna/ Da Umpi aseng riana’na/ Iyana ripasawekeng Maddanrengngé/ Apa’ maddanrengngi ri Palakka/ Matinroé riAjang Appasareng aseng maténa/ Na sitaung muwa purana massahada’ sipalili to Boné/ nalaosi Arumponé ri Mangkasa/ Nasitana Dato’ Ribandang/ Nariasenna Abedullahi riwéréngngi aseng Jawa ri Dato’ Ribandang/ Iyanaro asenna arumponé ripaénré’ ri hotebba jumaé/ Iyanaé arung riaseng toi manyameng kininnawa na pabbaruga/ riasettoi masero mappangara ri laonrumangngé/ Iyanaé Arumponé pobainéi ana’na Matinroé riSidénréng ritu/ Nangurusié To Addussila riasengngé Wé Palettéi/ Kanuwangngé pattellarenna/ Massaobessié Mampu Riawa pappasawe’na ri akkarungenna/ Najajiang ana’ makkunrai ritella Wé Daba/ Wé Dabana situmaé ana’na Karaéngngé Mulasellengngé/ riasengngé Daéng Mattola/ Iyana naéwa situmaé Wé Daba/ Naé’ tennawette’pa dara Wé Daba namaté/ jaji dé’ ana’ padana Arumponé ri Kanuwangngé/ Saobessié Rimampu riawa/ Iyanaé Arumponé mallao-lisu ri Karaéngngé/ Maitta wégangngi narékko tellu ttaungngi nalaosi ri Gowa/ Apa’ nasitujuangngi laona ssu’ [47] ri Mangkasa/ Lattu’i ssu’ ri Mangkasa/ Koni nateppa lasa/ Iyana mpawai/ Aga nakona ri Tallo’ rilemme’ nariasenna Matinroé riTallo’/ Dua ppuloi taunna mangkau’ napawélai Matinroé riTallo’/ Rimunri maténa ana’na Puwatta’ Matinroé riTallo’ nangurusié Massaobessié ri Mampu Riawa/ Lélesi Puwatta’ Matinroé riTallo’ pobainéi ana’na Datu Ulaweng/ Najajianni Wé Cakka/ Wé Cakkana mallakkai/ Najajianni riasengngé La Makka/ Na La Makkana makkarung ri Ujung/ najajianni riasengngé Wé Mappanyiwi/ Wé Mappanyiwina arung ri Mare’/ Polakkaiwi amauré sappo sisenna indo’na riasengngé La Maddaremmeng/ Matinroé riBukaka/ aseng maténa/ najajiangngi Ponggawa Dinrué/ Ponggawa Dinruéna jajiangngi ToBala/ Arung Tanété Riawa akkarungenna/ Petta Pakkénynyarangngé pattellarenna/ Petta Tobalana pobainéi sappo sisenna riasengngé Wé Maésuri riasengngé Wé Da Ompo/ Naiya tosi La Makka Arung Ujung/ iyana Tomarilaleng ri Boné/ Napoaseng toi Makkedantana ri Boné/ Nalao mabbainé ri Sidénréng napobainéi Karaéng Kanjénné’ iya ripalié ri Matinroé riTippulunna/ Naiya ana’daranna Puwatta’ Matinroé riTallo’/ iyana polakkaiwi anauréna Puwatta’ Matinroé riTallo’/ iyana polakkaiwi anauré ana’ sappo sisenna/ Iyana ritu/ tania upomabusung/ riasengngé Wé Tenrijello’/ Makkalaru’é pattellarenna/ polakkaiwi anauré ana’ sapposisenna riasengngé/ taniya upo mabusung/ La Pancai To Pataka pattellarenna/ Lampé Pabbekkeng aseng pappasawe’na/ Arung Sumali akkarungenna/ Arung Toi ri Kung/ Najajianni riasengngé La Maddaremmeng/ Iyana napolakkai Wé Mappanynyiwi’/ Najaianni Wé Da Ompo/ ana’daranna Puwatta La Maddaremmeng riasengngé Wé Tenriampareng/ Iyana makkarung ri Cellu/ Iyana polakkaiwi riasengngé To Mannipié Arung Salangkéto’/ anan’na To Wappauséri Arung Salangkéto’ nagurusié Wé Jai/ Najajiang Wé Tenritalunru’/ Wé Tenritalunru’na mallakkai siala To Wangke’/ Datu Sailong/ Ana’na La Poci Datu Sailong nangurusié Wé Pammiring Sampu/ Najajianni riasengngé Wé Oda/ Naiya séllééngngi makkarung ri Boné Puwatta’ Matinroé riTallo’ anauréna riasengngé La Maddaremmeng/ LA MADDAREMMENG (lmdrEmE) [48] La Maddaremmeng mattola Mangkau’ ri Boné sélléi amauréna/ taniya upo mabusung/ riasengngé La Tenripale’/ To Akképpéang pattellarenna/ Matinroé riTallo aseng maténa/ Apa’ iya maélona riala Arung ri Boné Puwatta’ Matinroé riTallo’/ Mancaji mémengngi to Boné Puwatta’ To Akkeppéang/ makkeda Iya mpélai janci/ Iya mmalai ja’é/ Mette’ni to Boné makkeda/ Iya mattampu ri gau’ pura llaloé/ Iya tessiduppa décéngngé/ Nasikadoang adanna wali-wali/ Najajina Arung Puwatta’ riasengngé La Tenripale’ To Akkeppéang Arung Timurung/ Nasiaré’ muwa ittana mancaji arunna Puwatta’ Matinroé riBantaéng/ takko’ taro muni jamang to Boné/ ri attanna Léppangeng makaé natéppo’/ tellu ttaung natéya/ Jaji té’ uwaé ri Lasipinceng/ Nawawasi lao mano’ ri Sampano mabbang alliri langkana/ Nakona nateppana lasa/ Naréwe’na parimeng ri Boné/ Lattu’i ri Boné/ Natampai mani to Mampué/ Napoadangngi makkedaé lalo ri mampuko riolo’/ Mulao orai’ ri Sidénréng mutampaiwi séajikku’ napoanui anunna/ iya engkaé pappuraé uwanré/ Nalattu’ sessé’isa babuaku’/ Iya inappa lao ssu’ ri Mangkasa Puwatta’/ Na kona ria’ ri Mangkasa pawélai/ Nariasenna Matinroé riTallo’/ Naiya engkanna lisu to risuroé llao ri Sidénréng/ dé’ tonisa Petta napoléi/ apa’ pawélaini/ Iyanaé Matinroé ri Tallo’ poanauréi riwakkangi Puwatta’/ Iyanaé La Maddaremmeng Matinroé riBukaka aseng maténa/ Naiya pawélainnana Puwatta’ Matinroé riTallo’/ anauré rialénana ttolai arung ri Boné apa’ iya ripasengeng/ taniya upo mabusung/ La Maddaremmeng aseng ri aléna/ Sultan Saleh aseng Jawana ménré’é ri hotebba Juma’é/ Pawélai mani nariaseng Matinroé riBukaka/ Iyanaé Mangkau’ ri Boné naengka nawinru riaseng Pajung Puté napakéi rékko jokkai/ Iyanaé Puwatta’ mabbainé ri Wajo siala riasengngé Hadija/ [49] Hadija I Da Senrima aseng riana’na/ Arung Matowaé ri Wajo riasengngé La Pakolongi To Ali pattellarenna/ nangurusié Wé Jai Ranreng Tuwa Wajo/ Arung toi ri Ugi/ Séuwa mua ana’ najajiang Puwatta’ La Maddaremmeng nagurusié Puwatta/ I Da Senrima Arung Pungi akkarungenna/ Iyana ritu riasengngé La Pakokoé To Wangkonéng/ Macoméngngé pattellarenna/ Tadampalié pappasawe’na/ Arung Timurung akkarungennna/ Iyanaé Arung Timurung Puwatta’ La Pakokoé lao ppobainéi ana’daranna Puwatta’ La Tenritatta To Unru riasengngé Wé Tenriwale’ Mappolo Bombangngé/ Maddanrengngé ri Palakka/ Ana’na Wé Tenrisui Datu Marioriwawo nangurusié La Potobune’Arung Tanatengnga/ Najajiang séuwa ana’ orowané riaseng ritu La Patau’ Matanna Tikka Walinonoé To Tenribali Malaé Sanra pattellarenna/ Matinroé riNagauleng aseng maténa/ Iya tonaé Mangkau’ ri Boné napaloangngi tanaé ri Boné/ Napasakkariwi bataé ri Boné/ Napangésa’ alauwi napangésa’ maniangngi/ Riaseng toi masse’ magama/ Iya tonaé Mangkau’ ri Boné na masole’/ Riagelli temmassole’é/ Nasuroni massole’/ Na Jajiangengngi ri Pattiro natéya/ Apa’ mangingngiwi suroi Ade’pitué massole’ ade’é ri Boné/ Naiya napoada Ade’ Pitué ri Boné silaong lilié/ Makkeda magi na idi’ mukékéllaitu massole’/ Nengkatu cajiangékko ri Pattiro lebbi’ro olo musuro massole’/ Apa iyatu cajiangékko kaminang maéga atanna ri tanaé ri Boné/ Aga nasuro tongenni indo’na ri Pattiro masole’/ Natéya ncajiangéngngi pogau’i masole’é/ Natérini namusui/ Aga rumpa’ni Pattiro/ Narappani/ Larini Makkalaru’é ri Karaéngngé maddakka/ Massuroni Karaéngngé pakainge’i Arumponé ri assisalannaé ncajiangéngngi/ Aga natéya ripakainge’ Arumponé ri tettongenna/ Apa’ naseng muto-mutoi tuju aléna polé ri singkeru’na atinna/ Naritérina Boné ri Karaéngngé ri Gowa/ Naritellosi to Boné/ Béta mano’si to Boné/ Béta mano’si ri [Cimpu] Arumponé/ Nariolaina ri Mangkasaé to ri Cimpu/ Nakonaro ri awa benteng riratté/ [50] Aga narilalinna Arumponé/ riwawa ssu’ni ri angkasaé/ Na kona ri Siang ritaro/ Na seppulo lima taung ittana makkarunna/ Na ribétasi parimeng Boné ri Mangkasaé/ Napawélai mani nariaseng Matinroé ri Bukaka/ Apa’ ripalisui paimeng ri Boné makkarung ri Karaéngngé ri Gowa/ Makkarung ri Boné ri wettu siatta-nrajengenna musuna Karaéngngé ri Gowa sibawa Arung Palakka/ Naiya awisenna Puwatta’ La Maddaremmeng/ Iyana ritu Puwatta’ La Maddaremmeng Mangkau ri Boné nauttama ri Wajo mabbaine siala riasengngé Wé Hadija/ I Da Senrima aseng ri ana’na/ Ugi asenna akkarungenna/ Ana’na riasengngé La Pakolongi/ To Allinrangi pattellarenna/ Arung Matowaé ri Wajo/ Nangurusié We Jai Arung Pugi/ Ranreng Tuwa Wajo/ Najajiang séuwa ana’ orowané riaseng La Pakokoé To Akkonéng/ Tadampalié/ Macoméngngé pattellarenna/ Arung Timurung/ Arung Mpugi Ranreng Tuwa Wajo akkarungenna/ Iyanaé La Pakokoé To Wakkonéng mabbainé siala massappo wékka tellu riasengngé Wé Tenriwale’ I Da Ugi pattellarenna/ Mappolobombangngé/ pappasawe’na/ Maddanreng Palakka akkarungenna/ Matinroé riAjang Appasareng ri Cénrana aseng maténa/ Ana’ daranna Puwatta’ Petta To Risompaé/ Ana’na Puwatta’ Wé Tenrisui Datu Marioriawawo/ Nangurusia Puwatta’ La Porobune’/ Arung Tanatengnga/ ri Addatungeng ri Laumpulle’/ Najajiang séuwa ana’ orowané riaseng La Patau’ Matannatikka/ Walinonoé To Tenribali Malaésanra/ Matinroé riNagauleng aseng maténa/ Naiya wawinéna laingngé Puwatta’ La Maddaremmeng Iyana ritu riaseng Wé Mappanynyiwi’ Arung Mare’ akkarungenna/ Ana’na Wé Caka Datu Ulaweng nangurusié ana’ orowané awisengngé/ Najajiang séuwa ana’ makkunrai riaseng Wé Da Ompo/ Wé Da Ompona mallakkai siala riasengngé La Unci Arung Paijo/ Najaji riasengngé La Tenriléjja’/ To Riwettaé riPangakajénné aseng maténa/ Iyana poana’i riasengngé To Sibengngareng/ Maddanrengngé ri Boné/ Nabbainé Maddanrengngé siala ana’daranna Opu Bontobangung ri Silaja/ Najajiang ana’ makkunrai tellu/ [51] Séuwa riaseng Wé Kali Arung Paijo/ Séuwa riaseng Wé Sadia/ Petta Punna Bolaé/ Séuwa riaseng Wé Panido Arung Attaka/ Lélési mabbainé Maddanrengngé siala Arung Salomékko/ Najajiang séuwa ana’ makkunrai riaseng Wé Metti/ Nallakkai riasengngé Wé Kali Arung Paijo siala riasengngé La Tenrisanna Petta Janggo’ Datu Lamuru/ Ana’na La Cella’ Datu Lamuru Arung Ujumpulu/ Iya maté riassuroe mekké’ ri Matinroé riBeula/ nangurusié riasengngé Wé Tabacina I Da Teppinra/ Najajiangngi riasengngé La Sunra Datu Lamuru Matinroé riLamangilé/ Matinroéna riLamangilé pobainéi Wé Panangareng Arung Cinengko/ Datu Marioriwawo/ Nallakkai Wé Sadia Petta Punna Bolaé siala riasengngé La Tenrisessu’ Arung Pancana/ Sélessurenna Wé Panangareng Arung Cinengko/ Ana’na Wé Tenriléléang Datu Luwu Matinroé riSoréang Tanété/ Nangurusie La Mallarangeng Datu Lompolle’/ Datu Marioriawa/ Najaji riasengngé Wé Asia Datu Laumpulle’/ Matinroé riTeppe’na aseng maténa/ Nallakkai Wé Panido Arung Attaka siala riasengngé To Appo Arung Berru/ Addatuang Sidénréng Matinroé riSumpang Binangaé ana’na Wé Rakiya Karaéng Kanjénné nangurusié To Aggamette’ Arung Jaling/ Ponggawa Boné Matinroé riLarompong/ Najajiang ana’/ Séuwa riasengngé Wé Tenriangka/ Séuwa riaseng La Makkawaru Arung Attaka/ Iyana Tomarilaleng ri Boné/ Séuwa riaseng La Saliu Arung Mpongé/ Nallakkai Wé Merra Arung Batuputé riasengnge La Posi To Marilaleng Pawélaié riLompue’/ Najajiang séuwa ana’ makkunrai riaseng Petta Daéng Risanga Datu Cilellang/ Nabbainési Puwatta’ Matinroé riBukaka siala riasengngé Arung Manajéng/ Najajiang ana’ orowané dinru/ Nariasenna Ponggawa Dinrué/ Séuwa riaseng To Waccalo Ponggawa Boné/ Arung Jaling akkarungenna/ Iyana pobainé Wé Bungabau Arung Macéro ana’na Karaéng Massépé’ nangurusié Wé Impu Arung Macéro/ Ponggawa Dinruéna poana’i To Bala Arung Taneté riasengngé Petta Pakkénynyarangngé/ Iyana ppobainéi sappo sisenna riasengngé Wé Maisuri… [52] ana’daranna La Tenriléjja’/ ana’na Wé Da Ompo nangurusié La Unci Arung Paijo/ Najajianni La Tenri Tomarilaleng Pawélaié riKalukubodoé/ Najajiang La Tone’ Tomarilaleng Pawélaié riPattingaloang/ Tomarilaleng Pawélaié riKalukubodoé pobainéi Wé Séllima Arung Ulo/ Najajiangngi La Ruba Arung Ajjaling/ Tomarilaleng Pawélaié riPattingaloang pobainéi Wé Tungke’Arung Tosiada[mi]/ Najajiangngi Wé Sutera Daéng Tasabbé/ Aga nasiala massappo sisenna Wé Sutera Daéng Tasabbé Arung Tosiada[mi]/ La Ruba Arung Ajjaling/ Najajianni riasengngé La Mappa’ Arung Ajjaling/ Najajianni riasengngé La Maddukkelleng Arung Tosiada[mi]/ Najajianni riasengngé To Akkeppéang Suléwatang Palakka/ La Mappa’na Arung Ajjaling pobainéi Wé Rasia/ Arung Palongki/ Najajiang riasengngé La Suppu Arung Palongki/ Iyasi pobainéi riasengngé Wé Sutera Daéng Tasabbé/ Najajianni riasengngé La Esa’ Arung Palongki/ Naiya dénré rilalinnana Puwatta’ Matinroé riBukaka ri mangkasaé/ massama turuni to Boné silaong passiunona pabbaraninna to Boné jello’i padaorowanéna séinang séamanna Puwatta’ Matinroé riBukaka sélléi makkarung ri Boné riasengngé La Tenriaji/ LA TENRIAJI TO SENRIMA (ltERiaji tosERim) [52.20] La Tenriaji To Senrima pattellareng parasengeng ri ana’na/ Iyana mattola Mangkau’ ri Boné sélléi padaorowanéna Matinroé riBukaka/ Taniya upo mabusung riasengngé La Maddaremmeng/ Iyanaé Puwatta’ To Senrima/ monro makkarung ri Boné/ Naé’ iyasi parimeng To Senrima patterui éwana to Boné/ Naribéta musi parimeng Boné ri Mangkasaé/ Apa’ iyanaé musu naengka Luwu/ Engka toi Wajo silaoangngi Karaéngngé/ Nariasenna musué ri wettu sorona Béta Pasémpe’/ Apa’ rilalinni Arumponé/ rigatta galunni asenna to Boné/ Ritawa telluni/ sitawa nala Gowa/ sitawa nala Luwu/ sitawa nala Wajo/ Riala rappa manenni anakarungngé ri Boné/ Naengka toni maccoé Puwatta’ La Potobune’ mallaibiné marana’/ Iyana ritu Puwatta’ La Tenritatta Datu Mariorowawo/ Naiya nasésaé nala rappa Gowa riwérénni Luwu sibawa Wajo napo tawai/ [53] Naiya tawana Wajo/ nataro muisa ri Boné/ Apa’ asenna mupi naéngngerang Wajo assitellirenna Puwang ri oloé/ Marebba sipatokkongngé/ Mali siparappe’é/ Apa’ iya lise’na Lamumpatué ri Timurung puraé nataro Puwang rioloé ri Baruka Tellué Coppo’na ri Cénrana/ Mattellu-mpoccona Boné/ Wajo/ sibawa Soppéng/ Makkedai Arung Matowaé ri Wajo riasengngé La Makkaraka To Panemmui ri Karaéngngé ri Gowa sibawa ri Datué ri Luwu/ “Iya upoada riko séajing/ Iyaro tawana Wajo nalao ri tawana Gowa/ Gowana punnaiwi/ Naiyaro tawana Luwu narékko laowi tawana Wajo maddeddesangngi aléna/ Luwuna punnaiwi/ Naiya tawana Wajo monroé ri Boné/ Boné muto punnaiwi sangadinna nawawai aléna lao ri Wajo/ Na Wajo punnaiwi/ Nakadona Karaéngngé sibawa Datué ri Luwu/ Iyana ri lilina Puwatta’ Tosenrima ri Mangkasaé/ maccoé manenni Anakarunna/ Iya ripoasengngé Ana’ Mattola/ Rajéng Maddanreng/ Rajéng Matase’/ Iya engkaé ri Tanana Boné/ Naritellana Boné ri Mangkasaé mancaji maneng alarapang ri Karaéngngé ajé passorong ri Mangkasaé/ Naripoata puppuna Boné ri Mangkasaé/ Dé’na padapadangngi alebborenna tanaé ri Boné/ Makkedai tau rrappiéngngi/ Narigilinge-ngngaré’ salima/ Naripoada assamo tuwona nenniya assamo tinrona Boné/ Polé ritaro gau’na mangkasaé ri to Boné/ Popo’dapona temmétalaona mau awu-awunna Boné tenri paompoto simata jarung ri Gowa/ Na kona ri Siang ritaro Puwatta’ To Senrima/ Naiya muwa ana’ mattola sengngengngé/ rajéng maddanrengngé/ rajéng matase’é/ Ritawa-tawani riade’na Gowa Baté Salapangngé/ Engka toni koritu mancaji alarapang ajépassorong Puwatta’Arung Tanatengnga mallaibiné/ Apa’ iyami nasésé mangkasaé/ rapang ana’-ana’emi sibawa worowané temmappakka épa ariwina/ silaong to matowa mannampu’ otaé/ Naékiya ripalalo mui maccoé ana’na rékko maélo’i/ Engka toni wettu éro Puwatta’ La Tenritatta maccoériwi/ [54] tomatowanna/ apa’ nappa mui seppulo séddi taung umuru’na/ Naiya cajiang ngéngngi Puwatta’ La Tenritatta/ koi ri Karaéngngé mmonro/ Puwatta’ Arung Tanatengnga toli maccoé ri Karaéngngé rékko laowi/ Narékko dé’si nalao sibawa Karaéngngé apa engka tona tana riséséangngi ri Karaéngngé naonroi makkatuo-katuo/ Iyanaro tanaé naésoi naddare’dareki/ Naiya wawinéna mallao-lisui ménré’ ri salassa muttung dapureng/ moloiyangngi nanré esso-essona Karaéngngé ri Gowa/ Naiya Datu Mariorowawo Puwatta’ La Tenritatta/ napasulle-sullémi Baté Salapangngé monroi/ Nasaba’ makessinna ampéna nariya sipoji-pojinna ri Baté Salapangngé/ Naiya dénré monrona ri Siang Puwatta’To Senrima/ risuroni to Boné ri Karaéngngé sappa arung/ Iya kiya massimanni to Boné/ Karaéngngé mani nasuro jello’/ Naiya Karaéngngé ri Gowa/ Najello’ni Karaéng Sumanna/ Naékiya dé’ namaitta nasoroto Karaéng Sumanna/ Apa’ tennaulléi lingé uragana to Boné/ Lisuni paimeng Karaéng Sumanna ri Gowa/ Napangoloi ri Karaéngngé ri Gowa ateppaulléna mmoloiwi lingé uragana to Bonéwé/ Aga nadé’ nagaga arung ri Boné/ Nakona ri Siang pawélai Puwatta’ To Senrima/ Nariasenna Matinroé riSiang/ Dé’ ripau wijanna Puwatta’To Senrima ménré’ ri jori’é/ Engka muwa ripaumi narisseng riaseng La Pabbéle’ Matinroé riBatubatu/ Iyana poana’i riasengngé Daéng Manessa Arung Kading/ Iyana pobainéi Wé Kalipu anan’na La Togi Matinroé riKabuttunna nangurusié Wé Pasao ri Bulu/ Iyana jajiangngi La Malagenni Matinroé riPaopao/ Aga nadé’na arung ri Boné sélléi Puwatta’/ Téa toni to Boné silaong Ade’é ri Boné jello’ arung/ Karaéngngé ri Gowa matau’ toni tarowangengngi arung/ Narékko tania to Boné towa sapparengngi aléna arung/ Agana jennang mani nataro karaéngngé iyana ritu séllé arung riaseng To Bala/ TO BALA ARUNG TANÉTÉ (tobl aru tenet) [55] To Balaasenna/ Arung Tanété Riawa akkarungenna/ rijello’é ri Karaéngngé mancaji Jennang/ Passéllé Arung ri Boné/ Na seppulo pitu taunna To Bala ri Boné sikotoni ittana mannessa akkattangeng puppuna tanaé ri Boné polé ri Gowa/ Iyanaé Petta To Bala ritella mutoi Petta Pakkanynyarangngé/ Napédé’ marejjinna gau’ bawanna Gowa ri Boné/ Gangkanna maégana to Bone mallékke’ dapureng/ apa’ tenna ulléni mpawai gau’ ripatenrekiéngngi ri Gowa/ Iyanaé Petta Pakkanynyarangngé riaseng Jennang ri Boné naengka surona Karaéngngé ri Gowa méllau tau égana seppulo sebbu/ Dé’ nawedding teppakurang polé ribilanna apa’ maéloi risuro makkaé’ bénténg/ Tempeddingngi tellao rékko purani riteppu/ Tempeddingngi riséllé mauni ritu engka atanna wedding nappasélléang/ Tempedding toi mangelli alé/ mauni pasau’ muna owwanna/ Tempedding toi naddowangi/ Aga nassangkana anrasa-rasanna to Boné/ Ma’gangka toni peddina pabbanuwaé napakkuwa gau’ temmappasi patona mangkasaé ri to Boné/ Naiya La Tenritatta narapi toni wettunna tappi makkunrai/ Mabbainéni/ Napobainé riasengngé Wé Mangkawani Daéng Talélé/ Naiya takkappona pakkaé’é seppuloé sebbu polé ri Boné/ Nasalaini Puwatta’ salassaé/ Nasieppe’ massompullolo masséajing nano’ silaoangngi jowa to Boné sianrasa-rasang ri akkaérengngé/ Koni ri akkaérengngé nannessai Puwatta’ La Tenritatta/ gau’ tessitinajaé rigaukengngi to Boné ri Mangkasaé/ Narékko engka tappasala/ Iyaré’ga nassédding makkuttu-kuttu makkaé’/ ripuppu babbai ri mangkasaé/ Nacau’ olokolo’é gau’ pappakatujunna mangkasaé ri to Boné/ Aga nasipakkedana Puwatta’ La Tenritatta masséajing massipajjoareng/ Sieppe’ni massappo wékka dua/ Arung Bélo/ Arung Appanang/ Nawinru’ appekkekeng/ sarékkuammengngi péga-péga wettu/ namasagéna appekkeketta’/ namadécéng allibuta’/ Nawedding ripaleppe’ alé polé rianrasa-rasanna to Boné/ Naripamaradéka tanaé ri Boné polé riakkattangenna tanaé ri Gowa/ Apa’ dé’ tennaita toi matti atunangngé [56] ri Gowa/ Apa’ nawélaiangngi janci tanaé ri Boné/ Nasalaiangngi’ Uluada Tomatowa Karaéngngé ri Gowa/ Puwatta’ La Tenritatta [haplografy]/ Rimakkuanna naro namatette’na éwana Puwatta’ La Tenritatta maélo patettongngi passoronna Boné/ Makkotoparo paimeng Petta To Bala tenna ullénato mpawai gau’ bawanna Gowa ri to Boné/ Narimakkuanna naro napasipulunna paimeng awatangenna Boné puraé tassia-sia/ Naéra toni Soppéng sarékkuammengngi nasibati Boné/ Soppéng/ patokkongngi paimeng passorona Boné naéwai Gowa/ Naiya genne’na seppulo pitu taung ittana To Bala Jennang ri Boné/ Napaéwani paimeng to Boné/ Engka toni romai Puwatta’ La Tenritatta mattengnga laleng massipajjoareng silaong pakkaéé/ Apa’ napaleppe’ni pakkaéé/ napaliriwi salaiwi kaé’na na tenna isseng Karaéngngé/ Naiya Lattu’na ri Boné/ matteru’ mémeng sitangngi Petta To Bala Jennangngé ri Boné/ Nenniya nappasabbiang toni aléna ri Datué ri Soppéng/ amauréna riasengngé La Tenribali Datu Soppéng/ Matinroé riDatunna/ Iyakia pura mémeng toni ripasséuwwa toddo’ tanaé ri Boné tanaé ri Soppéng/ Iyanaro Uluadanna riaseng Méncara Lopié ri Attapang/ Nasieppe’na paimeng Puwatta’ La Tenritatta Petta To Bala paéwai paimeng to Bonéwé/ Namarennuna to Boné ri engkanna llisu parimeng Puwatta’ La Tenritatta/ Nasséddinna to Bonéwé pawarekkengi akkarungenna nénéna iyana ritu riasengngé Palakka/ Nari tellana ri to Bonéwé/ Puwatta’ Arung Palakka/ Purairo sitelli’ni Petta To Bala/ Aja’ naengka ssoro/ Nalaona Puwatta’ Arung Palakka ri Lamuru tajengngi pasiunona Karaéngngé/ Naiya engkanna passiunona Karaéngngé/ Mammusu mémeng toni Arung Palakka mangkasaé/ Iya kiya risauang musuna Arung Palakka/ Apa’ matedde’i éwangenna Gowa/ Napalarini jowana massala/ Apa’ tau baru saléppang pakkanna/ Naléppanna ri Datué ri Soppéng méllauwangngi aléna sibawa jowana bokong maélo nanré ri laowanna/ Apa’ maéloi lao sappa rangeng naéwa siompo méwa baliwi Gowa/ Sarékkuammengngi natettong paimeng passorona Boné/ Nariwérénna ri Datué/ [57] ri Soppéng ulaweng manana nangurusié polé ri tomatowanna/ Iyanaro nala nabbokong Puwatta’ Arung Palakka lao sappa rangeng weddingngé naéwa sieppe’ patokkongngi passorona Boné/ Natarona ada Puwatta’/ Dé’é namaélo mattéppe’ wéluwa’ rékko dé’ nalisu patokkongngi paimeng passorona tanaé ri Boné/ Najokka naro Puwatta’ mattunrutoto’ sipajjowareng/ Apa’ engka ullé toni mangkasaé pébatéi laona/ Naripaéwa tona paimeng to Boné/ sieppe’ to Soppéngngé ri Petta To Bala/ Naiya kiya risausi paimeng to Boné ri mangkasaé/ Iyanaro wettu nariposso’ Petta To Bala ri mangkasaé/ Rilaling toni Datué ri Soppéng/ Nariwawa ssu’/ Nakua ri Sanrangeng ritaro Datué ri Soppéng riasengngé La Tenribali/ Na rirappasi parimeng to Boné/ to Soppéngngé ri mangkasaé/ Nariasenna Rappaé Béta ri Tobala/ Naiya Puwatta’ Arung Palakka malomoni risékeki ulé ri passappana/ Na sijongkareng batélapi tenna irapisi/ Namacipina nasedding naonroni massobbu tanaé ri Soppéng/ Napettuini maéloé malliweng ri tana Wulio maddakka/ Bara’ ria’mi engka rangeng nalolongeng naéwa sieppe’ méwai Gowa patunru’i mangkasaé/ Nari passadiangenna lopi natonangi malliweng ri Wulio/ Naiya lattu’na ri Wulio ménré’ni Puwatta’ méllau addakkareng ri Arungngé Tana Butung/ Nari paddakkana koritu/ Iya kiya dé’to nacappu pakkuraga mangkasaé/ Naiya naissenna Karaéngngé ri Gowa malliweng ri tana Butung Karaéngngé ri Gowa/ Puwatta’ Arung Palakka/ Massita’ni nassuro Arung Gattareng molai/ Iya kiya dé’ narapiwi tana Wulio nalisu Arung Gattareng/ Aga na passiuno nasuro Karéngngé mmolaiwi Arung Palakka/ Namadécéng adanna muwannéng arungngé ri Tana Batu/ Na dé’ nari runtu’ Arung Palakka ri passappana pole ri mangkasaé/ Nalisuna parimeng passappaé ri Mangkasa/ Naiya lisunna dénré Suro Karaéngngé ri Gowa/ Napowadani di Karaéngngé makkeda mattékkani Arung Palakka ri tana Butung/ Uwkkétaurengngi sieppe’i arunna tana Butung/ Naiya lettu’na ri tana Butung ripoadanni Arung Palakka wedding tajengi kappala’na Balandaé/ [58] Apa’ maéloi lao ri Taranati/ Nasaba’ sisalai Arungngé ri Taranati mappada orowané/ Naengkai riya’ ri Karaéngngé ri Gowa maddakka pada orowanéna Arungngé ri Taranati/ Na maéloi Karaéngngé ri Gowa laoiwi Taranati/ Rimakkuanna naro naéllau tulung arungngé Taranati sarékkuammengngi narisampengi/ Iyana ritu nadé’na mai naengka polé maélo lao ri Taranati Kompania Balandaé lollong éwangeng maélo lao mempengiwi Arungngé ri Taranati/ Nasiaré’ muwa ittana engka tongenni Kompania Balandaé lalo ri tana Wulio maélo lao ri Taranati/ Naléppanna ri tana Wulio/ Nano’na Arung Palakka ri kappala’na Kompania Balandaé/ Sarékkuammengngi nari paccoé lao ri Taranati massipajjoareng/ Nariakkedaina ri Balandaé/ “Aja’na nakko ri Taranati utiwiko/ Madécéngengngi lisupa’ matti polé ri Taranati uléppang malako utiwiko lao arai’ ri Jakettara/ Ria’po ri Jakettara uwéréang tana muonroi sipajjowareng/ Namadécéppa matti pangattangngé na tosilaowang tériwi Gowa nato sipaccapu-cappu/” Naiyoini Arung Palakka adanna Kompania Balandaé/ Naonrona ri tana Wulio tajengngi lisunna kappala’na Kompania Balandaé polé ri Taranati/ Iyanaé Petta To Bala siala massappo siseng riasengngé Wé Maisuri/ Ana’na Wé Da Ompo nangurusié La Uncu Arung Paijo/ Iyanaé poana’i To Sibengngareng Maddanreng ri Boné/ Maddanrengngé siala ana’na Opu Bontobangung ri Silaja/ Najajiang ana’ makkunrai tellu/ Séuwa riaseng Wé Kali Arung Paijo/ Séuwa riaseng Wé Sadia Petta Punnabola/ Séuwa riaseng Wé Panido/ Iyana Arung Attaka/ Najajiang ana’ Petta To Bala nangurusié Wé Maisuri/ Najajiang ana’ orowané duwa/ Séuwa riaseng La Tenri Tomarilaleng Pawélaiyé riKaluku Bodoé/ Séuwa riaseng La Tone’ Tomarilaleng/ [59] Pawélaiyé riPattingaloang/ Iyanaé pobainéi Wé Tungke’Arung Tosiyada/ Najajiangngi riasengngé Wé Sutera Daéng Tasabbé Arung Tosiada/ Wé Sutera Daéng Tasabbé Arung Tosiada siala massappo siseng riasengngé La Ruba Arung Ajjaling/ Ana’na La Tenri Tomarilaleng Pawélaiyé riKalukubodoé nangaurusié Wé Sellima Arung Ulo/ Najajiang ana’ Wé Sutera Daéng Tasabbé Arung Tosiada/ Séuwa riaseng La Mappa Arung Ajjaling/ Séuwa riaseng La Maddukkelleng Arung Tosiada/ Séuwa riaseng To Akkeppéang Suléwatang Palakka/ La Mappa-na Arung Ajjaling pobainéi Wé Rasiya Arung Palongki/ Najajianni riasengngé La Supu Arung Palongki/ La Supu-si pobainéi Wé Sutara Daéng Tasabbé/ Najajianni riasengngé ritu La Esa Arung Palongki/ Naiya engkannana Kappala’na Kompania Balandaé/ Maélo’ lisu ri Jakettara/ Léppanni ri Wulio malai Puwatta’ Arung Palakka/ Ritella toni Petta Malampéé Gemme’na/ Apa’ loronni Wéluwa’na/ Naiya lattu’na ri Jakettara/ rijellokanni tana naonroi massipajjoareng/ Iyanaro riaseng Kampong Topattojoé/ Na konaro monro Puwatta/ Petta Malampéé Gemme’na/ [sibawa] Jowa passiunona Sarékkuammengngi namaluru pakkégunai éwangenna matti narékko lisuni ri tana Ugi méwai Karaéngngé/ Naiya maténana To Bala iyasi sélléi mancaji Jennang ri Boné/ Apa’ iya rijello’ ri Karaéngngé ri Gowa iyana ritu riasengngé La Sékati/ LA SÉKATI ARUNG AMALI (leskti aru amli) [59.24] La Sékati asenna/ Arung Amali akkarungenna/ mancaji Jennang ri Boné/ Apa’ maténi Petta To Bala/ Arung Amalina rijello’ ri Karaéngngé ri Gowa mancaji Jennang ri Bone/ Na pitu ttaungngi Arung Amali Jennang ri Boné/ Napédé’ maddangka-dangka toni ampéwajunna aggau’ bawangenna mangkasaé ri to Boné/ Mau paimeng mangkasaé maéga tona salaiwi Gowa/ Apa’ mawekke’ toni to Gowaé ri pawawai tékko tenna ulléiwi/ Aga nariwawana to Boné ri Arung Amali malliweng ri tana Butung/ Na kotonaro pada llari maddakka to Gowaé salaiéngngi wanuwanna/ Engka toni Karaéng Bontomarannu lariangngi taunna massala/ Na macaina ritu [60] Karaéngngé ri Gowa ri Arunna Butungngé/ Na maélona ritu Karaéngngé ri Gowa ttériwi Butung na to Wolioé/ Nappa komanengngi maddakka sininna tau risappaé ri Gowa/ Kotoi ri Butung nala léppangeng Kompania Balandaé lao lisu polé ri Jakettara lao ri Taranati/ Komanengngi ri Butung tajengngi engkanna Petta Malampéé Gemme’na lisu ri Jakettara sibawa Kompania Balandaé maélo lisu patettongngi paimeng passorona tanaé ri Boné/ Aga naollini Karaéngngé ri Gowa Datué ri Luwu riasengngé La Settiaraja Matinroé riTompo’tikka aseng maténa nasilaongeng Bontomarannu tériwi Butung/ Natiwirengngi passiuno sakke’ saléppang kanna/ Maélo’ nacallai Butungngé/ Sarékkuammengngi [napallué] manengngi sininna to engkaé maddakka maréwangengngi sunge’na polé ri gau’ mawatanna Karaéngngé ri Gowa/ Nenniya gau’ bawanna mangkasaé/ Natarakkana Karaéng Bontomarannu silaong Datué ri Luwu/ tiwi passiuno manguju ri tana Butung/ Engka tona romai mattengnga dolangeng Petta Malampéé gemme’na risilaowwang ri passiunona Kompania Balandaé ri taung 1666 M/ Maélo mémeng toi matteru ri olo’ ri tana Butung mala manengngi to maddakkaé ri sininna ugi to Bonéwé nenniya mangkasa engkaé mabbokoriwi pangarana Karaéngngé ri Gowa/ Na konié maggangka angngangenna tanaé ri Boné polé ri Gowa/ Apa’ engkani Puwatta Arung Palakka ritellaé Petta Malampéé Gemme’na/ Maélo petettongngi paimeng passorona Boné polé akkattangenna ri Gowa/ Na dé’ topa napammulaiwi musuna Datué ri Luwu silaong Karaéngngé Bontomarannu paéwai Mangkasaé maélo telloi tana Wolio/ Nengka toni takkappo kappala’ naolaé Petta Malampéé Gemme’na silaong Kompania Balandaé/ Aga natennajajina akkattana Datué ri Luwu/ Karaéng Bontomarannu/ Engka toni surona Petta Malampéé Gemme’na sibawa Admiral Speelman dénré ri Datué sibawa Karaéng Bontomarannu/ Makkedaé/ “Aja’na na arungngé tana Wolio naéwa/ Madécéngngi [61] narékko polé Datué ri Luwu sibawa Karaéng Bontomarannu macinna wégangngi sawung toméa pallangga kanna/ Aja’na na arungngé ri Wulio muéwa mattebbang/ Naengkana balinna polé Karaéngngé Gowa maélo mappuli-pulirengngi pada sunge’na/ Narékko décéng muwa palé’ muakkattai ri arunna Wulioé apa dé’totu nannessa asalanna/ ripaké asalammi ri Karaéngngé ri Gowa/ Apa’ nasanra manengngi tonapaké asalangngé Karaéngngé ri Gowa/ Temmaka décénna narékko mabbaté putéki’ mai nno’ ri Kappala’ na tomabbicara madécéng/ Apa’ dé’to uwisseng assisalangenna Boné na Luwu/ Dé’to assipékkaku’ Karaéng Bontomarannu”/ Naiya naéngkalingana Datué ri Luwu ada nassuroé sipatangngareng Datué ri Luwu Karaéng Bontomarannu/ Naiyana nassama iyyoi makkedaé/ “Maégangngi ja’na na décénna narékko mméwaki’/ Manessani décénna narékko sieppe’ki’”/ Aga nano’na Datué ri Luwu sibawa Karaéngngé Bontomarannu silaongangngi Ponggawa passiuno Mangkasaé pada mabbaté puté no’ ri kappla’na méwai sita Petta Malampéé Gemme’na/ Nari poadana Datué ri Luwu ri Petta Malampéé Gemme’na makkeda/ Dé’ uwisseng assilangenna Boné na Luwu/ Dé’to uwisseng assipekkangekku’ Karaéng Bontomarannu/ Madécéngngi Opu silaong Karaéng Bontomarannu narékko pada lisuki ri wanuwatta’ pada minungngi uwaé cekké’ta’/ Pada manréi inanré mamalu’ta’/ na Alittapa townaaki’ nacollo darana’/ Aga narilalinna Datué ri Luwu silaong Karaéng Bontomarannu/ Ripaccoé ri Kappala’é/ Apa; mangujuni Petta Malampéé Gemme’na pakalléjja’i paimeng ajéna ri tanaé ri Boné/ Nala maneng toni to Boné engkaé ri tana Butung/ Na éwangenna Mangkasaé/ Jowana Datué ri Luwu Karaéng Bontomarannu/ Napasaléppangi to Boné/ Naiya naissenna Karaéngngé ri Gowa rilalinna Datué sibawa Karaéng Bontomarannu/ Najeppuini makkedaé mareppa’ rilalenni ulawunna ittellona/ Aga nassurona palisu manengngi to rilalinna/ Ripalisuni parimeng Datué ri Soppéng La Tenribali/ Ripalisu toni Arumponé/ LA MADDAREMMENG (lmdrEmE) [62] La Maddaremmeng asenna/ ripalisui parimeng ri Karaéngngé ri Gowa riasengngé I Mallombasi Daéng Mattawang/ Pattellarenna Karaéng Bontomangapé/ Iya kiya napatudang lili mani Boné ri Gowa/ Aga na passiuno toddo’pulina mani Karaéngngé ri Gowa napateddeki/ Apa’ bali manenni palili bessié ri tunruanna Gowa/ Pura ripanganro ri Petta Malampéé Gemme’na/ Maccuccumpiu ri olona Arung Palakka ala nabaliangngé Boné/ Nari assilimpoinna Karaéngngé ri Gowa/ Rilewo [temmu lilina] Sultan Hasanuddin to Boné léwoi ri pottanangngé/ Kompania Balandaé ri tasi’é/ Arung Matowaé mani ri Wajo dé’ nabalikengngi Karaéngngé ri Gowa/ Apa’ engka mémengngi ri tanaé ri Gowa tiwi’ passiuno/ Na ri essona Juma’ ri 21 Nopémbéré 1667 M napaccappuni Petta Malampéé musuna/ Nasilaongenna Spellman lléwoi Karaéngngé ri Gowa Sultan Hasanuddin/ Napanganroni Karaéngngé ri Gowa/ Napanyompani Mangkasaé/ Napatettonni paimeng Puwatta’ Petta Malampéé Gemme’na passorona Boné/ Pajani ata Boné ri Gowa/ Nareddu’ni suwana Gowa maddatué taung ittana toli narénreng asenna ri madécéngngé/ Nasaba’ awatangenna nasanrési/ Naléléna alebbirengngé lao ri Boné/ Iya kiya engkannana Petta Malampéé Gemme’na/ Nasitana amauréna Arumponé riasengngé La Maddaremmeng/ Nariponcinna akkarungengngé ri Boné ri amauréna iyana ritu Puwatta’ La Maddaremmeng/ Apa’ makkedai Puwatta’ La Maddaremmeng/ “Iyaro iyya’é to maté ri lébo’ tana mana’/ Madécéngngi Baso narékko muarekkenni akkarungengngé ri Boné/ Apa’ mana’mu mémeng polé ri Puwatta’ Matinroé ri Bantaéng/ Apa’ iyaro asenna rebbai passorona Boné/ Naiko patokkongngi/ Aga natessitinaja uwappammanareng tanaé ri Boné ri wija-wijakku’/ Sangadinna ikopa messébabua muwéréngngi akkatuong/” Metté’ni Puwatta’ Petta Malampéé Gemme’na makkeda/ “Usompa wali alebbiremmu Puang/ Upari bottokulu ada-ada madécémmu Puang/ Peddé topi apié naripasulléi/ Puppu topi pammolangngé nari patolai/ Tépo’pi allirié [63] kisappa Puwang rilaimmué/ Aga nalaowwanni Puwatta’ La Maddaremmeng akkarungenna ri Boné gangka pawélainna/ Iya kiya asemmi Puwatta’ La Maddaremmeng arumponé/ Aga iya pangaraé Puwatta’ muwa Arung Palakka massajoangngi/ Makko toparo paimeng sininna arung-arungngé engkaé naéwa massellao Kompania Balandaé dé’ nawedding matter-teru ri Goboronamé Balandaé narékko napalalona Puwatta’ Arung Palakka Petta Malampéé Gemme’na/ Apa’ pura riwéréngngi Goboronamé Balanda/ Puwatta’ Petta Malampéé Gemme’na Arung Palakkamaddiaseki manengngi sininna arung-arungngé kuwaé topa bocco-boccoé iya engka tallo’ riawa sampe’na Tomarajana Goboronamé Balanda ri Sélébésé/ monroé ri Ujuppandang/ Ritellani Puwatta Arung Palakka Petta Malampéé Gemme’na/ Riséséanni ri Goboronamé bilanna wanuwa nainrengngi/ Iyana ritu Balannipa/ Sinjai lattu’ ri Bantaéng/ Riasenni Petta Torisompaé/ Nannessana risau’ Gowa ri musué/ Apa’ ri essona Juma tanggala 18 Nopember 1667 M/ Nacceppa’na Karaéngngé ri Gowa Sultan Hasanuddin sibawa Cornelis Speelman Laksamana Kompeni Balanda nariaseng Ceppa’éwé ri Bungaya/ Naiya pawélainnana Puwatta’ La Maddaremmeng/ riasenni Matinroé riBukaka/ Naiyana sélléi makkarung ri Boné iyana ritu Puwatta’ riasengngé La Tenritatta/ LA TENRITATTA ARUNG PALAKKA PETTA MALAMPÉ’É GEMME’NA (ltERitt aru plk pEt mlePea gEmEn) [64] La Tenritatta asenna Daéng Séreng pattellarenna/ Datu Marioriwawo Arung Palakka akkarungenna/ Petta Malampéé Gemme’na paddédédédéna/ Petta Torisompaé pappasawe’na/ Iyana mattola Mangkau’ ri Boné sélléi amauréna iyana ritu/ taniya upo mabusung/ Puwatta’ La Maddaremmeng/ Naiya pawélainna diasenni Puwatta’ Matinroé riBukaka/ Taniyana ana’na ttolai riasengngé La Pakokoé To Angkoné Arung Timurung/Apa’ Puwatta’ Matinroé riBukaka mappammula gau’ ritettongengngé makkarunna ri Boné/ Najujungngi Busué nareppa’/ Napolé Puwatta’ Petta Malampéé Gemme’na patettongngi paimeng passorona Boné/ Natettonna paimeng passorona Boné/ Apa’ Puwatta’ Petta Malampéé Gemme’na wijanna mémeng toi Pajungngé/ Iyanaé Puwatta’ Petta Malampéé Gemme’na/ Ana’na Puwatta’ Wé Tenrisui Datu Marioriwawo nangurusué Puwatta’ riasengngé La Potobune’ To Baé Arung Tanatengnga/ ri Addatungngé ri Laumpulle’/ Naiya indo’na Wé Tenrisui Datué ri Marioriwawo ripoana’si ri Puwatta’ riasengngé Wé Baji/ Iya muto ritellareng I Dangke’ Lébaé ri Marioriwawo/ Nangurusié Puwatta’ riasengngé La Tenriruwa/ Arung Palakka akkarungenna/ Matinroé riBantaéng aseng maténa/ Iyanaé Puwatta’ makkarung ri Boné/ Natarimai asellengengngé mula massahadakengngi to Boné polé ri Karaéngngé ri Gowa mula sellengngé/ Natéya to Boné tarimai asellengengngé/ Narisuro maddé’ ssu ri to Boné/ Nalaona ri Bantaéng/ Na kuwana narapi sunge’/ Nariasenna Matinroé riBantaéng/ Iyanaé Puwatta’ Matinroé riBantaéng ritaroangeng uluada ri Karaéngngé ri Gowa Mula Sellengngé/ Ritanréréangeng janci/ ripalorengeng ceppa’/ Makkedai Karaéngngé napoadangngi Puwatta’ Matinroé riBantaéng/ “Engkalingai séajing/ tappasabbiyangngi ri Déwata Séuwwaé/ Taniapa wijammeng Karaéng ri Gowa/ Karaéng ri Tallo’/ Temmupoanui anummu/ murigau’ bawang ri padammu tau/ Narékko engka ja’ tujuo timpa’i tange’mu uttama’ ri ja’mu”/ Metté’ toni Puwatta’ Matinroé [65] riBantaéng makkeda/ “O… Karaéng temmarunu’ wesséu’/ Tessakke’ bilau’/ tenri timpa’ balawo ritampukku’/ Narékko engka ja’ tujui tanaé ri Gowa/ mau sipeppa’ muwa awo kuppangi/ kulao matu ssu/ Kuuttamai perimu lattu’ ri to rimunrimmu/ Na to rimunrikku’ tosa/ rékko tenriwélaiang mémeng mukkeng ada ikkeng to baiccu’é/” Koni akkuluadangenna nenniya assitellirenna Karaéngngé mula sellengngé ri Gowa Puwatta’ La Tenriruwa/ Arumponé Matinroé riBantaéng/ Iyatonaé uluadaé/ “Napasengengngi ana’na Puwatta’ Matinroé riBantaéng/ lao ri ana’na riasengngé Wé Tenrisui Matinroé riMarioriwawo/ Iyana polakkaiwi riasengngé Arung Tanatengnga ri Addatungngé ri Laumpulle’/ Najajianni Puwatta riasengngé La Tenritatta To Unru pattellarenna/ Daéng Sérang pattellarenna/ Iyanaé Puwatta’ To Unru inappai seppulo séddi taung umuru’na jajinna/ Narilebbo Boné ri Mangkasaé/ Na koni Béta Pasémpe’ riala rappa cajiangéngngi Puwatta’ To Unru duwa mallaibiné/ narilalinna Arumponé/ Narilailinna Arumponé/ riwawa toni ssu Puwatta’ Datué ri Lompulle’ duwa mallaibiné/ Puwatta’Wé Tenrisui Datué ri Marioriwawo/ Maccoé toni Puwatta’ To Unru rilaling ménré’ ri Gowa/ Lattu’i ri Gowa ritaroni ri Sanrangeng Arumponé/ Nappa ripalélé lao ri Siang/ Naiya rappaé natawa-tawani Baté Salapangngé ri Gowa Puwatta’ Datué ri Lompulle’ tellu marana’/ Karaéngngé ri Gowa puttaiwi/ Agana koi ri salassaé ri Gowa ritaro/ Nasuroni mappanrung-panrung ri munrinna salassaé/ Rijellokenni tana Puwatta’ Datué ri Lompulle’ nakkatuongi/ Naiya awisenna Puwatta’ Datué ri Marioriwawo mancaji siworengngi riase’ ri salassaé/ muttung dapureng tuttukengngi nanré esso-essona Karaéngngé/ Naiya Puwatta’ To Unru apa’ ana’-ana’ mupi asenna/ Biasa toro ripattiwi bessi/ Biasato makkalawing épu/ Narékko laowi Karaéngngé narékko ncajiangengngi mattiwi bessi/ Puwatta’si To Unru makkalawing épu/ Nasaba’ Puwatta’ To Unru marissengeng wettu monro ri Gowa/ Daéng Sérammi [66] Iyaré’ga Datu Marioriwawo/ Apa’ makessing sipa’na madécéng ampéna/ Rimakkuwanna naro namaéga padanna anakarung méwai ulléngi silaowwang/ Aga narisurona Tomabbicara Buttaé ri Gowa/ Karaéng Pattingaloang malai/ Napaggurui ade’-ade’é ri Gowa/ Rimakkuwanna naro nasisullé-sulléna Bate Salapangngé ri Gowa malai napaccoé ulléngi rékko engka maélo nalaowi/ Makkoniro pada gau’na essoesso to rilalingngé rirappaé/ Gangkanna narapi puppureng sunge’ Karaéng Pattingaloang/ Naiya sullééngngi mancaji Tomabbicara Butta/ Pada boranéna riasengngé Karaéng Karunrung/ Iyanaé Karaéng Karunrung tau matere’ ati/ Mapai’ dara ri to rilalingngé/ Maséré ati ri to Boné/ Apa’ iya pattujunna naélorengngi riuno maneng to rilalingngé/ Iya tonaé Karaéng masero mapeddi ati narékko engka tau naéwa sibali/ Iya tonaé Karaéng Karunrung Tomabbicara Butta ri Gowa méllau to Boné ri Jennangngé To Bala égana seppulo sebbu/ Dé’ nawedding ritawari égana/ Dé’ nawedding riséllé tauwé narékko purani riteppu/ Dé’to nawedding riowwangi/ Mauni engka muwa atanna wedding sélléi/ iyaréga sugi’i weddingngi naelli aléna/ Naiya engkannana to Boné seppuloé sebbu/ Risuroni ri Karaéng Karunrung makkaé bénteng/ Ritawani to Boné/ tasseppulo égana to Boné pakkaé/ Séuwa tau Mangkasa saleppang kanna/ manrowangngi makkaé/ Mappammula élo lattu’ wénni nappa ripappésau/ Anrépa passarangngi tauwé kaé’é rékko essoi/ Makkoniro anrasa-rasanna nenniya peddina tanaé ri Boné lao ri to Boné/ Apa’ ripoatai asenna/ Naiya dénré Puwatta’ To Unru Daéng Sérang/ Tappi’ toni awiseng/ Napobainéni makkunrai riasengngé I Mangkawani Daéng Talélé/ Engkannana takkappo to Boné seppuloé sebbu/ Laoni makkoréangngi aléna ri pakkaé’é apa’ dé’ mémeng tona anakarung to Gowa jampa-jampangiwi/ Onconni Baté Salapangngé ri Gowa/ Apa’ riattéangngi ri Karaéng Karunrung ripaitai melle’ to rirappa rilalingngé/ Onconni to Boné pakkaé’é/ Silalona teppa ripuppu babba gangka maténa/ [67] Narékko engka macco-accoé maélo’ ccili/ iyaré’ga makuttu-kuttu makkaé’/ Lebbini seppulo taunna to rirappaé monro manrasa-rasa/ Polési natoddongi to Boné seppulo sebbunna makkaé/ Ripauwi makkedaé/ Iyaro ri Gowa tassiseng sitaung maddowa-rowa Karaéngngé/ Iyana ritu narékko narapiwi temmu taunna/ Koi ri Tallo’ ri Ongko Jongana Karaéngngé/ Pada toi tauwé rowasiwi duppa rengngenna Karaéngngé ri Gowa/ Tasséddimi tau tomatowaé wedding monro mangonrowang bola/ Naiya narapinana tanra essona duppa rengngengngé/ Mangujuni Karaéngngé ri Gowa lollong gaukeng/ Silaongeng saléppang kanna maneng passiunona Karaéngngé/ ri Gowa/ Nasaba’ dé’ni gaga Daéng Sérang/ biasaé tiwi bessi pakéna Karaéngngé narékko laowi/ Aga na Datué mani ri Laumpulle’ risuro tiwi’i bessi pakéna Karaéngngé/ Najokkana Karaéngngé sipajjowareng manguju ri Tallo’ ri ongko Jangaé/ Naiya lattu’na Karaéngngé ri ongko Jongaé/ Risuroni tauwé pada pakenna ampu’/ Mangattani pakkanynyarangngé mattajeng ri wiring ale’é/ Natama’na passosongngé ri laleng ale’é/ Nasitujuang péga muni engka pakkaé ccili duwa tau/ Namasélenna pakkaé’e/ nalao massobbu ri elle roppo’-roppo’ serrié/ Apa’ nasengngi parolanna maélo’ tikkengngi/ Iya kiya riasengngi jonga ripasosongngé/ Naritikkenna naritiwi’ mangolo ri Karaéng Karunrung ballalo/ Nariassuro babba ri Karaéngngé Karunrung gangka maténa/ Naiya dénré Datué ri Laumpulle’ ncajiang ngéngngi Puwatta’ Daéng Sérang/ Naiya naitana ripuppung babba gangka maté pakkaé’é/ dé’na naullé rappengngi nyawana/ Tennaissengngi aléna/ dé’na naullé pperengngi esséna babuana mmitai pakkaé’é/ nacau olokolo’é rigaukengngi/ Tenna nasedding muwani aléna narampu’ wanuwanna bessi pakéna Karaéngngé najjallokengngi/ Namaéga mani tau nauno/ Nenniya tau peri’ toni Karaéng Karunrung sibawa Karaéng ri Gowa inappa wedding ritikkeng/ Na komani palungeng alluddangngé riuno/ Naiya lisunna tauwé polé ri duppa rengngengngé/ Ribirittaianni [68] Puwatta’ Datué ri Marioriwawo makkedaé/ “Matéi Datué ri Laumpulle’/ Apa’ majjallo’i nariuno/” Makkutanani Puwatta’ Datué ri Marioriwawo makkeda/ “Kégani palé’ ujuna”/ Metté’ni to rosuroé makkeda/ “Purani rilemme’ ri duppa rengngengngé/ Napasauni nyawana/ Nasiteriang dua mammanittu/ Aga narapini wenni engka toni polé Puwatta’ Daéng Sérang/ Apa’ moddaniwi ri awisenna/ sibawa ri ncajiang ngéngngi dua mallaibiné/ Apa’ tassiseng na sijuma’ engka polé ri akkaraérengngé/ Naiya takkappona/ Tassélenni na poléinna bainéna sibawa indo’ puwanna siteri-teriang/ Napédécéngini rampenna nyawana Puwatta’ Daéng Sérang nakkutana makkeda/ “Magaitu napada siteriakki’/ Agatu mai pada poléiki’/” Indo’ Puwannana baliwi ada makkeda/ “Nawélaini’Ambo Puwammu”/ Makkutanani Puwatta’ maéloreng ri Indo’ Puwanna makkeda/ “Kégani palé’ Puwang ujuna Puwakku’ orowané”/ Metté’ni Indo’ Puwanna makkeda/ Purani garé’ rilemme’ ri duppa rengngengngé apa’ majjallo’i/ Engka pakkaé llari ccili nariaseng jonga massobbu ri roppo’-roppo’é/ Naritikkenna ripuppu babba gangka maténa/ Iyanaro garé’ namessé babuana Ambo’ Puwammu mmitai ripakkuwaro to Boné-wé”/ Metté’ni Puwatta’ Daéng Sérang makkeda/ “Mau iya’ Puwang matéto bénéng engkaéngnga’/ Siajjallokeng mémengnga’ Ambo’ Puwakku’/ Siamaténg towa’/ Dé’totu namaté bawang Ambo’ Puwakku’/ Maté risantangitu/” Makkedani Indo’ Puwanna/ “Paraddekiwi ana’ rampenna nyawamu/ Apa’ engka pasenna tollabu Puwatta’ nénému Marinroé riBantaéng maélo’ upalettukakko”/ Makkutanani Puwatta’ Daéng Sérang/ “Palettukenna’ mai bara’ uwalai pappakasse’/ natulungnga’ Puwang Alla Taala na tollisu lempu ri wanuwatta’ naripatettong paimeng passorona Boné/” Nakkedana Datué ri Marioriwawo/ “Engkalingani matu’ ana’/ Riwettunna ripassahada’ Puwang Nénemu Puwatta’ Matinroé riBantaéng ri Karaéngngé ri Gowa Mula Sellengngé/ Nasitelli’ nappaseng tosaya Puwang Nénému rimaélona lélé ri pammaséna Alla Taala/ Agana Iya’ tosi pasekko Ana’/ Apa’ narapini wettunna/ [69] Ri wéttu purana ripassahada’ puwang nénému Matinroé riBantaéng ri Karaéngngé ri Gowa Mula Séllengngé nasitelli’/ Makkedai Karaéngngé ri Gowa/ Engkalingai Séajing/ Tappasabbiyangngi ri Déwata Séuwaé/ Taniapa wijammu Karaéng ri Gowa/ Karaéng ri Tallo’/ Temmu poanui anummu/ murigau bawang ri padammu tau/ Narékko engka ja’ tujuo/ timpa’i tange’mu utama’ ri ja’mu/ Metté’ni Puwatta’ Matinroé ri Bantaéng/ “O… Karaéng/ Temmarunu wesséu’/ Tessekke’ bilau’/Tenri timpa’ balawo ritampu’ku’/ Narékko engka ja’ tujui tanaé ri Gowa/ Mau sipeppa’ muwa awo kuppangi/ Kulao matu’ ssu/ Kuutamai perimu/ lattu’ ri to rimunrimmu na to rimunrikku’ tosa/ Rékkuwa tenri wélaiyyang mémeng mukkeng ada/ Engka tobiccu’é”/ Kunié akkuluadangenna Puwatta’ Matinroé riBantaéng sibawa Karaéngngé Mula Sellengngé/ Jaji makkedani Puwatta’ Daéng Sérang ri Indo’ Puwanna/ “Riwélaiyangngi’ro palé’ Uluada/ Risalaiyangngi’ janci/ Risalaiangngi telli’ tanroalé/ Narékko makkotongengngi namamasé baré’ Déwata Séuwaé/ Narékko ripadécéngi mui rampenna nyawaé/ Teppettu maompéngngé teppolo massellomoé/ Natettongiki Déwata Séuwaé/ Namatimpa’ narilolongeng pamale’na ininnawa madécétta’/ Narékko nasanra mui Déwata/ Natunrengi to pabbare’-bare’é/ Natulingngi nari pannennungeng muwa rappe’na ininnawa madécétta’/ Tokkongngi matu’ passorona Boné/” Napura mabbicara marindo’ mallaibiné/ Nappa llao matinro/ Dé’ mémenna natinro matanna Puwatta’ Daéng Sérang/ Maréllau ri Alla Taala nari tajangi atinna/ Nari timpakeng laleng masagéna naola/ Nalisu ri tana ancajingenna/ Napatokkongngi paimmeng passorona Boné/ Nadenniari arajang [haplografi]/ Naoto’na inappa no’ maélé ri kaé’é/ Iya masiang iya tanrapi ri kaé’é/ Na pada mollini séajing mareppéna engkaé ri akkaérengngé/ Iyanaritu Arung Bélo/ Arung Pattojo/ Arung Appanang/ Iyanaro tellué séajinna tennaéwa massarang/ Sipatokkong sipaléwu ri kaé’é/ Nasitelli’na siamaténg ri perinyameng maéloé/ [70] patokkongngi passorona Boné/ napaleppe’i akkattangenna Boné polé ri Gowa/ Makkoniro assitellirenna Puwatta’ Daéng Sérang eppa’ masséajing/ Nadé’ séuwa tau ada missengngi ritu rilainnaé eppa’é tau/ sangadinna madduppai nappa wedding riajeppui annessana/ Rimakkuanna naro iyaro gau’é dé’ siseng nawedding tabbessi’ naisseng ri lainnaé tau eppaé/ Mau indo’ puwanna tenna paissengito/ mau bainé awisenna temmisseng toi gau’é/ Iyanaro gau’ tassobbu mallinrunna Puwatta’ Daéng Sérang nangurusi eppa’ masséajing/ Pada nakkatenning masse’ temmaléré maéloé lisu parimeng ri Boné patokkongngi passorona Boné/ Naleppe’ polé riakkattangenna Gowa/ Naiya narapinana duppa rengngéng ri munrié/ Matedde’ mémenni apekkekenna/ Pura mémeng toni napabbiring réppona/ Engka manenni Karaéngngé massipajjowareng ri Tallo’/ Iyanaro wettu napalariwi jowana Puwatta’ seppuloé sebbu engkaé makkaé’/ Nauno manengngi pangonrowanna sisebbué/ Nalai éwangenna/ Iyanaro napakkéguna Puwatta’ massipajjowareng/ Nalarianni jowana ttama’ ri Boné/ Naiya lattu’na ri Boné lao sitangngi Petta To Bala/ sibawa Datué ri Soppéng riasengngé La Tenribali/ Iya kiya pura mémeng toni sipekke’ Datué ri Soppéng Petta To Bala Jennangngé ri Boné/ Maélo’ paéwai parimeng to Boné/ Na engka tonaro mai polé Puwatta’ To Unru Daéng Sérang massipajjowareng/ Iyanro appekkekenna riaseng Péncara Lopié ri Attapang/ Lao toni Puwatta’ To Unru ri amauréna Matinroé riSoppéng méllau engkaé masagéna weddingngé ridoko’ lao mabéla/ Apa’ pura mémenni natettuang makkedaé/ Iyaé gau’é taniya maringeng na cinampe’/ Mappekke’ toni to Boné palisuangengngi akkarungenna nénéna Puwatta’ To Unru/ Iyanritu Palakka/ naritellana Puwatta To Unru Arung Palakka/ Tessiaga ittana engkani polé Surona Karaéngngé molaiwi lollong passiunona/ lollong éwangeng saléppang kanna/ Aga nammusuna Puwatta’ ri Lamuru/ Apa’ malanre’ pasau’ mawatangngi namaéga Mangkasaé/ [71] Nappasalana Puwatta’ Arung Palakka apa’ naseddingngi aléna risau’/ Apa makkomémengngi/ nangala sorona/ Maréwangengngi aléna nenniya jowana/ Natteruna mangkasaé lao ri Boné/ Nattebbanna nasiéwa To Bala/ Narisau’si musuna Boné/ Nariwetta ulunna Petta To Bala/ Nariasenna bétaé Béta To Bala/ Naiya Puwatta’ Arung Palakka/ Matterui llao ri Soppéng/ Naleppang ri Datué ri Soppéng méllau ulaweng apa’ maélo’i nabokong ri laowanna/ Naiya purana riwetta To Bala/ Matterusi mangkasaé tama’ ri Soppéng pébatéi Arung palakka/ Naruntu’ni Datué ri Soppéng/ Nalalinni nassuro mpawai ssu ri Mangkasa/ Matteru toni passappana Puwatta’ Arung Palakka/ Naiya maténana To Bala/ La Sékati-na Arung Amali Jennang ri Boné/ Apa’ iya rijello’ ri Karaéngngé ri Gowa riasengngé I Mallombasi Daéng Mattawang Karaéng Bontomangapé’/ Naiya dénré Datué ri Soppéng riasengngé La Tenribali/ riwawana ssu ri Mangkasa/ Koni ri Sanrangeng ritaro sibawa Puwatta’ La Maddaremmeng/ Naiya Puwatta’ Arung Palakka massilaong dé’na napaja ripéppéng ri Mangkasaé/ Ripébbau onro-onronna/ ripébaté laona/ Gangkanna Puwatta’ macipi’na nasedding naonroi ri tana ugi/ Nasipakkeddana Arung Bélo/ Arung Pattojo/ Arung Appanang/ maéloé salaiwi tana ugi/ bokori riolo’ tanaé ri Boné/ Nainappa nawawai malliwengngé siwali alau ri tana Wulio ri wanuwanna Butungngé/ Maupe’ ammani naengka nalolongeng rangeng naérawai sibawa mappekke’ méwai mammusu Karaéngngé ri Gowa/ Napatettong passorona Boné/ Napamaradékai polé ri akkattangenna ri Gowa/ Nassurona passakke’ tonangeng makaé naola malliweng/ Na kuna ri Palletté ttonang ri lopi/ Iya nasalai gellengngé/ Iyato engka parolanna/ Nalisuna masitta’ parolaé lao ri Gowa pérapisiwi Karaéngngé makkeda/ “Dé’ni To Unru ri pottanang tana ugi/ Naullé malliwengngi ri wanuwanna Butungngé ri Tana Wulio/ Rimakkuwanna naro namasitta’na Karaéngngé massuro mmolaiwi Arung Palakka/ Arung Gattareng risuro ri Karaéngngé mmolaiwi Arung Palakka/ [72] Naratté mui lopinna Arung Palakka ri tengnga dolangeng/ Purana muwa sipabbicara Puwatta’ Arung Palakka sibawa Arung Gattareng/ Napabaliwi lopinna Arung Gattareng palisu parimeng/ Matteru toni Puwatta’ Arung Palakka/ Gangka narapina tana Wolio wanuwanna Butungngé/ Naénré’na Puwatta’ Arung Palakka sita arunna tana Wulio/ Arunna Wolio napakkuru sumange’na Puwatta’ Arung Palakka/ nariakkedai/ “Onrona koritu Baso’ muwaddakka/ Engkapi matu’ kappala’na Kompania Balandaé léppang polé ri Jakettara élo’ lao ri Ambong matteru’ ri Taranati upasitako Ambaralana ritu/ bara’ makkullé natulukko ri saramu ritu/ Apa’ mautu iyya’ makkétaureng tokko/ Aja’ naruntu’ muko matu’ passappana karaéngngé ri Gowa/ Apa’ naullétu matti dé’ namaitta naengka surona Karaéngngé ri Gowa sappako/ Nasaba’ toli macai’ mémeng nitu riya’/ Makku toni léppanna kappala’na Balandaé ri Butung lao lisu polé ri Jakettara tana Ambong matteru ri Taranati/ Onconni makkukkuwé arungngé ri Taranati sisalai mappada orowané/ Na engkai pada orowanéna arungngé ri Taranati maddakka’ ri Karaéngngé ri Gowa/ Na barang ngessoto nanguju Karaéngngé ri Gowa tériwi taranati/ Jaji weddingngi jaji léppang-léppanni mai matti saisa’ passiunona Karaéngngé pakatau-tauka’/ Apa’ gisa narékko naissenni makkedaé engkako ri idi’é maddakka/ Mattentu natterusina’ natello/ Rimakkuanna naro naéllau allinrungenna arungngé ri Taranati ri Kompania Balanda/ sarékkuammengngi narisampengi/” Makkoniro bicaranna arungngé ri tana Wulio ri Puwatta’Arung Palakka/ Ripau toni makkedaé/ Iya dénré mangujunna Puatta’ malliweng ri tana Wulio/ léppanni massamaja ri Buluna Cempalagi/ Namaupe’ baré’ laona nalisu lempu ri Boné/ naritulung ri Déwata Séuwaé naréwe’ makkinangkonrong ri tana ugi/ Napaleppe’ tinja’/ nalisu rette’i wéluwa’na matti/ Apa mappamula nabokorinna tanaé ri Boné/ Nasalai tana ugi nattanroangngi tettéppe’i gemme’na sangadinna jajipi manasana patettongngi passorona Boné/ paleppe’i akkattangenna/ [73] ri Gowa/ Na ritellasi ri Jowana Petta Malampé’é Gemme’na/ Monroni Petta Malampé’é Gemme’na siranreng séajinna tellué/ Arung Bélo/ Arung Pattojo/ Arung Appanang/ Makkeda toni Karaéngngé ri Gowa makkedaé/ “Engkai La Tenritatta ri tana Wulio ri wanuwanna Butungngé maddakka/ Rimakkuawanna naro napassadiangenni passiuno maélo’ lao tériwi tana Wulio/ maélo natello arungngé ri tana Wulio/ Apa’ maéga mémeng tona karéba temmakkuanna arungngé tana Wulio lattu’ ri Karaéngngé/ Onconni malanre’é cairiwi Karaéngngé/ poléna birittana engkai Arung Palakka maddakka/ rilinrungi ri tana Wulio/ Maka dua toli nalana léppangeng tana Wulio kappala’na Kompania Balandaé narékko engkai polé lisu Jakettara/ Ambong/ Taranati/ Rimakkuwanna naro narilaoinna tana Wulio wanuwana Butungngé ri passiunona Karaéngngé ri Gowa/ Apa’ iyaro tana Wulio wanuwanna Butungngé/ paénré’ mémengngi ritu sebbukati tungke’ tau ri Karaéngngé/ Iya kiya dé’ narola tanra-tanranna/ Tessiaga ittana/ Engka tongenni surona Karaéngngé lattu’ ri tana Wulio wanuwanna Butungngé/ Surona Karaéngngé ri Gowa/ Mangujuni ménré’ ri Arungngé Tana Wulio/ Makkedani Arungngé Tana Wulio ri Arung Palakka/ “Engkatu ria’ bujung ri munrinna bolaé/ Madécékko no’ ri awa ri bujungngé apa’ dé’ toni uwaéna/ Engkani surona Karaéngngé ri Gowa sappako Baso’/ Apa’ maéloka mattanro aléangekko ri surona Karaéngngé narékko engkani matu’ ménré’ makkutana/ Jaji no’ tongenni Puwatta’ massibawa masséajing ri laleng bujungngé/ Engkani garé’ surona Karaéngngé ri Gowa makkutanangngi makkedaé/ “engkai garé’ La Tenritatta Daéng Sérang ri tana Wulio monro maddakka/ Metté’ni arunna tana Wulio mattanro alé makkeda/ “Uwattanro aléangngi narékko engka mémengngi Daéng Sérang ri lébo’na tana Wulio makkokkoé”/ Namateppe’na surona Karaéngngé ri Gowa/ Apa’ dé’ mémetto tanratanra mubba’ riada tekkuana arungngé ri tana Wolio/ Aga nalisuna surona Karaéngngé ri Gowa/ Apa’ dé’to séuwa tanra nalologeng ri éngkanna Arung Palakka/ [74] enrengngé polé ri Kompania Balanda/ Temmaittato lisunna surona Karaéngngé ri Gowa/ Naengka tona polé koro mai ri Jakettara kappala’na Kompania Balanda maélo’ manguju lao ri Ambong/ matteru ri Tanranati/ Naléppanna ri Butung/ Nari birittaianna ri arunna tana Wulio kapitanna kappala’na Kompania Balanda makkedaé/ Engkairo Arung Palakka massipajjoareng maddakka/ Apa’ risékeriwi ri karaéngngé ri Gowa/ Madécéngngi narékko talai napaccoé’i ri kappala’é/ Tapaccowé’ lao ri Ambong matteru ri Taranati/ Apa’ lollong éwangeng mui/ Madécéngngi narékko upasitaki’/ Riassuro pakangkani Arung Palakka/ Nasissenna kapitang kappala’na Kompania Balandaé Puwatta’ Arung Palakka/ Naripoadanna ri kapitanna kappala’é makkeda/ “Madécéngngi narékko lisupi’ matti polé ri Ambong uléppang malaki’ massipajjoareng/ bara’ koi ri Jakettara utiwiki’/ sita toni’ tomarajaé ri Jakettara/ Nakadoini Puwatta’ Arung Palakka adanna kapitang kappala’é/ Purairo massimanni kapitanna kappala’na Kompania Balanda/ Nasompe’na lao alau’ ri tana Ambong/ Ripalélési pauwé/ Iya dénré mancaji jennanna La Sékati Arung Amalai ri tané ri Boné/ Pédé’ marejjing senna’ni akkaélona Karaéngngé ri to Boné/ Onconni Karaéng Karunrung dé’na naélorengngi ripaitai/ melle’ to Boné/ Aga nawinru tona uraga La Sékati Jennangngé ri Boné/ Maélo’ palari to Boné malliweng ri tana Butung/ Sarékkuammengngi nasiempe’ Puwatta’ Arung Palakka Petta Malampé’é Gemme’na/ Tessiagato ittana engkani kappala’na Kompania Balandaé lisu polé ri tana Ambong/ Naléppanna ri tana Butung malai Puwatta’Arung Palakka massipajjowareng/ Kira-kira eppa datui sipajjowareng/ Nalaona ronnang Puwatta’ Arung Palakka eppa masséajing/ Arung Bila/ Arung Pattojo/ Arung Appanang/ massipajjowareng/ Lattu’i ri Jakettara ripangoloni ri Tomarajaé ri Jakettara/ Nappani rijellokeng séuwa tana naonroi pada makktu-katuo/ Apa’ dé’pa appadapirenna Kompania Balandaé telloi karaéngngé ri Gowa/ Maéga mupa musu naoloi Kompania Balandaé makkokkoé/ Naiya dénré La Sékati Jennangngé nasedding… [75] pangarana karaéngngé ri Gowa/ nalariang sisenni to Boné malliweng séwali ri tana Wulio wanuwanna Butungngé maddakka/ Apa’ nasengngi engka mupa Arung Palakka/ Naiya lattu’na ri tana Wulio/ riakkedaini ri arunna Wulioé/ Onrono kotu/ Dé’ totu namaitta naengka polé kappala’na Kompania Balandaé/ Engkapi matti pékkogi-pékkogi nasengngé madécéng Kapitanna kappala’na Balandaé/ Iyani riturusi/ Apa’ mauwi iyaé ri tana Wulio dé’tona usedding namadécéng saléwangenna nyawaku’ polé ri Karaéngngé ri Gowa/ Saba’ duwa telluniro gau’ narappangekka’ karaéngngé/ nakkotongeng nancaji tampu’ cai naurungekka’ gelli/ Iya kiya dé’to upasalai kasiwiyakku’/ Iyanaritu paénré sebbukati/ Nakapangngi engka Arung Palakka upaddakka/ makko tongengngi/ dé’mi naruntu’i surona karaéngngé/ Apa’ riawai ri bujung maté usuro no’ massobbu/ Utanro aléangngi ala engkaé ri lébo’na tanaé ri Wulio/ Nakapangnga’ massellao Kompania/ Makkotongengngi/ Apa’ toli léppang ulléngi kappala’na narékko engkai polé ri Jakettara/ Lao ri tana Ambong matteru ri Taranati/ Nasitujuang tommi dé’ naengka nassiturukengngi to risuroé/ Engkani lisu/ makkuto/ léppang tommi/ Rimakkuwanna naro namariyo atikku’ labe’na ronnang Arung Palakka lao orai’ ri Jakettara/ Iyasiro saraiya’ apa’ nakapassi sipabbelli subbuka arungngé ri Taranati libukengngé ri Muna/ Na dé’ upasabbi Karaéngngé ri Gowa/ Naiya libukengngé ki Muna appunnanna mémeng arungngé ri Taranati/ Saba’ mabacci mémeng toi ri arungngé ri Taranati/ Apa’ sisalai arungngé ri Taranati mappada orowané/ Naéngkai pada orowanéna arungngé ri Taranati monro ri karaéngngé ri Gowa/ Iyaro naéwaé sisala/ napaddakka karaéngngé nalinrungi/ Naéngkasi waliyangngi ada/ Napaddeppungenni awatangenna Gowa maélo’ tériwi Taranati/ Apa’ duwani awatangeng naéwa sileppo narékko natériwi Taranati Karaéngngé ri Gowa/ Naiya awatangenna Arungngé ri Taranati weddingngi nasau’/ Iya kiya duwa tellu toi sieppe’ Arungngé ri taranati narékko polé nasu’wi awatangenna arunggé ri Taranati/ sisala/ Madodong toni awatangenna Karaéngngé ri Gowa/ Takkapponi Kompania Balandaé tombongiwi Arungngé ri Taranati/ Jaji sileppo toni pada to mawatang/ Naiya naissenna [76] Karaengngé ri Gowa labe’i lao orai’ ri Jakettara Arung Palakka/ Pédé araini cai’na/ Apa’ makkedai/ “Sieppe’ nitu Kompania Balandaé”/ Sialowanni matti Balandaé tériwi tanaé ri Gowa/ Naisseng toni makkedaé engkai to Boné makkukkué ri tana Wulio ri wanuwanna arunna Butungngé rilariang ri Jennangngé La Sékati Arung Amali/ Engkairo mai alau’ tajengngi kappala’na Balandaé maélo méwai rangeng/ Na siempe’ arungngé ri tana Wulio méwai sipobali Gowa/ Narimakkuanna naro Karéngngé ri Gowa/ nataro tongenni matebbe’ éwangenna napasauri passiuno maélo’ ttériwi tana Butung lattu’ ri Taranati/ Aga naollini Pajungngé ri Luwu riasengngé La Settiaraja/ Iya lattu’ éngngi Tana Toraja/ nappasabbiyai Karaéng Bontomarannu/ Ponggawai passiunona Gowa nalao tériwi tana Wulio wanuwanna Butungngé sarékkuammengngi napanganroi/ nappa nauno maneng to Boné engkaé riya’ maddakka’ ri Tana Wulio/ Nalalingngi arunna Butungngé nappa matteru lao ri Taranati nawawai ssu mai/ Makkoniro akkattana ripangélorenna Karaéngngé ri Gowa/ Iyakiya Balandaé ri Jakettara lattu’ mémenni naéngkalinga birittana makkedaé/ “mangujui Karaéngngé ri Gowa telloi tana Wulio wanuwanna Butungngé/ Maélo’ passiattai lao alau ri Taranati/ Rimakkuanna naro napassaniasa tona Kompania Balandaé kappala’ tonangeng/ Napassakke’ tagitagi éwangenna/ Maélo’ pasiduppai passiunona na passiunona Karaéngngé ri Gowa/ Nasuro toni Arung Palakka passakke’ tagitagi passiunona Ugié nawéréngngi éwangeng pappassukku ri tengkenne’na éwangenna/ Napassadia toi éwangeng Ugi to Boné engkaé ri tana Wulio/ Nasompe’ naro Datué ri Luwu sibawa Karaéng Bontomarannu/ silaong passiuno mawatanna Gowa/ Silaong alau ri tana Butung/ Iya dénré Karaéngngé ri Gowa labe’na lokka passiunona/ Nalattuki toni biritta makkedaé/ Manguju toni mairo Arung Palakka massipajjoareng ugi to Boné to Soppéngngé silaoang passiunona Kompania Balandaé/ Masitta’ni nassuro palisui ritu Arumponé riasengngé La Maddaremmeng polé ri Sanrangeng/ Nalao [77] ri Boné tudangi akkarungenna/ Napatudang palilini Boné polé ri Gowa/ Jaji leppe’ni Boné polé ri akkattangenna ri Gowa/ Na seppulo pitu taung ittana ata puppu tanaé ri Boné polé ri Gowa/ Nappani leppe’ akkattangenna Boné polé ri Gowa/ akkattana Karaéngngé ri Gowa/ Napalisui Arumponé La Maddaremmeng ri tudangenna napatudang paliliwi Boné ri Gowa/ Napaleppe’i akkattangenna Boné ri Gowa sarékkuammengngi namalemma’ atinna to Boné/ Aja naita baliwi Gowa polé ri assisalangenna sibawa Kompania Balanda sébali-bali sipuppureng Gowa/ Pada mui to Boné engkaé ri lalempanuwa/ Iyaré’ga to Boné engka ri tana Wulio wanuwa Butungngé/ Aga pasi Puwatta Arung Palakka massipajjowareng/ Makkotoparo paimeng Puwatta’ Datué ri Soppéng ritellaé La Tenribali/ Ripalisu toni parimeng polé ri Sanrangeng/ lao ri Soppéng/ Naripatudang palili Soppéng ri Gowa/ Sarékkuammengngi namalemma atinna to Soppéngngé/ Makkoniro uraganna Karaéngngé ri Gowa/ Iya kiya masukkara’ni riwinru/ Apa téyani risabu’ Jawai ritoto palappana nariola léténg/ Iya tanrapi ri tana Wulio ri wanuwanna Butungngé/ Lattu’ toni karéba alau’ ri tana Wulio passiunona Karaéngngé Karaéngngé ri Gowa/ Iya nawawaé pajungngé ri Luwu sibawa La Settiaraja/ Karaéng Bontomarannu/ Iya nalaling/ Takkappo toni biritta ripalisu Arumponé La Maddaremmeng sibawa Datué ri Soppéng La Tenribali polé ri Sanrangeng ripatudang parimeng ritudangenna/ Naripatudang palilina Boné sibawa Soppéng ri Gowa/ Leppe’ toni akkattangenna Boné sibawa Soppéng ri Gowa/ Engka toni takkappo kappala’na Kompania Balandaé sibawa Arung Palakka polé orai’ ri Jakettara/ Naiya tiwiéngngi passiunona Kompania Balandaé iyanaritu riasengngé Ambarala Korenélise’ Sepélemang/ (Admiral Cornelis Speelman)/ Nalattu’na Puwatta’ Arung Palakka Pétta Malampé’é gemme’na ri tana Wulio/ Naissenni Puwatta’ Arung Palakka makkedaé iya tiwiéngngi ritu pasiunona Karaéngngé ri Gowa iyanaritu pajungngé ri Luwu ritellaé Settiaraja/ sibawa Karaéng Bontomarannu/ Makkedani Puwatta’ Arung Palakka ri Ambarala/ “Aja’ riolo’ nateppa mattebbakki’/ Apa’ iya Boné na Luwu dé’ nengka nasisala/ Padai ata ri Gowa/ [78] Karaéng Bontomarannu dé’to nengka usisala/ Iya kiya risuroi ri Karaéngngé ri Gowa musui to Boné/ Naiya iya’ to Bonéka’ asenna/ Jaji mauniro dé’ nengka naripoaseng sisalaé/ Iya kiya sipobalini’ asenna/ Makkoniro adanna Puwatta Arung Palakka napoadangngi Ambarala Balandaé/ Admiral Cornelis Speelman / Madécéngngiro riolo massuroki’ ménré ri Datué ri Luwu sibawa Karaéng Bontomarannu/ Ajakkéng engka décéng wedding uraga nato sisola-solangeng masséajing”/ Massuroni Puwatta’Arung Palakka Petta Malampé’é Gemme’na sibawa Ambaralana Kompania Balanda ménré’ sitangngi pajungngé ri Luwu/ sibawa Karaéng Bontomarannu/ Makkedai ada nassuroangngé Arung Palakka silaong ambaralana Kompania Balanda dé’ gaga assisalanna Boné na Luwu/ Makkoparo paimeng Petta Malampéé Gemme’na na Datué ri Luwu/ Pada mui ata ri Gowa/ Iyami naengka assisalang apa’ iya Boné nasappai palélé éngngi aléna/ polé riakkattangenna ri Gowa/ Makkotoro Karaéng Bontomarannu/ Siwekkerang muwi ri salassana Karaéngngé ri Gowa/ Dé’to assisalanna/ Iyami apa passurona Karaéngngé ri Gowa/ Napogau’ tongeng ngiro dé’ nengka na tosisala/ Iya kiya sipobalini’ asenna/ Jaji madécéngngi narékko polé Datué ri Luwu sibawa Karaéng Bontomarannu/ Maseroi macinna wégang/ sawung toméya/ pallangga kana/ Aja’na na arungngé ri Wulio mupatingarai éwangeng/ Apa’ dé’tu appasalanna/ riébbuwa’remmi asalang/ dé’ naengka napasala kasiwianna ri Gowa/ Tungke’ taung paénre’ sebbukati/ Napotudang-tudanna ri barugana natopada polé/ Makkutoro paimeng Kompania Balanda narékko engkai lalo polé ri Jakettara maélo lao ri Ambong/ Dé’ toro naengka arungngé ri Wulio/ tampaiwi léppang/ Narékko nasuroangekki’ Karaéngngé ri Gowa/ tebbang tattanra lajaki’ naengka mai ri tana Wulio kappala’na Kompania Balanda napattujui éwangeng/ Apa’ iya engkaé ri Kompania Balanda décéng ro riaseng ri akkattai/ Narékko pada-pada mui maélo’ madécéng/ Na temmaka décénna narékko Datué ri Luwu sibawa Karaéngngé Bontomarannu mabbaté putéi mai nano’ ri kappala’é sarékkuammengngi naengka wedding pada madécéng wali-wali/ Apa’ baiccu’ muwatu mancaji éppe’/ ri munripi idi’ [79] Naiya naéngkalinga Datué ri Luwu sibawa Karaéng Bontomarannu/ adanna suroé/ sipatangngarenni/ Naiyana nasama iyyoi makkedaé/ maégangngi ja’na naiya décénna narékko situmpuakki’ musu/ madécéng mui narékko pasauki’/ Mau pasauki’ dé’to naripanganro Arung Palakka sibawa Ambarala/ iyami riala appasaukeng narékko risolangi kappala’na/ Narékko idi’ risau/ mancaji awuki’/ masolang tauni masolang waramparang watakkalaéki’/ Rirappani éwangetta’ rilalinni asenna mancajini to rirappa/ Narékko riéwai simadécéngeng/ Ewangeng muwa bawang lélé puwang/ Salama’ mui watakkalé salewangeng jowa nenniya waramparang/ Madécénni narékko ripatangngari passiunota’/ Aga nasama iyyo manenna passiunona Gowa/ Nenniya pabbaraninna tana Mangkasa engkaé ri tana Wulio wanuwanna/ Naiya purana sipatangngareng madécéng/ No’ni Datué ri Luwu sibawa Karaéng Bontomarannu risilaowang sininna pangulu jowana passiunona/ saléppang sampu/ mabbaté puté no’ ri kappala’na Admiral Cornelis Spellman/ Naengkana Puwatta’ Arung Palakka masséajing Petta Malampé’é Gemme’na/ Arung Bélo/ Arung Bila/ Arung Pattojo/ Arung Appanang/ duppaiwi Datué ri Luwu Karaéng Bontomarannu massipajjoareng/ Nasimadécéngeng naro masséajing/ Nangakuini Datué ri Luwu sarékkuammangngi nari linrungi ri Kompania Balanda makko toparo paimeng Karaéng Bontomarannu/ massibawa lollong pangulu jowa/ Naiya éwangenna riwérénni to Boné engkaé ritiwi’ malliweng ri Arung Amali/ Aga nariwawana Datué ri Luwu sibawa Karaéng Bontomarannu ri Admiral Cornelis Speelman lao riséuwaé libukeng naritaro sarékkuammengngi nasaléwangenna saléwangeng polé ripappéppaja’na matti Karaéngngé ri Gowa/ Na purapa matti musué nari palisu maneng ri wanuwanna/ Naisseng toni Puwatta’ Petta Malampé Gemme’na makkedaé/ engkani ri Boné Puwatta’ La Maddaremmeng ripalisu parimeng makkarung ri Boné/ Sibawa Puwatta’ Datué ri Soppéng riasengngé La Tenribali ripatudang palilini Boné Soppéng polé ri Gowa/ Nassurona Puwatta’Arumponé La Maddaremmeng/ pada pasalewangengngi nyawana to Boné/ Natajengi engkana Arung Palakka palésangngi polé riakkatangenna to Boné polé ri Gowa/ massuro toni Puwatta’Arung Palakka/ [80] Palisui to Boné puraé ritiwi’masala ri tana Wulio wanuwanna Butungngé/ Naiyaro to Boné tappi’i éwangenna Mangkasaé puraé ripallekka éwangeng/ Massuro toi Puwatta’Petta Malampé’é Gemme’na pangessiwi to Boné/ to Soppéngngé/ napada mméwai Karaéngngé/ Nalaona ronnang Puwatta’ Arung Palakka silaowang Ambarala Kompania Balandaé riasengngé Cornelis Speelman/ Natuttungngi wanuwa mabbiringngé iya talloé ripangarana Gowa napanganroi koritu/ Aga namaégana arung puraé riparola ri Karaéngngé ri Gowa baliangngi parimeng/ Naiya tosi ri pottanangngé aléna Arung Bila/ Arung Appanang/ Arung Pattojo/ pangessi to Boné/ to Soppéngngé/ Napada matette’ éwana/ Napanganro maneng toni wanuwaé engka ri tana pabbiring orai’/ Iya naéwaé rangeng Karaéngngé ri Gowa/ Aga nariassilimpoinna musu Karaéngngé ri Gowa/ Kompania Balanda ri tasi’é Arung Palakka massiwawa ri pottanangngé paéwa manengngi mancaji bali puraé naéwa rangeng Karaéngngé ri Gowa/ Sangadinna muwa Wajo mattette’ éwana rangengengngi Gowa/ riléwo temmu ciccinni Karaéngngé ri Gowa riasengngé I Mallombasi Daéng Mattawang/ Karaéng Bontomangape’/ ritellaé Sultan Hasanuddin/ Sarékkuammengngi aja’ namaéga asolangeng/ Ri essona Juma ri 21 Nopember 1667 M/ Napaccappuni musuna to sisalaé/ Manganroni Karaéngngé ri Gowa/ Ripanyompani Mangkasaé/ Napattettonni paimeng Puwatta’ Petta Malampé’é Gemme’na passorona tanaé ri Boné/ Leppe’ toni akkattangenna Boné polé ri Gowa/ Seppulo pitu taung ittana/ Nareddu’ toni suwana Gowa/ maddatué taung ittana iya toli tanréréangngi aseng madécénna Karaéngngé ri Gowa ri nénénénéna/ Aga nasiceppa’na Karaéngngé ri Gowa sibawa Ambaralana Kompania Balanda riasengngé Cornelis Spellman ri onrong riasengngé Bungaya/ Iyanaé riaseng Ceppa’é ri Bungaya/ Naiya ceppa’na Puwatta Petta Malampé’é Gemme’na/ wanuwanna mua bawang napaleppe’ polé ri akkattangenna ri Gowa/ Naiya manippe’na manenna purana musué/ riassaléwangi assisalanna wali-wali/ Inappani ttama’ Puwatta’ Arung Palakka jokka-jokka massipajjowareng ri Boné/ Naiya lattu’na ri Boné [81] riduppaini ri Arumponé La Maddaremmeng/ Sipakkuru’ sumange’ maramuré/ Aga nasipabali bicarana masséajing/ Makkedani Puwatta’ La Maddaremmeng/ “Iyaro iyaé pada muna tenna senrupa to maté ri lébo’ tanaé/ Tongeng ngiro napalisuka’ Karaéngngé ri onrong ri oloku’é/ Iya kiya padato mani pajopajo ri appaccokkengngé ri tengngana galungngé/ Apa’ napatudang palilisi Boné polé ri Gowa/ Rimakkuanna naro naengka adakku’ makkuwa Baso’/ Madécéngngi narékko muarekkengngi akkarungengngé ri Boné/ Apa manamu mémeng polé ri Puwatta’Matinroé riBantaéng/ Atojongenna to Boné téya tarimai sahada’ asellengengngé/ Nasalai Puwang nénému akkarungengngé ri Boné/ Iyasi pakkangngi akkarungengngé ri Boné/ Toli napaggenne’ mui atojongenna to Boné/ Karaéngngé ri Gowa lélé siwanuwa siwanuwa mappassahada’ asellengeng/ Maélo’i ripadduppa tajanna riasengngé asellengeng Karaéngngé ri Gowa sanrangi tomatojo atié ri asellengengngé/ Iyana manessa jjujungngi busué namareppa’/ Urebbani passorona Boné/ Uwappakkattani tanaé ri Boné lollong lise’ ri Karaéngngé ri Gowa/ Nasering awuni’ mangkasaé/ Aga natessitinajana uwappammanareng tanaé ri Boné ri wija-wijakku’/ Sangadinna muwa ikopa Baso’ messébabuwa ri wija-wijakku’ muponciangngi akkatuwong lino/” Metté’ni Puwatta’ Petta Malampé’é Gemme’na makkeda/ “Kuru’ sumange’ Puwang usompa wali alebbiremmu/ Uparibotto ulu adaada madécémmu Puwang/ Peddé topi apié naripasulléi/ Puppu topi pammolangngé naripattolai/ Tépo’ topi allirié kisapparekko pappatolla’/ Aga nalaowanni Puwatta’ La Maddaremmeng akkarungengngé ri Boné gangka pawélainna/ Iya kiya asemmi Puwatta La Maddaremmeng Arumponé/ Naiya pangaraé Puwatta’ Petta Malampé’é Gemme’na laowangngi/ Nasaba’ iya Kompania Balanda narékko engka maélo sisompungiwi ri séséna arung-arungngé ri tana Ugi/ Iyapa najaji narékko Puwatta’ Petta Malampé’é Gemme’na ppangoloi/ Rimakkuanna naro Ambaralana Kompania Balanda riasengngé Cornelis Spellman’ naéllauwi ri Tomarajana Betawé sarékkuammengngi na Arung Palakkana Arung riyala Arung ri Boné/ Arungngi toi padanna arung/ Ritellani Puwatta’ Arung Palakka Petta Torisompaé/ [82] Riwettu temmakkuanna mupa ri Boné Puwatta’ Petta Torisompaé/ Ripainrengimi awatareng ri Kompania Balanda nakkarungi/ Iyana ritu jajiwi Balannipa/ lauttu’ ri Bantaéng/ rilalenna taung 1672 M/ Napawélai Puwatta’ La Maddaremmeng/ Inappa toni Puwatta’ Petta Torisompaé sipowaseng makkarung/ Natérini Wajo ri lalenna uleng aruwa taung sisebbu enneng ratuna pituppulo (1670)/ Apa’ tanésau’ reppina aléna Arung Matowaé ri Wajo riasengngé La Tenrilai To Sengngeng pattellarenna/ Riwettunna rumpa’ Sombaopu na dé’ naturu ri Ceppa’é ri Bungaya/ Nakkeda ri Karaéngngé ri Gowa/ “Purani musumu Karaéng sibawa Kompania Balanda/ Naiya iya’ teppura musuku’ sibawa Arung Palakka/ Apa’ iya wettu macceppa’na tauwé ri Bungaya/ sisebbu to Wajo natinro Arung Matowaé ri Wajo La Tenrilai To Sengngeng/ Sikoto ulu tau naséréyang to Wajoé/ Nangnga’ru’na Arung Matowaé ri Wajo To Sengngeng ri olona Karaéngngé ri Gowa/ siyangnga’ru’keng Karaéng Karunrung/ Naélorengngi ripatteru’ musué/” Nariakkedainna Arung Matowaé To Sengngeng ri Arungngé ri Gowa/ Narékko téyako polé macceppa’ ri Bungaya/ Madécéngngisa mupalisu natu tau mutinroé sisebbué/ Nariala biné wijanna/ Nalisuna Arung Matowaé ri Wajo To Sengngeng sipajjowareng/ Naiya lattu’na ri Wajo/ maccinrola toni Petta Malampé’é Gemme’na sipajjowareng/ Naengka pata mpuleng mammusu/ Na pata ngesso pata mpenni riléwo Tosora/ Sipata soro-ssoronni to mammusué tessiléngkang/ tessipalao nréwe’/ Mabbali mpingenni waliwali tessisau/ Maégana tau ritu maté to Wajo/ to Boné/ to Soppéng/ Marussa’ni rapanna Tellumpoccoé/ Mallappo sépe’ni tenrigiling/ tenripaluppung/ maséséni lao musuna to Wajoé/ Rumpa’ni Wajo/ ritelloni Tosora/ Nanré toni api Salékona Arung Matowaé/ Rumpa’ni bénténna to Wajoé/ nanréni api Matowaé To Sengngeng/ Apa’ mallumpai ubba’na Marianna/ Nalluwa’ tona salokona napasianré salékona/ Nariasenna Matinroé riSalékona/ Engkani Surona Pillaé/ Patolaé/ méllau appannareng ri Boné/ to Soppéngngé/ Naiya ribaliangngi ri To Sawe’ makkedaé/ “Tellu mpenni riwérékko appannareng Wajo/ Puwammeng/ Muala ri tomatému [83] Mappuppungi bakkéna/ Nasituruna to Wajoé napatettongngi Arung Matowa riasengngé La Palili/ To Malu pattellarenna/ Puwanna Gellang aseng rialéna/ Iyana sélléi La Tenrilai To Sengngeng mancaji Arung Matowa ri Wajo/ Nari lanti’ ri tengnga padanna/ Iyana manganrowangngi Wajo ri Petta Malampé’é Gemme’na/ Apa’ rumpa’ni Tosora/ Malala nitu Wajo ritello ri to Boné nenniya ri to Soppéngngé/ Nako ri Ujuppandang ménré’ macceppa’ ri lalenna kota Rotérddam/ ri 23 September 1670 M/ Aléna Arung Palakka Petta Malampé’é Gemme’na/ Arungngé ri Bantaéng/ Arungngé ri Soppéng/ Arungngé ri Tanété/ enrengngé anakarunna/ Silaong tomaraja laingngé mpawai muttama’ ri lalenna Kota Roterdam ri Ujuppandang/ Arung Matowaé ri Wajo riasengngé La Palili To Malu pattellarenna/ Iyana Arung po’ maraja ri Tosora ri Tanana to Wajoé/ Silaong Pillaé riasengngé La Pakkitabaja silaong Patolaé La Pangabo/ silaong Cakkuridié riasengngé La Pédapi/ Iyani riaseng Tellu Baté Lompoé ri Wajo/ Naengka Arung Matowaé/ Nagenne’ko eppa Arung ri Wajo/ Iyanaritu riaseng sulléi Petta I Wajo/ Enrengnge Arung Lilié/ Anakarungngé si Wajo/ pabbanuwaé si Wajo/ Gangkanna topa powasengngé to Wajoé/ Nalao manynyompa ri olona Tomarajana Kompania Balanda manganrowangngi Tanana méllau addampeng/ Mappésonangngi éwangenna/ Nari telli’na Mattanro alé natanréréang korang/ Nainungngi uwaéna éwangenna ri olona Tomarajana Kompania Balanda mattennié bicara/ Naiya purana musuna sibawa to Wajoé [Ritaung sisebbu enneng ratuna pitu ppulo seddi] napabbottinni anrinna makkunraié riasengngé Wé Mappolobombang/ Iyanaé ana’daranna Puwatta Petta Malampé’é Gemme’na na Paddanreng ri Palakka/ Napasialani riasengngé La Pakokoé To Angkoné Arung Timurung/ Arung toi ri Ugi/ Ana’na Puwatta’ La Maddaremmeng Arumponé Matinroé riBukaka nangurusié Wé Hadija I Da Saleng Arumpugi/ Lima mpuleng purana napabbotting ana’daranna Maddanrengngé ri Palakka/ ri lalenna [taung sisebbu enneng ratuna pitu ppulo séddi] natarosi addowa-rowaseng Puwatta’ Petta Malampé’é Gemme’na/ Iyanaro wettu addowa-rowasengngé napaleppe’i tinja’na riwettu massamajana ri Bulué Cempalagi/ [84] maélona ssalaiwi libukengngé ri tana Ugi/ Makkedai samajana/ “Engka mai Lapuang/ Manguju llao alau/ Tarakka’ sompe’ ri Butung/ Passajatiwi Palakka/ Pabéuiwi Mario/ Sanrangang mannawa-nawa/ Bati’wa’ ri minasakku’/ Kutuo tigerro’ aré’/ Kulisu mattana ugi/ Kupatokkongngi parimeng passorona lé’ tanau’/ Na tau tongeng Lapuwang/ ri Boné lattu’ ri Soppéng/ Kupasitanréi sokko bulué ri Cempalagi/ Kugérésekko Lapuang/ Sératu tédong camara mattanru’ ulawengngédé’/ [Kupari pincéngngi até Karaéng maddara takku’]/ Ulu Karaéng to Gowa/ Dara Karaéng Mangkasa/ Sengngeng mpalié ri Gowa”/ Iyanaro wettu napassabbiyangngi ri jowana makkedaé/ “Kupaloroggi kado gemme’ku’/ Nabolépa matti minasakku’ kuréwe’ pasalléi lolangengngé ri tana Ugi/ Uteppe’i parimeng/ Naiya mabbéluwa’ sampogéno/ Naritellani Petta Malampé’é Gemme’na/ Iyanaro esso mappalesso tinja’na mappaleppe’ samajana ri Cempalagi/ Natéppe’ toni wéluwa’ sampogéno/ Naossonna makkeda/ “Muaseggi bélobélo wéluwa’ sampogénoe/ [matippina to mawéwé]/ muaseggi culéculé/ Gemme’ sampo palippaling/ riaccinongi awana/ Napaléssoni wéluwa sampogénona/ Maccoé manenni jowana naéwaé silaowang polé romai ri tana bare’/ Napaleppe’ toni samajana/ Napaléssoi tinja’na/ Géréni tedong eppa datu kajunna ri émpenna bulué ri Cempalagi/ Sératu camara teru mattanru ulaweng/ Tellu ratu passapina até Karaéng Mangkasa/ Ulu Karaéng to Gowa/ Apa’ dé’gaga mawasa rilaleng musu/ Dé’to riposso’ ri tengnga tebbang/ Jaji dé’gaga até sibawa ulu ripoléang riala rimusué/ [apa’ mattengnga musui tauwé nasiajje’ parimeng]/ Napasittanréni sokko ri Coppo’na bulué ri Cempalagi/ napadeppungeng manenni passéajingenna nenniya passéajingenna tanana/ Naébbureng baruga ri Boné Tellu Copp’na/ si Boné/ si Soppéng/ napada jowana polé nasilaowang ri Jakettara/ Bali ulunna padanna bocco puraé naéwa musumu karaéngngé ri Gowa nanganro/ Kuwaé topa sininna passiunona Kompania Balandaé naéwa silaowang tériwi/ [Boné ri lainnaé topa paimeng]/ [85] Naiya purana ritu natérini sininna wanuwa-wanuwa dé’é éppa nannessa manganro rialéna/ Naéwai sitelli’ narékko purani natello napanganroi/ Kuwaéna tana Menre’ natello napanganroi/ Kuwaéna tana Menre’ silise’/ Kui ri Lanriseng sitelli’/ Inappasi nalaowi palilina tana Luwu apa’ maéga mupa toli marola ri Gowa/ Inappasi nalaowi Kapara/ Pasuruwang/ ri Jawa Alau/ Nalisu polé ri Jawa/ Nalaoiwi Galingkang/ Nainappa ménré’ ri Sangalla’/ Naiya Létta’ nassuro muwa mmusui/ Nabétai Arung Tanété Matoa sibawa Arung Tanété Malolo nasuro tériwi Létta’ sibawa Baroko/ Ri tellu mpenninna uleng seppulo séddi taung sisebbu enneng ratuna pitu ppulo duwa/ Najajiang Wé Mappolobombang Maddanreng Palakka ana’ worowané riasenni ritu La Patau’ Matanna Tikka/ Walinonoé To Tenribali Malaé Sanra pattellarenna/ Iyanaé ana’ nangurusi Maddanreng Palakka sibawa Arung Timurung riasengngé La Pakokoé To Akkoné/ Arung Timurung Macoméngngé/ Natemmakana rennunna Puwatta’ Arung Palakka/ Engkana muannénna wijanna ana’daranna orowané maka sompungngi wélarenna/ Apa’ iya Puwatta’ Arung Palakka Petta Malampé’é Gemme’na/ Pajaneng ngisa manang ana’ rialéna/ Jaji ana’na misa ana’daranna napoana’ rialé/ Nasiuleng lébba jajinna La Patau’ Matanna Tikka Walinonoé/ Natujuni pammasé [Petta La Maddaremmeng] ri lalenna taung sisebbu enneng ratuna pitu ppulo duwa/ Léléni ri pammaséna Alla Taala/ Riasenni Matonré ri Bukaka/ Namassama turuna Ade’ Pitué ri Boné nenniya to Boné silaong ritu Tomarajana Kompania Balanda tunrengngi/ Inappani alénana Puwatta’ Petta Malampé’é Gemme’na tettong mattola Mangkau’ ri Boné sélléi amauréna/ Riasenni aseng ri katobbana Sultan Sa’aduddin/ Ripasialani [haplografi] Datué ri Watu ana’na Datué ri Soppéng La Tenribali Matinroé riDatunna nangurusié sappo sisenna riasengngé Wé Bubungeng I Da Sajo/ Na dé’ musi ana nangurusi Puwatta’ Petta Torisompaé sibawa Datué ri Watu riasengngé Wé Ada/ Dé’to namaitta sionro-onrowang/ Apa’ dé’ ana’na/ Nalisui paimeng riasengnge I Mangkawani Daéng Talélé/ Natellu mpuleng muwa purana… [86] Natérini Sidénréng Petta Torisompaé/ Dé’ro naripasitinaja Puwatta’ Petta Torisompaé natéri Sidénreng/ Nasaba’ maéga pappédécenna/ Nenniya ininnawa madécénna Addatuang Sidénréng riasengngé La Suni Karaéng Massépé’ pattellarenna/ Addatuang Sidénréng akkarungenna/ Naiya La Suni Karaéng Massépé’ ana’na Addatuang Sidénréng Matinroé riPalopo riasengngé La Makkaraka/ Iyanaé mula Addatuang Sidénréng/ To Wappo’ pattellarenna/ Sipoana’darai Wé Abéng Puwatta’ Patémpuwangngé/ Datu Bulubangi Mula Tellulatte’é ri Sidénréng/ Dé’na céddé’-céddé’ décéng nataneng Karaéng Massépé’ri aléna Puwatta’Petta Torisompaé ri musuna naéwana situppuang Karaéngngé ri Gowa/ Narékko Arung Bélo/ ri musué ritella Betta’ Senrima’na Bélo/ La Suni Karaéng Massépé’ ritella’ Parala Katinna Ajatappareng/ Manu’ Katéanna Sidénréng/ Nariupperi Puwatta’ Arung Palakka ri Mangkasaé wettunna rioloi ri pakkampongenna Tanété riratté/ Masitta’na muwa Karaéng Massépé’ mangémpengengngi aléna ri Mangkasaé nangngaru’ najjallokengngi kannana/ Nadé’ nari rapi Petta Karaéng Massépé’/ Iyakiya aléna Petta Torisompaé riuppeki/ Apa’ iya mémeng ripattujui lao kanna/ Iyakiya pasalana kasiwiyanna ri Boné naruttungeng manenni décéng maddioloé/ Nasengngé pakkélongngé/ Séngeremmu rumpa’ bulu/ Gau’mu cikalice’é Siawang lasuna nipina Ruttungeng manengngi maddioloé” Iya Bunge’ purana musué/ ripakkoti’ gangka alépa’ Karaéng Massépé’ ri abbara-mparangengngé ri Boné/ Ripamaséini tappi/ Ritellani tappié Labang Sidénréng/ Taggeri-ngkerinni ade’é ri Boné/ Iyana ritu Arung Pitué mitai Puwatta’ Petta Malampé’é Gemme’na mabbéré pakkamasé ri Karaéng Massépé’/ Anu séddié mani tennakkadduwai/ Pada mani rita kédona ana’ mattolaé ri Boné/ Mammula toni sipoji-poji Wé Sarampa/ Iyana to rilaoinna Arumponé/ Nakkuragana Ade’ Pitué ri Boné/ Aga laleng naritéppe’ tanru’na Karaéng Massépé’/ Nari pateddéng lolang ri linoé/ Jaji uragana Karaéng Massépé’/ Jaji toi pakkuragana Ade’pitué ri Boné/ Pada jaji manasana wali-wali napasiélorengngi Karaéng [87] Massépé’Wé Sarampa/ Palani éppe’na Datué Ade’pitué ri Boné/ Riassuro tennungeni Wé Sarampa/ pada-padaé balona lipa’na Karaéng Massépé’/ Narékko engkai tudang kasiwiyang ri Boné/ Apa’ iya naétau’ Ade’é ri Boné/ Nasaba’ dé’gaga ana’na Puwatta’ Petta Malampe’é Gemme’na wedding ttolai/ Weddingngi matti Karaéng Massépé’ makkawatang ri munri maténa Puwatta’/ Apa’gisia sappo wékka duwai Karaéngngé ri Gowa indo’na Karaéngngé Massépé’/ Apa’ Mangkasa indo’na Karaéng Massépé’/ Ana’na Baté Salapangngé ri Gowa napoindo’/ Eppona Karaéngngé ri Gowa Daéng Bonto/ Rimangkekenni ada masséloé mala mawatangngi akkarungengé ri Boné/ Riwinrusenni gau’ sialawengeng Wé Sarampa/ Makkoniro karébanna biritta lattu’é ri Puwatta/ Apa’ malanre’ni La Suni Karaéng Massépé’ nagirang-kirang akkarungengngé ri Boné/ Aga natérini Sidénreng/ natelloi/ Aga narumpa’ni Sidénréng/ Nasuroni riasengngé Janggo’ Pancé’/ Ata marialéna Karaéng Massépé’ lao malai ulunna puwanna/ Iyana ritu ulunna Karaéng Massépé/ Aga naténréna Janggo’ Pancé’/ Ebara’i gau’é padai alarapang tau makkémpé’é pong kaluku ménré’i matéi ambo’na/ no’i matéi indo’na/ monroi ri tengnga nasaba’ aléna maté/ Jaji nakkabettekengngi natteru Janggo’ Pancé ri olo Karaéng massépé’/ Naiya maélona Janggo Pancé’ pettai ulunna Karaéng massépé’/ Makkedai Karaéng Massepé’/ “Aja’ riolo’ muwettawa’ Janggo’/ Engkaé mai mupalettu’ matti ri olona Puwatta’Arung Palakka”/ Makkedai Janggo Pancé’/ “poadani mai masitta’-sitta’/” Makkedani Karaéng Massépé’/ “Engkalingai Janggo’/ Engkanaga to lébba polé makkeda/ Cappu’niga sawung kannaé/ nariappasari wala-walaé/ Narituru’ tana bangkala’é/ Narilebbo’ manu’ Katéaé/ tenna éngngeranni [polé tudang cara’dakkdari aléna]/ sallo-sallo tenna julékkai pada-pada tennaliweng sallo-sallo/ Passuni séro’ aléna wennang puté mappésona/ Ejaé mamminasa bali’ sipuppureng/” Naiya nappabaliang Janggo’ Pancé’ makkedaé/ Narékko dé’i ulummu utiwi’ lisu/ ulukku’ sélléi”/ Nawetta tongenni ulunna Puwanna [88] Janggo Pancé’ purai napassarang ulunna salangkanna/ Naparitaleng ulawenni/ natiwirengngi Puwatta’ Petta Torisompaé/ Nalisuna Puwatta’ Petta Torisompaé polé ri Massépé’/ Ri aruwana essoé uleng Juni taung sisebbu enneng ratuna pitu ppulo tellu/ Naengka tona polé ulunna La Suni Karaéng Massépé’ Addatuangngé ri Sidénréng/ Napatteruni Puwatta’ ulunna Karaéng Massépé’ ménré’ ri Ujuppandang/ Apa’ koi ri Bontoala taro tudang Puwatta’ Petta Torisompaé/ Naiya lattu’na ri Bontoala makkedani Puwatta’ ri Janggo Pancé’/ “O… Janggo’/ akkareng sawa’ mai ulunna Karaéng Massépé’/ Apa’ moddania’ usedding ri amauréu’/ Masitta’ni Janggo’ Pancé’ pangolo taleng ulawengngé ritongko’ lobo natonangié ulunna Karaéng Massépé’/ Makkedani Puwatta’ Petta Torisompaé timpa’i loboé Janggo’/ Iya natimpa loboé Janggo’ Pancé’/ iya teppa giling ulunna Karaéng Massépé’ mabbokori Puwatta’ Petta Torisompaé/ Maséleng mémenni Janggo’ Pancé’ naitana makkuaro ulunna Karaéng Massépé’/ Mawéya’ rita rupanna pada kacié/ Nawékka tellu risuro Janggo Pancé’ pangoloi ulunna Karaéng Massépé’/ Nawékka tellu toi taggiling ulunna mabboko’ ri Puwatta’ Petta Torisompaé/ Nagiling Puwatta’Petta Torisompaé ri Janggo’Pancé’makkutana makkeda/ “E… Janggo’/ Magi naengka gau’ makkuwa/ Winru’ aga iya makkuwaé mupaitai bara’ engka pasenna amauréku’/ Nadé’ mupalattukengnga’ mualai ulunna/ Ténré aléna Janggo’ Pancé’/ Dadda limanna paléngeng pali palenna makkeda/ “Addampengengnga’ Puwang engka mémenna/ amétaurekku’na nadé’ kulisu palettu’i pasenna/ Apa’ makkedai Puwatta’ narékko dé’i mupoléang ulummu sélléi/ Rimakkuwanna naro nadé’ kupalettu’i lise’ ri Puwatta’ pasengngé/ kuwettani ulunna La Suni/ Makkedani Puwatta’ paimeng garé’ Janggo’aga warékkada nappasengngé/” Metté’ni Janggo Pancé’ makkeda/ makkedai Puwang/ “Tenna éngngerangngi niga palé’/ tudang caraddakaraka riturungeng masamoé/ ripadang rukkaé/ salo-salo tenna julékkai/ Padappadang tennaliweng/ La Suni muwa réso alena/ engkanaga to lébba polé makkeda/ Cappuniga sawung kannaé/ [89] Riappasariniga bala-balaé/ Nari lebbo manu’ katéaé/ Wennang puté mappesona éjaé mamminasa bali’ sipuppureng/ Naiya naéngkalingana Puwatta’ adanna Janggo’ Pancé’/ Makkeda toni Puwatta’ Petta Torisompaé/ “Dé’gaga asalanna amauréku’/ muwinrusemmi gau’ mamangke’ ada/ Pada ikomi masiri ati ri Karaéng Massépé’/ Nariassuro tona mpetta ulunna Janggo Pancé’/ Naiya pawélainna dénré Karaéng Massépé’/ Ritellani aseng maténa Toriwettaé riLingkajo/ Karaéng Massépe’na mabbainé siala Wé Impu Arung Macéro/ Ana’na Wé Gau’Arung Macéro nangurusié La Temmaruling Addatuang Sawitto/ Najajiang ana’ Wé Impu nangurusié Karaéng Massépé’ séuwa ana’ makkunrai riaseng Wé Bungabau/ Nallakkai Wé Bungabau ri Boné siala riasengngé To Waccalo Arung Jaling Ponggawa Dinrué ri Boné/ Ana’na Puwatta’ La Maddaremmeng Arumponé Matinroé riBukaka/ Najajiang ana’ séuwa orowané riaseng To Aggamette’Arung Jaling Ponggawa mutoi ri Boné/ Matinroé riLarompong aseng maténa/ To Aggamette’na lao pobainéi Wé Rakiya Karaéng Kanjénné/ Ana’na La Maléwai Addatuang Sidénréng Matinroé riTanamaridié nangurusié Wé Sabara/ Najajiang ana’ Wé Rakiya Karaéng Kanjénné Arung Berru/ Nangurusi To Aggamette’ Ponggawaé ri Boné/ Séuwa riaseng Taranatié/ Iyana addatuang ri Sidénréng/ Séuwa riaseng To Appo’/ Iyana Arung ri Berru/ Apa’ maté maloloi Taranatié/ Aga na To Appo’na Addatuang Sidénréng/ Makkedani tauwé ri Sidénréng/ Lisuni parimeng wijanna Puwatta’ Karaéng Massépé’ pawekke’i Sidénréng/ Naiya pawélainna dénré Toriwettaé riLingkajo/ risélléni nasaba’ élona Puwatta’ Petta Torisompaé/ riasengngé To Dani Karaéng Galingkang Datu Citta/ Datu Suppa’/ Addatuang Sawitto/ Arung Alitta/ Nasaba’ addatuanni ri Sidénréng/ Nakkarungini eppaé Ajatappareng/ Iyanaé To Dani ana’na La Pabila Datu Citta Karaéng Galingkang nangurusié Wé Tasi’ Petta Maubengngé/ Datu Suppa’/ Arung Alitta/ Arung Rappeng/ Nalao To Dani mabbainé siala riasengngé Wé Kacimpureng Da Ompo/ Ana’daranna Petta Torisompaé/ Nassompanni Citta/ [90] Nabbalisompana Citta Boné/ Sompa labuni Citta ri Boné/ temmaittato sialana Wé Kacimpureng To Dani/ Napasalasi kasiwiang To Dani ri Puwang ri Boné/ Maélo tongengngi mala mawatangngi Boné polé ri laleng limanna Torisompaé/ Apa naitai Petta Torisompaé dé’ ana’ maka mmanai akkarungenna/ Na warisi’ muto awisenna/ Rimakkuwanna naro namaélona mala watangngi akkarungengngé ri Boné polé ri ipana/ Makkoniro nawa-nawana To Dani/ Iya kiya dé’ narapi nawa-nawai awatangenna Petta Torisompaé/ Aga nassurona Puwatta’ Petta Torisompaé telloi To Dani ri Ajatappareng/ Kegi-kegi monro/ Nasoso’na to Boné limpoiwi Ajatappareng/ Na asaurenna musuna To Dani/ Nalari no’ ri tana Menre’/ Koapi ri tana Menre’ pattujunna napaéwa Menre’/ Iya kiya téyai Menre’é paddakkai To Dani apa’ métauwi ri Petta Torisompaé/ Apa purai sitelli’ ri Lanriseng/ Nariolaina ri to Boné ri tana Menre’ apa’ métauwi Menre’é paddakkai/ Engka toni parolanna/ Aga nalarina mattékka ri Salémo/ Na konaro riratté riparolanna/ Naiya ritikkenna ripédapirini Puwatta’ Petta Torisompaé/ Naiya nappabaliang Puwatta’ Petta Torisompaé makkeda/ “Assuro mekké’i namaté/ apa’ tempeddingngi ripassu’ darana ri Ajatappareng”/ Nariasenna aseng maténa/ Matonré riSalémo/ Naonrona Ajatappareng tekké puwang/ Naiya tolaéngngi ri Sidénréng iyanaritu riasengngé La Tenritippe’ To Walennaé pattellarenna/ Arung Ujumpulu ri Angépakengngé ri Soppéng akkarungengngé/ Ana’nai ritu riasengngé Taranatié Daéng Mabéla paddaéngenna/ Datu Pammana akkarungenna/ Mabbolabatué aseng maténa/ nangurusié Wé Tenrikawareng/ I Da Page’ Datu Bulubangi/ Polé koni ri indo’na La Tenritippe’ To Walennaé/ Nawedding naratté natudangi Addatuwangngé ri Sidénréng/ Apa’ maccai mabbérékkada ri olona Petta Torisompaé/ Wé Tenrikawareng Datu Bulubangi napoindo’ La Tenritippe’ To Walennaé/ I Da Pagena ripoana’ ri Puwatta’ Wé Yabéng Petta Patémpuangngé Mula Tellu Latte’é ri Sidénréng/ Na Addatuang mémengngi ri Sidénréng Puwatta’ Wé Yabéng/ Nalaowangngi Attellu Lattekengngé nawéréngngi ana’ boranéna Addatuangngé/ [91] ri Sidénréng riasengngé La Makkaraka/ To Wappo pattellarenna/ Matinroé riPalolpo aseng maténa/ Matinroé riPalopo mabbainé ri Gowa siala riasengngé Daéng Madongko/ Najajiang La Suni Karaéng Massépé’ Toriwettaé riLingkajo/ Ripalisu adaé/ La Tenritippe’ To Walennaé mattola addatuang ri Sidénréng apa’ élona Petta Torisompaé/ La Tenritippe’-na mabbainé siala riasengngé Wé Lipa Daéng Manangku Arung Berru Riaja/ Najajiangngi riasengngé La Malewai/ Naiya pawélainna La Tenritippe’ ritellani Matinroé riPamattingi aseng maténa/ Ana’nasi riasengngé La Maléwai mattola addatuang ri Sidénréng/ La Maléwai lao musi mabbainé ri Mangkasa/ Napobainéi riasengngé I Sabaro/ ana’na Karaéng Karunrung Toménanga riUjuntana nangurusie Karaéng Balla’ Jawaya/ Najajiang ana’ La Maléwai nangurusié I Sabaro makkunrai riaseng I Rakiya Karaéng Kanjénné/ Iyana mallakkai siala To Aggamette’ Arung Jaling Ponggawa Boné Matinroé riLarompong/ Najajiangngi riasengngé To Wappo/ Iyana arung ri Berru sélléi ambo’na/ Napawélai naritella Matinroé riTana Maridié ri Berru/ Naléléi Addatuangngé lao ri To Wappo Arung Berru/ [Nalisuna masseuwa ammanarengngé ri Addatuangngé ri Sidénreng/ Pawélai To Appo/ nariaseng Matinroé riSumpang Minangaé/] Naripalisusi adaé ri Puwatta Petta Torisompaé/ Iya ana’daranna Puwatta’ Wé Kacimpureng sipobainé To Dani riaseng toni manang/ Apa’ dé’to ana’ nauru Matinroé riSalémo/ Ada’daranna macowaé ri makkunraiyé iyana riaseng Wé Tenriabang/ Iyana nawéréang Marioriwawo/ Iyanaé ana’ daranna napaccowé ullé laona ri Jakettara maddakkarengngi sunge’na/ Iyana mallakkai siala riasengngé La Mappajanci/ Iya muto riaseng La Sulo Daéng Matajang pattellarenna/ Najajiang séuwa ana’ makkunrai riaseng Wé Pattéketana/ Daéng Singara pattellarenna/ Anrinna Wé Tékke’ riaseng Wé Lékke’/ Agana duwa muwa ana’daranna Puwatta’ Petta Torisompaé mabbija/ Wé Tenriabang Datu Marioriwawo/ Séddi muwa makkunrai ana’na riaseng Wé Patékketana/ Wé Mappolobombang maddanreng Palakka/ Séuwato ana’na orowané riaseng nritu/ [92] La Patau’ Matanna Tikka Walinonoé/ To Tenribali Malaé Sanra pattellarenna/ Naiya naseddinna Petta Torisompaé/ makkedaé saléwangenni ri séséna polé ri sininna weddingngé mancaji ri aléna/ Nenniya ri akkarungenna/ kuwaé topa ri wanuwanna napasipulung manenni boccoé/ Napatudangngi ri Baruka Tellué Coppo’na ri Cénrana/ Napakengka gau’ addowa-rowaseng/ Nappasabbiangngi ri arung-arung puraé napanganro nenniya sininna boccoé engkaé napatudang/ Kuwaé topa pangulu-pangulunna Kompania Balanda/ Napoadanni ri to engkaé tudang makkeda: “Purana mappaleppe’ tinja’/ mappaleppe’ samaja/ pada sabbi toi/ Pura tona’ mappalésso gemme’/ pada méngkalinga manengngi tudang bali arung passéajingenna tanaé ri Boné/ Tomarajana Kompania/ kuwaé topa pangulu-pangulu musuna/ Pada missengngi menna iko iya maneng to Boné/ Enrengngé iko maneng passéajingenna tanaé ri Boné/ Kuwaé topa passéajingekku’é/ manessaé wijanna Mappajungngé/ baja sangadi napolé élo tengngala tona’ Alla Taala ri iya tanaé/ Uwappa sabbiyangngi pada ridi’tu séajikku’/ Anauréku’tu iya muwa uwéloreng mmanaka’ sininna waramparang kuwélaiyang iya tekku wabbéréangngépa ri awisekku’/ riasengngé I Mangkawani Daéng Talélé/ Nasaba’ iya’ sibawa awisekku’ tomanassa rowaé/ Naiya anauréu’ ana’na Maddanrengngé ri Palakka/ Iya riaseng ritu La Patau’ Matanna Tikka/ Iyana upammanariang anrompang akkarungengngé ri Boné/ Naiya anauréu’ séuwaéto ana’na Datué ri Marioriwawo riasengngé Wé Pattékke’tana/ Iya tosia upammanariang waramparakku’ séséna iyaré’ga iya tekkuwabbéréang mémeng mupa ri awisekku’ riasengngé Wé Mangkawani Daéng Talélé/ Metté’ tonisa anauréna riasengngé La Patau’ Matanna Tikka/ “Uwénglinga nitu pasenna amauréku’ Petta Torisompaé ri wettu naélorenna utola ttudangiwi akkarungenna nenniya monroiwi arajang tanaé ri Boné/ Kuwaé topa parimeng natunrengngé assamaturusenna ade’é enrengngé [93] nenniya nattulekkengngé jancinna to maégaé/ Iya kiya engka maélo’ upoada nenniya upappolo riade’é kuwaé topa uwappaissengeng ri to maégaé ri olo tekku onroinna mupa gau’ pura nappasawekengngé Puwatta Petta Torisompaé/ ri gau’ pura muassama turusié nenniya janci pura muassama iyyoié ri séséku’ ritu”/ Pada metté’ni ade’é/ nenniya sama iyyo toni to maégaé sompa makkeda/ “Poadani mai Lapuang naéngkalingai to maégamu/ Metté’ni Puwatta I La Patau’ makkeda/ “Iyapa uwiyyoiwi paréllaummu nenniya utarimai mennang assama turusemmu to maégaé polé ri ada napasawekengngé Puwatta’ Petta Torisompaé/ sangadinna mukadoinna muissenna sibawa tettuwang tongeng/ Kuwaéna ritu/ temmakkullei engka arung ri Boné ri munrié/ rékko taniya wijakku’/ Isseng toi wijakku’ ana’ eppona Mappajungngé temmakkullé wijakku’/ rilélé/ riaseri tudanna ri wijanna lilié/ Makkoniro upadapirié palettukekko/ Iko maneng to maégaé/ Nasama iyyona to maégaé sompa makkeda: angikko Puwang kiraukkaju/ ri yao miring/ riyakkeng mutappalireng/ muwawa ri perri nyameng/ Naiya Puwatta’ Petta Torisompaé Datui ri Marioriwawo Arung toi ri Palakka/ Inappa najaji amangkaukengngé rimunri mallinrunna Puwatta’ Matinroé riBukaka/ Apa’ amauréna natola/ Nasilaowwanna Admiral Speelman rumpa’i Sombaopu ri Gowa ri taung 1667 M ri wettunna karaéng ri Gowa riasengngé I Mallombasi Daéng Mattawang Karaéng Bontomangapé/ Aseng ri Katobba Jumana Sultan Hasanuddin/ Tominanga riBalla’pangkana aseng maténa/ Napasséajing toi tanaé ri Boné Kompania Balandaé napanganroi Karaéngngé ri Gowa/ Nacceppa’ ri Bungaya riessona Jumaé ri 18 November 1667 M/ Napattau tongengngi tanaé ri Boné/ Napamaradékai/ Napaleppe’i Boné/ Soppéng/ Luwu/ Wajo/ polé ri akkattangenna ri Gowa/ Narebba tangnga maneng toi [naiya] mawatanna tanaé ri Gowa sibawa pajungngé ri Luwu Matinroé riTompo’tikka/ Palattu’éngngi Tanatoraja… [94] Gangkanna bulué Lantimojong/ Napatettongngi passorona Boné/ Napattingara manengngi silili tana padanna pattuppubatu/ Naritellana Petta Torisompaé/ Apa’ iya bunge’ risompa/ Nasaba assama turusenna Kompania Balanda/ Napamaséiwi akkarungeng/ Arung Mangkau’na Arung Mangkau’é Maharaja Diraja/ Aga naébbuna pajumpulaweng nenniya pajung salaka/ rilainnaé Petta Samparajaé/ Nariwérénna ri Kompania Balanda sémbangeng mpulaweng lollong ranté/ tanra papparéngngeranna Kompania Balanda/ ripappédécénna Petta Torisompaé ri asséajingenna tanaé ri Boné sibawa Kompania/ Na Bonéna maraja ri pottanangngé/ Kompania maraja ri tasi’é/ Makkoniro asséajingenna tanaé ri Boné sibawa ritu Kompania/ Naé’ temmare’ pisa nasedding akkalipunna tanaé/ Puwatta Petta Torisompaé/ Rékkua tenna pakkalipui asséddinna Tellué Cappagala iyanaritu Boné/ Gowa/ Luwu/ Aga napabbainéni [ballalo pattolana]/ Iyanaritu anauréna riasengngé La Patau’ Matanna Tikka Walinonoé To Tenribali Malaé Sanra/ ana’na ana’daranna riasengngé Wé Mappolobombang nangurusié La Pakokoé To Angkoné Arung Timurung Tadampalié/ Napasialani ana’na Pajungngé ri Luwu/ La Settiaraja Matinroé riTompo’tikka nangurusié Wé Dio Opu Daéng Masessi’ Petta I Takalara/ Wé Ummu’ Arung Larompong napobainé La Patau’/ Naripaddanrenna Tellumpoccoé/ Kuwaé topa iya maneng lili passéajingenna Boné ri taung sisebbu enneng ratuna aruwa pulona enneng (1686)/ Makkani Wajo duwa tau ripappakéi/ Makkotoni Soppéng duwa tau ripappakéi/ Ajatappareng duwa tau ripappakéi/ Massénrémpulu duwa tau ripappakéi/ Mene’oé Pitu Babamminanga tellu tau ripappakéi/ Kaélié/ Butungngé/ Tollitoli/ makkomaneng tattellunna tau ripappakéi/ Ajangngale’ dua tau/ Alauale’ duato tau/ Naiya assitellirenna Petta Torisompaé na Datué ri Luwu La Settiaraja Matinroé riTompo’tikka/ “Narékko maupe’i La Patau’ napakkéana’ki Arung Larompong/ Iya’na matti makkau ri Boné/ mancaji datu ri Luwu/ nasekko Pajung/ iyanaritu ana’ mula rijajiangngé worowané toggi makkunrai toggi/ [95] Nakadoiwi Datué ri Luwu/ Na sitaung purana napabbotting La Patau’ ri Luwu/ Napabbottissi paimeng anauréna Puwatta’ Petta Torisompaé riasengngé La Patau’ ri Mangkasa/ Napasialani riasengngé Wé Mariyama Karaéng Pattukangang/ ana’na I Mappadulung Daéng Mattimung Karaéngngé ri Gowa riasengngé Suletang Abedul Jalile’ nangurusié riasengngé Karaéng Lakiung/ Engka manessi boccoé nenniya lili passéajingenna Boné pada makkattai/ Naiya assitellirenna sibawa Puwatta’ Petta Torisompaé na Karaéngngé ri Gowa I Mappadulung Daéng Mattimung/ Wettunna napasiala La Patau’ na I Mariyana/ Iyanaritu narékko engka ana’na na borané/ Iyatosi Karaéng ri Gowa/ [Rimakkuwanna naro na ana’nami Wé Ummu polé ri Luwu/ Na ana’na I Mariyama polé ri Gowa ripannessa mancaji ana’ mattola ri Boné/ Apa’ iyamiro duwaé bainé rijoriseng Arung Makkunrai ri Boné/ Rilainnaé ritu mauni engka muni ana’ pada iyaré’ga sengngeng ripatudang céra’ manemmi narijoriseng ana’ angiléng/ Sangadinna ana’ mattolaé jello’i sélessureng céra’na/ Weddinni mattola/ Apa’ akkarungengngé ri Tellumpoccoé nenniya Tellué Cappagala/ Tenripakkarung céra’é/ Tenriattolang rajéngngé/ Sangadinna pedda manenni mattolaé cappu toni angiléngngé inappai naléléi angiléng lattu rirajéng matase’é/ Ma’gangkani ri cera’ paéwaé/ Naiya tosi wettunna rigéso anauréna Puwatta’Torisompaé riasengngé Wé Pattékke’tana Daéng Tanisanga Petta Majjappaé Datu Tellué Salassana/ Naripaddanressi sininna boccoé/ kuwaétopa ripasséajingenna Puwatta’ Petta Torisompaé/ Riwérénni Wé Pattékke’tana ri amauréna/ pettié lolo waramparang puraé nappasabbiyang Puwatta’ Petta Torisompaé ri wettu purana mappalésso gemme’/ Riwéréng toni ri inanna Marioriwawo lollong lise’/ Riwéréng toni ri amanna Tanété lollong lise’/ Naiyaro tellué wanuwa lollong lise’ salassaéna ri Pattiro po’makessing ritangnga’/ Apa’ engka manu’manu’ rialarapanna maccékkéng ri alekke’na kaluku lajué/ Salassaé ri Mario po’makessitto/ Pada bolana arungngé ri Padang/ Aju bolong allirinna ritebbu-tebbu riparadai/ Apa’ iya laona ri Jakettara Puwatta’ Petta Torisompaé/ Napaccoéwi… [96] anrinna riasengngé Wé Tenriabang Datué ri Marioriwawo/ Iyanaro anrinna polakkai Karaéng Tanété riasengngé La Sulo Daéng Matajang/ Najajianni Wé Pattékke’tana/ Iyanaro anrinna napaccoé laona ri Jakaettara massala/ Narékko teri-teri muni nakkedaini anrinna/ “Aja’ muteri Ndi’/ nawajuwanna na tollisu lempu ri tana Ugi/ uwébburekko bola pada bolana arunna Padangngé/ Salassaéna ri Tanété po’battowa na kambara/ Takkaruwa paddassére’na/ Iyatonaro rigésona naripoadang Tellumpoccoé/ Limaé Ajatappareng/ Pitué Babamminanga/ Limaé Massénrémpulu/ [Tellué Batulappa]/ Butungngé/ To Iraté/ Bukié/ Gowa/ [Cappagalaé]/ Kuwaétopa sininna passéajingenna tanaé ri Boné/ Pangulu-pangulunna Kompania/ Naengka Surona ri Luwu massuro bainéangngi ana’ mattolana/ riasengngé La Onro To Pallaguna/ Nakkedana Puwatta’ Petta Torisompaé ri dutana Pajungngé ri Luwu/ “Iyapa ukadoi adammau to Ware’mupadatupi ri Luwu Wé Tékke’ mauni dé’ wijanna/ Apa’gi narékko engka mémenna wijanna/ Narékko engka mémenna wijanna nasossorengngi/ addatungngé ri Luwu/ Nakadoini to Ware’é adanna Puwatta’ Petta Torisompaé/ Najjancina Puwatta’ Matinroé riBontoala sibawa Matinroé riTompo’tikka/ addatunna ri Luwu Wé Pattékke’tana lattu’ ri wijanna/ Naiyoi to Ware’é/ Nassabbi Tellumpoccoé/ Naripallaibiné ngennanna Wé Pattékke’tana sibawa La Onro To Pallaguna/ sompa toselli wéré kettinna/ Naripatonangeng raga-ragana/ Naripattuddu umpa sékati/ Naripalléjja’ tana ménroja/ Narirettowang ulaweng/ Naripasessung riménrawé/ Najajianni riasengngé Batara Tungke’/ Sitti Patimang aseng Katobba Jumana/ Nallakkai Sitti Patimang siala massappo siseng riasengngé La Rumpammégga To Sappailé Cenning ri Luwu/ Ana’na Wé Yasiya Opu Mpélai Lémolémo nangurusié La Ummareng Opu Tomallinrung/ Najajiang ana’Wé Patimang tellu llise’/ Séuwa riaseng Wé Tenriléléyang/ Iyana mattola ri Luwu/ Séuwa riaseng La Tenrioddang La Oddanréwu Daéng Mattinring/ Iyana mattola ri Tanété/ Séuwa riaseng La Tenriangke’ Datu Wallié/ Iyana Datu ri Marimari/ Naiya Puwatta’ Petta Torisompaé La Tenritatta To Unru koi ri tana Mangkasa marenreng/ [97] Nasitujuangngi lima ngessona uleng Aperile’ taung sisebbu enneng nratuna aséra pulona enneng/ Nateppani pammasé Puwatta’ Petta Torisompaé riasengngé La Tenritatta To Unru Daéng Sérang pattellarenna/ Arung Palakka akkarungenna/ Sultan Saaduddin aseng ri katobba Jumaé/ ri Mangkasa ri bolana ri Bontoala/ Nariselli’ doninna ri Bontobiraéng siangoloang jéra’na Karaéngngé Sultan Hasanuddin/ Aseng maténa Matinroé riBontoala/ Naiyana ttolai makkarung ri Boné anauréna puraé nappasabbiang nenniya puraé napawarekkengi uluada riasengngé La Patau’/ LA PATAU’ MATANNA TIKKA WALINONOÉ TO TENRIBALI (lptau mtn tik wlinonoea totERibli) [97.10] La Patau’ Matanna Tikka Walinonoé To Tenribali Malaésanra pattellarenna/ Puwatta’ mattolla mangkau’ ri Boné sélléi amauréna Puwatta’ Petta Torisompaé/ Apa’ iya mémeng riappasengeng nenniya ripatarimai uluadaé/ Nari péesseri janci riade’é ri Boné/ Nari teddekiang ure’ telli’ tanroalé ri to maégaé/ Mangkau’ni ri Boné Puwatta’ La Patau’/ Ana’na ana’daranna Puwatta’ Matinroé riBontoala riasengngé Wé Mappolobombang Da Ompo aseng riana’na/ Wé Tenriwale’ aseng nrialéna/ Maddanreng Palakka akkarungenna/ Matinroé riAjaappasareng aseng maténa/ Nangurusié riasengngé La Pakokoé/ To Angkoneng aseng riana’na/ Tadampalié pattellarenna/ Arung Timurung akkarungenna/ Macoméngngé pappasawe’na/ Naiya Puwatta’ Wé Pattéke’tana Daéng Tanisanga/ Pura toni natarima mana’ rijanciangéngngi ri Puwatta’ Petta Matinroé riBontoala/ Iyanaritu Pattiro lollong lise’/ Ana’nato ana’daranna Puwatta’ Matinroé riBontoala riasengngé Wé Tenriabang Da Emba aseng riana’na/ nangurusié riasengngé La Sulo La Mappajanci Daéng Matajang Karaéng Tanété/ Nenniya sininna waramparang nasésaé mabbéréang ri awisenna riasengngé Wé Mangkawani Daéng Talélé/ Iyanaé Puwatta’ La Patau’ Malaésanra/ Ranreng toi ri Tuwa/ Wajo/ Apa’ polé ri ambo’na Arung Timurung/ Arung toi ri Ugi/ Ranreng toi ri Tuwa/ Nasaba’ naseddinna aléna dé’pa namangere’ ri tudangenna polé ri amangkaukengngé ri Boné/ Apa’ engka mupa ana’ mattola rilainnaé aléna wedding tompoki narékko [98] engka pakkulléna/ iyanaritu riasengngé La Pasompereng Petta I Téko/ ana’na riasengngé La Polédatu ri Jeppe’ nangurusié sappo sisenna riasengngé Wé Tenrisénge’/ Naiya La Polédatu ri Jeppe’ mappada orowanéi La Tenribali Datu Soppéng Matinroé riDatunna/ Ana’na La Maddussila Arung Mampu Mammésampatué nangurusié Wé Tenrigella ana’daranna Datu Soppéng Béowé/ Naiya La Maddussila Arung Mampu Mammésampatué arung toi ri Sijelling/ Ana’na Puwatta’ Wé Tenripatuppu Arumponé Matinroé riSidénréng/ Naiya Wé Tenrisénge’ ana’na riasengngé Wé Tenritana Massaolebba’é ri Mampu sélessurenna La Maddussila Arung Mampu Mammésampatué/ Wé Tenritana siala massappo siseng riasengngé La Tenripeppang Lebbiwalié ri Kaju/ Najajiangngi Wé Tenrisengngeng/ Naiya La Tenripeppang Lebbiwalié Arung Kaju/ ana’na Wé Tenripatéya pada makkunrainna Wé Tenripatuppu Arumponé Matinroé riSidénréng polakkaiwi riasengngé La Tenriliyo riléwoé Matinroé riAlepperenna/ Najajianni riasengngé La Maddussila Arung Mampu Mammésampatué sibawa Wé Tenritana Massaolebba’é riMampu/ Naiya Wé Tenripatéya Iyana polakkaiwi riasengngé La Parénréngi Arung Marowanging/ Najajina La Tenripeppang Lebbiwalié riKaju/ Naiya Wé Tenripatuppu/ Wé Tenripatéya/ sibawa Wé Tenriparola/ ana’na riasengngé La Pattawe’Arung Kaju/ Arung Palenna toi/ Arumponé Matinroé riBettung [Bulukumpa] nangurusié Wé Balolé I Da Palimpu Arung Mampu/ Wé Balolé I Da Palimpu Arung Mampu ana’na La Ulio Boté’é Arumponé Matinroé riItterung nangurusié sappo sisenna riasengngé Wé Tenrigau’Arung Mampu/ Iyanaé Arumponé nappongi La Pasompereng Arung Téko/ Nénéna muto Puwatta’ La Patau Matanna Tikka nasitujuangngi dé’na ri libukengngé/ Engkani ri Timoro’ Kupang/ Apa’ méllau Kompania Balanda ri Petta Torisompaé nakkullé napanganro Timoro’é/ Koniro ria’ ri Timoro’ La Pasompereng Petta I Téko nallinrung Puwatta’ Petta Torisompaé/ 5 April 1696 M/ Naisseng mani mallinrung [99] Petta Torisompaé inappa llisu/ Apa’ Petta Torisompaé mémeng tommi ssuroi llao/ Riwérénni jowa nasilaowang Suro Datunna Kompania Balanda/ Iya kiya maja’i asenna ri Kompania Balanda apa’ iya lattu’na riya’ ri Timoro’ iyami natungka laowé lampari ulléngi bangsa Timoro’é/ Olo’kolo naruntu’ olo’kolo’ najeppa/ Tau narapiri tau natikkeng/ Narékko engkasi nalolongeng natiwisi lao ri tana Jawa nabalu’i/ Na sininna gau’gau’na baiccu’ battowa ritarowangengngi uki ri Kompania Balanda/ Maélo’ ripalattukeng ri Petta Torisompaé/ Iyakiya dé’ni Petta Torisompaé napoléi/ Komani ri Puwatta’ Malaé Sanra napalettu’ Kompania Balanda gau’ éro/ Apa’iya ri wettu tuwona mupa Puwatta’ Petta Torisompaé kowana mupa ri Timoro’Arung Téko nakkutana tomarajana Kompania Balanda ri Petta Torisompaé ri Ujuppandang/ Nigana wedding tolaki’ makkarung ri Boné narékko poléi puppureng sunge’ta’/ Naiya nappabaliang Puwatta’ Matinroé riBontoala makkeda/ “Engkatu anauréku’ ri laleng ri Boné/ Koitu ri Timurung monro/ Madécéngngi narékko engka appadapiretta’ tama’ki’ jokka-jokka/ Naiya dénré Tomarajana Kompania/ muttama’ tongengngi ri Boné jokka-jokka/ Ade’ Pituémi ri Boné duppaiwi Tomarajana Kompania Balanda/ Rimakkuwanna naro namasirina nasedding Puwatta’ Petta Torisompaé ri Tomarajaé Kompania Balandaé/ Namacai’ ri anauréna/ Napassuni ada Puwatta’ Petta Torisompaé ri olona Ade’é ri Boné makkeda/ “Bénéng dé’ natakkala pura uwappasabbiyang La Patau’ matti’ sélléa’ rékko poléi élo tengngalawana Alla Taala ri munri matéku’/ La Sompereng-sa Arung Téko uwéloreng muala Arung ri Boné/ Apa’ iya mémetto ana’mattola mareppé saba’ wijanna toi Mappajungngé wali-wali/ Wedding toi mattola ri Soppéng/ Iyanaro naéngkalinga La Pasompereng karébanna namasiga’ lisu/ Makkoniro natoli ranggaséla atinna La Patau’/ Ajakkéng engka lisu La Pasompereng namaélo sittaia’ akkarungengngé ri Boné/ Mancaji musuni matti/ Na tau isanrato ri Kompania [100] Balanda apa’ engkanna pappédécénna/ Iyakia iyaé Puwatta’ Malaésanra dé’pa naissengngi makkedaé majai asenna Arung Téko ri Kompania Balanda/ Engka mani sure’na Kompania Balandaé mappaissengengngi gau’-gau’na La Pasompereng Arung Téko inappai nasedding maringeng péneddinna Puwatta’ Malaésanra/ Pawélai toni Puwatta’ La Tenribali Datué ri Soppéng poléwé ri Sanrangeng riasengngé Matinroé Datunna/ Ana’na ttolai riasengngé La Tenrisénge’ To Wésa/ Naiya pawélainna riasessi Matinroé riSalassana/ Pawélainnana To Wésa Matinroé riSalassana taniana ana’na ttolai/ Laowi to Soppéngngé ri Boné méllauwi Puwatta’ La Patau’ sarékkuammengngi napasiakkatenningngi Boné/ Iyakia Puwatta’ Malaésanra dé’ naiyoi adanna apa’ duwa bali marajana narékko napasiakkatenningngi Boné na Soppéng/ Iyanaritu La Pasompereng Arung Téko sibawa Daéng Mabani Sullé Datué ri Soppéng/ Naiya Puwatta’ La Patau’ Malaésanra Ranreng toi ri Tuwa/ Saba’ mana’na ri Wajo aranrengengngé ri Tuwa polé mupa ri néné ambo’na lattu’ ri Arung Timurung/ Jaji nalaowang mémenni aranrengngé ri Tuwa Wajo/ Nancaji Mangkau’ ri Boné/ Jaji tassiseng siuleng ménré’ ri Ujuppandang mampiriwi adécéngenna to Wajo engkaé marionrong ri Ujuppandang/ Apa’ engka tona onronna to Wajoé iya monroé ri Ujuppandang/ Nataroangenni matowa sélléi narékko dé’i/ Nalani Matowa riasengngé Amanna Gappa ri séséna to Wajoé/ Amanna Gappa-na ripawarekengngi ri Puwatta’ La Patau’ Ranreng Tuwa Wajo/ [haplografi] Ja’ décénna to Wajo monroé ri Ujuppandang/ Naritellana Amanna Gappa Matowa Wajo/ Narékko engkani Puwatta’ Malaésanra polé ri laleng ri Boné ri Ujuppandang/ Taroni sawung ri Mallimongeng/ Sininna arung-arungngé ri Sélébésé maniangngé napojié abbotoreng sawungngé/ Narékko engka akkattana ri Goboronaméng Kompania Balanda napatujui mani situju engkanna Puwatta’ Malaésanra ri Ujuppandang/ Jaji duwani akkattana/ naiya dénré Puwatta’ [101] Arumponé La Patau’/ Riéllauinna mancaji datu ri Soppéng/ tennatarimai apa’ engka mupa tomatowanna masero sitinaja/ Iyanaritu Wé Ada najello’/ ana’daranna Datué ri Soppéng Matinroé riSalassana/ ana’na mupa Datué ri Soppéng Matinroé riDatunna/ Jajini Wé Ada Datu ri Soppéng/ Onconni ri tuwona Puwatta’ Petta Torisompaé/ Purai siala massappo siseng Wé Ada/ de’ tosa ana’na/ apa’ pada makkunrai manguru’ indo’i Puwatta’ Wé Tenrisui na indo’na Petta Torisompaé sibawa Puwatta’ I Bubungeng I Da Sajoi Datu Pattojo/ Ripobainéi ri Matinroé Datunna/ Jajini Matinroé riSalassana sibawa Wé Ada/ Ripalisui dénré adaé lao ri Arung Téko riasengngé La Pasompereng/ Napobainéi ana’daranna Karaéngngé ri Gowa Malawaka Daéng Matanré Karaéng Kanjilo Toménanga riPassirinna/ riasengngé Karaéng Ballakaérié/ Naengka ana’na makkunrai riaseng Karaéng Pabinéang/ Iyana ripobainé ri Tomarilaleng Pawélaiyé riKaruwisi ana’na Opu Tabacina Karaéng Karuwisi nangurusi Arung Ujung/ Naiya dénré awisenna Arung Téko wettunna llao La Pasompereng ri Timoro’ sialawengengngi Sullé Datué ri Soppéng Daéng Mabani/ Jaji rékko duppa sawusssi ri Ujuppandang/ toli ménré’ toi Daéng Mabani sawung/ Purapi ssoro’ sawungngé ménré’si ri salassaé ri Gowa apa’ koiro monro Karaéng Ballakaérié/ Nasalaini bolana naénré’ ri salassaé/ Koni ri salassaé toli siruntu’ Sullé Datué Daéng Mabani/ Koni ri salassaé siabbenniang/ Makkoniro gau’na Karaéng Ballakaérié sibawa Daéng Mabani/ naisseng toni Puwatta’ Malaé Sanra gau’ewé/ Naiya engkanna Arung Téko polé ri Timoro’ matteruni ritu ttama’ ri Boné maélo mappabbarekkengengngi aléna ri Boné/ Apa’ Boné suroi ritu/ Namasélenna Puwatta’ La Patau’/ Apa’ nakapangngi maéloi naéllau akkarungengngé ri Boné/ Iyakiya sakke’ tagitagi mémenni Puwatta’ risésé pappabali/ Narékko polé naéllauwi akkarungengngé ri Boné/ [Naengkana ssawung Arung Tekko]/ [102] Mabbicarani Puwatta’ Malaésanra sibawa Arung Téko/ Ripaddioloang mémenni ri Puwatta’ Malaésanra makkedaé/ “Uppa-uppanna narékko dé’ nariullé pasaléwangeng ri lalempolata’ mabélani riulléna pasaléwangeng séuwa wanuwa”/ Makkutanani Arung Téko makkeda/ “Magitu Ndi’ naengka ada makkuwammu ri iya’/ Maittai dé’ nametté’ Puwatta’ Malaésanra/ Makkutanani parimeng Arung Téko/ “Bara’ engka muisseng Ndi’ ri lalempolaku’/ Genne’ mani wékka tellu naola Arung Téko pakkutanana inappa/ metté’ Puwatta’ makkeda/ “Ménré’pi’ Daéng ri Gowa taissengngi/ Dé’ tona muakkutana muissengngi/” Ripoadanni ri Puwatta’ gau’na awisenna/ Nenniya orowané naéwaé sisompung ulé/ Ripoadang toni makkedaé narékko maéloko manessai/ Tatajenni ri Ujuppandang/ sisengngé siuleng ménré’ ri Ujuppandang/ Ménré’ka’ célléngi to Wajoé/ Taro tona’ duppa sawung marowa’ apa’ pada engkai arung-arungngé polé sipulung ssawung/ Naiya matu’ tanranna narékko engkai boranéwé/ engkatu matu manu’ uwassurong tiwirekki’/ Iayanatu tanrang engkanna/ Narékko dé’i manu’é uwassuro tiwirekki’ tanra dé’itu polé”/ Purai massimanni Arung Téko ri Puwatta’ Malaésanra/ Nangujuna llisu ménré’ ri Ujuppandang sita awisenna/ Matterui lao ri bolana Arung Téko/ Lattu’i ri bolana nasappani pattarona/ Dé’i napoléi/ Makkutanani ri lise’ bolaé makkeda/ “lao kégi Puwammu”/ Métté’ni to ri bolaé makkeda/ “Té’i Puwang ri salassaé”/ Makkutanasi makkeda/ “Aga nattungka”/ Metté’ni lise’ bolaé makkeda/ “Tenrisseng Puwang”/ Aga nassurona Arung Téko ri pattarona sarékkuammengngi nalisu ri bolana/ Iyakiya téyani lisu awisenna/ Makkuli-kkulinni suro-surona Arung Téko/ Natéya lisu awisenna/ Téya sisenni paleppangi rupa lakkainna/ Naisseng najeppuini Arung Téko makkedaé/ makko tongengngi sipa’na/ Nappattongenni puraé ripadangngi ri Arumponé/ Tessiagi ittana/ Engka tongeng Arumponé taro sawung ri Ujuppandang/ Engka tongenna manu’ nassuro tiwi’Arumponé ri bolana Arung Téko/ Naisseng toni Arung Téko makkeda engka tongenni [103] natajengngé napangatta tona jowana ri tujunna laleng simataé/ Iya mattujué dénré ri salassaé ri Gowa/ Naiya sorona sawungngé manguju toni labu essoé/ Naiya Puwatta’ Malaésanra/ lao mémenni/ Nangolona ri Tomarajaé ri Ujuppandang/ Sarékkuammengngi nangattaiwi Surodadunna Komania Balanda iya arawégngé/ Apa’ engka matu’ assiunong kajajiang ri tujunna laleng simataé ménré’ ri salassaé ri Gowa/ Nigi-nigi matti pauno tikkeng manengngi lollong jowa mupattamai ri pangkungngé mubalenggui/ aja’ mupappessui/ Jaji iyaro arawéngngé mangatta sobbu mémenni surodadunna Kompania Balandaé léwoi to mattajengngé/ Iyanaritu Arung Téko massipajjoareng/ Napada llisuna passawungngé Sullé Datué ri Soppéng Daéng Mabani/ Manguju toni sipajjowareng ménré’ ri salassaé ri Gowa/ Iya silurung pettangngé iya kajajiang assiunongngé/ Matteru mémeng toni maté Sullé Datué ri Soppéng Daéng Mabani/ Matteru mémetto rijeppa Arung Téko massipajjowareng/ Nari pangkung/ dé’ nari pappessu/ Naiyaro wettué mattanroso’ toi komai ri Toddang Anging musuna Kompania Balandaé sibawa Goboronamé Anggarisi/ Engkaé napanganrona ri Kalimantang/ atturusenna Matamatana Anggarisié/ Nadéatuiwi sure’ Arung Téko rilaleng pangkung massipajjowareng/ Naélorengngi manguru méwai Kompania Balanda/ Apa’ mangattai Goboronamé Anggarisi tulungngi éwangeng napakkégunai massipajjowareng mméwai Kompania Balandaé/ Na koi ri langga’-langgakeng attarong inanréna Arung Téko/ Langga’ po’ mariawaé rilolongeng sure’na/ Rijanci toi ri Anggarisié Arung Téko/ narékko pasauwi musuna Goboronamé Anggarisi méwai situppu musu Kompania Balanda ri libukengngé ri Sélébésé Maniangngé/ Arung Téko sélléi tudangenna Petta Torisompaé iyanaritu Arung Mangkau’na arung mangkau’é/ Naiya awisenna Puwatta’ Malaésanra naéllau memenni naripassala Arung Téko massipajjowareng iya dé’éna nawedding lisu namaté/ Nariangilénna onrowang iyanaritu Tana Sélong sibawa cappa’na Tana Aperika Maniangngé/ Naritiwina Arung Téko massipajjjowareng lao ri Sélong/ Koni… [104] Romai makkamaté-matéang/ Apa’ iyaro libukeng duwaé/ Wanuwa akkabbéangeng tau pasalana mémeng Kompania Balandaé/ Iyanro duwaé onrong wanuwa narappa tommi Balandaé riwettu sompe’na lao mai ri toddang anging/ Inappani saléwangeng arunna Puwatta’ Malaé Sanra makkarungi Boné/ Pawélai toni Puwatta’ Wé Ada/ Narisenna Matinroé riMadello/ Engka toni to Soppéngngé pekkengngi aléna ttama’ ri Boné sarékkuammengngi napasagénai angngi alé Puwatta’ Malaésanra/ pasiakkatenniangngi Soppéng/ Boné/ Natarimani Puwatta’ Malaésanra dararinna to Soppéngngé/ Datu toni ri Soppéng Puwatta’ Malaésanra/ Mangkau’ toni ri Boné/ Nakkarungini duwaé bocco/ Nasaba’ paréllaunna Matinroé riMadello wetunna tuwo/ Sarékkuammengngi Encik Camummu nala Sullé Datu/ Ana’ Malajunna Matinroé riSalassana/ Narijajiang Puwatta’ Malaésanra 3 Nopémbéré taung 1672/ nariakka mancaji mangkau ri Boné sélléi amauréna taung 1698 H/ Naripaénré’ ri katobba Juma asenna Sultan Muhammad Idris Adzimuddin/ Naripasiala ri Puwatta’ Petta Torisompaé/ Ana’na Pajungngé ri Luwu Matinroé riTompo’tikka riasengngé Wé Ummu Arung Larompong/ Nasaba’ assitellirenna Puwatta’ Matinroé riBontoala sibawa Matinroé riTompo’tikka/ Iyanaritu ana’ rijajianna matti macowaé/ Nakadoiwi Datué ri Luwu/ Najajiang ana’ Wé Ummu nangurusié Puwatta’ Malaésanra/ Séuwa riaseng Wé Bataritoja Daéng Talaga pattellarenna/ Iyanaé ripakkarung ri Timurung/ Ripakkarung toi ri Citta nariaseng Datué Citta/ Naiya dappina Wé Bataritoja riaseng Wé Patimanaware’/ Iyana ripakkarung ri Larompong/ nariaseng Opu Datu Larompong Matinroé riBolaukina aseng maténa/ Mancaji Datui ri Luwu/ Mangkau’i ri Boné Wé Bataritoja Daéng Talaga/ Datu toi ri Soppéng/ [Na Wé Warani] pada makkunrainna Wé Patimanaware’/ Akkarungenna ri Timurung/ nariaseng Wé Patimanaware’ Arung Timurung/ Nallakkai Wé Patimanaware’ siala massappo siseng riasengngé La Rumanga Daéng Soréang [105] pattelarenna/ Opu Janggo’ pappasawe’na/ Patunru Luwu Pélaiéngngi Emponna/ Najajiang ana’ séuwa riaseng Wé Wale’ Daéng Matajang/ Séuwa riaseng Wé Mane Daéng Masiang/ Séuwa riaseng Amira/ Naiya wijanna ritu [haplografi] Naiya Wé Wale’ Wé Ulaweng Daéng Matajang Iyana polakkawi riaseng La Tadda Opu Pawélaiyé riLémpa/ Ana’na Opu Sangaji/ Ana’boranéna séamanna Wé Ummu nangurusié Opu Indo’na Tadda/ Naiya La Tadda Pallémpa Walénrang/ Napobainé Wé Ulaweng Daéng Matajang Pallémpa Suli/ Najajiang ana’ makkunrai riaseng Wé Kambo’ Opu Daéna/ Patiware’ pattellarenna/ Iyanaé Wé Kambo polakkaiwi amauré sappo sisenna indo’na riasengngé La Makkasau Arung Kéra Dulung toi ri Pitumpanuwa Wajo/ Ana’na Matinroé riMallimongeng nangurusié Sitti Habiba eppona Tuanta Salama’é ri Gowa/ Najajiang ana’ orowané makkunrai lebbi ri tellué/ Iyana ritu La Mangilé Daéng Patangnga Patunru Luwu/ Wé Biba Daéng Talebbi Opu Datu ri Luwu/ La Riwu To Paéwangi Palémpa Walénrang/ Wé Lija Daéng Rilémbangi/ La Riwu/ La Ewa Opu Topalinrungi/ La Wakké Ambo’na Ribi Arung Kéra Dulung Pitumpanuwa/ Wé Pada Daéng Maléla Wé Tenriaji Daéng Manujéng Matinroé ri Lompo’ Paccing/ Naiya Wé Mané Daéng Masiang/ Iyana Opu Datu ri Luwu/ Arung toi ri Larompong Matinroé riRampérampé/ Iyana polakkaiwi La Tenripeppang Daéng Mpalié/ Riaseng mutoi La Patiware’ Pajungngé ri Luwu/ Matinrié riSabbamparu/ Najaji séuwa ana’ makkunrai riaseng Wé Tenriawaru Sitti Hawa Pajung ri Luwu Matinroé riTengngana Luwu/ Iyana polakkaiwi sappo wékkaduanna riasengngé La Mappapoléonro Datué ri Soppéng/ Matinroé riAmala’na ana’na La Mappajanci Daéng Massuro Pollipué ri Soppéng Matinroé riLaburau nangurusié Wé Tenriollé Datué ri Boli/ Najajiang ana’ Sitti Hawa nagurusié La Mappapoléonro/ Iyanaritu La Tenrioddang/ La Oddanréwu/ Pajung ri Luwu Matinroé riKampobbaru/ [106] La Palettéi/ La Opu Letté Arung Larompong/ Cenning ri Luwu/ Datu toi ri Watu/ Guttu Patallo Petta Dokongngé Datu Marimari/ La Tinauleng Opu Mpélai Ngapa/ Sumange’rukka Arung Berruberru/ La Saliu Sagariya Bajo ri Luwu Mpélaiéngngi Ujung/ La Sessu’Arung Galung/ La Peppang Pabbicara Luwu/ Wé Yadiluwu Hamida Opu Andi Guru Pajung ri Luwu Matinroe riTemmalulu/ Wé Sengngeng Opu Mpélai Bola Padangngé/ Wé Tenriabang/ Wé Tenriléleng I Da Tenrisukki Mpélaiyéngngi Tessililu/ Wé Pancaitana Bungawalié Arung Akkampéng/ Naiya Wé Amira/ Iyana riaseng Opu Mpélai Sabbé/ Iyana polakkai riasengngé La Kambau Maddika Buwa Riposso’é ri Musu Lamunré ripassuna datu ri Luwu riasengngé Wé Tenriléléang/ Nasaba’ Gau’ tallalona ana’na riasengngé La Tenrisessu’Arung Pancana ana’nangurusi Wé Amira sibawa La Kambau Maddika Buwa/ Na Wé Amira riaseng La Cella’ La Settiaraja Maddika Buwa Matinroé riPadakkaluwa aseng maténa/ Iyana lao mabbainé ri Pammana siala riasengngé Wé Sompa Daéng Risunra Datu Pammana Pilla Wajo Matinroé riTétéaji aseng maténa/ Naiya Wé Sompa ana’na riasengngé La Gau’ Arung Maiwa Datu Pammana na Pillato ri Wajo nangurusié Wé Tenriabang Datu Watu Arung Pattojo Matinroé riGangkahénné’/ Najajiang ana’ La Cella’ La Settiaraja nangurusi Wé Sompa/ Iyanaritu Wé Roba Datu Pammana/ La Saddappotto Maddanreng Pammana/ To Patarai Arung Lamunré/ La Tampoké Opu Malolo/ Ri lalenna taung 1687 M/ Ripabbainési Puwatta’ Malaésanra ri amauréna Puwatta’ Petta Torisompaé ri Mangkasa/ Naripasiala riasengngé Wé Mariyama Karaéng Pattukanga ana’na Karaéng ri Gowa Toménangaé riLakiung I Mappadulung Daéng Mattimung asenna/ Naiya assitellirenna Puwatta’ Matinroé riBontoala sibawa Toménanga Rilakiung/ Iyanaritu ana’ rijajianna matti I Mariyama nagurusié Puwatta’ La Patau’ Matanna [107] Tikka Walinonoé/ Iyanaritu eppa muwa/ Séuwa Makkunrai tellu orowané iyanaritu/ Wé Yanébana asenna I Da Patola pattellarenna/ Iya muto riaseng I Mangurangi Karaéng Cémpagaya aseng Mangkasana/ Temmallakkai topa namaté/ Orowanéwé séuwa riaseng La Pareppai To Sappéwali pattellarenna/ Séuwa riaseng La Paddasajati To Appaware’/ To Appamolé pattellarenna/ Séuwa riaseng La Panaungi To Pawawoi pattellarenna/ Iyanaé duwa pauwé ana’na Puwatta’ La Patau’ riaseng ana’ mattola ri Boné/ ri Luwu/ Ri Gowa/ Engka muwa ana’padana mallinrung riaseng La Temmassonge’/ Iyana riaseng La Mappasossong To Wappaséling pattellarenna/ Iyanaé Puwatta’ rimunri mallinrunna Puwatta’ Malaé Sanra ripatudang céra’mi ripada orowanéna/ Jaji komi ri ana’ angilengngé ritaro/ Naritarona mattola ri Baringeng/ Naripasiasessi Datu Baringeng/ Apa’ iyamai bainéna Puwatta’ La Patau’ duwaé naéngau manittu Puwatta’ Petta Torisompaé/ Apa’ nattéyangngi Puwatta’ Matinroé riBontoala ricarépai akkarungengngé ri Boné/ Apa’ mappammula polé ri Puwatta’ Manurungngé Matasilompo’é lattu’ ri aléna Puwatta’ Malaésanra/ Dé’pa naengka nasowokeng daraé iya makkarungngé ri Boné/ Dé’ topa naengka naripakkarung céra’é/ Dé’ topa naengka riattolang rajéngngé/ Rimakkuwanna naro iyami ennengngé ana’na Puwatta’ Malaésanra nappasengeng Puwatta’ Petta Torisompaé wedding riattolang ri Boné wijanna/ Apa’ iya kennéng wijanna Wé Pattékké’tana anauré padana toparo Puwatta’ Petta Torisompaé/ Simperreng pada onro marana’ La Patau’ Matannatikka Walinonoé/ Tennappasengeng nritu Puwatta’ ripakkarung ri Boné/ Inappani Wé Pattékke’tana waramparang tommi bawang ripammanariangngi polé ri Puwatta’ Petta Torisompaé/ Wanuwa lili tommi bawang riwéréngngi wettunna rigéso/ Iyanaritu Pattiro lollong lise’/ Apa’ ko manengngi ri Pattiro napaddeppungeng Puwatta’ waramparang maéloé ripammanariangngi Wé Pattékke’tana/ Naengka Surona pajungngé massuro duta/ [108] Naripoadang to Ware’é ri Puwatta’ Petta Torisompaé makkeda/ “Ukadoi mui adammu to Ware’/ Mupadatu mémeppi ri Luwu Wé Pattékke’tana mau dé’ wijanna/ Onconni narékko engka memenna pattolana nassossorenni Addatungngé ri Luwu/ Naiyoiwi Matinroé riTompo’tikka/ Maélosi ripasiala Puwatta Malaésanra Wé Ummu/ Makkomusi ripoadangngi Pajungngé Matinroé riTompo’tikka ri Puwatta’ Malampé’é Gemme’na/ Jaji tempeddingngi engka ana’ mattola ri Boné rilainnaé ana’na Wé Ummu massélessureng/ Na ana’na Wé Mariyama massélessureng/ Mauni engkamuna sengngéng sangadi ana’ pattolaépa jello’i/ Pawélai mani Puwatta’ Matinroé riBontoala nappasi mabbainé Puwatta’ Malaésanra napobainéi riasengngé Sitti Maémuna ana’na Daéng Maréwa/ I Lolo Kalukué ri Maru/ Iya tudang Dala ri Maru/ Napobainé toni Datu Baringeng asenna I Akiya/ Nasaba’ dé’ nawedding nalaweng duwaé arung makkunrai ri Boné/ iya puraé nataro Petta Torisompaé/ Jaji sininna ana’ rijajianna Datu Baringeng Sitti Maémuna mangauwi/ Aga natudang céra’na ritu/ Iyanaro riaseng céra’ rimanessaé sengngeng ri mallinrungngé/ Iyakiya taniana ana’ mattola asenna/ Ana’ angiléng mani/ Iyanaritu séuwa riaseng La Mappasoré To Asipuang ritellaé To Laowé riBawéang/ Iyana kaminang macowa/ Ana’ céra’na Puwatta’ To Tenribali Malaésanra seuwa riaseng La Maggamette’ To Wappésona/ Iyanaé matebbe’ gau’ bawanna ri to Boné/ Nariassuro mpunona ri padaorowanéna Puwatta’ riasengnge La Paddasajati To Appaware’/ Séuwa riaseng La Temmassonge’ iya muto riaseng La Mappasossong To Wappaséling pattellarenna/ Iyanaé riwéréng onrong ri Baringeng ri ana’dara puwanna riasengngé Wé Bataritoja Daéng Talaga/ Nariasenna Datu Baringeng/ Iya tona mmalai Ponggawa ri Boné wettunna makkarung ri Boné Matinroé riTippulunna/ Apa’ temmaka napujinna ana’boranena saba’ dé’ ana’na Puwatta Matinroé riTippulunna/ La Temmassonge’ maneng mana’i waramparanna nenniya wanuwanna poléwé ri Puwatta’ La Patau’ Matanna Tikka/ [109] Séuwa riaseng La Pasarai To Pawelleri/ Iyanaé maté malolo/ Napobainé toi Puwatta’ Malaésanra Wé Rakiya to Bantaéngngé/ Iyana tudang Dala ri Bantaéng/ Napakkéanaki lebbi pitu/ [Duwa] makkunrai enneng orowané/ Naiya makkunraié/ Séuwa riaseng Wé Bacina/ Iyana macowa anana’ mupi namaté/ Naiya dappina Iyana maté baiccu’/ naiya orowané/ Séuwa riaseng La Pauséri To Mallimongeng pattellarenna/ Dappina riaseng La Masettuang To Appé pattellarenna/ Dappina riaseng La Massangira To Patawari pattellarenna/ Dappina riaseng La Makkarumpa’ anana’ mupi namaté napedda/ Napobainesi Wé Biba to Unynyié/ Napakkéanakiwi séuwa orowané riaseng La Tangkileng To Appangéwa pattellarenna/ Anana’ mupi napedda/ Napobainesi Wé Maisa to Lémoape’é/ Najajiang ana’ duwa/ Séuwa riaseng La Maddinusa To Parelléi pattellarenna/ Séuwa jajinna muwa napedda/ Napobainési riasengngé Wé Léta to Baloé/ Séuwa ana’na makkunrai riaseng Wé Célai/ Naiya bainé magaré’garé’ taniaé aléna nikkaiwi/ Iya nassuroémmi nikkai Iyanaritu riséllési ri tomarialena nikkai/ Imaggi nisongko’na napaké iyaré’ga talibennanna/ passatimpona/ bessinna/ céré’na/ léppunna/ otaotanna/ céré’na/ ciccinna/ nassulléang maneng nikka/ Iyanaé temmanessaé rinikkai iyanaritu/ Wé Sangi to Bikué/ Napakkéanaki séuwa makkunrai riaseng Wé Cingkodo/ Maté maloloi/ Maduanna Wé Sia/ Napakkéanaki séuwa riaseng Wé Maragellu I Da Malaka pattelarenna/ Matellunna Wé Sitti ri Palakka/ Napakkéanaki séuwa orowané riaseng La Pawakkari/ To Appasallé pattellarenna/ Maté maloloi/ Maeppana/ riaseng Wé Naja to Soga pattellarenna/ Séuwa ana’na riaseng La Wangié/ Malimana riaseng Wé Caiya to Baloé pattellareng wanuanna/ Napakkéanaki séuwa riaseng Wé Lollo/ Maennenna riaseng Wé Séiyo séuwa ana’na/ [110] Jajinna muwa napedda/ Mapitunna riaseng Wé Cimpau to Ucié/ napakkéanaki séuwa makkunrai riaseng Wé Mappaconga anana’ mupi namaténa/ Maruwana riaseng Wé Baya to Bukakaé/ Seuwa ana’na worowané riaseng La Tongeng Datu Laisu/ Iyana mattola ri Soppéng sélléi padaborané puwanna/ Napobainéni Wé Yatu Datu Marioriawa/ Najajiang séuwa ana’ orowané riaseng La Mappaiyo/ Iyana ttama’ mabbainé ri Pammana siala riasengngé Wé Tenridio ana’na riasengngé La Gau’Arung Maiwa Datu Pammana/ Pilla toi ri Wajo/ Matinroé riTeppe’na nangurusié Wé Tenriabang Datu Watu Arung Pattojo Matinroé riPangkajénné’/ Iyanaé La Mappaiyyo riuno ri ipana riasengngé La Tenridolo’ To Lébaé/ saba’na nariuno apa’ ricaccai sipa’na ri ipana/ Maccanga-cangai lao ri pabbanuwae/ Namacaina Matinroé riMallimongeng/ riuno anauréna/ Nassurona lewoi Pammana/ nalarina La Tenridolo’ massu ri saliweng ri Selle’e/ Nalao ri Kamboja napobainéi ana’na Arungngé Kamboja/ Najajiang ana’ séuwa orowané riaseng Ambaralana/ Ambaralana poana’i riasengngé Raja Sitti/ Raja Sittina mapparukkuseng pole ri tana Hindi/ Iyana poana’i riasengngé Nonci’ to Sugina Selle’é ri Sanggapura/ Masérana riaseng Wé Sitti/ Napakkéana’ kini séuwwa makkunrai riaseng Wé Benni/ Iyanaé Wé Benni mallakkai siala riasengngé La Mattugengkeng Daéng Mamoro Ponggawa Boné/ Najajiang ana’ makkunrai séuwa riaseng Wé Tenriawaru Arung Lémpa/ Siala massappo siseng Wé Tenriawaru ana’na ana’boranéna Puanna Wé Benni La Temmasonge’ Céra’é Rimanessaé Sengngeng Rimallinrungngé/ Nangurusié Wé Mommo Sitti Aisa riasengngé La Basoso To Wakkaoto pattellarenna/ Najajiang ana’ lebbi eppa/ Iyanaé tenréangngi wijanna/ Maégato pattolana ménré’na darana mancaji bocco/ Boné/ Wajo/ Soppéng/ Luwu/ Ajatappareng/ Iayané Wé Benni indo’na riaseng Sitti Kasumang ana’na riasengngé Cilaongngé/ Maseppulona riaseng Wé Saira Karobang/ Séuwa ana’na riaseng Wé Selli/ [111] Maseppulona Séddi riaseng Wé Sanra to Soppéng/ Séuwa ana’na na makkunrai maté maloloi/ Maseppulona dua riaseng Wé Ati/ Séuwa muwa ana’na riaseng Wé Kima/ Maseppulona tellu riaseng Wé Rupi/ Séuwa muwa ana’na jajinna muwa napedda/ Naiya ana’ padana mattolaé Puwatta’ Matinroé riNagauleng/ Duwa ri Luwu/ Batari Toja Daéng Talaga sibawa Wé Patimanaware’/ Lima ri Gowa/ Naé’ tellumuwa orowané mattolaé iyanaritu La Pareppai To Sappéwali/ La Paddasajati/ To Appaware’/ La Panaongi To Pawawoi/ Naiya La Temmassonge’ ana’ sengngeng mallinrungngi ri ana’ mattolaé/ Rimakkuanna naro nariaseng céra’i rimanessaé sengngeng ri mallinrungngé apa’ pawélainna mani Petta Torisompaé inappa rianakeng/ Puwatta tomani Matinroé riTippulunna pannessai asengngengenna darana/ Dé’gaga séuwa sélessurenna missengngi banna Puwatta’ Matinroé riTippulunna/ Rimakkuwanna naro La Temmassonge’ paddokkongngi Puwatta’ Matinroé riTippulunna/ Iya tona mana’ manengngi sininna manana Puwatta’ Matinroé riTippulunna wanuwa/ waramparang/ poléwé ri Puwatta’ Matinroé riNagauleng/ Jaji iya maniro ana’ mattolana Puwatta’ Matinroé riNagauleng ana’na polé ri bainéna ri Luwu sibawa ri Gowa/ Apa’ iyami duwaé ripoasengeng arung makkunrai ri Boné ana’ rajenna sibawa ana’ céra’na manessaé duwappulo aséra 29 ana’ céra’ siba ana’ rajéng/ Naiya Puwatta’ La Patau’ materre’ ri Ade’ Puraonroé/ Dé’ siseng naporioi narékko ripinra-pinra abiasangngé/ Dé’ napojiwi tauwé narékko pammada’i/ Duwa ana’na nauno apa’ masero naélori mammada’e/ Séuwa nauno rialé/ Séuwa nassuroangngi mpunoi/ Rimakkuanna naro wettunna Puwatta’ To Tenribali mangkau’ ri Boné tettongngi ade’é malebbi’ pangaraé apa’ dé’ séuwa Pakkatenning Ade’ maélo’ maccowa-cowa’ maélo mappamaséangngi pangaderenna Boné/ Apa’ iya kénnéng ana’ rijajianna narékko pasalai ri pangaderengngé namelleri perru/ Dé’ paressé babuana céddé’/ Ana’ mattolana… [112] Kénnéssa napasala ri ade’é dé’ napasilaingengngi jémma laingngé/ “Salako Salano/ Tongeppo Upoana’ko/” Rimakkuanna naro na wékka duwai Puwatta’ La Patau’ mangkau’na ri Boné na céddé’ sipallippungeng api ammusureng Boné/ ri pallawangenna Boné Puwatta’ La Patau’/ sipattuppuangeng éwangeng Gowa matuwanna Karaéngngé ri Gowa/ Rigau’ naweddingngé tompo assisalangeng mulamulanna ri lalenna taung 1700 M ri wettunna Karaéng ri Gowa matuwanna Puwatta’ La Patau’/ Ambo’na bainéna riasengngé I Mariyama Karaéng Pattukangang riasengngé Sultan Abdul Jalil/ Na céddé’ mallumpa api ammusurengngé pallawangenna Boné na Gowa/ Saba’ koi ri Mangkasa riuno Sullé Datué ri Soppéng Arung Balusu riasengngé Daéng Mabani/ Apa’ La Pasompereng Arung Téko mpunoi/ Apa’ nasengngi Karaéngngé tunrengiéngngi La Pasompereng Arung Téko/ aléna Arumponé/ Naiya Daéng Mabani koi ri Karaéngngé monro manguju nalao riduppa sawungngé/ Iyana muwa namasitta’ mappangaja Kompania Balandae/ Na dé’ najaji moni éwangengngé/ Makaduwana ri lalenna taung 1709 M ri wettu malana asalang ri Boné La Paddasajati To Appamolé/ Nalari La Paddasajati lao ri nénéna ri Gowa maddakkarengngi sunge’na apa’ asalang pettu tigero’/ Napotane’i Ade’ Pitué ri Boné silaong Arumponé/ Namanraje’na musuna Gowa na Boné/ Apa’ massuroi Arumponé silaong Ade’ Pitué méllauwi La Paddasajati To Appaware’ natéya Karaéngngé mabbéréangngi eppona/ Nalebbireng mui mammusué/ Naiya ripakennaié asalang pettutigero’ eppona mattengngangngi mattanraje’ musuna wali-wali napawélai Karaéngngé/ Aga na La Pareppaina To Sappaéwali ménré’ mancaji Karaéng ri Gowa séllei nénéna/ Naengkasi parimeng Surona Boné méllauwi La Paddasaji To Appaware’/ Téya musi La Pareppai mabbéréangngi padaorowanéna/ Nasiwangungessi musu Boné Gowa/ pallawangenna Puwatta Petta La Patau’ na ana’na riasengngé La Paraeppai To Sappéwali/ Sitanréréangngi musu ana’é [113] ri Gowa ambo’na ri Boné/ Na iya mani napaja sitanréréang kanna mappangajani Kompania Balanda nainappa mapeddé apinna musuna/ Iya tonaé Puwatta’ La Patau’ Arumponé nataroangngi Matowa to Wajo monroéna ri Mangkasa mabbanuwa/ naengka naonroi maddakka maddarari to Wajoé narékko engka peri’ nyamenna/ Apa’ Ranrengngi ri Tuwa Wajo Puwatta’ La Patau’/ Polé ri indo’na ambo’na/ Naengka akkarungeng naonroi ri Wajo/ Naakkani riasengngé La Patello Amanna Gappa/ Paressengeng ri ana’na na Matowaiwi to Wajo monroé ri Mangkasa/ Nariasenna Amanna Gappa Matowa Wajo/ Apa’ sininna bangsaé engkaé monro ri tana Mangkasa engka maneng Matowana/ Iya tonaé Puwatta’ La Patau’ Mangkau’ ri Boné nataro duppa sawung ri Cénrana/ ri lalenna taung 1714 M/ Napadang manengngi Tellimpoccoé/ Naengka toi Arung Matowaé ri Wajo La Salewangeng To Tenriruwa lao duppasawung/ napaccoéwi anauréna riasengngé La Maddukkelleng Daéng Simpawa Puwanna La Tobo Arung Pénéki/ Na aléna Arung Matowaé sitoro’ manu’na Boné/ Nariunona manu’na to Boné/ Iya pura mappitto’ manu’na Arung Matowaé nasaba’ masirina jowana Arumponé riuno manu’na ajjowarenna/ Takko’ engka muna ana’karung to Boné malai bakké manu’na Puwatta’ naddémperangengngi ri to Wajoe/ Matteru apoi nakenna Arung Matowaé ri Wajo La Saléwangeng bakké manu’é/ Namacaina La Maddukkelleng najjallo’/ Nagajangngi namaté to maddéperengéngngi bakké manu’é/ Inappa llari lisu ri Wajo alé-alena/ Siaré’ essona naengkana surona Boné méllauwwi ri Arung Matowaé iyaro tau puraé pauno ri sawungngé/ Iyana nabaliang Arung Matowaé ri Wajo ri Surona Boné makkedaé/ Dé’ni ri Wajo tau naélorié Boné/ Malliwenni ri Kalimantang/ Iyanaro nasabari La Maddukkelleng nalliweng ri Passéré’/ Kuniro mancaji Arung saba’ toli mancaji lampani La Maddukkelleng ri Tellumpoccoé/ Boné/ Wajo/ [114] Soppeng/ Toli tajengngi engkanna lisu La Maddukkelleng/ Iya mutoro taungngé napawélainna Puwatta’ La Patau’ Matanna Tikka Walinonoé To Tenribali Malaé Sanra Sultan Idris Adzimuddin Matinroé riNagauleng aseng maténa/ Naiyasi ttolai Puwatta’ makkarung ri Boné iyanaritu ana’na riasengngé Bataritoja/ BATARITOJA DAÉNG TALAGA (btritoj dea tlg) [114.6] Bataritoja asenna/ Daéng Talaga pattellarenna/ mattola Mangkau’ ri Boné sélléi amanna/ Apa’ iya pura riappasengeng ri Puwatta’ Matinroé riNagauleng/ Pajung toi ri Luwu/ Datu toi ri Soppéng/ Ripakkarung mémengngi ri Timurung/ Makkarung mani ri Boné napatarimaini anrinna riasengngé Wé Patimanaware’Timurung/ Datu toi ri Citta/ Nari paénré’na ri Katobba Jumaé asenna Sultanah Zaenab Zakiyatuddin ri essona 17 Agustus 1704 M/ Nari pasiala Arungngé ri Sumbawa riasengngé Sultan Sumbawa Mas Madinah/ Na dé’to namaitta nassarang apa’ dé’ ana’na/ Pasenna mémeng tommi Puwatta’ Petta Torisompaé ripaddupa ngengngi/ Nari telle’ Puwatta’ Bataritoja ri Arungngé ri Sumbawa ri 27 Mei 1708 M/ Nalao ri Sidénréng mabbainé Suletang ri Sumbawa pobainéi riasengngé I Rakiya Karaéng Aganjénné’/ Namacaina Puwatta’ Arumponé/ Napassui Karaéng Aganjénné’ ri akkarungenna ri Sidénréng/ Nassuro passalai Karaéng Aganjénné’/ Nalao ri Sumbawa/ Nari pakkéanaki ri Arungngé ri Sumbawa/ Séuwa makkunrai riaseng I Sugiratu/ Naiya Karaéng Aganjénné’ ana’mattolana La Maléwai Arung Berru/ Addatuwang Sidénréng/ Matinroé riTanamaridié ri Berru/ Nangurusié I Sabaro ana’na Karaéng Karunrung Toménanga riUjuntana/ Narijajiang Puwatta’ Bataritoja Daéng Talaga ri taung 1668 M/ Nari pancaji Arung ri Boné ri taung 1714 M 19 Septemberé’/ Nasaba’ malanre’na makencang angina urampué ri Boné/ Rimakkuwannana nanawa-nawa Puwatta’ mapponcu wangngi akkarungengngé ri Boné ri ana’boranéna engkaé monro ri Gowa maddakka ri padaorowanéna mancaji Sombaé ri Gowa/ Iyana ritu La Pareppai To Sappéwali Karaéngngé ri Gowa/ Iya nanawa-nawaé Puwatta’ Bataritoja péréng akkarungengngé [115] ri Boné Iyana ritu nariasengngé La Paddasajati To Appaware’ Arung Palakka/ Rimakkuwanna naro naéllauni Ade’é ri Boné appadaélorenna sibawa Ade’ Pitué/ Nasama iyyona pakkarungngi ri Boné riasengngé La Paddasajati/ LA PADDASAJATI TO APPAWARE’ ARUNG PALAKKA (lpdsjt toapwrE aruplk) [115.5] La Paddasajati To Appaware’ pattellareng akkarungenna/ Mattola Mangkau’ ri Boné sélléi ana’daranna riasengngé Bataritoja/ Iyanaé La Paddasajati To Appaware’ Puwanna Wé Mata aseng ri ana’na/ Asenna ri Katobba Jumaé Sultan Sulaiman Muhiddin/ Ana’na Puwatta’ Matinroé riNagauleng nangurusié Karaéng Patukangang/ Riwettunna Puwatta’ Matinroé riNagauleng Mangkau’ ri Boné napasala ri ade’é ri Boné/ Naébbu asalang pettutigero’/ Namétauna ri ambo’na nalari lao ri nénéna ri Gowa maddakkarengngi sunge’na/ Nari olai riassuro ppalisu ri Puwatta’ Matinroé riNagauleng/ Natéya nénena Karaéngngé ri Gowa mabbéréangngi/ Na céddé’ mallumpa api ammusurenna Boné na Gowa/ Narékko tania Kompania Balanda mappangaja masitta’/ Apa’ iya Puwatta’ Matinroé riNagauleng tau materre’ ade’ na magetteng abiasang/ Mau ana’na nakko pasalai napakennaito bicara/ Sitinajai ripassu darana riunoi/ Dé’ paressé babuana ritu pasalaé/ Pawélainna mani ambo’na nalisu ri Boné/ Wé Bataritoja mani palisui ri Boné/ Nawéréng toni akkarungengngé ri Boné ri Soppéng ri 14 Agustus 1715/ Na kuna ri Boné ri Soppéng nasaba’ pasalana gau’na/ Iyana ritu nassuro mpunona Arung Ujumpulu Datu toi ri Lamuru riasengngé La Cella’/ Ana’na La Maléwai Arung Ujumpulu/ Arung Berru/ Addatuang Sidénréng/ Matinroé riTanamaridié nangurusié Wé Karoro Datu Lamuru Maddanreng Pammana/ Nassuro mekke’i namaté/ Namacaina Tellumpoccoé/ Nassuro tikkengngi La Paddasajati To Appaware’/ Puwanna I Mata na aléna Arung Matowaé ri Wajo dulungangngi gau’é ritu nassuro passala ri Béula/ Tempeddingngi lisu narékko taniya Tellumpoccoé péréngngi [116] asagénang nalisu/ Na konaro monro apa’ dé’ appasalana manessa Arung Ujumpulu napakennaiwi apettu tigero’/ Rimakkuwanna naro naripasalana temmaggangkana ri Tellumpoccoé/ Nariani ri Béula pawélai/ Nariasenna Matinroé riBéula aseng maténa/ Naiyasi sélléi makkarung ri Boné padaorowanéna riasengngé La Pareppa/ LA PAREPPA’ TO SAPPÉWALI (lprEp tosepwli) [116.7] La Pareppa To Sappéwali pattellarenna/ Mattola mangkau’ ri Boné sélléi padaorowanéna/ Iyanaé ana’ macowana Puwatta’ Matinroé riNagauleng nangurusié Wé Mariyama Karaéng Pattukangang Sombai ri Gowa/ Datu toi ri Soppéng/ Naripasekkori [lili sipué’] ri Gowa ttolai nénéna Karaéngngé ri Gowa ri taung 1709 M/ Nariasenna ri Katobba Jumaé Sultan Ismail/ Iyanaé wettunna Karaéng ri Gowa nammusu ambo’na iyana ritu Puwatta’ Matinroé riNagauleng/ Narisau’ musi musuna Gowa ri Boné wettunna ambo’na arung ri Boné/ Nasaba’ iyaé La Pareppai To Sappéwali dé’ rita samanna namalanre’ nangowai appangaraé ri lalenna akkarungenna/ Rimakkuwanna naro nari patolai ri akkarungenna na rilalenna taung 1711 M/ Naléssori manengngi akkarungenna Gowa/ Boné/ Soppéng/ Naiya pawélainna riasenni Matinroé riSombaopu/ Wijanna ritu [haplografi] napobainé riasengngé Wé Gumittiri/ Najajianni riasengngé La Muwané/ Iyana makkarung ri Pattiro/ La Muané-na siala massappo siseng riasengngé Wé Tenripakkemme’ Arung Majang/ Ana’na Matinroé riMallimongeng nangurusi Sitti Habiba/ Najajiang ana’ orowané La Pajarungi Daéng Malalengngi Arung Majang/ Naiya ri lainnaé La Muané Arung Pattiro/ Najajiassi riasengngé La Masellomo/ Iya mancaji ponggawa ri Boné/ Riasessi Ponggawa Boné laowé ri Luwu/ La Masellomona pobainéi riasengngé Petta ri Batuputé/ Najajiang ana’ orowané riaseng La Massompongeng/ Iyana makkarung ri Sumali/ Nalélési ritu [117] La Masellomo mabbainé riasengngé Wé Camendini/ Arung ri Sumali/ Najajiang riasengngé La Mappésangka Daéng Makkuling/ Iyana pobainéi riasengngé Beccé’ Tanété Karaéng Bulukumba/ Dé’ naripau wijanna/ Nalélesi mabbainé La Masellomo pobainéi [haplografy] Arung Tajong asenna/ Najajiassi ana’/ Séuwa riaseng La Mappapenning/ To Appaimeng pattellarenna/ Daéng Makkuling pappasawe’na/ Nabbainé Daéng Makkuling siala inauré sappo sisenna ambo’na riasengngé Amina Arung Takalara ana’na Matinroé riMallimongeng nangurusié Wé Mommo Sitti Aisa/ Najajiang ana’ séuwa riaseng La Tenritappu To Appaliweng Daéng Palallo/ Séuwa riaseng Wé Yalu Arung Apala/ Séuwa riaseng Wé Oja/ Séuwa riaseng Wé Banrigau’/ Naiya sélessurenna La Masellomo makkunraiyé riaseng Wé Denradatu Sitti Amira Arung Palakka Matinroé riLana/ Iyana mallakkai ri Mangkasa siala riasengngé Makasumang/ Najajiangngi riasengngé I Sugiratu/ Massarangngi Makasumang/ Léléi mallakkai najajiangngi riasengngé Wé Bessé’ Karaéng Léppangeng/ Jaji mappada makkunrai mui I Sugiratu sibawa Wé Bessé’ Karaéng Léppangeng/ Manguru indo’/ Nallakkai I Sugiratu/ Siala riasengngé Arung Ujung ana’na Tomarilaleng Pawélaié riKaruwisi nangurusié riasengngé Karaéng Pabbinéya/ Najajiang ana’ riaseng La Umpu Arung Téko/ Arung Ujung/ Nallakkai Wé Bessé Karaéng Léppangeng siala massappo siseng riasengngé La Masompongeng Arung Sumali/ Najajiangngi riasengngé Wé Rukia/ Nallakkai Wé Rukia siala massappo wékka duwa riasengngé La Umpu Arung Téko Arung Ujung/ Najajiang ana’ riaseng Wé Bau’ Arung Kaju/ Nallakkai Wé Bau’ siala massappo wékka duwa riasengngé La Mappasessu’To Appatunru’Arung Palakka ana’na La Tenritappu nangurusié Wé Padauleng/ Najajiang ana’ riaseng Wé Baégo Arung Macégé/ Nalélé mallakkai Wé Bessé’ Karaéng Léppangeng siala riasengngé To Appo Arung Berru Addatuang Sidénréng Matinroé riSumpang Binangaé/ Najajiang ana’ orowané riaseng To Appasawe’Arung Berru/ [118] Nabbainé To Appasawe’ Arung Berru siala Arung Paopao riasengngé Hatija ana’na riasengngé La Maddussila To Wappangéwa Karaéng Tanété nangurusié Wé Séno Daru Citta ana’na Matinroé riMallimongeng nangurusié Sitti Habiba/ Najajiang ana’ To Appasawe’ nangurusié Arung Paopao orowané riaseng Sumange’rukka To Patarai pattellarenna/ Sappo sisenni Sumange’rukka sibawa Wé Bau’Arung Kaju apa’ sipoana’ boranéi Wé Rukia sibawa To Appasawe’ Arung Berru pada ana’na Karaéng Léppangeng/ Pada laing ambo’na/ Nabbainé Sumange’rukka ri Boné/ siala anauré ana’ sappo sisenna riasengngé Wé Baégo Arung Macégé ana’na Wé Bau’ Arung Kaju nangurusié To Wappatunru’ Matinroé riLalebbata/ Najajiang ana’ Séuwa riaseng Wé Pada/ Iyana Arung Berru/ Séuwa riaseng Singkeru’rukka/ Iyana Arung ri Palakka Matinroé riPaccing aseng maténa/ Naiya pawélainna riasenni Matinroé riSombaopu/ Naiyasi tolai makkarung ri Boné pada orowanéna riasengngé La Panaungi/ LA PANAUNGI TO PAWAWOI (lpnauGi topwwoai) [118.17] La Panaungi aseng rialéna/ To Pawawoi pattellarenna/ mattola Mangkau’ ri Boné sélléi pada orowanéna/ Tellui mappada orowané séinang séamaé pada makkarungi Boné sibawa Soppéng/ Pada ana’na Karaéng Pattukanga nangurusié Puwatta’ Matinroé riNagauleng/ Eppona Karaéngngé ri Gowa Tomenanga riLakiung/ Dé’ ripau-pau gau’ madécéng nenniya gau’ maja riappangarana/ Iyana pobainéi Wé Sitti Hawa Daéng Manessa/ ana’na riasengngé To Ujuma/ Ana’ni riasengngé La Page’ Arung Mampu/ Arung Maloloi ri Boné riolo temmakkarunna ri Boné La Panaungi To Pawawoi/ Rialai ri nénena riasengngé La Pariwusi Daéng Manyampa Arung Mampu Arung Matowa toi ri Wajo/ Matinroé riBuluna aseng maténa/ Nari pammanariang Mampu/ Sijelling/ sibawa Amali/ Rimakkuwanna naro La Pawawoi To Panaungi temmakkarung napa ri Boné ripasawekeng mémenni ritu Arung Mampu/ Arung Sijelling/ Arung Amali/ Nabbainéna riaseng ritu La Page’ Arung Mampu Arung Maloloé ri Boné siala riasengngé [119] Wé Cenra Arung Bakung/ Najajiang dua ana’ orowané/ Séuwa riaseng La Maddussila iana Arung Mampu/ Séuwa riaseng La Pasampoi Iyana riaseng Arung Kading dé’ ripau wijanna/ Nalélési mabbainé La Page’ Arung Mampu/ Arung Maloloé ri Boné/ siala riasengngé Wé Saloge’ Arung Wéte’/ Najajiang ana’ séuwa riaseng La Mappaware’ Arung Tompo’bulu/ Séuwa riaseng La Mappangara Arung Sinri Tomarilaleng ri Boné Pawélaiyé riSesso’é/ Najajiang ana’ La Page’Arung Mampu nangurusié riasengngé Wé Saloge’ Arung Wétte’/ Najajiang séuwwa ana’ makkunrai riaseng Wé Masi/ Iyana Arung Wéte’/ Nallakkai Wé Masi Arung Wéte’ siala riasengngé To Tenri Tomarilaleng Pawélaié riKalukubodoé/ Najajiang ana’ orowané duwa/ Séuwa riaseng La Mappaware’/ Iyana riaseng Arung Tompo’bulu/ Séuwa riaseng La Mappangara Arung Sinri/ Iyana Tomarilaleng Pawélaiyé ri Sesso’é/ Iyanaé poana’i riasengngé Haji Abdul Rasak/ Iyanaé Abdul Rasak mancaji topanrita mattasi’ paddissengenna ri wettué ritu/ Nalao maggurui Taréka’ Halawatiya/ Iya ritella’é Taréka’ Paddaté’/ Naiya pawélainna anréguru lompona Paddaté’é riasengngé Haji Kalula Muhammad Padaéle’/ Haji Abdul najello’ mancaji Pangulu ri Taréka’ Halawatiya/ Iyanaé Haji Abdul Rasak poana’i riasengngé ritu Haji Abedullahi/ Naiya pawélainnana Haji Abdul Rasak lélési appangulu lompongenna Taréka’na Halawatiya lao ri ana’na riasengngé Haji Abdullah/ Iyasié Haji Muhamma’ Salé Daéng Situru sibawa Haji Muhammad Aming Daéng Manaba/ Naiya pawélainna Hajji Muhammad Abdullah ana’na ttolai riasengngé Haji Muhammad Salé Daéng Situru/ mancaji Pangulu Lompo/ Ri 28/29 Méi 1967 M/ napawélai Hajji Daéng Situru ri Patté’né Marusu pada boranéna [120] sulléi riasengngé Muhamma’Amin Daéng Manaba/ Ripalélési pauwé ritu lao ri Tomarilaleng Pawélaié riKalukubodoé riasengngé To Tenri/ ana’na Wé Maisuri nangurusi Petta To Bala/ Petta Pakkénynyarangngé Jennangngé ri Boné/ Naiya Wé Maisuri ana’na Wé Da Ompo nangurusié La Uncu Arung Paijo/ Naiya Petta Pakkénynyarangngé ana’na Ponggawa Dinrué ri Boné sipoana’ boranéi pada ana’ ri Puwatta Matinroé ri Bukaka/ Naiya napoindo’é Wé Da Ompo riaseng Wé Mappanynyiwi Arung Mare’/ Naiya napoindo’é Ponggawa Dinrué riaseng Arung Manajéng/ Naiya napoindo’é Puwatta’ Arung Timurung Tadampali Macoméngngé riaseng Wé Hadijah I Da Sale’/ ana’na Arung Matowaé ri Wajo riasengngé To Ali nangurusié Wé Jai/ Tadampalina poana’i Puwatta’ Matinroé riNagauleng/ Matinroé riNagauleng poana’i La Panaungi To Pawawoi/ La Panaungi To Pawawoi/ Ri taung 1724 napalénne’ akkarungengngé ri Boné ri Soppéng/ Naiyasi ttolai mancaji Arung ri Boné riasengngé Bataritoja Daéng Talaga/ BATARI TOJA DAÉNG TALAGA (btritoj dea tlg) [120.20] Bataritoja Daéng Talaga/ Datué ri Luwu lisu parimeng mattola Mangkau’ ri Boné/ Datu ri Soppéng/ Nakkarungisi paimeng Tellué Bocco/ Luwu/ Boné/ sibawa Soppéng sélléi ana’boranéna Matinroé riBiséi aseng maténa/ Puwatta’ La Panaungi To Pawawoi/ Na wékka duwani natudangi Puwatta’ Bataritoja Amangkaukengngé ri Boné silaong Addatungngé ri Soppéng/ Nanawa-nawa toi Puwatta’ polakkaiwi sappo wékka tellunna riasengngé La Oki Daéng Manaséng monroé ri Ajattappareng/ Naiya kiya masitta’i napoulangi Petta Janggo’ Arung Maiwa malai sappo sisenna napasialai ana’na riasengngé Wé Tungke’/ Nadé’ najaji napolakkai Puwatta’ La Oki/ Ri taung 1716 M napolakkaiwi Arung Kaju riasengngé Daéng Mamutung/ Na rilalenna mana taung 1724 M naripalisu parimeng ri to Boné Mangkau’ ri Boné/ Iyanaé Mangkau’ [121] malanre’ ripattulunna Kompania Balandaé/ Rimakkuwanna naro namaégana arung bali wanuwanna temmanyameng koritu/ Agana komani ri Mangkasa marenreng/ Gangkanna lakkainna iyanaritu Arung Kaju mancajié paddanreng rialéna/ macinnai sittaiwi akkarungenna bainéna/ Naiya naissennana makkuaro sipa’na Arung Kaju/ macai’ni Puwatta’ Bataritoja/ Nasuroi maddé’ ssu’ lakkainna/ Naéwai massarang/ Nappa nasuro Daéng Mamutung ssalaiwi tanaé ri Boné/ Ri taung 1735 M/ Naengka naro mai La Maddukkelleng Arung Pénéki Suletangngé ri Passéré manguju lisu ttama’ ri wanuwanna ri Pénéki/ Naiyaro wettué La Maddukkelleng dé’nawedding nalléjja’ tanana Tellumpoccoé apa’ iyaro tanaé ri Wajo tattenre’i polé ri Boné/ Ri wettunna Puwatta’ Petta Malampé’é Gemme’na narirumpa’Tosora nariala sebbukatinna ri Boné/ Jaji tudangenna Wajo ri Boné ritenre’ pada ataé Wajo ri Boné/ Rilolang temmattappi to Wajoé ri to Boné/ Naiya nasalaiwi Wajo La Maddukkelleng malana asalang ri Boné ri wettunna Puwatta’ Matinroé riNagauleng/ Inappani engka taddéwe’/ La Saléwangeng muwa To Tenriruwa Arung Matowa ri Wajo/ Naiya dénré Arung Kaju risuro ssalaiwi tanaé ri Boné laowi ri tana Menre’ tajengngi sibawa Karaéng Bontolangkasa/ Apa’ mabacci toi Karaéng Bontolangkasa ri Karaéngngé ri Gowa/ Nasaba’ simellereng sisengngi Kompania Balandaé/ Aga naccoé tona Arung Kaju sieppe’ Karaéng Bontolangkasa silaowang La Maddukkelleng maélo’ paleppe’i Wajo polé ri akkatangenna ri Boné/ Karaéng Bontolangkasa Maélo paddé’ ssu’i panganrowanna Kompania ri Boné sibawa ri Gowa/ Sieppe’i Arung Kaju Daéng Mamutung/ maélo’i sittaiwi akkarungenna pura bainéna/ Naiya Puwatta’ Arumponé naissenna makkedaé mappottananni La Maddukkelleng ri tana Wajo/ Mangujuni ménré’ ri Ujuppandang maddakka ri Kompania Balandaé/ Nari térina Boné polé ri passiunona La Maddukkelleng massilaowang/ Engkani wawanna Karaéng Bontolangkasa/ Arung Kaju/ Napaéwai to Boné/ Karaéng Bontolangkasa [122] paéwai Mangkasaé/ La Maddukkelleng Arung Singkang Arung Pénéki Suletang Passéré’paéwa siWajoi tauwé apa’ maéloi napaleppe’Wajo polé riakkatangenna ri Boné/ Nasittai toni akkarungenna Puwatta’ Bataritoja/ Naléwoni Boné/ Natelloi nasalaiwi Boné Puwatta’ Bataritoja/ Naénré’ maddakka ri Kompania Balanda Ujuppandang/ Napura rumpa’ Boné nawélaini parimeng La Maddukkelleng [nalai] sebbukatinna Wajo puraé nala Petta Torisompaé wettunna rumpa’ Tosora/ Aga nalisuna Wajo mattautongeng polé riakkattangenna Boné/ Namaradékana paimeng Wajo/ Ripatettong tengnga padang toni La Maddukkelleng Arung Matowa ri Wajo sélléi amauréna/ Nalaona Arung Matowaé ri Wajo La Maddukkelleng ri Gowa mmalai riasengngé Sitti Napisa Karaéng Langélo Wé Dénradatu asenna/ Ana’daranna Karaéngngé ri Gowa riasengngé I [Malawa Gau] Sultan Abdul Khair nappakarungngi ri Boné/ Iya kiya ribaliccuarengngi/ Aga nalaona Karaéng Langélo monro ri Arung Matowaé ri Wajo La Maddukkelleng/ Polé toni La Oddanriwu Karaéng Tanété massipajjowareng tudangi Boné/ Maéloto mancaji Arung ri Boné/ Iya kiya dé’ narituru’ ri Kompania Balanda sibawa ri Karaéngngé ri Gowa/ Dé’to naritarima ri ade’é Arung Pitué ri Boné/ Nari palisuna parimeng Wé Bataritoja ri Boné Mangkau’ nasaba’ assiturusenna Ade’é ri Boné/ Aga nariwawana ri Kompania Balanda ttama’ ri Boné/ Iya tonaé Puwatta’ Bataritoja Mangkau’ ri Boné nasuroi Kalié ri Boné riasengngé Abedul Raside lao ri tana Menre’ malai riasengngé La Pamessangi/ napatudangngi ri akkarungenna ri Bélawa Orai’/ ri Alitta/ ri Suppa’/ apa’ purai risokkang meddé’ ri Karaéngngé ri Gowa/ Naiya wettué monro ri Tana Menre’ mabbainé La Pamessangi/ Engkani kalié ri Boné riasengngé Abedul Raside risuro ri Arumponé Wé Bataritoja/ Naléppanna ri Bélawa Kalié napoadangngi Arung [123] Bélawa La Sipatu/ “Madécéssatu Tuwang Kali makkedaé nasurowa’ Arumponé mmalai La Pamessangi kuwa ri Menre’”/ Makkedani Arung Bélawa La Sipatu/ “Madécéng satu Tuwang Kali/ tomassituru Bélawa/ Aga naripatudanna ri Bélawa/ Ripowadanni ada nassurowangngé Arumponé/ Aga nassituruna Bélawa silaong Arung Bélawa suroi Matowa Passéré Kannaé/ sibawa Matowa Paddekkoé sitinro Kali Boné lao mmalai La Pamessangi ri Menre’/ Naiya lattu’na ri Balannipa/ Makkedani Kalié ri Boné ri Arungngé La Pamessangi/ “Nasurowa’Arumponé/ Naélorekko Arumponé lao ri Boné/ Engka toiro Matowa Bélawa/ Massituruni bali salomu/ nénému/ Matowaé/ paréwe’ko ri Bélawa muesseriwi to maégamu/ Muwekkengngi tau tebbe’mu tenna marussa’/ “ Mette’ni Petta Puwanna La Raga/ “Marennuwa’ Tuwang Kali/ mukka’ naolliku’ Arumponé ri watakku’/ Kuporio toni engkanna Bélawa paréwe’ka ri onronna nénéku’/ Naiyaro Tuwang Kali kuporioi mukka’ Karaéngngé ri Gowa sokkakka’ ri onrokku’/ Arumponé mampaéka’/ Bélawa mottikka’/” Makkedani Arungngé ri Suppa’/ Puwatta’ La Pamessangi/ “Pékkuwaré’ni élomu Tuwang Kali/ ritettépunnapa onronna inanna La Raga/ Apa’ iyatu akkélorenna Arumponé enrengngé ada-adanna Arumponé/ Komaneng mui riko”/ Makkedani Kalié ri Boné/ “Madécéssatu mupattépu bola nainappa lao ri Boné/ Apa’ iya laowangngé ri Boné mabéla/ Napura gau’mu talao ri Boné/” Aga naiya puranana natampung wawinéna/ Laoni ri Boné/ Mangujuni risilaowang ri Kalié ri Boné/ Nakuwa ri Jampué ssoré/ Naléppang mabbenni/ Naengkana Pabbicaraé ri Suppa’ lao duppaiwi/ Naputtama’i ri Suppa’/ Aga nataroni séuwa ana’na ri Suppa’ riasengngé La Sangka/ Iyana napaddatu ri Suppa’/ Na tellu mpenni engkanna ri Suppa’ naengka to Alittaé sibawa Pabbicaraé ri Suppa’ ri Alitta/ Nataroni ana’na ri Alitta riasengngé La Posi/ Iyana makkarung ri Alitta/ Na tellu mpenni ri Alitta nalao ri Bélawa/ Na siwenni lattu’na ri Bélawa/ Napada llaona to Bélawaé to Wattangngé/ to Timorengngé/ pakkeru’ sumange’i/ Na seppulo gantanna were’ séddi limpo/ Napata mpenni engkanna/ Napowadani Bélawa makkeda/ “Iyaro upowada riko Bélawa La Raga uwéloreng Arung ri Wattangngé/ Nakadona Bélawa/ Natettonna Matowa mangobbi makkeda/ “Aréngkalinga manekko to Bélawaé macowa malolo/ La Raga [124] Arung ri Bélawa Orai’ maddojaiwi laonrumana to Bélawaé/ Pattentui Bicarana Ade’é ri Bélawa/ Enrengngé Puraonrona tanaé ri Bélawa/ Enrengngé Tuppuna allawatengngana tanaé ri Bélawa/ Enrengngé Wari’na anakarungngé ri Bélawa/ Enrengngé pappakainge’na Sara’é ri Bélawa mabbali salo/ 1120 H napura ripajujungi akkarungengngé La Raga ri Bélawa/ Nalaona ri Boné Petta Matowaé sibawa Kalié ri Boné/ Matowa Passéré’ Kanaé/ Jowaé/ Anakarungngé/ Temmanré ulé/ Matowani Puwatta’/ Madodong toni/ Makkutanani Ade’é ri Boné ri Puwatta’/ Nigana ttarimai matti ulu adaé narékko narapini puppureng sunge’na Puwatta’/ Najello’ni puwatta’ ana’ orowanéna riasengngé La Temmassonge’ To Appaséling Ponggawa Boné/ Nametté’na Arung Kaju makkeda/ “Tennakkarungi céra’ tanaé ri Boné/ Tennatola rajéng Amangkaukengngé/” Naiya ssoronana ttudang Ade’é/ ritajenni Arung Kaju ri Arung Baringeng ri to[dda]nna sapanaé narigajang/ Namaténa Arung Kaju/ Nari parapisina Puwatta’/ Nametté’na Puwatta’ makkeda/ “Amosongenna timunna Arung Kaju mappaunongngi/ apa’ nasengngi cera’Arung Baringeng/” Rilalenna taung 1749 napawélai Puwatta’/ Nariasenna Matinroé riTippulunna/ Naiyana tolai makkarung ri Boné ana’boranéna riasengngé La Temmassonge’/ LA TEMMASSONGE’ TO APPASÉLING SULTAN ABDUL RAZAK JALALUDDIN (ltEmsoGE toapesli sulEt abEdulE rs jlludi) [124] La Temmassonge’/ Iyamuto La Mappasossong/ To Wappaséling pattellarenna/ Arung Baringeng akkarungenna/ Ponggawa toi ri Boné/ mattola Mangkau’ ri Boné sélléi ana’daranna Puwatta’ Matinroé riTippulunna/ Pura toi Tomarilaleng ri Boné/ Ana’na mato Puwatta’ Matinroé riNagauleng/ Ana’pada muwa sengngeng mpali addepparenna/ Taniami ana’ mattola/ apa’ tania arung makkunrai indo’na/ Rimakkuwannanaro To Wappaséling naripasawekeng “céra’i rimanessaé sengngeng ri mallinrungngé”/ Nasaba’ duwai awiseng potudangiwi Arung Makkunraiyé/ Mula-mulanna Wé Ummu Arung Larompong polé ri Luwu/ Maduwana Wé Mariyama Karaéng Patukangang polé ri Gowa/ Natassobbuna indo’na Datu Baringeng ri manessaé/ Namukka’ cappuna mémeng tona ana’ mattolaé ri Boné/ Wédding mémeng ttoni narapi’ angileng/ Apa’ sitongenna Puwatta’ mémemmi Matinroé riTippulunna missengngi [125] onrona La Temmassonge’/ Narimakkuwannanaro Puwatta’ Matinroé riTippulunna koi ri La Temmassonge’ maddokkong/ Apa’ iya mémeng tommi naéwa massompung dara mareppé/ Makkoniro saba’na namaéga anakarung to Boné weddingngé mattola teppasitinajai La Temmassonge’ naonroi akkarungengngé ri Boné/ Apa’ taniya ana’ awiseng arung makkunrai/ Aga nadé’ napatalléi atéangenna anakarung sitinajaétto najujung amangkaukengngé ri La Temmassonge’/ Onconni polé ri passéajingenna Arung Kaju puraé nauno/ Iyanaro masero pabokori ati La Temmassonge’/ Naonrona nagattung siaré’ ittana akkarungenna ri Boné La Temmassonge’ mappammula taung 1749 M/ Nalaona méllau allinrungeng ri Kompania Balanda/ Éngka toni Arung Berru Addatuang Sidénreng riasengngé To Appo maggettengengngi ri Tomarajana Kompania Balanda riasengngé Asemauna (Asmaun) magettengengngi/ Natarimai La Temmassonge’ makkarung ri Boné/ Apa’ mabbaiseng mémengngi Arumponé Addatuangngé ri Sidénréng/ Sieppe’ni To Appo tekkokengngi Ade’é ri Boné teddung puté lollong tanjéngeng/ Nanawanawa toi maélo’é pancaji boccoi Sidénréng/ Apa’ maélo’i peddai aboccongenna Soppéng/ Nappatolangngi Sidénréng/ Iya kiya tennadapi’i ritu nawa-nawana napawélai/ Naiya awiseng nauttamangngé akkarungeng ri Boné iyanaritu riaseng Wé Mommo Sitti Aisa eppona Tuwanta Salama’é ri Gowa/ Nauttamana Tomarajaé ri Ujuppandang Tuwang Asemauna ri Boné messeriwi akkarungenna La Temmassonge’/ Gangka radde’na nasedding sininna pakkuraga balinna maéloé sittaiwi akkarungeng/ Narilalenna mana taung 1752 M inappai ribasawoi/ Inappa toni monro ri Boné/ Iya tona Datu ri Soppéng/ Naripaénré’na ri Katobba Juma Sultan Abdul Razak Jalaluddin/ Iya tonaé Arumponé maéga ana’na/ Engka lebbi kurang 80 aruwa pulona bilangenna apa’ maéga wawinéna/ Naiya napatudang awiseng Arung makkunraiyyé iyanaritu riasengngé Wé Mommo Sitti Aisa muwa/ Ana’na Maulana Muhammad nangurusié Datu Rappeng eppona Tuwanta Yusuf Salama’ ri Gowa/ Naiya ana’na nangurusié [126] Arung Makkunraiyé riasengngé Wé Mommo Sitti Aisa iyanaritu La Baloso’/ To Wakkaottong pattellarenna/ Naiya Maddanreng ri Boné/ Napobainéni sappo sisenna riasengngé Wé Tenriawaru Arung Lémpa ana’na ana’daranna La Temmassonge’ nagurusié riasengngé Wé Benni/ nangurusié La Mattugengkeng Daéng Mamaro/ Najajiang ana’/ séuwa riaseng La Sibengngareng/ Iyana maddanreng ri Boné Mpélaiéngngi Buwa/ Séuwa riaseng La Cuwa Arung Lémpa/ Séuwa riaseng La Balo Ponggawa Mpélaiéngngi Patimpa’/ Séuwa riaseng Wé Da Raima/ Séuwa riaseng Wé Maukati/ Iyana polakkaiwi La Sau Arung Kalibong/ Séuwa riaseng Wé Tenripappang Pajjubaé/ Iyana siala massappo siseng riasengngé La Maddinra Arung Rappeng Betti’é ana’na pada orowanéna siambo’na La Baloso riasengngé La Kasi Daéng Majarungi Puwanna La Tenro nangurusié Wé Tenriona Arung Rappeng/ Najajiang ana’ Riaseng Wé Tenritana Arung Rappeng/ Iyasi mallakkai siala massappo siseng riasengngé La Makkulawu Arung Gilireng/ Najajiang ana’ lebbi tellu/ Séuwa riaseng Wé Bangki Arung Rappeng/ La Gau’ Arung Pattojo Ponggawa Boné/ Wé Tenripasabbi Arung Rappeng/ La Palettéi Ponggawa Boné/ La Wawo/ La Mappajanci/ Wé Nunnu Arung Manisa Datu Pammana/ La Massaléwe’/ Wé Pana/ Wé Sompa Arung Bale’/ Wé Tenripasabbi Arung Gilireng/ Iyana mallakkai siala riasengngé To Wallomo Cakkuridié ri Wajo/ Najajiang La Tulung Cakkuridié Wajo/ Dappina Tenripappang Majjubaé riaseng Wé Madilu Arung Bakung/ Iyana polakkai La Kuné Addatuang ri Suppa’Arung Bélawa Orai’/ Najajiangngi riasengngé Wé Timé Addatuang Sawitto/ Wé Cindé Addatuang Sawitto Matinroé riPoléjiwa/ La Cibu Ponggawa Boné Addatuang Sawitto/ La Tenriléngka Datu Suppa’/ Wé Maddika/ Wé Tenrilipu Daéng Matanang Arung Kaju/ Wé Padauleng Arung Makkunrai Matinroé riSaodenrana/ Muhamma Saléng Arung Sijelling Arung Alitta/ Dappina Wé Madilu Arung Bakung riaseng Wé Padauleng/ Wé Tenripada Arung Makkunrai Matinroé riSaodenrana iyana polakkaiwi sappo sisenna riasengngé ritu La Tenritappu To Appaliweng Daéng Palallo/ ana’na riasengngé Wé Amida Petta Matowaé Arung Takalara nangurusié riasengngé [127] La Mappapenning To Apparéwe’ Daéng Makkuling ana’na La Masellomo Ponggawa Boné Laowé ri Luwu nagurusié Arung Tajong/ Naiya dappina La Baloso To Akkaottong riaseng Wé Pakkemme’/ Iyana ripakkarung ri Matajang/ Iyana mallakkai siala massappo siseng riasengngé La Muwannéng Arung Pattiro ana’na La Pareppa’ To Sappéwali Matinroé riSombaopu nagurusié Wé Gumitiri/ Najajiangngi riasengngé La Pajarungi Daéng Malalengi/ Naiyasi dappina Wé Pakkemme’ riaseng Wé Tenriollé’/ Iyana Datu ri Boli/ Nallakkai Wé Tenriollé Datué ri Boli siala riasengngé La Mappajanci Daéng Massuro pattellarenna/ Mancaji datui ri Soppéng/ ripasawekenni Pollipué ri Soppéng Matinroé riLaburau ana’na Wé Tenriléleang Pajungngé ri Luwu Matinroé riSoréyang nangurusié La Mappasiling Arung Pattojo Matinroé riDuninna/ Najajiang ana’ Wé Tenriollé nagurusié La Mappajanci/ Séuwa riaseng La Mappapoléonro/ Iyana Datu ri Soppéng Matinroé riAmala’na/ Séuwa riaseng Wé Tenriampareng Arung Lapajung/ Iyana Datu ri Soppéng Matinroé riBarugana/ Komanengngi attoriolongngé ri Luwu sibawa attoriolongngé ri Soppéng monro wijanna/ Naiya dappina Wé Tenriollé riaseng Wé Rana/ Iyana Ranreng Tuwa ri Wajo/ Iyana polakkaiwi riasengngé La Tongko Arung Pallékoreng ana’na La Mappulana Arung Ugi nagurusié riaseng I Yabang/ Najajiangngi riasengngé Sitti Hudaiya/ Iya musi Ranreng ri Tuwa Wajo/ Iyasi polakkaiwi riasengngé La Tenridolo Arung Telle’/ Najajianni riasengngé Amira/ Iya musi Ranreng Tuwa/ Amira-si polakkaiwi riasengngé La Pabéyangi Petta Turubélaé ana’na Wé Tungke’ Majjubaé nangurusié La Cella’ Pattola Wajo/ Najajiang ana’ Amira nangurusi La Pabéyangi/ Séuwa riaseng La Pawellangi Pajumpéroé/ Iyana Ranreng ri Tuwa/ Iya tona Arung Matowa ri Wajo/ Naiyasi rappina Wé Rana Ranreng Tuwa Wajo riaseng Wé Hamida/ Iyana Arung ri Takalara/ Ritella’ toi Petta Matowaé/ Iyana mallakkai siala anauré ana’ sappo sisenna riasengngé La Mappapenning Daéng Makkuling/ [128] To Apparéwe’ pattellarenna Ponggawa Boné Matinroé riTasi’na pattellarenna/ Najajianni riasengngé La Tenritappu Daéng Paliweng To Appalallo/ Matinroé riRompégading aseng maténa/ Iyana lao pobainéi riasengngé Wé Tenripada Wé Padauleng/ Ana’na ana’boranéna Wé Hamida riasengngé La Baloso Maddanrengngé ri Boné nangurusié/ Wé Tenriawaru Arung Lémpa/ Naiya dappina La Tenritappu riaseng Wé Yalu/ Iyana rialang akkarungngeng ri Apala/ Arung Apala siala massappo siseng riasengngé La Mappapoléonro Datu Soppéng Matinroé riAmala’na/ La Unru Datu Pattiro/ La Mataesso/ Wé Dédé/ Wé Tenrikawareng Arung Balusu’/ Engkani ri Soppéng ri attorilongnge rirampé/ Napawélai Wé Mommo Sitti Aisa/ Nalélé mabbainé La Temmassonge’ siala riasengngé Sitti Habiba/ pada makkunrainna Wé Mommo Sitti Aisa/ Najajiassi siaré’aré’/ Séuwa riaseng La Massarasa/ Iyana Arung ri Palléngoreng/ Naiyasi rappina riaseng La Palagu/ Iyana Arung Naka/ Arung toi ri Ugi/ Dulung toi ri Awatangka/ ana’na mancaji Arung Lamatti/ Naiyasi rappina riaseng La Patonangi/ Iyana Arung ri Amali/ Iyana ppobainéi riasengngé Wé Kamummu Arung Bungkasa/ Naiyasi rappina koi ri Luwu riaseng La Makkasau Arung Kéra/ Dulung toi ri Pitumpanuwa/ Nabbainé ri Luwu siala riasengngé Wé Kambo Opu Daénna Patiware’/ ana’na Wé Tenriwale’ Daéng Matajang Matinroé riLimpo Paccing/ nangurusié La Tenritada Palémpa Walénrang/ eppona pada makkunrai séinang séamanna matinroé riTippulunna riasengngé Wé Patimanaware’ Arung Timurung Opu Larompong Matinroé riBolaukkina/ nangurusié La Rumanga Daéng Soréang Opu Janggo/ Najiang ana’ La Makkasau nangurusié Wé Kambo/ Séuwa riaseng La Riwu To Paéwangi Palémpa Walénrang/ Wé Lisa Daéng Rilémbangi/ Séuwa riaseng La Wéwang Opu To Palinrungi/ Séuwa riaseng La Wakké Ambo’na Riba Arung Kéra Dulung Pitumpanuwa/ Séuwa riaseng Wé Pada Daéng Mallélé/ Séuwa riaseng Wé Tenriuji Daéng Tanujéng/ Séuwa riaseng Wé Biba Daéng Talebbi/ Naiyasi rappina La Makkasau komanengngi ri Luwu [129] mabbija ri attoriolongngé ri Luwu/ nenniya ri Soppéng monro/ Maéga rirampé wijanna/ Naiya dappina La Makkasau riaseng nritu Wé Séno Datu Citta/ Nallakkai Wé Séno Datué ri Citta ri Tanété siala riasengngé La Maddussila To Appangéwa pattellarenna Karaéng Tanété akkarungenna/ ana’na Wé Tenriléléang Pajungngé ri Luwu Matinroé riSoréyanna Tanété nangurusié riasengngé La Mallarangeng To Pasamangi/ To Pasamangi Datué ri Marioriawa/ Datu toi ri Laumpulle’/ Naiya Pawélainna riasenni Datué ri Citta Matinroé riBolaipina/ Najajiang ana’ Wé Séno Nangurusi La Maddussila/ Iyanaritu La Bacuapi Daéng Mattinring pattellarenna/ Iyana mattola Datu ri Citta Dulung toi ri Ajangngale’/ Matinroé riKannana ri Léyang-Léyang ri wettu mammusuna Arumponé To Appatunru’ Anggarisié ri Rompégading ri taung 1814 M/ Naiyasi rappina La Bacuapi riaseng Wé Codai Arung ri Méru/ Naiyasi rappina Wé Codai riaseng Wé Kajao Datui ri Cina/ Naiyasi rappina Wé Kajao riaseng Wé Hatija Arung Paopao/ Iyana mallakkai ri Berru siala riasengngé To Appasawe’ Arung Berru/ ana’na riasengngé To Appo Arung Berru Addatuang Sidénréng Matinroé riSumpang Binangaé nangurusié Wé Bessé’ Karaéng Léppangeng/ Najajianni riasengngé Sumange’rukka/ To Patarai pattellarenna/ Arung Berru akkarungenna/ Riwettunna rijajiang To Patarai iyana ritu rilawana Arumponé Matinroé riRompégading ri Petta To Laowé riSégéri apa’ maéloi Matinroé riRompégading no’riwi Addatuangngé ri Sidénréng La Wawo namusui/ Nakkedana Petta To Laowé riSégéri/ “Asengngi Sumange’rukka/ mutella toi To Patarai”/ Naémmana’ tona To Tenribalobo Daéng Niasi nangurusié riasengngé La Samalangi La Tenri Arung Baranti/ Nariaseng tona ana’na La Patombongi Karaéng Bontotengnga/ Iyanaé Sumange’rukka Arung Berru muttama’ ri Boné mabbainé siala riasengngé Wé Baégo’ Arung Macégé/ ana’na Arumponé riasengngé La Mappasessu’ To Appatunru’ Matinroé riLalebbata nangurusié riasengngé Wé Bau Arung Kaju/ Najajiangngi riasengngé Wé Pada Arung Berru sibawa Singkeru’rukka Arung Palakka/ [130] Naiya séinang séamanna Wé Hatija naéwaé sijajiang iyanaritu riaseng La Patau Karaéng Tanété Mpélaiéngngi Musuna ri Tanété/ Matinroé riSalomoni/ Naiya manessaé ana’ padana laoi ppobainéi riasengngé Wé Pacu/ Mabbola Jénné’é ri Tanété pattellarenna/ ana’na To Patarai Arung Lamunré nangurusié Wé Ninnong Arung Témpé/ Najajianni riasengngé La Cengnga [Cengngé Batara]/ Najajianni riasengngé La Paremma’ Petta Ajjalireng/ Najajianni riasengngé La Samalangi Karaéng Tompo’bulu/ La Cengnga-na lao mabbainé siala riasengngé Wé Dalauleng Massaolebbié pattellarenna/ Ana’na La Pangoriseng Addatuang Sidénréng nangurusié Wé Bangki Arung Rappeng/ Najajiang ana’ Wé Dalauleng nangurusié La Cengnga/ Séuwa riaseng Wé Dalaita/ Séuwa riaseng Wé Dalatongeng/ Séuwa riaseng La Sappaile’ Datu Lolo/ Nallakkai Wé Dalaita siala riasengngé La Wana ana’na Wé Nila Datu Kawerang ana’na Addatuangngé ri Sidénréng La Panguriseng nangurusié La Sunra Karaéngngé ri Cenrapolé/ Najajiang ana’ lebbi tellu/ Séuwa riaseng La Mappabéta/ Séuwa riaseng Ariya/ Nabbainé La Mappabéta siala riasengngé Wé Mappasessu’ Datu Wallié pattellarenna ana’na Wé Tanringa Arung Rappeng nangurusié La Maddukkelleng Cakkuridié ri Wajo/ Najajiang ana’ séuwa worowané riaseng La Makkulawu Datu Bocco pattellarenna/ Iyana Cakkuridi ri Wajo pura Kapala Daéra Paréparé sibawa Pinrang/ Pura toi tudang ro assipulungeng lompona wakkélé anangngé ri Jakaretta/ Nallakkai Wé Tenri siala riasengngé La Pawélloi Datu Lanriseng Arung Jampu akkarungenna ana’na Wé Darawisa Arung Jampu Mabbola Sadaé/ nangurusié riasengngé Wé Kosso’ Karaéng Allu/ Najajiang ana’ Wé Tenri nangurusié La Pawélloi Arung Jampu/ Séuwa riaseng Asise’ Bau Polo pattellarenna/ Nallakkai Wé Séno ri tana Menre’ siala riasengngé Maraddiya ‘polé Majéné/ Nallakkai Wé Dalatongeng siala [131] riasengngé La Mappanyompa Arung Ujung/ Ranreng Tuwa Wajo/ Ana’na ritu riasengngé Abedul Mutalib nangurusié Wé Panangareng Arung Témpé/ Najajiang ana’ Wé Dalatongeng Arung Témpé nangurusié La Mappanyompa/ Seuwa makkunrai riaseng Wé Ninnong Ranreng Tuwa/ Iyana polakkaiwi riasengngé I Mallingkaang Karaéng Ribura’né ana’na Wé Batari Arung Berru nangurusié La Mahmud Karaéng ri Barowanging/ Najajiang ana’ Wé Ninnong nangurusié I Malingkaang/ Séuwa riaseng Wé Manawwara Bessé’ Témpé/ Séuwa riaseng Baharuddin Karaéng Mandallé’ Bau’ Akkoténgeng/ Séuwa riaseng Muhammadin/ Séuwa riaseng Wé Muddaria Karaéng Balasari/ Séuwa riaseng Hasang/ Séuwa riaseng Sulaémana/ Nabbawiné La Sappaile’ siala massappo siseng riasengngé Wé Halima ana’na La Patiroi Arung Soréang nangurusi Wé Karasa/ séléssurennato La Patau’ riasengngé Wé Cadi/ Dé’ ripau wijanna/ Sélessurennato Wé Cadi riasengngé To Mago Petta Addéyangngé/ Iyana pobainéi riasengngé Wé Panido Arung Bila/ Najajiang riasengngé La Mattalatta Arung Bila/ siala massappo siseng riasengngé Wé Makkullé Datu Wallié/ Najajiangngi riasengngé Wé Dennu Datu Bulubangi/ Iya napolakkaiwi riasengngé La Bodé Karaéng Jampa/ Dé’ wija nangurusi/ Dappina Wé Dennu riaseng Wé Tawa Arung Léworeng/ Iyana mallakkai siala riasengngé La Marola/ Dé’to rirampé wijanna/ Dappina Wé Tawa/ Iyana riaseng La Tenridolo Baso’ Bila/ Arung Bila ri Angépakengngé ri Soppéng/ Datu-toi ri Citta/ La Tenridolona lao pobainéi riasengngé Wé Dulung/ Najajiangngi riasengngé Wé Sahiya Arung Bila siala riasengngé Sikandare’ Datu Larompong/ Datu toi ri Botto/ Sélessurennato Wé Sahiya riasengngé Wé Cakupeng/ Mallakkai siala La Singke’ Pangulu Lompoé ri Galung/ Sélessurennato Wé Sahiya riaseng Ali Arung Marioriawa siala riasengngé Wé Cella’ ana’na La Makkaraka nangurusié Wé Lajé/ Sélessurennato Wé Cakupeng riasengngé Muhammad Tahére’ Arung Enrékeng/ Iyana pobainéi riasengngé Wé Tenridio ana’na La Wana Datu Soppéng nangurusié Isa’ Arung Padali/ Pada boranénato Muhammad Tahére Arung Énrékeng/ [132] riasengngé Abedul Muin Datu Citta/ Iyana mabbainé ri Tanété siala ana’na La Baso Datu Tanété/ Massélessureng toi To Mago Petta Yaddéyangngé riasengngé Béssé Dangnga Petta Maloloé/ Massélessureng toi riasengngé Wé Patiku/ Massélessureng toi riasengngé Magamoé To Sappaile’ pattellarenna/ Massélessureng toi riasengngé To Aggamette’ Arung Léworeng Matinroé riSuppa’ riAlitta/ Iyanaé ppobainéi riasengngé Wé Puttiri Daéng Risunra pattellarenna/ Datu Bulubangi akkarungenna/ ana’na Wé Jiba Datu Bulubangi nangurusié La Saliu’ Petta Kampongngé Arung Atakka/ Najajiang ana’ riaseng Wé Makkullé Datu Wallié Datu Bulubangi/ Iyana siala massappo siseng riasengngé La Mattalatta Arung Bila/ Najajianni La Tenridolo Baso’ Bila/ Ana’nato Arung Léworeng riasengngé La Patau’ Petta Janggo’ Arung Léworeng/ Iyana powana’i riasengngé Wé Waru sibawa Wé Kacincing/ Wé Waru Wé Kacincinna mallakkai siala riasengngé Baso Sidénréng/ Sélessureng toi To Aggamette’ Arung Léworeng riasengngé Wé Gogo/ Dé’ ripau wijanna/ Sélessurennto Wé Séno riasengngé Wé Soji Arung Tanété/ Nallakkai Wé Soji Arung Tanété ri Boné siala riasengngé La Makkawaru Arung Atakka Tomarilaleng ri Boné/ ana’na To Appo Addatuang Sidénréng nangurusié Wé Panido Arung Atakka/ Najajiangngi riasengngé Sumange’rukka Ambo’ Pacubeng Arung Tanété/ Najajiangngi riasengngé Pallawagau’ Ambo Pajjala Arung Atakka/ Nabbainé [Sumange’rukka] Ambo Pajjala siala riasengngé Wé Tenrikawareng Arung Saolebbi Arung Balosu’/ Ana’na La Mappapoléonro Datu Soppéng Matinroé riAmala’na nangurusié Wé Yalu Arung Apala séinang séamanna La Unru Datu Soppéng Matinroé riTengngana Soppéng/ Najajiangngi riasengngé La Pasammula/ Badungngé pattellarenna Arung Balosu’/ Iyana ppobainéi sapposisenna riasengngé Wé Bonga Petta Indo’na I Lampoko/ ana’na La Unru Datu Soppéng nangurusié Wé Mariyama Pabbaju Lotongngé/ Najajiang ana’Wé Bonga Petta Indo’na I Lampoko nangurusié Badungngé riasengngé Bau Baso Arung Balosu’/ Iyana Sullé Datu ri Soppéng/ Sélessurenna La Pasammula Badungngé riaseng ritu/ [133] La Patongai yana datu ri Pattiro lao pobainéi riasengngé Wé Pannangareng Datu Lompulle’/ ana’na Larumpang Mégga Dulung Ajangngale’/ Datu toi ri Lamuru/ Datu toi ri Marioriwawo/ Karaéng toi ri Tanété/ Nagurusié Wé Pancaitana Bungawalié Arung Akkampéng/ Najajiang ana’ Wé Pannangareng nangurusié La Patongai riaseng La Onro Datu Lompulle’/ Iyana Datu ri Soppéng Matinroé riGalung aseng maténa/ La Onro lao mabbainé ri Wajo siala riasengngé Wé Cacu Arung Ganra/ Arung toi ri Bélawa/ ana’na riangngé To Lempéng Arung Singkang/ Datu toi ri Soppéng Matinroé riLarompong aseng maténa/ Nangurusié riasengngé Sitti Tahira Pattola Wajo/ Najajiang ana’ Wé Cacu nangurusié La Onro/ Séuwa riaseng La Pabéangi Arung Ganra/ Sullé Datu ri Soppéng/ Siala massappo sisengngi riasengngé Wé Tenrisui/ Sitti Saénab Arung Lapajung/ Datu Soppéng ana’na Wé Panynyiwi Pattola Wajo Arung Singkang nangrurusié La Walinono Datu Botto/ Séuwa riaseng Wé Saji Datu Madello mallakkai siala riasengngé La Téngko Manciji Wajo Arung Bélawa Alau/ ana’na La Tune’ Mangkau Arung Béttémpola nangurusié Sompa Ritimo Arung Pénrang/ Séuwa riaseng La Rumpang Datu Pattiro/ Napobainéi Wé Bubé Datu Suppa’/ dé’ ana’ padana/ Napobainéi riasengngé Wé Tappa/ Jajini La Makkulawu/ Iyana Ranreng ri Talotenréng/ Nalélé mabbainé riasengngé La Onro siala riasengngé Wé Dulung/ Najajiangngi riasengngé La Cubeng/ Iyana Pangulu Lompo ri Galung/ La Cubenna lao pobainéi Wé Mudé ana’daranna La Sanang Arung Lompéngeng ritellaé Jenerala’ Lompéngeng/ Ana’nato La Temmassonge’ nangurusié Sitti Habiba riasengngé ritu La Pottokati Datu Baringeng Ponggawa Boné/ Arung toi ri Attang Lamuru/ Iyana lao pobainéi ana’na Karaéng Agang Pancaé nangurusié Karaéng Popo/ Jajianna ana’ séuwa riaseng Sitti Hawa Arung Ujung/ Séuwa riaseng La Tadampare’ To Appotase’ Arung Ujung/ Nallakkai Sitti Hawa siala massappo siseng riasengngé La Gau’Ambo Pacubeng Arung Tanété/ [134] Séinang séamanna riasengngé Sumange’rukka Ambo’ Pajjala/ ana’na Wé Soji Arung Tanété nangurusié La Makkawaru Tomarilalengngé ri Boné/ Najajiang ana’Wé Sitti Hawa nangurusié Pallawa Gau’Ambo’ Pacubeng riaseng La Tadampare’/ La Ténréngeng To Appo Tase’Arung Ujung/ Iyana lao pobainéi riasengngé Hidayatullahi Colli’pujié Arung Pancana/ ana’na riasengngé La Rumpang Mégga Karaéng Tanété Matinroé riMutiara nangurusié riasengngé Sitti Patima Colli’pakué Daéng Tarappeng/ Najajiang ana’ Colli’pujié nangurusié To Appotase’Arung Ujung/ Séuwa riaseng Wé Gading Arung Atakka/ Séuwa riaseng La Makkarumpa’ Arung Ujung/ Séuwa riaseng Wé Tenriollé Arung Tanété/ Naiya sélessurenna laingngé Wé Sitti Hawa Arung Ujung/ Séuwa riaseng La Kaséng Arung Raja/ Seuwa riaseng La Supu Arung Suli/ Nallakkai Wé Gading Arung Attaka siala riasengngé La Sibengngareng ana’na riasengngé Lampado Arung Lompéngeng/ Najajiang ana’ seuwa riaseng La Page Arung Lompéngeng/ Séuwa riaseng La Padduppa Arung Ujung/ Dé’ ripau wijanna/ Nallakkai Wé Tenriollé Datu Tanété siala massappo siseng riasengngé La Sangaji Datu Bakke’/ ana’na La Pattola Datu Bakke’ nangurusié Wé Pada Datu Mario Attassalo/ Najajiang ana’Wé Tenriollé nangurusié La Sangaji Datu Bakke’/ Séuwa riaseng Wé Pancaitana Bungawalié Datu Tanété/ Séuwa riaseng Wé Pattékke’tana Tonra Lipué Arung Lalolang/ Séuwa riaseng La Tenrisessu Rajamuda Datu Bakke’/ Naiya Wé Pancaitana dé’ risseng wijanna apa’ dé’ rirampé ripangurisengngé/ Nallakkai Wé Pattékke’tana Tonra Lipué Arung Lalolang siala riasengngé La Mappa Arung Pattojo ana’na La Sunra Karaéng Cenrapolé nangurusié Wé Nila Datu Kawerang/ Najajiang ana’ Wé Pattékke’tana Tonra Lipué nangurusié La Mappa Arung Pattojo/ Séuwa riaseng La Unru Suléwatang Tanété/ Séuwa riaseng Wé Tenriamina/ Nabbainé La Tenrisessu’ Raja Muda Datu Bakke’ siala massappo siseng riasengngé Wé Bubé Arung Panincong ana’na La Malléléang Datu Marioriawa Attassalo nangurusié Wé Pabuka Arung Panincong/ [135] Najajiang ana’ Wé Bubé Arung Panincong nangurusié La Tenrisessu’ Raja Muda Datu Bakke’/ Séuwa riaseng Baso Jayalangkara Datu Tanété/ Séuwa riaseng Bessé Panincong Datu Panincong/ Séuwa riaseng Wé Cano/ [Seuwa riaseng] Wé Suhera Datu Bakke’/ Nalélé mabbainé La Raja Muda Datu Bakke’ siala riasengngé Wé Daruma Petta Indo’na Cella’/ Najajiang Séuwa ana’ makkunrai riaseng Wé Mastura Petta Karaéng/ Nalélési mabbainé Arumponé La Temmassonge’ pobainéi riasengngé Sitti Sapiya ana’na Arung Létta/ Najajiang ana’ séuwa orowané riaseng La Kasi Daéng Majarungi pattellarenna/ Puwanna La Tenro paraseng ana’na/ Ponggawai ri Boné/ Nalao mabbainé Puwanna La Tenro siala riasengngé Wé Tenriabang Datué ri Watu Arung Pattojo Matinroé riPangkajénné’ ana’na Wé Tenriléléang/ Datué ri Luwu Matinroé riSoréyang nangurusié Arung Pattojo Matinroé riDuninna/ Najajiang ana’ Wé Tenriabang nangursié Puwanna La Tenro/ Séuwa riaseng Wé Muwané/ Séuwa riaseng La Tatta Petta Ambarala/ Ambo Pagalu/ Nallakkai Wé Muwané siala riasengngé To Sibengngareng Arung Alitta ana’na La Posi Arung Alitta nangurusié Wé Tenriangka/ Najajiang ana’ Wé Muwané nangurusié To Sibengngareng Arung Alitta/ Séuwa riaseng Wé Léwa/ Séuwa riaseng La Dadang/ Séuwa riaseng La Paduppai/ Séuwa riaseng Wé Nado/ Nallakkai Wé Léwa Arung Alitta siala riasengngé La Rumangi Karaéng Bara Pattola/ ana’na Wé Ninnong Arung Témpé nangurusié La Patarai Arung Lamunré/ Najajiang ana’Wé Léwa nagurusié Karaéng Bara Pattola riaseng La Pamessangi Petta Towa pattellarenna/ Naiya lao pobainéi sappo siseng céra’na riasengngé Wé Maragau’ Daéng Nadi aseng riana’na/ ana’na Petta Datu ri Jampué nangurusié Wé Kutana/ Naiya Wé Maragau ana’ céra’na La Pawélloi Petta Datu ri Jampué/ Najajiang ana’ Wé Maragau nangurusié Petta Towa ri Rangngaméya riaseng Wé Patima Arung Lénrang/ Napolakkaisi riasengngé La Badé Karaéng Jampu ana’na Wé Passullé Addatuang Sawitto nangurusié La Gau’ Arung [136] Pattojo Ponggawa Boné/ Najajiang ana’ Arung Lénrang nangurusié La Badé Karaéng Jampu riaseng Wé Darawisa Mabbola Sadaé pattellarenna Arung Naga/ Jampu akkarungenna/ Nallakkai Mabbola Sadaé siala riasengngé I Koso Karaéng Allu/ Najajiang ana’ riasengngé La Pawélloi/ Nalao mabbainé La Pawélloi siala massappo wekkadua riasengngé Wé Tenri ana’na Wé Dalaintang nangurusié To Sangkawana/ Najajiangngi riasengngé Wé Parénréngi Bau’ Ila/ Iyasi rappina riaseng Asis Bau’ Polo/ Naiya La Tatta Petta Ambarala mabbainé tau décéng Malaju siala riasengngé Enci’ Sitti Mainong/ Najajiangngi riasengngé La Maddiolo Daéng Pabéta pattellarenna/ Daéng Pabéta jajiangngi riasengngé Bumihari/ Mallakkai siala riasengngé Enci’ Sainale’Abiding/ Makkunrai dappina riaseng Enci’ Bala/ Dappina makkunrai Enci’ Jaohareng Manikang/ Makkunrai dappina riaseng Enci’ Cahaya/ Nalélé mabbainé La Pakamonri/ Najajiassi riasengngé La Kangko Petta Naba/ Nabbainé ri Galésong siala riasengngé I Jaléha Daéng Jénné’/ Najajiang dua orowané/ Séuwa riaseng Tuwang Panji/ Séuwa riaseng Enci’ Padu Salahudding Daéng Patangnga/ Najajiang ana’ séuwa orowané dua awiseng/ Naiya orowané riaseng Enci’ Abedule’ Karimung Daéng Pasau/ Naiya awisengngé riaseng Enci’ Kébo’/ Séuwato riaseng Enci’ Inong Daéng Nona/ Nalélesi mabbainé La Kasi Puwanna La Tenro ri Rappeng siala riasengngé Wé Tenriona Arung Rappeng/ ana’na riasengngé Wé Seppu Arung Rappeng nangurusié La Cella Datu Bongngo Arung Gilireng/ Najajiangngi riasengngé La Maddinra Arung Rappeng Betti’é/ Iyanaé siala massappo siseng riasengngé Wé Tenripappang Majjubaé ana’na La Baloso Maddanreng Boné nangurusié Wé Tenriawaru Arung Lémpa/ Najajiang ana’ séuwa makkunrai riaseng Wé Matana Arung Rappeng/ Wé Matana Arung Rappeng siala massappo siseng riasengngé La Makkulawu Arung Gilireng/ ana’na La Cano Arung Gilireng Lampé Uttu nangurusié Wé Mappanynyiwi [137] Daéng Takénnang Datu Lagosi/ Najajiang ana’ Wé Renrittana Arung Rappeng nangurusié La Makkulawu Arung Gilireng/ Séuwa riaseng Wé Bangki Arung Rappeng/ Séuwa riaseng La Gau Ponggawa Boné Arung Pattojo/ Séuwa riaseng Wé Tenripasabbi Arung Gilireng/ Séuwa riaseng Wé Nunnu Arung Manisa Datu Pammana/ Séuwa riaseng La Palettéi Ponggawa Boné/ Séuwa riaseng Wé Sampa Arung Bale’/ Séuwa riaseng La Wawo/ Séuwa riaseng Wé Panna/ Séuwa riaseng La Mappajanci/ Séuwa riaseng La Masaléwe’/ Nalélesi mabbainé Arumponé La Temmassonge’ siala riasengngé Wé Salima Ajappasséllé/ Najajiang ana’ makkunrai riasengngé Wé Nimé/ Wé Nimé polakkaiwi Datué ri Béngo/ Najajianni riasengngé La Dekké Daéng Silasa Petta Békka’é pattellarenna/ Nabbainé Petta Békka’é siala ana’na Karaéng Sombaé riasengngé Wé Cibollo/ Najajianni riasengngé La Mapparéwe’ Daéng Pakkuling/ Iyana Datu ri Béngo/ Naripaggangkana riolo rampé wijanna La Temmassonge’/ Kopisa ri onrong laingngé narirampé/ Ri essona Sénéngngé 29 Jumadiul Akhir 1122 Hijeriana Nabitta’ Muhammad S.A.W naélorengngi Puwatta’ La Temmassonge’ Arumponé ripaénré’ ri lontara pannessai pappasenna anu riwéréngngéngngi ri Puwatta’ Matinroé riTippulunna ri tuwona mupa enrengngé nappasengngé/ Nauttama’to mappasabbiyangngi ri Kompania Balanda sésa manréna/ Iya akkéanunna rékkuwa nasalaiwi lino/ Naiya napakkéanuwangéngnga’ ri wettu tuwona mupa Puwatta’ Matinroé riTippulunna/ iyana ritu anu ri aléku’na/ kuwaéna Baringeng/ Amali/ Pattiro/ Paddakkalaé ri Bantaéng/ Kuwakumupa ri Kessi’ nawéréngnga’/ Naiya nawélaiyé/ Timurung/ Masé/ Palléngoreng/ Tuwa/ Séra/ Ugi/ Citta/ Lapajung/ Tellu Latte’é/ Naiya topa Ta’/ Iya tonaro sékuwaé ri laleng pappasenna/ Aga naiya Tuwa upakko’i ri Wérana/ Naiya Citta upakkoi ri Wé Séno/ Naiya Majang upakkoi ri Wé Pakkemme’/ Naiya Palléngoreng upakkoi ri Lasarasa/ Naiya Ugi upakkoi ri La Pallaguna/ Naiya Kéra upakkoi ri La Makkasau/ [138] Naiya Takalara upakkoi ri Wé Yamida/ Naiya Timurung enrengngé Nakaé iyatonasa maélo uwaddokkongeng/ Nigi-nigi paddokkongnga’ iyatonasa punnaiwi/ Narékko narapi’ni ajjalekku’/ Makkoniro naripaénré’ ri lontara/ Ri wettu makkarunnana ri Boné wijanna ri Boné/ ri Soppéng/ ri Tanété/ ri Luwu/ pattollana Wé Tenrisui Datué ri Marioriwawo nangurusié riasengngé La Potobune’ To[lé]baé Arung Tanatengnga ri Addatungngé ri Laumpulle’/ Riuki’ni ri lontara Soppéng/ Nenniya Boné/ makkedaé/ Manyékanyéng ronnang ri Boné/ Marioriwawo addeppakenna Katié/ Laumpulle’ apolénna Sengngengngé/ Tanété ulunna Passéajingengngé/ Soppéng onronna Angiléngngé/ [antahi]/ Naiya narapinana taung 1775 M léléni ripammaséna Allataala Arumponé riasengngé La Temmassonge/ La Mappasossong To Appaséling pattellarenna/ Arung Baringeng akkarungenna/ Aseng ri Katobba Jumana Sultan Abdul Razak Jalaluddin/ Ri lalenna umuru’ 80 aruwa pulona taung umuru’na/ Aseng maténa Arumponé Matinroé riMallimongeng/ Naiya ttolai makkarung ri Boné iyanaritu eppona riasengngé La Tenritappu/ LA TENRITAPPU TO APPALIWENG DAÉNG PALALLO (ltERitpu toapliwE dea pllo) [138.20] La Tenritappu asenna/ To Appaliweng pappasawe’na/ Daéng Palallo pattellarenna/ Mattola Mangkau ri Boné sélléi nénéna riasengngé La Temmassonge’ Arumponé Matinroé riMallimongeng/ Wijanna toi Arumponé Matinroé riSombaopu/ Naiya polé ri indo’na riaseng Wé Hamida Arung Takalara’ akkarungenna/ Petta Mattolaé aseng pattellarenna/ ana’na Matinroé riMallimongeng nangurusié Wé Mommo Sitti Aisa/ Iyanaé awiseng Arung Makkunrai ri Matinroé riMallimongeng/ Naiya polé ri ambo’na iyanaritu Arumponé La Pareppai To Sappéwali pattellarenna/ Apa’ pada mappada orowané séamang mui Matinroé riMallimongeng pada ana’ ri Puwatta’ Matinroé riNagauleng pada laing indo’/ Naiya Matinroé riSombaopu Karaéng Somba ri Gowa/ Arung Mangkau’ toi ri Boné/ Datu toi ri Soppéng/ Iyana ppobainéi riasengngé Wé Gumittiri/ Najajiangngi [139] riasengngé La Masellomo Ponggawa Boné laoé ri Luwu/ La Masellomona ppobainéi riasengngé Arung Tajong/ Najajianni riasengngé La Mappapenning To Apparéwe’ Daéng Makkoling/ La Mappapenninna lao pobainéi anauré sappo sisenna ambo’na riasengngé Wé Hamida Arung Takalara’/ Najajiang ana’ eppa/ Séuwa orowané tellu makkunrai iyanaritu séuwa riaseng La Tenritappu To Appaliweng Daéng Palallo/ Iyanaé mancaji Arung ri Boné/ Séuwa riaseng Wé Yalu’ Arung Apala/ Séuwa riaseng Wé Banrigau’ Daéng Marowa/ Séuwa riaseng Wé Oja/ Narilanti’ mancaji Arumponé Mangkau ri Boné riabbasaowi ri 4 – 6 – 1775 M/ Iyanaé Arumponé massu’ ttaro tudang ri Rompégading/ Iyatonaé Mangkau’ ri Boné/ Namusu’i Addatuangngé ri Sidénréng riasengngé La Wawo/ Apa’ maseroi maccanga-canga La Wawo maéloni passui Sidénréng polé riassiteppangenna ri Boné/ Apa’ tenna ulléni mabbéré sebbukati ri Boné/ Nari norina Sidénréng maélo rimusu’ ri Boné/ Nalaona Addatuangngé Sidénréng La Wawo maddeppa’ kaca ri olona Karaéng Tanété/ Mau awu-awunna to mompoto ri mata jarung narékko nakira-kira maja’ mémengngi Tanété lattu’ ri wija-wijanna/ Naéllau tulung ri Karaéngngé ri Tanété sarékkuammengngi narilawa Arumponé massipajjowareng/ Aja’ naliwengngi Tanété/ Apa’ rékko tunru’ mui Karaéngngé lawai Arumponé aja’ natteru ri Sidénréng/ La Wawo tujuangngi ubba’ puté/ ubba’ bolong Karaéng Tanété/ Narilawa musuna Arumponé ri Karaéngngé ri Tanété sibawa ri Petta Tollaowé ri Sidénréng/ Na tellu taung musuna/ Namau salona Ségéri tennaulléto liweng to Boné sibawa Samparajaé/ Nappangajana Tomarajaé polé ri Kompania Balanda riasengngé Tuwang WilbeyJacobson/ Nasorona to Boné/ Naiya sorona musué engkani Addatuangngé ri Sidénréng La Wawo tiwi 40 tong Batulappa 20 tong Kasa/ Natiwirengngi Karaéngngé passéllé pangelli ubba’na Karaéngngé ri musué/ Iya tonaé mangkau’ ri Boné [140] Nauttama Anggarisi’é mapparénta ri taung 1814 M/ Iyanaé Arung ri Boné napobainéi sappo sisenna riasengngé Wé Padauleng napancajiwi awiseng Arung Makkunrai ri Boné/ Ana’na La Baloso ana’ boranéna séinang séamanna indo’na nangurusié Wé Tenriawaru Arung Lémpa/ Najajiang ana’ Wé Padauleng Bungarusié [nangurusié] La Tenritappu siaré-aré’/ Séuwa riaseng La Mappasessu To Appatunru’/ Iyana mattola ri Boné/ Séuwa riaseng Wé Manératu Arung Data/ Séuwa riaseng Bataratungke’ Arung Timurung/ Séuwa riaseng La Pawawoi Arung Sumali/ Séuwa riaseng La Mappasiling Arung Panynyiwi/ Séuwa riaseng La Tenrisukki’ Arung Kajuwara/ Séuwa riaseng Wé Kalaru Arung Palléngoreng/ Séuwa riaseng Mamuncaragi/ Séuwa riaseng La Tenribali Arung Ta’/ Séuwa riaseng La Mappawéwang Arung Lompo’ Anréguru Anakarung ri Boné/ Séuwa riaseng La Paremma’rukka Arung Karella/ Séuwa riaseng La Tenripage’ Arung Paroto Ponggawa toi ri Boné Matinroé riLau Appasareng/ Séuwa riaseng La Pattuppubatu Arung Tonra/ Iya engkaé manessa iyanaritu/ La Mappasessu’ To Appatunru’ pattellarenna pobainéi riasengngé Wé Bau’ Arung Kaju ana’na Wé Rukiya nangurusié riasengngé La Umpu Arung Téko/ Najajiangngi riasengngé Wé Baégo’Arung Macégé/ Iya mallakkai ri Berru siala amauré sappo sisenna indo’na riasengngé Sumange Rukka To Patarai Arung Berru/ Najajiangngi riasengngé Wé Pada Arung Berru sibawa riasengngé Singkeru Rukka Arung Palakka/ Naiya La Tenrisukki’ Arung Kajuwara To Malompo ri Boné siala massappo sisenni riasengngé Wé Tenrilipu Wé Maddika Daéng Matanang Arung Kaju/ Najajiang séuwa ana’ makkunrai riaseng Wé Tenriawaru Pancaitana Béssé’ Kajuwara/ Naiya Daéng Matanang ana’na riasengngé Wé Madilu pada makkunrai séinang seamanna awiseng Arung Makkunraiyé Wé Padauleng nangurusié Wé Maddilu riasengngé La Kuné Datu Suppa’/ Arung toi ri Bélawa Orai’/ Naiya La Mappawéwang Arung Lompu Anréguru Anakarung ri Boné/ [141] laowi ppobainéi riasengngé Wé Tabacina Bau’ Cina Karaéng Kanjénné ana’na Wé Mundariya Mappalakkaé Ranreng Talotenréng nangurusié La Pasanrangi Petta Cambangngé Arung Malolo ri Sidénréng/ Najajiang ana’ Bau’ Cina nangurusié Petta Anréguru Anakarungngé/ Séuwa riaseng La Parénréngi Arung Mpogi’/ Iyana siala massappo siseng riasengngé Wé Tenriawaru Pancaitana Bessé Kajuara ana’na Wé Tenrilipu Wé Maddika Daéng Matanang/ Nangurusié sappo sisenna riasengngé La Tenrisukki’ Arung Kajuwara Tomalompo ri Boné/ Naiya dappina La Parénréngi riaseng To Waccalo Petta Cambangngé Arung Amali Tomarilaleng ri Boné/ Makkeda Ranreng toi ri Talotenréng ri Wajo/ Naiya dappina Wé Towaccalo riaseng Sitti Saira Arung Lompu/ Naiya dappina riaseng Wé Rukka/ Naiya dappina riaseng Wé Ciciba/ iya napolakkaiwi riasengngé La Pangérang Arung Cimpu/ Naripalisu adaé lao ri ana’daranna La Tenritappu riasengngé Wé Yalu’ Arung Apala/ Iyana jajiangngi riasengngé La Unru Datu Pattiro Datu Soppéng Matinroé riTengngana Soppéng nangurusié Arung Apala sibawa sappo sisenna riasengngé La Mappapoléonro Datu Soppéng Matinroé riAmala’na/ Séuwa riaseng La Mataesso Sullé Datu ri Soppéng Matinroé riLawélareng/ Séuwa riaseng Wé Tenrikawareng Arung Saolebbi’ Arung Balosu’/ Séuwa riaseng Wé Dédé maté maloloi/ Nabbainé La Unru Datu Pattiro siala riasengngé Wé Sélima Pabbaju Illo’é ana’na Wé Mariyama/ Pabbaju Lotongngé nangurusié La Pédé’ Daéng Mabéla Pabbicara Sidénréng/ Najajiang ana’ séuwa riaseng Baso Sidénréng Petta Ambo’na Saléngké’/ arasengeng ana’na/ Séuwa riaseng Wé Bonga Petta Indo’na I Lampoko/ Nabbainé Baso Sidénréng ri Léworeng/ Napasitola angkalungungngi riasengngé Wé Waru mappada makkunrai riasengngé Wé Kacincing pada ana’na La Patau Petta Janggo’ Arung Léworeng/ Najajiang ana’ Wé Waru nangurusié Baso Sidénréng/ Séuwa riaseng Wé Nebbu/ Séuwa riaseng La Saléngké’/ Najajiang ana’ Wé Kacincing nangurusi Baso Sidénréng/ Séuwa riaseng [142] La Pallogé/ Séuwa riaseng Wé Jennang/ Séuwa riaseng Wé Takka/ Naiya Wé Tenrikawareng Arung Balusu’ iyana polakkaiwi riasengngé Sumange’ Rukka Ambo’ Pajjala Arung Tanété/ Ana’na Wé Soji Arung Tanété nangurisé La Makkawaru Arung Atakka Tomarilaleng ri Boné/ Najajiang ana’Wé Tenrikawareng dua orowané saungeng maneng/ Séuwa riaseng La Patongai/ Iyana Datu ri Pattiro/ Séuwa riaseng La Pasammula Badungngé pattellarenna/ Nabbainé La Patongai Datu Pattiro siala massappo siseng riasengngé Wé Pannangareng Datu Lompulle’/ [ana’na] Wé Pancaitana Arung Akkampéng nangurusié La Rumpammégga Karaéng Tanété/ Najajiang ana’ Wé Pannangareng nangurusié La Patongai Datu Pattiro riaseng La Onro Datu Lompulle’/ Nabbainé La Pasammula Badungngé siala massappo siseng riasengngé Wé Bonga Petta Indo’na I Lampoko ana’dara seinang séamanna Baso Sidénréng/ Najajiang ana’ Wé Bonga nangurusié Badungngé/ Séuwa riaseng Bau’ Baso’ Arung Balusu/ Iyana Sullédatu ri Soppéng/ Séuwa riaseng Sitti Hawa/ Séuwa riaseng Wé Mira/ Nabbainé Sullé Datué Arung Balusu’ Bau Baso siala massappo siseng riaseng Wé Nebbu Petta Indo’na Mata/ ana’na Baso Sidénréng nangurusié Wé Waru/ Najajiang ana’ Wé Nebbu nangurusi Sullé Datué Bau’ Baso’ Arung Balusu/ Séuwa riaseng Wé Mata/ Séuwa riaseng Mahmud Petta Bau’/ Séuwa riaseng Wé Bessé’/ Nallakkai Sitti Hawa siala riasengngé La Cakkudu Petta Amparita ana’na La Panguriseng Addatuangngé ri Sidénréng nangurusié Wé Bangki Arung Rappeng/ Najajiang ana’Wé Sitti Hawa nangurusié La Cakkudu Petta Amparita/ Séuwa orowané riaseng La Pasanrangi Datu Tanrung/ Nallakkai Wé Takka siala riasengngé La Pasanréseng Datu Lamuru/ ana’na Jayalangkara Datu Lamuru nangurusié Wé Tellongeng/ Najajiangngi riasengngé Wé Sengngeng/ Wé Sengngeng polakkaiwi riasengngé La Sanna Arung Lompéngeng/ ana’na La Page’ Arung Lompéngeng nangurusié Wé Bonga/ Najajiang ana’ riaseng Wé Yasiya/ Iyana polakkaiwi riasengngé La Coppo’ Daéng Mangottong/ ana’na La Massikkireng Arung Macégé nangurusié Sitti Amina Arung [143] Palléngoreng/ Nallakkai Wé Jennang siala riasengngé La Pasammula Datu Laumpulle’ Ranreng Talotenréng Arung Matowa Wajo Matinroé riBatubatu/ Ana’na La Patongai Datu Laumpulle’ Ranreng Talotenréng nangurusié Bessé’ Arawa/ Najajiang ana’ Wé Janna nangurusi La Pasammula riaseng La Mappé Datu Marioriawa/ Nabbainé La Mappé siala massappo siseng riasengngé Wé Bessé’/ ana’na Sullé Datué Arung Balusu nangurusié sappo sisenna riasengngé Wé Nebbu Petta Indo’na Mata/ Najajiang ana’ Wé Bessé’ nangurusié La Mappé/ Ana’ makkunrai riaseng I Sa’ Arung Padali/ Nallakkai Wé Mata siala massappo siseng riasengngé La Pasanrangi Datu Tanrung/ ana’na Wé Sitti Hawa nangurusié La Cakkudu Petta Amparita/ Najajiang ana’ Wé Mata nangurusié La Pasanrangi Datu Tanrung/ Séuwa riaseng La Badu/ Séuwa riaseng Wé Sélo/ Nallakkai Wé Sélo siala La Jojo Arung Berru Karaéng Lémbaparang/ ana’na Wé Batari Arung Berru nangurusi La Mahemud Karaéng ri Barowanging/ Najajiang ana’ Wé Sélo riaseng Wé Tenri/ Nabbainé La Onro Datu Laumpulle’ siala riaseng Wé Cacu Arung Ganra/ arung toi ri Bélawa Orai’/ ana’na Wé Sitti Tahira Pattola Wajo nangurusié To Lempéng Arung Singkang/ Datu toi ri Soppéng ri Luwu/ Najajiang ana’ Wé Cacu nangurusi La Onro/ Séuwa riaseng Wé Soji Datu Madello/ Séuwa riaseng La Pabéyangi Arung Ganra/ Séuwa riaseng La Rumpang Datu Pattiro Ranreng Talotenréng/ Nallakkai Wé Soji Datu Madello siala riasengngé La Téngko Manciji Wajo Arung Bélawa Alau/ ana’na La Tune’ Arung Béttémpola nangurusié Sompa Ritimo’ Arung Pénrang/ Najajiang ana’ Wé Soji nangurusi La Téngko/ Séuwa riaseng La Cella’/ Séuwa riaseng Wé Tenri Arung Bélawa/ Séuwa riaseng Wé Panangngareng Datu Madello/ Séuwa riaseng La Patongai Datu ri Doping/ Nabbainé La Pabéyangi Arung Ganra siala massappo siseng riasengngé Wé Tenrisui Pattola Wajo nangurusié [144] La Walinono Datu Botto/ Najajiang Wé Tenrisui nangurusi La Pabéyangi Arung Ganra/ Séuwa riaseng La Wana Arung Ganra/ Séuwa riaseng La Jémma Datu Lapajung/ Séuwa riaseng Wé Adiluwu Datu Watu/ Séuwa riaseng Sitti Tahira Pattola Wajo Datu Mallanroé/ Iyana siala massappo wékka tellu riasengngé La Badu/ dé’ ana’na nassarang/ Nabbainé La Wana siala massappo wékka tellu riasengngé I Sa’ Arung Padali/ ana’na La Mappé nangurusi Wé Bessé’/ Nalélé mabbainé La Mappé siala Wé Cingka ana’na La Jalanté’ Jénérala Témpé/ Najajiang riasengngé La Mori/ Najajiang ana’ I Sa’ nangurusi La Wana Arung Ganra/ Séuwa riaseng La Walinono Arung Lalebbata/ Séuwa riaseng Wé Tenridio Datu Laumpulle’/ Séuwa riaseng Galébe’/ Séuwa riaseng Abu Baénada/ Nallakkai Wé Adiluwu siala massappo siseng riasengngé La Mangkona Datu Marioriase’ ana’na La Wawo Datu Botto nangurusié Wé Tenriléléang Datu Marioriwawo/ Najajiang ana’ Wé Adiluwu nangurusié La Mangkona/ Séuwa riaseng La Sade’/ Séuwa riaseng Wé Tenriabéng/ Séuwa riaseng Wé Tenriangka/ Séuwa riaseng Wé Cacu/ Séuwa riaseng Wé Pakkemme’/ Naiya La Rumpang Datu Pattiro wékka duwai mabbainé pada sengngeng/ Nadé’ ana’ padana/ Napobainéi Wé Bubé Datu Suppa dé’ ana’na/ Napobainéi Wé Radéng Wé Maranyala dé’ ana’na/ Nalélé mabbainé La Onro Datu Laumpulle’ siala Wé Dulung/ Najajiang ana’ séuwa orowané riaseng La Cubeng/ Iyana Pangulu Lompo ri Galung/ Nabbainé La Cubeng siala Wé Mundé ana’daranna Jénérala Lompéngeng/ ana’na La Page’ Arung Lompéngeng nangurusié Wé Bonga/ Najajiang ana’ Wé Mundé’ nangurusi La Cubeng/ Séuwa riaseng La Singke’/ Séuwa riaseng Wé Suki/ Séuwa riaseng Sitti Saléha/ Séuwa riaseng La Mahemude’/ Nalao La Rumpang ppobainéi riasengngé Wé Tappa/ najajiang ana’ séuwa orowané riaseng La Makkulawu/ Maggangkani rirampé wijanna [145] Wé Yalu Arung Apala/ Mappada makkunrai séinang séamai Wé Yalu Arung Apala ana’daranna La Tenritappu riasengngé Wé Banrigau Arung Tajong/ Napolakkaiwi La Tenrigangka Arung Ujung/ ana’na Tomarilaleng pawélaié ri Gowa nangurusié Sitti Amina Karaéng Sombaopu Karaéng Tallo/ Najajiang séuwa ana’ orowané riaseng La Tenriwari/ Nalélé mallakkai Wé Banrigau ri Wajo siala riasengngé La Sampenné Petta La Battowa Cakkuridié ri Wajo/ Arung toi ri Liu/ Ana’na La Raulangi To Saddappotto Daéng Lebbi Arung Bénténg nangurusié Wé Tenriampa Arung Singkang/ Najajiang ana’ Wé Banrigau’ nangurusi Petta La Battowa/ Séuwa riaseng Wé Sawe’ Arung Liu/ Séuwa riaseng La Oli Maddanreng ri Boné/ Séuwa riaseng Wé Sikati Andi Incé/ Nallakkai Wé Sikati Arung Palippung siala riasengngé La Sampo Arung Mpugi Arung Bélawa toi/ Ana’na La Mampulana Arung Mpugi nangurusié Wé Bakke’ Datu Kawerang/ Najajiang ana’ Wé Sékati nangurusi La Sampo/ Séuwa riaseng Wé Busa Petta Walué Arung Bélawa/ Séuwa riaseng La Rappeng Arung Lau/ Arung Mpugi Maddanreng toi ri Boné/ Sullé Ranreng toi ri Tuwa/ Ri wettunna sappo sisenna riaseng Wé Hudaiya Ranreng Tuwa/ Séuwa riaseng La Maggalatung Daéng Mpalié Arung Palippung/ Nallakkai Wé Busa Arung Bélawa siala riasengngé La Tompi Arung Béntémpola Matinroé riWajo/ ana’na Arung Bénttémpola La Sengngeng Matinroé riSalawa’na nangurusié Wé Mappangide’ Arung Macanang/ Najajiang ana’ Wé Busa Arung Bélawa Petta Walu’é nangurusié La Tompi Arung Béttémpola/ Séuwa riaseng Wé Kalaru Arung Béttémpola/ Séuwa riaseng La Paramata La Tatta Rajadéwa Arung Béttémpola/ Séuwa riaseng La Tune’ Mangkau = La Tune’ Sanging Arung Béttémpola Matinroé riTancung/ Nallakkai Wé Kalaru Arung Béttémpola siala riasengngé La Patongai Datu Laumpulle’ Ranreng toi ri Talotenréng/ ana’na Wé Mundariya Mappalakkaé nangurusié Petta Cambangngé Arung Malolo Sidénréng/ [146] Najajiang ana’Wé Kalaru nangurusi La Patongai Datu Laumpulle’/ Séuwa orowané riaseng La Mangkona/ To Rao pattellarenna/ Pajumpungaé pappasawe’na Datu Alau Wajo akkarungenna/ Arung toi ri Pallipu/ Nabbainé La Rappeng’ Arung Liu Arung Mpugi Sullé Ranrengngé ri Tuwa siala riasengngé Wé Bessé’ Daéng Talébang pattellarenna/ Arung Pénrang akkarungenna/ ana’na Wé Baji Datu Bulubangi nangurusié La Saliu Petta Kampongngé Arung Atakka/ Najajiang ana’ Wé Bessé’ nangurusi La Rappeng Maddanrengngé ri Boné/ Séuwa makkunrai riaseng Somparitimo/ Iyana Arung Pénrang Matinroé riCinnotabi/ Nallakkai Somparitimo siala massappo siseng riasengngé La Tune’ Mangkau Arung Béntémpola/ ana’na Wé Busa Pattéwalué La Tompi Arung Béttémpola Matinroé riWajo/ Najajiang ana’ Somparitimo nangurusié La Tune Sangiang/ Séuwa riaseng La Gau/ Iyana mattola Ranreng ri Béttémpola Wajo/ Napobainéni riasengngé Wé Tenrisampéang Denrawalié Arung Patila/ ana’na riasengngé Wé Baru Arung Patila nangurusié La Saddappotto Maddanreng Pammana/ Najajiang ana’ Wé Tenrisampéang nangurusi La Gau orowané riaseng La Jamerro’/ Iya musi Paddanreng ri Béttémpola/ Naiya dappina La Gau riaseng La Cengké Manciji Wajo/ Séuwa riaseng La Téngko Arung Bélawa Alau Manciji toi ri Wajo/ Séuwa riaseng La Jolo/ Iyana ripaddatu ri Patila/ Séuwa riaseng La Mamu/ Iyana riaseng Puatta Petta ri Ugi/ Séuwa riaseng La Comé/ Séuwa riaseng Wé Galo/ Iyana ripakkarung ri Liu/ Wé Galo-na Arung Liu ripasiala massappo siseng riasengngé La Mangkona To Rao Pajumpongaé/ Na dé’ ana’ nauru/ Nalaosi Pajumpongaé ppobainéi sappo sisenna polé ri ambo’na riasengngé Wé Nyili’timo Arung Baranti/ ana’na riasengngé La Panguriseng sélessurengngi manguru ambo’ La Patongai Datu Lompulle’ pada ana’ ri Petta Cambangngé Arung Maiwa Arung Malolo Sidénréng/ Dé’ musi ana’na Pajumpongaé/ [147] Ripaggangkasi rampé wijanna Wé Sikati Petta Eccé’/ Naiya pada makkunrainna riasengngé Wé Bombang Petta Iccu’/ Iyana polakkaiwi riasengngé La Maréwangeng To Tenriakka pattellarenna/ Opu Baramamasé pappasawe’na/ Najajiang ana’ orowané riasengngé La Tassala/ Iyana Manciji ri Wajo/ Nabbainé La Tassala siala riasengngé Bessé Sampéyang Arung Patila ana’na Matoa Tampangeng nangurusi anaddaranna Arung Bénténg La Sengngeng/ Najajiang ana’ makkunrai riaseng Wé Baru Arung Patila/ Nallakkai Wé Baru siala riasengngé La Saddappotto Maddanreng Pammana ana’ riolona Wé Sompa Datu Pammana nangurusié La Cella’ Maddika Buwa Matinroé riPadangkaluwa/ Najajiang ana’Wé Baru Arung Patila nangurusié La Saddappotto makkunrai riaseng Wé Tenrisampéyang Denrawalié/ Iyana siala massappo wékka tellu riasengngé La Gau Arung Béttémpola/ Najajiang ana’ riaseng La Jamero’ Ranreng Béttémpola/ Koni maggangka rirampé wijanna anaddaranna Arumponé La Tenritappu/ Iyanaé Arumponé napasisullé mai Rompégading monroi/ Nakuwai ri Boné/ Aga na kuwa ri Rompégading narapi puppureng sunge’ ri taung 1812 M/ Nariasenna Matinroé riRompégading/ Naiyasi ttolai makkarung ri Boné ana’na riasengngé La Mappasessu’/ LA MAPPASESSU’ TO APPATUNRU ARUNG PALAKKA (lmpsEsu toaptuRu aruplk) [147.21] La Mappasessu’ To Appatunru Pattellarenna/ Arung Palakka akkarungenna/ Mattola Mangkau’ ri Boné sélléi amanna ri taung 1812 M/ Naiya mana nariyabbasaoi ri taung 1814 M/ Iyanaé Arumponé lebbi pitui massélessureng/ ana’na Arumponé La Tenritappu Matinroé riRompégading nangurusié Wé Padauleng Arung Makkunrai Matinroé riSaodenrana/ Iya tonaé arung ri Boné napparénta Anggarisi’é/ Anggarisié’na ssuroi Arung Mampu riasengngé Daéng Riboko lao mmalai ri Arumponé Sudangngé nenniya waramparang arajanna Gowa/ Apa’ engkai ri laleng limanna Arumponé waramparangngé ritu/ Iya naro naggangka ulléngi Arumponé ttaroi waramparangngé ritu mukka’ macinna mémettoi Arumponé mancaji arung ri Gowa/ Saba’ wijanna mémetto Karaéngngé ri Gowa Matinroé [148] riSombaopu/ Apa’ maéga memettona to Gowa iya monroé ri pabbulubulué manganro ri Arumponé/ Rimakkuwanna naro namatedde’ tona Arumponé maéloé mancaji Karaéng ri Gowa/ Onconni ri wettuéro dé’ mémettopa mannessa Karaéng ri Gowa/ Apa’ manessai ritettuwanna to Gowaé makkedaé/ nigi-nigi mparekkengngi waramparang arajangngé ri Gowa iyanaro Karaéng/ Namauni manessa Karaéng ri Gowa na dé’i nakatenning waramparanna arajangngé dé’ nappunnai akerang mapparenta/ Rimakkuwanna naro na aléna Tomarajana Angngarisié riasengngé Residen Philips/ Nasuroi Arung Mampu Daéng Riboko lao ri Arumponé méllaui/ Apa’ iya mémetto ttaroi ri Arumponé Matinroé riRompégading ri tuona mupa/ Rimakkuanna naro nagettenni Arumponé téyaé mabbéréangngi Sudangngé lollong waramparang arajang/ Aga nasituppuanna musu’ Anggarisié na Arumponé/ Nari téri Boné ri Anggarisié/ Na kuwa ri Rompégading taro tudang Arumponé/ Naritérina Rompégading ri Anggarisié apa’ mawatangngi Anggarisié/ Rimakkuanna naro natelloni Rompégading/ Rumpa’ni Rompégading/ Lisuni Arumponé muttama’ ri Boné/ Naonrona ri Lalebbata/ Naiya Sudangngé sibawa waramparang arajangngé ri Gowa/ Nabbéréanni Arumponé ri Datué ri Soppéng Matinroé riAmala’na/ Matinroé mana riAmala’na mapponciangngi ri Arung Mampu/ Arung Mampu topa mabbéréangngi ri Kompania Angngarisié ri 4 Juni 1814 M/ Nariabbéréanna waramparang arajanna Gowa ri Baté Salapangngé polé ri Tomarajana Anggarisié/ Naiya rumpa’éngngi Rompégading polé ri Pangulu Musu Angngarisié riaseng ritu Tuwang Nightingale Jénérala pammususna Anggarisié/ Na ri lalenna taung 1816 M/ Nalisu parimeng Goboronaméng Balanda mapparénta/ Nari paénré’na ri katobba Juma’ asenna Arumponé Sultan Muhammad Ismail Muhtajuddin/ Iyanaé Arumponé pobainéi riasengngé Wé Bau Arung Kaju/ Siala massappo wékka duwa mui/ Iyana ritu ana’na Wé Rukiya nangurusié La Umpu Arung Téko/ Najajiang [149] séuwa ana’ makkunrai riaseng Wé Baégo/ Iyana Arung Macégé/ Narapi’i taung 1823M pawélaini Arumponé/ Nariasenna Matinroé riLalebbata/ Nallakkai Wé Baégo Arung Macégé ri Berru siala riasengngé Sumangerukka To Patarai Arung Berru ana’na Arung Berru To Appasawe’ nangurusié Wé Hatija Arung Paopao/ ana’na La Maddussila Karaéng Tanété nangurusié Wé Séno Datu Citta/ Najajiang ana’ We Baégo nangurusié Sumangerukka To Patarai Arung Berru/ Séuwa riaseng Wé Pada/ Iyana Arung Berru/ Séuwa riaseng Singkeru Rukka/ Iyana Arung ri Palakka/ Nallakkai Wé Pada Arung Berru ri Gowa siala riasengngé I Mallingkaang Karaéng Katangka/ Karaénni ri Gowa riasenni Patimatare’/ ana’na I Kumala Karaéng ri Gowa Toménanga riKakoasanna/ nangurusié Wé Séno Karaéng Lakiyung/ Najajiang ana’ Wé Pada nangurusié Patimatare’ Toménanga riKalabbiranna/ Séuwa riaseng I Makkulawu Daéng Parani Karaéng Lémbaparang/ Séuwa riaseng I To Patarai Karaéng Pabbundukang/ Séuwa riaseng I To Gellangi Karaéng Silaja/ Séuwa riaseng Wé Batari Daéng Marennu Arung Berru/ Séuwa riaseng Wé Bau/ Baiccu’ mupi namapedda/ Séuwa riaseng Wé Biba Karaéng Bontosuji/ Dé’ ripau wijanna/ Séuwa riaseng I Butaita Karaéng Mandallé’/ Séuwa riaseng I Mangiruru Daéng Mangémba Karaéng Manjalling/ Séuwa riaseng Wé Sugiratu Andi Baloto Karaéng Tanété/ Séuwa riaseng Sitti Hatija Daéng Singara’ Arung ri [Sellong]/ Séuwa riaseng Sitti Rugaiya Karaéng Langélo/ Séuwa riaseng I Mangimangi Daéng Mattutu Karaéng Bontonompo/ Naripalisu adaé ri ana’na riasengngé La Makkulawu Daéng Parani Karaéng Lémbaparang/ Iyanaé mattola Karaéng ri Gowa nariaseng Toménanga riBundu’na aseng maténa/ Iyanaé lao mabbainé ri Alitta siala riasengngé Wé Tenripaddanreng Wé Bungasingkeru’ Wé Cella’ Arung Alitta Karaéng Bainé ri Gowa/ ana’na La Parénréngi [150] Arumponé Matinroé riAjabbénténg nagurusié sappo sisenna riasengngé Wé Tenriawaru Pancaitana Bessé’ Kajuwara Arumponé Matinroé riMajennang Suppa’/ Najajiang ana’ Wé Cella’ nangurusié La Makkulawu Karaéng Lémbaparang/ Séuwa riaseng La Panguriseng Bau Tondéng Petta Alitta/ Séuwa riaseng La Mappanyukki Datu Lolo ri Suppa’/ Nabbainé La Panguriseng Petta Alitta siala massappo siseng riasengngé Wé Séno Karaéng Lakiung/ ana’na Wé Batari Arung Berru nangurusié I Mahemude’ Karaéng ri Barowanging/ Najajiang ana’ Wé Séno nangurusié La Panguriseng Arung Alitta/ Séuwa riaseng Wé Cella’ Karaéng Lakiung/ Séuwa riaseng Wé Saripa Karaéng Pasi/ Nabbainé Mappanyukki siala massappo siseng toi riasengngé Wé Madilu/ iya ritellaé Karaéng Bontomasugi/ ana’na I Sugiratu Andi Baloto Karaéng Tanété nangurusié riasengngé La Parénréngi Karaéng Tinggimaé/ Na dé’ ana’ nauru namaté Wé Madilu/ Nalélési mabbainé La Mappanyukki siala riasengngé I Wé Batari ana’na Gellarang Tombolo Baté Salapangngé ri Gowa nangurusié riasengngé I Cingkogo/ Najajiang ana’ riaseng La Pangérang Arung Macégé/ Nalélesi mabbainé La Mappanyukki ri Massépé siala riasengngé Wé Bessé’ Petta Bulo/ ana’na La Saddappotto Addatuang Sidénréng nangurusié riasengngé Wé Béda Addatuang Sawitto/ Najajiang ana’ Béssé’ Bulo nangurusié Mappanyukki Iyana ritu/ Séuwa riaseng Abedullahi Bau’ Massépé/ Séuwa riaseng Wé Rakiya Bau’ Baco’ Karaéng Balla’tinggi/ Séuwa riaseng Wé Bulaéng/ Namaté Bessé Bulo nalélesi mabbainé La Mapanyukki siala massappo siseng riasengngé I Manéné Karaéngngé Ballasari/ ana’na I Magguliga Andi Bangkung Karaéng Popo nangurusié I Nako Karaéng Panakkukang/ Najajiang ana’ I Manéné nangurusi La Mappanyukki/ Séuwa riaseng Wé Tenripaddanreng/ [151] Séuwa riaseng I Parénréngi/ Séuwa riaseng I Appo/ Séuwa riaseng I Sawe’/ Séuwa ripau’ rilainnaé/ Nallakkai Wé Batari Daéng Marennu Arung Berru siala massappo siseng riasengngé I Mahemmude’ Karaéng ri Barowanging/ ana’na riasengngé I Manginyare’ Karaéng Lémbaparang nangurusié I Woja Karaéng Balasari/ Najajiang ana’ Wé Batari Daéng Marennu Arung Berru nangurusié I Manginyari Karaéng Lémbaparang/ Séuwa riaseng I Jojo Kalamullahi Karaéng Lémbaparang Arung Bérru/ Séuwa riaseng I Kumala Karaéng Cenrapolé/ Séuwa riaseng Wé Séno Karaéng Lakiung/ Séuwa riaseng I Saribanong Karaéng Tanété Arung Berru/ Séuwa riaseng I Malingkaang Karaéng Ribura’né/ Nabbainé I Jojo Kalamullahi Arung Berru siala riasengngé Wé Ica Arung Manisa/ ana’na La Saddappotto Addatuang Sidénréng nangurusi Wé Béda Addatuang Sawitto/ Najajiang ana’ Wé Ica nangurusi I Jojo Arung Berru/ Séuwa orowané riaseng La Saddappotto/ Nalélési mabbainé La Jojo ri Soppéng Riaja siala ana’na Arung Soppéng Riaja La Énra/ Najajiang ana’ riaseng La Makkasau/ Nalélési mabbainé ri Soppéng I Jojo siala riasengngé Wé Sélo/ ana’na La Pasanrangi Datu Tanrung nangurusié Wé Mata/ Najajiang ana’ riaseng Wé Tenri/ Nabbainé I Kumala Karaéngngé Cenrapolé siala massappo siseng riasengngé I Séno Karaéng Lakiung/ ana’na I Sugiratu Andi Baloto Karaéng Tanété nangurusié sappo wékka duanna riasengngé La Parénréngi Karaéng Tinggimaé/ Najajiang ana’ Wé Séno nangurusi Karaéngngé Cenrapolé/ Séuwa riaseng I Manggabarani/ Séuwa riaseng Singkeru’ Rukka/ Séuwa riaseng Sumange’ Rukka Karaéng Mangépé Arung Berru/ Séuwa riaseng Wé Oja mapedda baiccu’i/ Nallakkai Wé Séno Karaéng Lakiung siala riasengngé La Panguriseng Wé Célla’Arung Alitta/ Najajiang ana’Wé Séno nangurusi La Panguriseng/ Séuwa riaseng Wé Cella’/ [152] Karaéng Lakiung/ Séuwa riaseng Wé Saripa Karaéng Pasi/ Nabbainé I Malingkaang Karaéng Ribura’né ri Wajo siala riasengngé Wé Ninnong Ranreng Tuwa Wajo/ ana’na La Mappanyompa Ranreng Tuwa Wajo Arung Ujung nangurusié Wé Dalatongeng Arung Témpé/ Najajiang ana’ Wé Ninnong nangurusi I Malingkaang/ Séuwa riaseng Wé Manawwara Bessé’ Témpé/ Séuwa riaseng Baharudding Bau Akkoténgeng Karaéng Mandallé/ Séuwa riaseng Mahemude’/ Séuwa riaseng Wé Mundariya Karaéng Balasari/ Séuwa riaseng Hasang Karaéng Ribura’né/ Séuwa riaseng Sulaémana/ Nallakkai I Sugiratu Andi Baloto siala riasengngé La Parénréngi Karaéng Tinggimaé/ ana’na I Manggabarani Karaéng Mangépé Arung Matowa Wajo nangurusié Wé Dala Wittoéng Karaéng Kanjénné/ Najajiang ana’ I Sugiratu nangurusi La Parénréngi/ Séuwa riaseng Wé Madilu Daéng Bau’/ Séuwa riaseng I Séno Karaéng Lakiung/ Nallakkai Wé Madilu siala massappo siseng riasengngé La Mappanyukki Datu Lolo ri Suppa/ Dé’ ana’ nangurusi/ Nallakkai Wé Séno siala massappo siseng riasengngé Kumala Karaéng Cenrapolé/ Purani rirampé dénré wijanna/ Nabbainé I Magguliga Andi Bangkung Karaéng Popo siala massapo siseng riasengngé Wé Patiba[ma]nri Wé Banrigau’ Arung Timurung/ ana’na Singkeru Rukka Arung Palakka Arumponé Matinroé riPaccing nangurusié riasengngé Sitti Saira Arung Lompu/ Najajiang ana’ nangurusi Wé Banrigau na Karaéng Popo riaseng Wé Sutera Arung Palakka/ Maté maloloi/ Napawélai Matinroé riBolampare’na/ Nabbainé Karaéng Popo siala riasengngé I Nako Karaéng Panakkukang/ ana’na I Mappatunru’ Karaéng Ribura’né nangurusié riasengngé I Patimasang Daéng Ngasséng/ Najajiang ana’ I Nako Karaéng Panakkukang nangurusié I Magguliga Karaéng Popo riaseng I Manéné/ Karaéng Ribalasari Arung Makkunrai ri Boné/ Siala massappo siseng riasengngé La Mappanyukki/ Purani rirampé/ [153] Nabbainé I Mangimangi Daéng Mattutu Karaéng Bontonompo siala riasengngé I Wé Kunjung Karaéng Tanatana/ ana’na I Nyu’la Daéng Tappa’ Manyoro Ataboné nangurusié Wé Patimasang/ Eppona Arumponé Matinroé riLalebbata/ Najajiang ana’ I Kunjung Karaéng Tanatana nangurusié I Mangimangi Daéng Mattutu Karaéng Bontonompo/ Séuwa orowané riaseng La Ijo Daéng Mattawang Karaéng Lalolang/ Séuwa makkunrai riaseng I Maisa Karaénta Rappocini/ Séuwa topa makkunrai riaseng I Patimasang Karaéng Panaikang/ Iyanaé I Mangimangi Daéng Mattutu Karaéng Bontonompo wettunna rilanti’ mancaji Somba Karaéng ri Gowa naripasekkori lalasipué’/ ri 4 Januari 1937/ ri wettué ro mancajié Warené Tomaraja riaseng Tuwang Boselawure (Boslaar)/ Engka manengngi Tellumpoccoé/ Limaé Ajatappareng/ Pitué Babamminanga/ Limaé Massénrémpulu/ Cappagalaé/ Engka toi Suletangngé ri Butung/ Na tellu mpenni purana ripasekkori lalasipué’/ ri 7 Januari 1937 nari pabbotting ana’na Arungngé Balanda Wilehémina riasengngé Puteri Yuliana siala riasengngé Perisi Bérenare’ polé ri tana Duiselang tau décénna Bangsa Jaremmangngé/ Aga napada monrona boccoé tajengngi/ Napatarimangngi ri Tomarajaé pappasalama’na ri bottingngé/ Nabbainé I La Ijo Daéng Mattawang Karaéng Lalolang siala riasengngé Daéng [Tujing]/ Napobainé toi riasengngé Daéng Ngai/ Iyanaé ttolai amanna mancaji Karaéng ri Gowa/ Iyanaé Karaéng ri Gowa nattama’ riasengngé amaradékangeng/ Nallakkai I Mainang Karaéng Rappocini siala riasengngé I Pabiséi Daéng Paguling amuré sappo sisenna ambo’na Karaéng Katapang Karaéng Tomailalang Lolo ri Gowa/ ana’na I La Oddanriwu Karaéng Bontolangkasa’ Tomailalang Towa ri Gowa nangurusié I Makkalaru Karaéng Campagaya/ Najajiang ana’ I Mainang nangurusi I Pabiséi Daéng Paguling Iyana ritu I La Oddanriwu Karaéng Tukajannanga/ Dappina riaseng I Mahemude’ [154] Karaéng Bontonompo/ Dappina riaseng I Patau/ Iyana tama’ riaseng TNI/ Dappina riaseng Karaéng Rappocini/ Nallakkai I Patimasang Karaéng Panaikang siala pada orowanéna I Pabiséi Daéng Paguling riasengngé I Paturungi Daéng Riyo Karaéng Baramamasé/ Najajiang ana’ séuwa orowané riaseng I Dulung Karaéng Karuwisi/ Iyana pobainéi sapposisenna riasengngé Karaéng Rappocini/ Séuwa makkunrai riaseng I Toga Karaéng Mangarabombang/ Iyana polakkaiwi sappo sisenna riasengngé I La Oddanriwu Karaéng Tukajannanga/ Ripaggangkani rampé wijanna Arumponé Matinroé riLalebbata/ Naiyasi ttolai makkarung ri Boné iyanaritu ana’daranna Matinroé riLalebbata riasengngé Wé Mané/ WÉ MANÉ ARUNG DATA SULTANAH SAIYARA JATUDDIN (ewmen arudt sulEtn saiyr jtudini) [154.13] Wé Mané Arung Data mattola Mangkau’ ri Boné sélléi ana’boranéna riasengngé La Mappasessu To Appaunru’ Arumponé Matinroé riLalebbata/ Naripaénré’na ri katobba Juma asenna Puwatta’ Wé Mané Sultana Saiyara Jatuddin ri lalenna taung 1824 M/ Iyanaé Arumponé nalisu parimeng Balandaé parimeng mappangara/ Nangérani Goboronaméng Balanda ri Arumponé sarékkuammengngi naribarui Ceppa’é Ribungaya iyanaritu assitellirenna riolo Puwatta’ Petta To Risompaé sibawa Balandaé/ Massélessurengngi ri appangaraé ri to baiccu’é/ Iyanaé Arumponé maserro maturu ri agamaé gangkanna nawellungi riasengngé tasaopu/ Nariwérénna daéra ri angrégurunna riasengngé Séhe’ Ahemma’ iya lebboéngngi Tambora riaseng Alipu Puté/ Rimakkuwanna naro nagettengenni téyaé molingngi paimeng Ceppa’é ri Bungaya/ Naritérina Boné ri Goboronamé Balanda ri taung 1825 M/ Nako mani ri 7 Agustus 1825 M nasieppe’na Boné sibawa Gowa/ Sama iyo mancaji Sekutu Bond Gnoshap sibawa Balandaé tanra assituruna pakabarui Ceppa’é ri Bungaya/ Iyanaé Mangkau’ dé’ ripau wijanna apa’ dé’ naengka narisseng massébali/ Ri lalenna taung 1835 M napawélai/ Nariaseng Matinroé riKessi’/ Naiyasi ttolai makkarung ri Boné ana’boranéna riasengngé La Mappasiling/ LA MAPPASILING SULTAN ADAM NAJAMUDDIN (lmpsiili sulEt ad njmudi) [155] La Mappasiling mattola Mangkau’ ri Boné/ séllei ana’daranna riasengngé Wé Mané Arung Data Matinroé riKessi’/ Nasiajje’na paimeng Boné sibawa Goboronamé Balanda/ Naripaénré’na ri katobba Juma’é asenna Sultan Adam Najamuddin/ Naiya mancajié to madécéng pasiajjengi Boné sibawa Goboronamé Balanda/ Iyanaritu riasengngé La Mappangara Arung Sinri ana’na Wé Masi Arung Wette’ nangursié riasengngé To Tenri Tomarilaleng Pawélaiyyé ri-Kaluku Bodoé/ Eppona La Maggamette’ Arung Sinri polé ri indo’na/ Pawélaiwi ambo’na/ Iyanaé La Mappangara sélléi ambo’na mancaji Tomarilaleng ri Boné/ Pawélai mani nariaseng Matinroé ri-Sesso’é aseng maténa/ Iyanaé La Mappangara Tomarilaleng ri Boné napatokkongngi paimeng asséajingenna Boné sibawa Goboronamé Balanda/ Padato puraé napekkeki Puwatta’ Petta Torisompaé riolona sitelli’na Boné Balandaé ri 13 Agusettusu 1835 M/ Nari esseri telli’é ri Ujuppandang narilalenna taung 1838 M/ Nasisélléna Arumponé silaong Goboronamé Balanda/ Gangkanna Arumponé La Mappasiling Sultan Adam Najamuddin/ Aléna makkattaiwi silaong Tomarilalengngé Arung Sinri lao ri Ujuppandang massaro lellangi wanuwanna/ Napasierekengngi asséajingenna Boné Balandaé ri Tomarajana Goboronamé Balanda monroé ri Sélébésé maniangngé riasengngé Tuan De Geras/ Iyanaé Tomarilalengngé La Mappangara Arung Sinri pobainéi ana’daranna Arumponé riasengngé Wé Kalaru Arung Palléngoreng/ Na dé’to ripau wija nauru’/ Makko toi Arumponé La Mappasiling Arung Panynyili/ Dé’to ripau awiseng arung Makkunrainna makkéwija-wija/ pada mui ana’daranna Wé Mané Matinroé riKessi’/ Narilalenna taung 1845 M/ Napawélai Puwatta’ La Mappasiling Arung Panynyili’/ Nariasenna Matinroe ri-Salassana/ Nasipétangngarenna Ade’é ri Boné Arung Pitué sappai Ana’ Mattolaé/ Ana’ Angiléngngé/ wijanna Mappajungngé weddingngé sélléi makkarung ri Boné/ Naiya nasama iyyoi wijanna ritu Mappajungngé/ Najello’ni anauréna ana’ padaoroanéna riasengngé La Parénréngi/ LA PARÉNRÉNGI SULTAN MUHAMMAD SALEH MAHYUDDIN (lpereRGi slEt muhm sel mhEyudi) [156.3] La Parénréngi Arung Mpugi/ Arung toi ri Lompu/ mattola Mangkau’ ri Boné sélléi amauréna/ padaorowanéna ambo’na Matinroé riSalassana/ Iyanaé ripoana’ ri La Mappaéwa Arung Lompu Tomalompo ri Boné/ Séinang séamai Matinroé riSalassana/ pada ana’na Matinroé riRompégading/ Naiya polé ri indo’na riaseng Wé Tabacina riasemmi Bau’ Cina Karaéng Kanjénné’/ ana’na La Pasanrangi Petta Cambangngé Arung Maiwa Arung Malolo ri Sidénréng nangurusi Wé Mundariya Mappalakkaé Arung Méngé Ranreng Talotenréng/ ana’ rijajianna Mappalakkaé nangurusié Petta Cambangngé/ Iyana ritu séuwa riaseng La Patongai Datu Laumpulle’ Ranreng Talotenréng/ Iyanaé ripanguju mattola ri Sidénréng/ Iya kiya mammususi mappada orowané riasengngé La Panguriseng/ Narisittainna akkarungengngé ri Sidénréng/ Séuwa riaseng La Unru Arung Ujung/ Séuwa riaseng Wé Tabacina Karaéng Kanjénné’/ Séuwa riaseng Wé Batari maté maloloi/ Bau Cina polakkaiwi La Mappaéwa Arung Lompu Tomalompo ri Boné/ najajianna La Parénréngi/ Iyanaé rijello’é mancaji Arumponé/ Séuwa riaseng To Wappalo Petta Cambangngé Arung Amali/ Tomarilaleng ri Boné/ Makkedang Ranreng toi ri Talotenréng/ Séuwa riaseng Wé Rukka/ Séuwa riaseng Sitti Saira Arung Lompu/ Iyana polakkaiwi anauré ana’ sappo sisenna riasengngé Singkeru’ Rukka Arung Palakka Matinroé riPaccing aseng Maténa/ Najajianni riasengngé Wé Pati[ma]banri Arung Timurung/ Iyanaé Arumponé riasengngé La Parénréngi/ Ranreng mutopi ri amauréna Arung Sinri riasengngé La Mappangara/ Naripaenré’na ri katobba Juma asenna Sultan Muhammad Saleh Mahyuddin/ Mappédéceng mui Tomarilalengngé Arung Sinri ri pallawangenna Arumponé na Goboronamé Balanda gangkanna napaddupa [157] tongengngi Goboronamé Balanda koromai assimadécéngenna tanranna siajje’ni Boné Goboronamé Balanda polé ri akkacowangenna Tomarilalengngé Arung Sinri La Mappangara/ Na alénana Tomarajana Goboronamé Balanda monroé ri Ujuppandang makkattaiwi ttamaé ri Boné massarolellangi paréntana/ nasaba’ pamale’ madécéng/ Ri wettunna Matinroé riSalassana/ nakkattai toi ménré’é ri Ujuppandang jokkajokka massarolellangi wanuwanna nasaba’ madécénna assiajingenna Goboronamé Balanda na Boné/ Mukka’ akacowangenna Arung Sinri La Mappangara Tomarilalengngé ri Boné nawedding Arumponé La Parénréngi naduppai madécéng toi Tomarajana Goboronamé Balanda engkaé monro ri Ujuppandang riasengngé Tuan De Peres ri wettunna engka ttama ri Boné ri taung 1846 M/ Iyakiya dé’gaga tau misseng cappa’ gau’/ Apa’ makkedai to ri olota’ iya kéneng penné ri onronna biasa siétto’ nadé’ pakédoi/ Makko toni ritu La Parénréngi Arumponé na Goboronamé Balanda/ Dé’ naullé panennungengngi/ Jaji dé’ namaitta siajjenna sibokoreng parimeng/ Agana Tomarilaleng ngéna mancaji lanréséng/ Apa’ dé tona naullé pakkanréi akacoangenna ri pallawangenna to sisalaé/ Iyana ritu Arumponé na Goboronamé Balanda apa’ mareppa’si paimeng assiajingengngé mancaji assisalang/ Rimakkuwanna naro Tomarilalengngé ri Boné riasengngé Arung Sinri naolani ritu laleng marippe’é/ takkalai masagéna lalengngé/ Laoni ri Arumponé méllau simangengngi aléna sarékkuammengngi namasagéna atinna Arumponé tarimai alepperenna aléna polé ri attomarilalengngé ri Boné/ Na macinnong tona ininnawanna Arumponé paleppe’i amauréna/ Aga napaleppe’ni aléna Arung Sinri ri attomarilalengngénna ri Boné ri lalenna taung 1849 M/ Naiya puranana nalémpa jujung mawere’/ sipaccingeng toni anauréna/ Ménré’ni ri Ujuppandang Arung Sinri/ Aléna [158] Tomarajana Goboronamé Balanda iya monroé ri Ujuppandang riasengngé Tuwang De Peres méllau addakkareng/ Sarékku ammengngi naripalalo monro ri tanana Goboronamé Balanda/ Naritarimana ritu paréllaunna/ Nari pappiléna onrowang iya napujié ri tanana Goboronamé Balanda/ Najello’ni ritu Arung Sinri tana Marusu’/ Naiya sikadonnana Tomarajaé sibawa Arung Sinri/ Méllau simanni Arung Sinri ri Tomarajana Goboronamé Balanda/ Nalisu ri Boné napaluppung manengngi waramparanna/ Kuwaé topa rangeng-rangenna nawawaé manguru’ nawa-nawa/ Enrengngé topa sompullolona macinnaé maccoériwi mallékke’ dapureng/ Naiya sakke’ tagi-taginna lokkani pédapiriwi anauréna ajokkangenna mallékke’ dapureng/ Nari palalona ri Arumponé lokka/ Nalaona Arung Sinri La Mappangara taliwuriwi tana ancajingenna to riolona/ Mallékke’dapureng mpokoriwi tanaé ri Boné/ mmolai Lappariaja/ Mattengnga iwi ongko jonga néné-nénéna ri olo/ poloi bulué/ Nano’na ri lappana tana Maru’ gangka narapi’na onrong puraé naéllau ri Tomarajana Goboronamé Balanda/ Iyana ritu onrong riasengngé Sesso’é/ Naléppanna kuaro sipajjowareng/ Napada pateppani to rialéna/ Nasukekenni tana natawa-tawangngi tassipakutuwongeng weddingngé nakkarésoi séuwaé tau matuwoi réppona/ Naonrona Arung Sinri ri Sesso’é massipajjowareng/ Nasaba’ iya Arung Sinri masero teppe’ pogau’i saréa’na agamana silaong wawanna/ Napada saléwangenna nyawana makkasiwiyang ri Alla Taala/ Napiléini Séuwa taréka’ nalai laleng alattukeng ri Puwang Alla Taala/ Iyanaritu Tarikatul Khalwatiyah/ naonroi mattoddokengngi tettuwang tongenna ri asséuwana Alla Taala/ Nalaona ri Pangulunna Taréka’ Halewatiyah ri Berru riasengngé Puang Kalula Hajji Muhammad Fadil/ Naiya tirowangngi laleng-laleng malempu’é namadécéng riakkatuwongeng linoé nenniya laleng [159] mappasalama’é matti ri ahéra’é/ Nawijanna makkokkoé sitola-tola mancaji Halipa Taréka’ Tarikatul Khalwatiyah/ Ri seppulona enneng 16 Peberuari 1857 napawélai Puwatta Arumponé La Parénréngi/ nariasenna ritu Matinroé riAjabbénténg/ Naiyasi sélléi makkarung ri Boné iyana ritu walu’ sappo sisenna riasengngé Tenriawaru/ TENRI AWARU PANCAITA BESSÉ KAJUARA (tERiawru pCaitn bEes kjuar) [159.7] Tenriawaru Pancaitana Bessé’ Kajuara pattellarenna/ Mattola mangkau’ ri Boné sélléi lakkainna apa’ sappo siseng mutoi nasiala/ Naripaénré’na ri Katobba Juma asenna Sultanah Ummul Hadi/ Mappada orowané séinang séamai pada ambo’ pada ana’ ri Matinroé riRompégading/ Iyana ritu ambo’na Matinroé riAjabbénténg riaseng La Mappawéwang Arung Lompu/ Anréguru anakarung ri Boné/ lao ppobainéi ana’na Mappalakaé nangurusié Muhammade’ Raside Petta Cambangngé Arung Malolo ri Sidénréng/ Na arutto ri Maiwa/ Najajianni Matinroé riAjabbénténg/ Mappada borowané séinang séamang mui La Mappawéwang Arung Lompu sibawa La Tenrisukki Arung Kajuwara Tomalompoé ri Boné/ Iyana lao ppobainéi sappo sisenna riasengngé Wé Tenrilipu Wé Andika Daéng Matanang sappo siseng polé ri indo’na/ ana’na Wé Madilu Arung Kaju nangurusié La Kuné Arung Bélawa orai’ Datu Suppa’ Addatuwang ri Sawitto/ Najajianni iyaé Wé Tenriawaru Pancaitana Béssé’ Kajuwara Arumponé/ Nasisalana paimeng Boné na Goboronamé Balanda/ Apa’ toli natenrekenni Balandaé sarékkuammengngii naribarui paimeng Ceppa’é Ribungaya aja’ namaléré asséajingenna Boné na Kompania Balanda/ Padato laleng naolaé pada toriolona/ Dé’é nassarang décénna Boné na décénna Kompania Balanda/ Iya kiya iyaé Mangkau’é Bessé’ Kajuwara naggettengengngi téyaénna/ Apa’ engkato anauré ana’ sappo sisenna/ sellaleng ipa’na topa masero macinnato mancaji Arumponé/ Iyanaro lao ri Goboronamé [160] Balanda mallinrung maddakkarengngi akkattana sarékkuammengngi narisanra Goboronamé Balanda paddupai nawa-nawanna/ Apa’ iya mémeng mupa mallinrunna Matinroé riAjabbénteng natajengngi aléna rijello’ ri Ade’é ri Boné mattola Mangkau ri Boné/ Rimakkuwanna naro nalokkana ri Balandaé maddakkarengngi nawa-nawanna ritu/ Iyana ritu Arung Palakka riasengngé Singekeru Rukka ana’na Wé Baégo Arung Macégé nangurusié Sumange Rukka To Patarai Arung Berru eppona Matinroé riLalebbata/ Nasipattuppuassi parimeng musu’ Boné na Goboronamé Balanda/ Nari paéwana Arumponé ri amauréna ana’ boranéna indo’na riasengngé La Cibu Tolébaé Ponggawa Boné Addatuwang toi ri Sawitto/ Nari pattuppu tona Goboronamé Balanda ri Arung Palakka riasengngé Singkeru Rukka/ Naritérina Boné ri Goboronamé Balanda ri lalenna uleng Désémbéré taung 1859 M/ Aléna Tuwang Jenerala riasengngé Van Switen silaong Tomarajana Goboronamé Balanda monroé ri Ujuppandang riasengngé Tuwang Djensin tériwi Boné/ Engka toni Arung Palakka maccoé’-coé’ ri munrinna passiunona Kompania Balandaé/ Naiya Arumponé koi ri Bulu Pasémpe’ taro tudang/ Nari tellona Boné ri passiuonona Goboronamé Balanda/ Nasaba’ risau’ watang mémengngi Boné polé ri passiunona Balandaé/ Naissengngi Arumponé masére’ musuna sarékkuammengngi aja’ namaéga tau maté/ Nacaurenni aléna/ Nari rumpa’na Boné ri passiunona Goboronamé Balanda/ Nasalaini Tenriawaru Bessé’ Kajuwara akkarungenna/ Nabokorini Pancaitana akkarungenna amangkaukenna ri Boné nalao ri Ajattappareng monro/ na kuwa ri Poléjiwa léppang mappénakko/ Naengkana Petta Tolébaé iyanaritu La Cibu Addatuwang Sawitto Ponggawa Boné duppaiwi anauréna/ napoadangngi makkedaé/ “Aja’ muonro kotu Bessé mappellakkesso nairing anging/ [161] tama’ko ri laleng mupiléi onrowang/ Tattumpu’pi ajému ri tanamu tellué muléppang/ Muonro muanréi lengngé tanamu/ Musaléwangeng/ Muajelle’i inanré mamalu’mu/ Muinungngi uwaé macekke’mu/ nalao lippang towanako nasu daramu [naala lippang towanako sudaramu]/ Mupiléi tanamu tellué/ Suppa’/ Sawitto/ Alitta/” Naiya saléwangenna péneddinna/ nasalaini Poléjiwa Bessé Kajuara/ Naléppanna ri Alitta/ Nataroni ana’na séuwa riasengngé Wé Cella’/ Iya muto riaseng Wé Bunga Singkeru’/ Iya muto riaseng Wé Tenripaddanreng/ Iyana naonroi Petta Bicaraé ri Alitta / Natteruna aléna muttama’ ri Suppa’/ na kkonaro ri Suppa’ monro jennangi to Suppa’é/ Nari pakkatenning tona bicara ri to Suppa’é gangka narapi’na puppureng sunge’na/ Naiya pawélainna riasenni Matinroé ri Majennang/ Naiya ana’ nangurusié Matinroé riAjabbénténg iyana ritu/ Séuwa riaseng Sumange’rukka/ Naiyana riposso’ ri musu ripalarinna indo’na lao ri Ajattappareng/ Séuwa riaseng Wé Sékati/ Iyana ripakkarung ri Ugi’ akkarungenna ambo’na/ Dé’pa nengka nassébali napawélai/ Séuwa riaseng Wé Bubé/ Iyana ripammanariang Suppa’/ napolakkaisi riasengngé La Rumpang Datu Pattiro/ ana’na La Onro Datu Lompulle’ nangurusié Wé Cécu Arung Ganra/ Arung Bélawa/ Dé’to ana’ nauru napawélai Datu Suppa’/ Séuwa riaseng Wé Cella’/ Iya muto riaseng Wé Tenripaddanreng/ Iya muto riaseng Wé Bunga Singkeru’/ Iyana mallakkai ri Gowa siala riasengngé I Makkulawu Karaéng Lémbaparang/ ana’na Karaéngngé ri Gowa riasengngé I Malingkaang Karaéng Katangka/ Iya muto riaseng Patimatare’ Toménanga ri Kalabbiranna nangurusié riasengngé Wé Pada Arung Berru Karaéng Bainé ri Gowa/ Pawélaini Toménanga riKalabbiranna/ Karaéng Lémbaparang na mancaji Karaéng ri Gowa/ Mancaji toni Karaéng Bainé Arung Alitta/ Nasséuwana tanaé [162] ri Alitta tanaé ri Gowa/ Najajiang ana’Arung Alitta nangurusi Karaéngngé ri Gowa duwa orowané/ Séuwa riaseng La Panguriseng Bau Tondéng/ Iyana makkarung ri Alitta/ Séuwa riaseng La Mappanyukki/ Iyana mattola ri Suppa’/ Nabbainé La Panguriseng siala massappo siseng riasengngé Wé Séno Karaéng Lakiung/ ana’na Wé Batari Arung Berru ana’daranna Karaéng Sombaé nangurusié sappo sisenna riasengngé I Mahmud Karaéng ri Baroanging/ Najajiang ana’ Wé Séno Karaéng Lakiung nagurusié La Panguriseng Petta Alitta/ Séuwa riaseng I Saripa Karaéng Pasi/ Séuwa riaseng Wé Cella’ Karaéng Lakiung/ Iya dua mappada makkunrai dé’ engka mallakkai napedda/ Nabbainé La Mappanyukki siala massappo siseng riasengngé Wé Madélu Petta Daéng Bau’/ ana’na Wé Sugiratu Andi Baloto Karaéng Tanété nangurusié La Parénréngi Karaéng Tinggimaé Datu Suppa’/ Na dé’ gaga ana’na Datu Lolo ri Suppa’ Andi Mappanyukki/ Napawélai Wé Madélu/ Nabbainé ri Gowa La Mappanyukki siala ana’na Gellarang Tombolo/ Najajiang Séuwa ana’ orowané riaseng La Pangérang/ Naiya nasalai Boné Wé Pancaitana Bessé Kajuwara/ Matteru mémenni Goboronamé Balanda pattolaiwi/ Naiya sélléi makkarung ri Boné/ ana’ sappo sisenna riasengngé Singkeru’ Rukka/ SINGKERU’ RUKKA ARUNG PALAKKA SULTAN AHMAD MATINROÉ RITOPACCING (siKEruruk aruplk sulEt ahEm mtiRoea ritopci) [162.24) Singkeru’ Rukka Arung Palakka akkarungenna mattola Mangkau ri Boné/ ana’na Wé Baégo Arung Macegé nangurusi riasengngé Sumange’ Rukka To Patarai Arung Berru eppona La Mappasessu’ To Appatunru’ Arumponé Matinroé riLalebbata/ Iyanaé Arumponé pura toi mancaji Arung Bulobulo/ Iyanaé Arumponé akkaélo simata-matanami Goboronamé Balanda natettong Mangkau’ ri Boné/ Taniapa élona Ade’é nenniya assamaturusenna Arung Pitué ri Boné/ Apa’ ripainrengi mémemmi ri Goboronamé Balanda akkarungengngé ri Boné/ Nasaba’ toli iya mémemmi [163] pattuppui Goboronamé Balanda muttama ri Boné musui Matinroé riMajennang/ Na riseppulona tellu 13 Peberuari 1860 M/ natarimai Kontara’ ponco’é polé ri Goboronamé Balanda ri gau’ engkana ripainrengimi akkarungengngé ri Boné/ Apa’ masero manessai nacinnai akkarungengngé ri Boné/ Naripaénré’na ri Katobba Juma asenna iyana ritu Sultan Ahmad/ Ri lalenna taung 1871 M napawélai nariasena Matinroé riTopaccing aseng maténa/ Iyanaé pobainéi inauré sappo sisenna indo’na riasengngé Sitti Saira Arung Lompu ana’daranna Matinroé riAjabénténg/ ana’na La Mappawéwang Arung Lompu Anréguru Anakarung ri Boné nangurusié Wé Tabacina Karaéng Kanjénné/ Najajiang ana’ Sitti Saira nangurusié Arung Palakka riaseng riaseng Wé Patibanri Arung Timurung/ Iyana polakkaiwi sappo sisenna riasengngé I Magguliga Andi Bangkung Karaéng Popo/ Ana’ Wé Pada Arung Berru nangurusi Karaéngngé ri Gowa Toménanga riKalabbiranna/ Najajiang ana’ séuwa makkunrai riaseng Wé Suttara Arung Apala/ Nalélesi mabbainé Arung Palakka siala riasengngé I Kalessong Karaéng Langélo ana’daranna I Makkarumpa’ Karaéng Tallo’/ ana’na I Dékko Karaéng Lakiung nangurusié I Robbo Paherudding Karaéng Katapang Tomailalang Towa ri Gowa/ Najajiang ana’ I Kalessong Karaéng Langélo nangurusi Arung Palakka riaseng La Pawawoi Karaéng Ségéri/ Nabbawiné teppadasi Arung Palakka/ Napobainéi I Nata I Jo’ro/ Najajiangngi La Pananrang/ Iyana pangulu jowa ri Boné/ Nalao pobainéi Arung Patingai/ Najajiangngi Wé Suka Arung Data/ Iyana polakkaiwi La Mallarangeng Daéng Mapata Arung Mellé/ ana’na La Makkarodda Anréguru Anakarung ri Boné nagurusié Wé Kasumang/ Ana’na To Waccala Petta Cambangngé Arung Amali Tomarilaleng ri Boné/ Najajianni La Maddapi Arung Poncéng/ Iyana lao ppobainéi Daéng Tapuji ana’na La Baso Daéng [164] Sitaba Arung Poncéng/ Najajiang ana’ séuwa riaseng La Patarai/ Séuwa riaseng E Nona/ Nabbainé La Patarai ri Wajo siala ana’na Arung Béttémpola La Makkaraka nangurusié Wé Lajé Petta Eccé/ riasengngé Wé Tapu/ Najajiang ana’Wé Tapu nangurusié La Patarai/ Seuwa riaseng Wé Ratena/ Séuwa riaseng La Takedire’/ Séuwa riaseng Wé Mégawati/ rilainnaé/ Nallakkai Wé Nona ri Paréparé siala riasengngé La Déwa ana’na Wé Rella nangurusié La Makkawaru/ Nalélé mabbainé La Pananrang Pangulu Jowaé napobainé riasengngé Wé Saripa/ Najajiang séuwa ana’ borowané riaseng La Maddussila Daéng Paraga Tomarilaleng ri Boné/ Makkedangngé Tana ri Boné napobainéni sappo sisenna riasengngé Petta Tungke’ Bessé’ Bandong/ ana’na La Pawawoi Karaéng Ségéri nangurusié Daéng Taméné/ Najajiangngi riasengngé Amirullahi/ Pada borané séinang séamanna La Pananrang riasengngé La Mappasissi/ Iyana pobainéi riasengngé Daéng Taunga/ Najajianni riasengngé La Mappasoré Arung Ta’/ Iyana pobainéi riasengngé Wé Balobo Daéng Masuwa/ Najajiang ana’ séuwa riaseng La Mappasara’ Suléwatang Palakka/ Séuwa riaseng La Madi kapala polisi/ Séuwa riaseng La Paturusi pajama-jama/ Ana’dara séina séamanna La Pananrang riasengngé Arung Kalibong/ Wé Butta/ Iyana polakkaiwi amauré sappo wékka duwanna ambo’na riasengngé La Tépu Arung Kung/ ana’na La Patiroi nangurusi Petta Unga eppona La Temmupage’ nangurusié Wé Sitti/ Najajiang ana’Wé ButtaArung Kalibo nangurusié La Tépu Arung Kung/ Najajiang ana’ orowané riaseng Ali Arung Cénrana/ Nabbawine Ali Arung Cénrana siala Wé Habe’ Arung Kalibong Arung Asali/ Najajiang ana’/ Séuwa riaseng Wé Manuwareng/ Séuwa riaseng La Sitambolo’/ Séuwa riaseng Arase’ Suléwatang Mampu/ Duwa mappada orowané/ [165] Nalélé mabbawiné Ali Arung Cénrana siala riasengngé Bessé’Taddé’Arung Tanété/ ana’na Wé Moddo Petta Opu Daéng Manati Arung Itterung nangurusi La Mappapenning Arung Panynyili’/ Arung Mariyo toi/ Najajiang ana’ Wé Taddé’ Arung Tanété nangurusié Ali Arung Cénrana/ Séuwa orowané riaseng La Sulolipu Suléwatang Lamuru Tomarilaleng ri Boné/ Nabbaine La Sulolipu ri Soppéng siala riasengngé Wé Cacu/ ana’na La Mangkona Datu Marioriwawo Arung Matowa Wajo nangurusié Wé Madilu Datu Watu/ Najajiang ana’ Wé Cacu nangurusi La Sulolipu/ Séuwa riaseng Wé Tenrisui Sitti Saénabe’/ Séuwa riaseng La Pabéyangi/ Nallakkai Wé Tenrisui siala Asise’ Bau’ Polo/ ana’na Wé Tenri nangurusi La Pabéyangi Datu Lanriseng Arung Jampu/ Nabbainé La Pabéyangi siala massappo siseng riasengngé Wé Tenriléléyang ana’na Wé Tenriyabéng pada makkunrainna Wé Cécu nangurusié La Patétténgi Datu Suppa’/ Naiyasi sélléi makkarung ri Boné ana’na riasengngé Wé Banrigau’/ WÉ BANRIGAU’ WÉ PATIMA BANRI ARUNG TIMURUNG (ewbRigau ewptimbRi arutimuru) [165.19] Wé Banrigau’ Wé Patimabanri Arung mattola Mangkau’ ri Boné sélléi amanna/ Nari paénré’na ri Katobba Juma’ Sultana Fatimah/ ritella toni Wé Patimabanri/ Datu toi ri Citta/ ri lalenna taung 1879 M naripasiala massappo siseng riasengngé I Magguliga Andi Bangkung Karaéng Popo/ ana’na Wé Pada Daéng Talélé Arung Berru nangurusié I Mallingkaang Karaéng ri Gowa Tuménanga riKalabbiranna/ Najajiang ana’ Wé Patibanri/ Séuwa riaseng Wé Sutara Arung Apala/ Naiya wéttu purana ripabbotting Arumponé siala Daéng Sérang Karaéng Popo/ Ripakkarunni ri Palakka ri bainéna/ Naiya pawélainna Arumponé riasenni Matinroé riBolampare’na/ ri taung 1895 M/ Naiya purana ripaleppe’ pémmali polé ri attomatéanna Matinroé riBolampare’na/ Nakkuraganni Karaéng Popo ri ade’é aléna maélo ttolai bainéna makkarung [166] ri Boné/ Apa’ macinna senna’i Mangkau’ ri Boné/ Iya kiya rilawa-lawai ri ipana riasengngé La Pawawoi Karaéng Ségéri Tomarilalengngé ri Boné wettu éro/ Apa’ iya Karaéng Popo iya kénnéng tuwo mupa bainéna Matinroé riBolamparé’na namaéga gau’na tenri puji ri to Bonéwé/ Mukka’ naturu’-turu’na jowana maggau’ bawang/ Iyana ritu nagau’ bawangngi to Boné/ Aga nassama turu’na Ade’é ri Boné silaong Arung Pitué nasama iyyoi ana’na Arumponé Matinroé riBolampare’na riasengngé Wé Bessé’ Sutera Bau Boné Arung Apala/ Maélo nala Arung ri Boné/ Iyaro wettué inappai seppulo tellu taung umuru’na Daéng Bau Boné/ Iya kiya Tomarajana Goboronamé Balanda monroé ri Ujuppandang wettué ritu riasengngé [Tuan Braan Manrits] dé’pa naiyoiwi assiturusenna Ade’é ri Boné/ Apa’ nakkétaurengngi marajana élona Gowa ri Boné napasséuwwai matti awatangenna Boné Gowa naéwai Kompania Balanda/ Jaji maperi’ni riasuri Kompania Balanda/ Agana aléna Tomarajana Goboronamé Balanda riasengngé Tuwang Tuan Braan Manrits makkattai ttama’é ri Boné sipétangngareng Arung Pitué silaong Ade’é ri Boné/ Naiyana nassamaturusi nala arung ri Boné Tomarilalengngé/ iyanaritu ana’ borané séamanna Matinroé riBolampare’na riasengngé La Pawawoi/ LA PAWAWOI KARAÉNG SÉGÉRI (lpwwoai krea esegri) [166.26] La Pawawoi asenna/ Karaéng Ségéri akkarungenna mattola Mangkau’ ri Boné sélléi ana’daranna/ Dé’ naséinang Matinroé riBolampare’na/ Séamang mui ana’na Matinroé riPaccing nangurusié Karaéng Langélo/ Naiyaro wéttué Karaéng Ségéri maseroni malau’ umuru’na apa’ matowani/ Iya kiya maéga kasiwiyanna ri Goboronamé Balanda/ Matedde’ to pappédécenna ri tau putéwé/ nenniya décéng pura lalona/ [167] Ri wettu pasau’na mupa umuru’na ri malolona/ Kuwaéna ri taung 1859 M naréwangengngi Goboronamé Balanda telloi Turaté namusui to Iraté/ Naiya lisunnana polé ri musué ri taung sisebbu aruwa ratuna enneng pulona lima 1865 M nariéllau ri ncajiangngéngngi maélo riala Dulung ri Ajangngale’/ Nari palalona ritu ri Goboronamé Balanda/ Nari appowanna ri Boné wettuéro wettunnana mangkau’ ana’daranna riaseng Wé Patima Matinroé riBolampare’na/ Ripaénré’ni mancaji Tomarilaleng ri Boné ri wettu purana ritello tu Iraté/ Nasaba’ maéga décénna ri Kompani Balanda/ Naéllauni Kompania Balanda ri amanna/ Apa’ maéloi Kompania Balanda malai Karaéng ri Ségéri/ gangka narapinasi Karaéng riparéntana Pétoro’ Marusu Pangkajénné’/ Iyana ritu paranru’na rukka Karaéng Bontobonto Maira méwai Goboronamé Balanda/ Narialasi Karaéng Ségéri ri Goboronamé Balanda lao peddéiwi rukka-rukkaé ritu/ Nalaona Karaéng Ségéri tulungngi Goboronamé Balanda/ Nasilaoanna lao telloi namusui Karaéng Bontobonto gangka cau’na/ Ri taung 1868 M nappammula paranrung rukka gangka peddéna ri taung 1877 M/ Naiya makkeddana appasaurenna Goboronamé Balanda ri rukkana Karaéng Bontobonto/ Nariamaseinna Karaéng Ségéri ri Goboronamé Balanda koromai décéng pattulunna ripura laloé/ Nari pammaséina Bintang Mpulaweng maraja lollong ranté riaseng De Grote Gouden Ster Voor Trounen en Verdienste- / Nasama iyyona Arung Ade’ Pitué ri Boné/ Kuwaé topa Arumponé silaong Kompania Balanda/ Nasuroi Karaéng Popo ssalaiwi tanaé ri Boné/ Nalisuna Karaéng Popo ri Gowa/ Napawélai toni ana’na iyana ritu Wé Sutara Arung Apala ri taung 1903 M/ Na rilalenna taung 1896 M uleng Péberuwari ri 16 [168] nakkontara’si paimeng Arumponé sibawa Goboronamé Balanda nabaruiwi Céppa’é ri Bungaya/ Aga nakapanni Goboronamé Balanda matedde’ni tudanna ri asséajingenna sibawa Boné/ Naékiya sitaung mui ritu rimunri purana ribarui kontara’é riesseri Ceppa’é ri Bungaya/ Nakkaitana weddingngé natelle’ parimeng lise’na kontara’ puraé ribarui/ Nenniya Ceppa’é pura ripéesseri ri 16 Peberuari 1896 M/ Nariajjalékkai nenniya mappammula toni maggau’ mawatang ri bali arunna/ Onconni ri pabbanuanna/ Kuwaéna nassurona telloi Singkang/ Namusui Arung Pénéki La Oddang Datu Larompong/ Apa’ nasengngi rilawa-lawa balu’ pejjéna tama’ ri Pallime’ ri Arung Singkang/ Nauttamai toi assisalanna Luwu na Enrékeng/ Laoi maggau’ mawatang ri siagaé égana paréntana padanna Arung/ Duwa toni dua tellu toni paréllaunna Goboronamé Balanda/ nalawa-lawa polé ri akkaélona/ Tania tona akkaélona nenniya assiturusenna Ade’é kuwaé topa Arung Pitué/ Jaji ri Boné akkaélo ri aléna mani ripakkuwa/ Namapeddina to Boné/ Nakarana gau’ bawanna to rirennuanna nappakainge’na Goboronamé Balanda/ Nadé’ natumaningiwi/ Nariwettunna Tomaraja ri Juppandang Tuwang [Krussen] ri taung 1904 M namaélona Goboronamé Balanda mmala sessung ri labuangngé ri Ujuppandang/ Natéppo’i akkaélona Goboronamé Balanda/ Naéllau toi Goboronamé Balanda patettong Loji ri Bajoé sibawa ri Pallime’/ Nariwaja Arumponé polé ri assitinajannaé appunnanna sarékkuammengngi narisessung dangkangeng massu’ muttama’é/ Na dé’ napalaloi akkattana Goboronamé Balanda polé ri paréllaunna/ Iya kiya Arumponé massuroi sessungngi ri sininna to Boné engkaé monro ri wanuwa laing ri saliwennaé Boné/ [169] Na makkuli-kkulinna Goboronamé Balanda mappakainge’/ Maléwe’ toni mappangaja’ ri gau’ makkuwaéro bara’ napangeddai/ Nadé’ muwa appinranna ri séséna Arumponé/ Na tennaulléna Goboronamé Balanda mappakainge’é/ Masiri’ toni nasedding apa’ dua tellu toni paréllaunna tenritarima/ Aga nari térina Boné/ Narimusu’ ri Goboronamé Balanda ri taung 1905 M na élona Tuwang Korenélé riasengngé Kolonel van Humen pangulu musu’na Goboronamé Balanda/ Nari tellona Boné ri Goboronamé Balanda/ Narirumpa’na musu’na Arumponé/ Nangala soro’na Arumponé lollong waramparang ménré’ ri Bulu’ Pasémpe’/ Iya kiya dé’ napaja ripéppéng ri passiunona Goboronamé Balanda/ Aga natteruna Arumponé ménré’ ri Pitumpanuwa/ Apa’ tanana mémeng Boné/ Naiya Ponggawa musuna Arumponé iyana ritu ana’ rialéna riaseng La Patiwiri Baso Hamid pattellarenna/ Dulung pammusuna iyana ritu Ali Arung Cénrana/ La Massikkireng Arung Céppaga/ La Mappasoré Dulung Ajangngale’/ La Nompo’ Arung Béngo Suléwatang Sailong/ La Page’ Arung Labuaja/ Na kuwa ri Kompéngngé taro tudang Petta Ponggawaé silaong Arumponé/ Naiya engkannana Surodadunna Goboronamé Balanda takkappo/ Nappani ritu sipaccappu lao musu passiunona Arumponé sibali tebbang surodadunna Goboronamé Balanda/ Naiya mani nangedda musu’é létte’ tommani Petta Ponggawaé/ Ripauwi makkedaé mappammula uleng Juli taung 1905 M nappammula ritéri Boné ri Goboronamé Balanda/ Na rirumpa’ Boné ritello ri Surodadunna Kompania Balanda ri 30 Juli 1905 M/ Naénré’ Arumponé mangala soro’ ri Pasémpe’ ttaro tudang/ Apa ritudangini watampanuwana Boné ri Surodadunna Kompania Balanda ri 2 Agusutus 1905 M/ Nari énrékinna Pasémpe’ ri Surodadunna Kompania Balanda/ Iya kiya dé’ni Arumponé napoléi/ Apa’ [170] engkani Arumponé ri tanana ri Pitumpanuwa/ Nakuwa taro tudang ri Kompéngngé/ Ri Batu-i mattaro bénténg/ Ri lalenna uleng Sépetémbér 1905 M natakkappo Arumponé ri Pitumpanuwa/ Aga natoli ripabbaté laleng nariakkacoéri mémeng ri Surodadunna Kompania Balanda/ Na komani ri 18 Nopémbér 1905 M nainappa siduppa passiunona Boné sibawa Surodadunna Goboronamé Balanda/ Nasittebbanna ritu passiunona Arumponé sibawa Surodadunna Goboronamé Balanda/ Sipaccappu-cappu lao musuni koritu gangka létte’na riposso’ Petta Ponggawaé riasengngé La Patiwiri Baso’ Abdul Hamid pattellarenna/ ana’ rialéna Arumponé/ Nanganrona Arumponé apa’ ana’na mémemmi naonroi méwai ripaddannuwanna/ Nari lalinna Arumponé/ nari pano’ ri Paréparé/ Nakuwa ri Paréparé ripatonang kappala’ pammusu lao ri Bettawé/ Naiya lattu’na ri tana Jawa rijellokenni onrong assalang iyana ritu ri Bandong/ Cappuni rampé-rampéna La Pawawoi Karaéng Ségéri ri apparéntanna pangarana ri Boné/ Naiya wettu rilalinna Arumponé narijellokeng onrowang ritaro ri Bandong/ Dé’ riolo’ natteru Goboronaméng Bandong sapparengngi passullé Karaéng Ségéri mancajié Arung ri Boné/ Aga na Ade’é mani silaong Arung Pitué pajokkai pangarana akkarungengngé ri Boné/ Nakomani ri tanggala 2 Désémbér 1905 M nappa napattentu Tomarajana Kompania Balanda monroé ri Jakettara makkedaé/ “Iyaro Tellumpoccoé ri Sélébésé Maniangngé Iyana ritu Boné-Wajo-Soppéng ripasséddiwi ri lalenna séuwaé assiturusenna pangarana I Tuwang Goboroname Balanda riasengngé Afdeeling/ Iyana ritu Afdeeling Bone/ watampanuwanna riaseng Pompanuwa/ Nakoni ri Pompanuwa monro Tomarajana Afdeeling Bone riaseng nritu [171] Asistent Resident/ Naritawana Afdeeling Bone mancaji limattawang/ Tungke’-tungke’ tawang riaseng Onder Afdeeling/ Tungke’-tungke’ tawang riasengngé Onder Afdeeling Tomarajana riaseng Tuwang Pétoro’’/ Engka riaseng Tuwang Pétoro’’/ Engka riaseng Pétoro’ Battowa iyana ritu Asistent Resident/ Engkato riaseng Pétoro’ Tengnga/ Naiya ritu riaseng Controleur/ Engkato ritu riaseng Pétoro’ Baiccu’ iyaré’ga Pétoro’ Caddi riaseng Gerahebber atau Aspirant Controleur/ Iya manenna Pakkatellu Panangkakengngé lao ri ase’ Balanda manemmi monroiwi/ Naiya lao riawana inappani wedding naonroi to ri wanuwa narékko mantanréi sikolana/ Iyana ritu gangkanna riaseng Handshape iyaré’ga asenna Bestuur Assistant/ Iyaré’ga ririppeki makkeda bawanni B.A./ Naiya riawana ritu riasessi Hulp Bestuur Assistant/ Biasa ripakaponcosi makkeda H.B.A./ Naiya tawanna Afdeeling Bone Limaé iyanaritu séuwaé Tuwang riaseng: 1. Onder Afdeeling Bone Utara. Watampanuwanna koi ri Pompanuwa/ Watampanuwanna Apedéléngngé naonroi matterui ri awa paréntana Pétoro’ Battowaé/ 2. Onder Afdeeling Bone Tengah/ Watampanuwana koi ri Watamponé riparéntai ri Pétoro’ Tengngaé/ riasengngé Cotroleur Pétoro’ Boné/ 3. Onder Afdeeling Bone Selatan/ Watampanuwana koi ri Mare’/ riparéntai ri Pétoro’ Baiccu’é riasengngé Aspirant Controleur atau Gerahebber. 4. Onder Afdeeling Wajo/ Watampanuwanna koi ri Singkang monro/ Apa’ iya riolo riwettu dé’napa nattama Balandaé koi ri Tosora/ Riparéntai riasengngé Pétoro’ Tengnga Controleur Pétoro’ Wajo/ 5. Onder Afdeeling Soppeng/ Watampanuwana koi ri Watassoppéng/ riparéntai ri Pétoro’Tengngaé riasengngé Cotroleur Pétoro’ Soppéng/ [172] Riulingngi adaé makkedaé/ Saba’i naénré’ Arumponé ri Pitumpanuwa mappaccappu musu sibawa jowana/ apa’ tanana mémeng Boné Pitumpanuwa/ Natarowangenni Dulung mampiriwi pangarana ri kasiwianna Pitumpanuwa ri Boné/ Pitu mémenni wanuwa nampi Dulungngé ri Pitumpanuwa/ Iyana ritu séuwani Kéra/ Maduwanna Bulété/ Matellunna Léworeng/ Maeppana Lauwa/ Malimana Awo/ Maennenna Tanété/ Mapitunna Passelloreng/ Purani rumpa’ Boné nalani Balandaé Pitumpanuwa/ Nabbéréangngi ri Wajo/ Naripatudang lilina ri Wajo/ Iya kiya ripatudang lili passéajingengngi/ Naiya onronna tanaé tudang passéajingengngi/ Naiya onronna arungngé iyanaritu Dulungngé/ Tudang liliwi ri Wajo/ Makkoniro ri Boné/ Sipongeng laona ri laling Karaéng Ségéri/ Ade’é mani sibawa Arung Pitué pajoppai pangaraé/ Apa’ gangka tama’na Balandaé mapparénta/ Iya Ade’é tudang pakkampi ‘mani/ Iya pangara esso-essoé Goboronamé Balandaé passui/ Iyana ritu riasengngé Tuwang Pétoro’ iyaré’ga ritellaé Controleur/ Makkoniro jokkana appangaraé ri Tellumpoccoé/ Na dé’na ri Boné poaseng Mangkau’ iyaré’ga Arumponé/ Ri Wajo engka mutoi Arung Matowa mancaji passompung lilana Goboronamé Balanda lao ri pabbanuwaé/ Makkoniro ri Soppéng engka mutoi Datué ri Soppéng/ Naiya ri Boné Tomarilalengngé mani séllé mangkau’ tarima pangara polé ri Goboronamé Balanda/ Naiya pangara mula-mula napassué Goboronamé Balanda iyana ritu asaléwangenna wanuwaé/ Dé’ engka séuwa tau mappunnai éwangeng iyaré’ga kanna/ Ripulung maneng sininna ballili’é/ Naiya malinonana péneddinna Goboronamé Balanda polé ri sininna weddingngé naéwa sipobali/ Iyana ritu purani ripulung ballili’é/ Mapaccing manenni manganro sininna sésa-sésa passiunona Arumponé iya engkaé ri lalenna Tellumpoccoé/ Riléléni pabbanuwaé/ tellu ringgi’ séddi [173] tau/ sebbukati asenna/ pakkamaja pappasélléna alebborenna waramparanna nenniya passapi’sunge’na passiunona/ Iyare’ga surodadunna Goboronamé Balanda iya mawasaé ri musué/ Naiya manippe’na natarima Balandaé sebbukatinna Tellumpoccoé/ Ripammulani jjamai riasengngé jamang kasiwiyang, iyana ritu mébbué laleng karaja/ Ittanna tungke’-tungke’ orowané mappammula mappakéanna ariwina lattu’ ri ennengngé pulona taung umuru’na ritu dé’ massangadi/ Banna to butaé nasala/ Wékka eppai sitaung riakkarésoang/ Tassijuma rilalenna Tellumpulengngé narékko dé’ appaulléna makkaresoangngi rielliwi sitaung seppulo duwa ringgi’/ Sikura-kkuranna siparape’ taung rielli égana tellu ringgi’/ Nakkéa toni pabbanuwa orowanéwé riaseng sure’ pabbanuwa/ tanranna pabbanuwa toto’/ Makkuniro pangarana Balandaé/ Naiya jamang kasiwiyangngé narékko riattungkai tettangngi/ iyana ritu tenri akkarésowang toi tenri waja’ toi/ Bettuwanna tenri elliwi nakennaki’ asalang/ Ritarungku wangngi’ narékko dé’ ripaddupai sala sséuwanna/ Naiya sima ulué iyana riapanréangngi gaji pajama-jamaé/ Naiya masse’nana nasedding tudangenna Goboronamé ri Tellumpoccoé napaléléni Watampanuwa Afdeelingngé lao ri Watamponé/ Na koni ri Watamponé taro tudang Pétoro’ Battowaé/ Apa’ tépu toni laleng Kasiwiyangngé passiata-ata’éngngi Tellumpoccoé/ Naonrona ri Watamponé Assistant Resident Bone/ Naiya Onder Afdeeling Awamponé sibawa Onder Afdeeling Attampone/ Pétoro’ Baiccu’ mani pangarai/ Gerahebber mani mangonrowangngi ri Pétoro’ Battowa/ Assistant Resident ri Boné/ Pétoro’ Battowaé tosi mangonrowangngi ri Tomarajaé ri Ujuppandang/ Nasaba’ naseddinnana saléwangeng Goboronamé Balanda ri Tellumpoccoé/ Napalélé tudang toni La Pawawoi Karaéng Ségéri ri Jakettara ri Bettawé/ Na konaro narapi’ puppureng sunge’ ri 11 Nopémbéré 1911 M/ Nariasenna [174] Matinroé ri Jakettara/ Ri lalenna mani taung 1976 M narianakeng mancaji ana’ mattola koromai passiunona amaradékangenna tana Indonesia Pahlawan Nasional Indonesia/ Naripattama’na makkampong attampungenna ri Jakettara ri Jéra’na tomaté mawasaé ri amaradékangenna Indonesia riasengngé Makam Pahlawan Nasional Kalibata ri Jakaretta/ Nadé’ mannessa ana’ mattola nawélai/ Iya muwa ana’na riasengngé La Patiwiri Baso Abedul Hamid pattellarenna ri wettunna mupa ri Boné tuli nakkuragang ri Ade’é nenniya ri Arung Pitué nacalowoang ri pabbanuwaé sarékuammengngi matti rékko poléi puppureng sunge’na na La Patiwiri tudang mattola matti ri Boné/ Naékiya maupe’ macilakani asenna/ Apa’ riposso’i La Baso’ ri musu’ Balanda ri Kompongngé/ Iya muwa napaénré’ masitta’ baté puté Matinroé riJakaretta/ Apa’ maposso’ni ana’na ri tebbaé/ Iyanaro ana’ nangurusi riasengngé Wé Karibo/ eppona Arumponé ri Berru/ Apa’ iya mémeng tommiro bainé tudang awiseng arung makkunrai ri Boné/ Aga mancajini mangkau’ Matinroé riJakaretta/ Naakka’ni La Baso mancaji Ponggawa ri Boné/ Iyana pangara manengngi Dulung Pammusué ri Boné/ Napasialani La Baso’ Wé Cénra Arung Cinnong/ ana’na La Mauséreng Arung Matuju nangurusié Wé Biba Arung Lanca/ Najajiang ana’ Wé Cenra nangurusié La Baso riaseng La Pabbénténg Daéng Palawa/ Iyana ripakkarung ri Macégé/ Napobainési sappo sisenna Wé Manuwware’ ana’na Wé Habe’ Arung Ajjalireng nangurusi Arung Cénrana/ Nalélési mabbainé Karaéng Ségéri siala Daéng Taméné/ Eppona muto Mangémpang ri Berru/ Najajiang ana’ makkunrai/ Iyana riaseng Wé Tungke’ Bessé Bandong/ Apa’ Daéng Taméné bainé awiseng maccoériwi nalaona rilaling/ Na kuwa ri Bandung ritaro/ Nallakkai Wé Tungke’ Bessé’ Bandong siala massappo siseng riaseng La Maddussila [175] Daéng Paraga pattelllarenna/ ana’na riasengngé La Pananrang pangulu jowaé ri Boné pada orowanéna séamanna Matinroé riJakaretta nangurusié riasengngé Wé Saripa/ Najajiang ana’ Bessé Bandong nangurusié La Maddussila Daéng Paraga Tomarilalengngé ri Boné riaseng Amirullah/ Ripauwi makkedaé riwettunna Arung ri Boné La Pabbénténg Arung Macégé/ Naripaénré’ Daéng Paraga mancaji Makkedangngé Tana ri Boné/ Napawélai Makkedangngétana ri Boné/ Nalélé mallakkai Bessé Bandong siala massappo wékka dua riasengngé I La Ijo Daéng Mattawang Karaéng Lalolang Sombaé ri Gowa/ ana’na I Mangimangi Daéng Mattutu Karaéng Bontonompo nangurusi Karaéng Tanatana/ Naiya ana’ nangurusié Karaéng Ségéri sibawa Wé Patima polé ri Jawa Sunda/ Iyana ritu riaseng La Mappagau’/ Iyana poana’i riasengngé La Makkulawu Suléwatang Pallime’/ Séuwato riaseng Wé Habe’ Arung Aja[ngnga]le’/ Iyana polakkaiwi Ali Arung Cénrana ana’na La Tépu Arung Kung nangurusié Wé Butta Arung Kalibong/ Najajiang ana’ séuwa riaseng Wé Manuwaré/ Séuwa riaseng Arase/ séuwa riaseng La Sitambolo’/ Pada pura Suléwatang ri Mampu/ Naiya wettu rilalinna Karaéng Ségéri Matinroé riJakaretta/ Arung Pitué mani ri Boné silaong ade’é mangoloangngi pangaraé ri Boné/ Iyato mani siceppa’ sibawa Goboronamé Balanda/ Nabaruiwi ceppa’é ri Bungaya taung 1667 M/ Na duappulo enneng taunna (26 taung) dé’ arung ri Boné/ Arung Pituémi mampirangengngi pangarana Goboronamé Balanda ri pabbanuwaé ri Boné/ Naiya matedde’na asaléwangenna Goboronamé mappangara/ Naiyoini ppalisui ammémmengenna tanaé ri Boné/ Nasirutuna Arung Pitué silaong Ade’é ri Boné taroiwi Pakkatenni Ade’ Boné/ Najello’ni salaséuwwanna ana’ mattola sengngempalié warisi mammanaé makkarung ri Boné/ Iyana ritu riasengngé La Mappanyukki/ LA MAPPANYUKKI SULTAN IBRAHIM IBNU SULTAN HUSAIN (lmpNuki sulEt aibErhim aibEEnu sulEt husai) [176] La Mappanyukki Datu Lolo ri Suppa’/ Riaseng toi Datu Silaja/ Wettunna musu Gowa taungu 1906 M nasituppuang musu’ amanna riasengngé I Makkulawu Karaéng Lémbaparang Karaéngngé ri Gowa sibawa Goboronamé Balanda/ Apa’ sitaung purana ri laling lao arai’ ri Bandong Karaéng Ségéri ri taung 1905 napalélési musuna Goboronamé Balanda polé ri Boné lao ri Gowa/ Na massappo siseng muwi ritu Matinroé ri Jakaretta sibawa Sombaé ri Gowa/ Naiyaro wettué La Mappanyukki Datu Loloi ri Suppa’/ Pada boranéna macowaé riaseng La Panguriseng Datui ri Alitta/ Nasaba’ ambo’na Karaénni ri Gowa/ Rimakkuwanna naro Suppa Alitta nateppangngi aléna ri musué maréwangengngi amanna/ Iyaro saba’na narimusu’ Gowa ri Goboronamé Balanda apa’ iya muwa riasengngi engkai ritu ri lalenna tanaé ri Gowa massobbu Dulung passiunona Arumponé riasengngé La Page’ Arung Labuaja/ Iya kiya laleng musureng mémemmi nasappa’ Goboronamé Balanda sarékkuammengngi nawedding napanganro Duwaé Bocco Cappa’gala ri Sélébésé Maniangngé/ Iya mémemmiro duwaé wanuwa nasirisi Kompania apa’ matedde’i éwangenna na maéga passiunona/ Narékko iyanaro Duwaé Bocco Cappa’gala ritenre’ lebbi riolo/ malomoni arung-arung laingngé riparola/ Naiya natudanginna watampanuanna Goboronamé Balanda/ mangala soroni Sombaé ri Ajattappareng massipajjowareng/ Na dé’na nasalai wanuwa Suppa’ sibawa Alitta apa’ akkarungennai ana’na iya duwa polé ri Karaéng Bainé/ Nakoni maccappu musu’ Karaéngngé ri Gowa apa’ riposso’ni Karaéngngé ri Gowa silaong ana’na riasengngé La Panguriseng Datu Alitta/ Nariasenna Karaéng Somba Ilangnga Toménanga riBundu’na/ Naiya La Mappanyukki Datu Suppa’ ritawanni ri Sorodadunna Kompania Balanda/ Narilaling lao ssu’ ri Ujuppandang/ Koni ri Ujuppandang ripalliweng lao séwali ri Silaja/ [177] Makkoniro naritellasi Datu Silaja ri Kompania Balanda/ Iyanaé La Mappanyukki mattola Mangkau’ ri Boné sélléi amauré sappo sisenna amanna/ Apa’ manessani nariassalengi/ Tenri bata-batai towi/ Pajanessa wijanna Mappajungngé pattola sengngempalinnai Matinroé riNagauleng/ Wali-wali abbatirenna polé riMatinroé riRompégading/ Amanna iyana ritu Karaéng Sombaé ri Gowa maddeppai polé ri Matinroé riLalebbata/ Inanna Arung Alitta mabbati’i polé riMatinroé riAjabbénténg nangurusié Matinroé riMajennang/ Jaji dé’na nasala pilé Ade’ Pitué nenniya Arung Pitué ri Boné/ Naiya indo’na La Mappanyukki riaseng Wé Cella’/ Iya muto riaseng Wé Bunga Singkeru’/ Iya muto riaseng ritu Wé Tenripadanreng Arung Alitta/ ana’na La Parénréngi Matinroé riAjabbénténg nangurusié Wé Tenriawaru Pancaitana Besse’ Kajuwara Arumponé Matinroé riMajennang/ Naiya tosi ambo’na riaseng I Makkulawu Karaéng Lémbaparang Somba ri Gowa Toménanga riBundu’na/ Iya muto riaseng Somba Ilangnga/ ana’na Wé Pada Arung Berru nangurusié Patimatare’ ri Gowa/ Karaéngngé ri Gowa riasengngé I Malingkaang Karaéng Katangka Toménanga riKalabbiranna/ Naiya Wé Pada Arung Berru/ ana’na Wé Baégo Arung Macégé nangurusié Sumange’ Rukka To Patarai Arung Berru/ Naiya Wé Baégo ana’na La Mappasessu’ To Appatunru’ Arumponé Matinroé riLalebbata/ Naiya Matinroé riLalebbata ripowana’i ri Matinroé riRompégading/ Makkoniro panguriseng assossorenna La Mappanyukki polé ri turungeng ammanarenna polé ri akkarungenna ri Boné/ Dé’ mémeng tona ana’ mattola laingngé wedding maddiasekiwi/ Iya kiya mauni makkumenna onronna dé’ mémetto naporiyoi ri atinna Arung Macégé riasengngé La Pabbénténg Daéng Palawa/ Apa’ ana’i ri Petta Ponggawaé La Patiwiri Baso Hamid/ Na ri essona Kammisi’é nasitujuangngi 2 April 1931 M1249 H Syawal 31 narilanti’ mancaji Mangkau’ ri Boné [178] La Mappanyukki/ Riaseng toni ritu ri katobba Jumaé Sultan Ibrahim Ibnu Sultan Husain/ Ri wettunna Tomaraja ri Sélébésé Maniangngé Tuan H. J.J. Caron na Tomarajato ri Bettawé/ Iya sulléangngi ritu arung-arung marajaé ripaddanrengngi ri Goboronamé Balanda/ Engka manengngi Tellumpoccoé/ Engka maneng toi Baté Salapangngé ri Gowa sélléna Sombaé ttudang/ apa’ dé’pa Somba wettu éro/ Engka toi Cappagalaé/ Passulléna Pajungngé ri Luwu ana’na ri asengngé La Jémma/ Apa’ matoani/ Passulléna Suletangngé ri Butung apa’ malasai/ Engka maneng toni passéajingenna sipalili Ajatappareng/ Massénrémpulu/ Batupapeng/ Arung-Arung Tomarajaé/ Sangalla’/ Méngkéndé’/ Makalé/ Arung arung Menre’é tana pabbirinna nenniya Babamminanga/ Nenniya Ulunna Salu/ Berru/ Tanété/ Kuwaé topa tana-tana Pakkaraéngengngé engkaé tama’ ri pangarana Goboronamé Balanda/ Na aléna Tomarajaé ri Sélébésé maniangngé engkaé tudang ri Ujuppandang riasengngé tuan H. J.J. Caron/ Riwettu nalanti’na poncuwangngi waramparang ripancajié arajang ri Boné/ gangkanna puraé nawarekkeng riwettu mangkau’ ri Boné Puwatta’ Petta Torisompaé/ Iyanaé abbaramparangeng polé koromai Arajangngé ri Boné rimunri mallinrunna Puwatta’ Petta Torisompaé/ 1. Latoliya/ bessi/ 2. Latalaga/ bessi/ 3. Seppussadaé/ 4. Lateyariduni/ alameng/ tatarappeng/ 5. Lamakkawe’/ alameng/tatarappeng/ 6. Laulaménréli/ tappi’ pakéna Petta Torisompaé 7. Pappadulué/ kawali/ 8. Orosadaé/ rilamada/ 9. Samparajaé/ bandéra/ 10. Limasilangngé/ bandéra/ 11. Gurudaé/ bandéra/ 12. Ulabalué/ bandéra/ 13. Lamangottong/ bandéra/ 14. Pakkancala’é/ Gemme’na Petta Torisompaé [179] 15. Pajumpulawengngé/ Gellimaéja/ Rappana polé ri Goboronamé Balanda tanra passéajingeng/ 16. Pajung Salakaé/ Gelli maputé/ 17. Pajung Towaé/ Gelli maridi 18. Kolaraé/ Duwa Sémbangeng mpulaweng polé Goboronamé Balanda/ 19. Timpo Salakaé/ Duwa sure’ ri lalenna sure’ assijancingenna Petta To Risompaé sibawa Admiral Speelman 20. Denriworaé/ pabbekkeng/ Narékko garé’ dé’ bosi ripassu’ni ri padangngéna ri Mangkasa majeppu biasani polé bosié/ 21. Toappaéwa/ alameng riulawengi/ 22. Toamessing/ alameng riulawengi/ 23. Lapaserri/ alameng riulawengi/ 24. Laméngngala/ alameng riulawengi/ 25. Lapapokki’/ alameng riulawengi/ 26. Bessi sikoi’/ 27. Kaliyao/ alabu/ 28. Kasiri Pakkangngé/ Tappi malampé/ 29. Padessa padaé/ 30. Arajangngé ri Palakka/ ka/ Kajaoé/ Ga/ Tuppu Batué/ Nga/Apung babaé/ Ngka/ Apung mataé Mappajungngé 31. Genrang Lamarronrong/ genranna Petta Mappajungngé Cella’ Riatau/ Cella Riabéo/ 32. Pangéppana Samparajaé/ Tulu siranreng/ séddi balinna/ Daéng bainé/ Genrang dua balinna/ Iyanaro sikuwaé arajang di Boné nenniya abbarangenna Arungngé ri Boné rilolongengngé ri taung 1860 M engkaé ri laleng limanna La Koro Arung Padali Arung Matowaé ri Wajo tella’éngngi aléna Batara Wajo Matinroé riTengngana Témpé/ Nassuro mmalai Tuwang Jénérala riasengngé Van Zuwiten/ Naiya laoé malai iyana ritu La Ewe’ Arung Tanété/ ana’na Karaéngngé ri Bungoro sibawa Suléwatang Macégé riasengngé La Gurida/ Nappa riwawa llao ri Boné/ Nariwéréang Arumponé riasengngé Singkeru’ Rukka Arung Palakka Matinroé riPaccing aseng maténa/ Iya tona natarima La Mappanyukki tanra akkarungenna ri Boné /polé Tomarajana [180] Goboronamé Balanda engkaé ri Jupppandang tudang riasengngé ritu Tuan H.J.J. Caron ri wettunna rilanti’ mancaji Arung Mangkau ri Boné/ Naiya purana riabbasowi naéllauni ri Tomarajaé bolana salassana La Pawawoi Karaéng Ségéri wettunna mangkau ri Boné/ Iya nalalingngé surona Tomarajaé purana rirumpa’ Boné ri Goboronamé Balanda taung 1905 M narikadoinna paréllaunna ri Tomarajaé/ Naiya engkanana bolaé ripalisu ri Boné/ Naébbuni ritu Arumponé baruga napada mattaroi silaong Arung Pitué tuppuangngi batu to Boné/ Iyanaé Arumponé masero makkatenning agama ri Saréa’na asellengengngé/ Napoji toi mappasu ininnawaé macculé-culéi riasengngé appalariang anynyarang/ Iya tonaé Arumponé nalinrungi Arung Matowaé ri Wajo riasengngé La Oddang Datué ri Larompong/ Naritola ri anauréna riasengngé La Mangkona Datu Mariyoriwawo/ Iya tonaé mangkau ri Boné naengkaro mai Tomarajana Goboronamé Balanda monroé ri Bettawé/ mancajié Sullé Datu ri arungngé ri Balanda paréntai tana Hindia Belanda/ Lao jokka-jokka ri Sélébésé Maniangngé/ Nauttama ri Boné mabbenni riasengngé G.G. van de Jange/ Natteru no’ri tana Luwu maccenné-cennériwi paréntana Tomarajaé ri Sélébésé Maniangngé/ Iya tonaé Arumponé nawinru’asalang maraja Arung Macégé riasengngé ritu La Pabbénténg Daéng Palawa/ ana’na La Patiwiri Baso Abdul Hamid nangurusié Wé Cenra Arung Cinnong/ Apa’ napéssungei sappo sisenna ri riasengngé Daéng Patombong/ pada boranéna La Samballogé Daéng Manabba’ Suléwatang Palakka/ Apa’ nakennani bicara/ Iya Arumponé naollini ana’na riasengngé La Pangérang engkaé wettué ritu/ mancaji Bestuur Assistant iyaré’ga Handshape ri Gowa sélléi La Pabbénténg ri akkarungenna riMacégé/ [181] Iyanaro biasa sélléi Arumponé narékko engka lao-laowang mabéla na teppaullé Arumponé/ Iyatonaé Arumponé natatteppa musu arajang silino maduwaé ri Eropa/ Naritudangina tana Balanda ri Jaremangngé ri wettu purana napabbotting ana’na Datué ri Balanda riasengngé Princes Juliana siala riasengngé Prins Bheenheard iyanaritu saisanna to madécénna bangsa Jaremmangngé ri taung 1938 M/ Na tellu mpenni tenri bottinna Yuliana ritu/ Narilanti’ tona ritu Karaéng Sombaé ri Gowa Iyana ritu I Mangimangi Daéng Mattutu Karaéng Bontonompo/ Amauré pada borané ambo’na Arumponé La Mappanyukki/ Na sitaung purana ritu ri uleng Méi 1939 M/ Nariuttamaina tana Balanda ritudangi ri bangsa Jaremmangngé/ Nalarina Datué ri Balanda riasengngé Wélehélemina (Ratu Welhelmina) silaong réppo’-réppo’na/ Kuwaé topa ade’ade’na malliweng ri tana Anggarisi maddakka/ Na konaro napajokka matteru’ pangarana lao mai ri toddang anging/ Na ri tana Anggarisini riappérumang paréntaé komai ri toddang anging/ Nasaba’ matedde’na teppe’na Arumponé ri agamana Nabi risuroé Nabi Muhamma’/ Iyanaé Arumponé patettong masigi battowa ri tengngana watampanuwaé ri Boné/ Iyana ritu Watamponé ri taung 1941M/ Natépu ritu masigi’é napakangkani Arumponé Tomarajana Sélébésé monroé ri Ujuppandang riasengngé ritu Tuan Residentis Beslaar masseriwi atépungenna ritu masigi’é/ Narapi’iri 8 Désémbéré 1941 M/ nateppa toni ritu koromai ri toddang anging riasengngé musu silino maduwaé/ Iyana ritu bangsa Japangngé mméwai sieppe’ Jaremmangngé sibawa Italia riaseng Sekutu/ Tama’ toni Balandaé silaong wanuwa baiccu’ laingngé ri Eropa/ Iya tonaé Mangkau’ ri Boné ri taung 1942 M/ Narisau’ musuna Balandaé ri Japangngé/ Nari panganrona Tomarajana Goborpnamé Balanda iya mancajié sullé datu ri Arungngé [182] ri Balanda monroé ri Bettawé riasengngé G.G. Mr. Tjards van Slarkenborg Stoshwer sibawa Ponggawa musuna surodadunna Balandaé ri Hindia Belanda alaué riasengngé Generaal Ter-Parten/ Narilaling manenna pancennangenna Suléwatanna Datué ri Balanda engkaé komai ri Hindia Belanda alaué ri Japangngé/ pada mui angkanna pancennangeng iyaré’ga padangkang dé’ massangadi/ Naiya manippe’na maneng rilaling bangsa Balandaé/ Manessani mappangara Japangngé ri tana Hindia Belanda Alaué/ Ripau toi makkedaé/ riwettu mattanraje’na musuna Balandaé situppuang Japangngé/ Naéllauwi Goboronamé Balanda ri arungarungngé iya maneng engkaé tallé ri pangarana/ sarékkuammengngi naengkato pattujunna mméwai balinna Goboronamé Balanda iyanaritu Bangsa Japangngé/ Nasituruna Arung-arungngé pada mabbéréangngi séuwa tau polé ri to mareppéna macowaé maréwangengngi musuna Balandaé/ Naiya Arumponé ana’na najello’ riasengngé La Pangérang Arung Macégé/ Iya tonaro ponggawaiwi anakarung to Boné/ laoé maccoé’ maréwangengngi musuna Balandaé/ Iyanaro riaseng Hand Wacht ri tungke’ Afdeeling-ngé/ Naiya ritungke’ Onder Afdeeling-ngé onrong naro gau’é riaseng tosi Staad Wacht/ Pajani musué/ Pada llisu matoni ri wanuwanna/ Dé’to naccoé rilaling pada surodadu Bangsa Balandaé/ Iya tonaé Arumponé manessa natamanna Japangngé mappangara/ Nari sélléinna asenna Arumponé ri bahasa Japangngé ritella Sutyoo/ Naiya Ade’é riaseng Sutyoo Bairi/ Naiya arung lilié riasengngi Guntyoo/ Naiya kapala kampongngé riasengngi Santyoo/ Naiya onronna Controleur Pétoro Balandaé/ Japang muto sélléi mappangara riaseng Bunken Kanrikan/ Naiya onronna Pétoro Battowaé/ Assistant Resident riasengngi ritu Kan Konrikan/ Naiya oronna Tomarajaé ri Ujuppandang [183] Resident Gubernur riasengngi Mansi butyoo kan/ Na tellu ttaung sitengnga asenna mappangara Japangngé namalanre’na nakkanedding pabbanuwaé/ sara nenniya peddi/ Pada mui anré nenniya sara carécaré/ Rimakkuwanna naro nasaba’ naseddinna aléna Japangngé madodonni musu’na/ Dé’ tona naullé mangésa’é/ Méllau tulunni ri pabbanuwaé sarékku ammengngi bara’ naengka macenning atinna nawedding natulung Japangngé nasieppe’ mewai Amérikaé Anggarisié/ Iyanaro riaseng Heihoo/ Narékko ri tana Jawa riaseng Pembela Tanah Air (Peta)/ Ri lalenna taung 1945 M najaciangenni Japangngé ri Bangsa Indonesia-é amaradekangeng/ Napakangkani Ir. Soekarno ri tana Jawa/ Mappammulani ssoro’ Japangngé ri apparéntangengngé/ Naakkani Arung Macégé monroiwi onronna Japangngé riasengngé Ken Kanrikan/ Makko manenro to rialé manenna nasuro monroiwi tudangeng naonroiyé Japangngé ri apparéntangngé/ Iya tonaé Mangkau’ri Boné narijello’ Arung Macégé La Pangérang Sullé aléna anangngé polé ri Sélebésé Maniangngé/ Silaowang sullé anangngé polé ri Sélebésé Manorangngé riasengngé Dottoro Ratulangi lao ri tana Jawa bicarai lontara appongenna amaradékangenna tana Indonesia/ Naengka mupi ri tana Jawa Arung Macégé silaong Dottoro Raulangi/ Naritello tona tana Japang ri kappala luttuna Amérika buwangiwi Bom Atom tana Japang/ Iyanaro nassabari namasitta’ manganro Japangngé 15 Agustus 1945 M/ Napannessai arungngé ri tana Japang anganronna ri Sekutu/ Jaji mappésauni musu’é/ Iya mutopaé Mangkau’ ri Boné nari appallebbangenna amaradékangenna tana Indonesia riampowa ngengngi silino [184] ri 17 Agustus 1945 amaradékangenna Indonesia/ Na aléna to malebbina Indonesia riasengngé Ir. Sukarno silaong Drs. Muh. Hatta parilaleng asengngi bangsa Indonesiaé mappallebbangengngi amaradékangengngé/ Naiya bunge’ maradékana tana Indonesia makessing laona allébuittellona to baiccu’é/ siallébuang to baiccu’é to mapparéntana/ siallébuang to mapparéntaé to baiccu’na/ Iya kiya sise-ssisenna polé surodadunna Sekutu Iyana ritu surodadunna Australia maélo paludungngi éwangenna Japangngé/ Takko’ engka muni mubba Balandaé ri munrinna surodadunna Australia/ Madécétto sakke’ tagi-taginna Goboranamé Balanda lollong Tomaraja nenniya passiunona/ Mangérangngi sarékkuammengngi napada lisu paimeng taué ri Indonesia tarimai Balanda mapparénta/ Naélorengngi pada mabboko taué ri amaradékangengngé apa’ nasengngi dé’pa nasulessana bangsa Indonesia-é paddupai riasengngé amaradékangeng/ Maéga mupa bengngoé naiya képaddissengengngé/ Mukka’ maégana lunra’ natiwi Balandaé/ rimakkuwanna naro namaéga tona tau puraé mattellirengngi maélo patokkongngi amaradékangengnna Indonesia lisu sarawa/ Saba’ rékko maccowé’i ri tau maélo’é patettongngi amaradékangengngé sikurang-kuranna malanre’i manrasa-rasa/ Wedding toi maté riséssa ri surodadunna Balandaé/ Maélo’i maccowé ri Balandaé/ manyamessa tigero’na/ Iya kiya macipi’ péneddinna/ Na engkana Suro ri aléna Suléwatanna datué di Balanda riasengngé Dr. H.J. van Mook mancajié Lt. G.G. Hindia Belanda lao ri Arumponé/ Sarékkuammengngi namasagénangngi ati Arumponé tarimai parimeng asséddinna bangsa Balandaé ritellaé NICA = Netherland Indiche Civil Administration/ Bara’ weddingngi nabaru parimeng Ceppa’é pura riassitelliri mapammula ceppa’é Ribungaya lattu’ riwettu [185] rilanti’na mancaji Arung ri Boné/ Napauwi makkedaé, iyaro dénré Arung Macégé La Pabbénténg Daéng Palawa puraé mala asalang ri Boné nasaba’ naunona sappo sisenna riasengngé Daéng Patombong leppe’ni polé ri hukungenna/ Teppa napiléi memenni makkedaé/ Narékko maccowé’i Arumponé patettongngi amaradékangengngé/ naiya iya’ upiléi tosi makkacoériwi ri asséddinna Balandaé riasengngé Nica/ Apa’natettuangngi mémenni La Pabbénténg makkedaé/ Iya Arumponé maccoéitu matti patettongngi amaradékangengngé/ Aga nappammulana La Pabbénténg lao maccoé ri Nica-é/ Maéloi pannessai ri atéyangenna ri olo tarimai La Mappanyukki ttama’ makkarung ri Boné/ Rimakkuwanna naro narijanci ri Nica makkedaé/ nrékko polé maccoéwi Mappanyukki ri to maéloé amaradékangeng nasalaiwitu akkarungengngé ri Boné/ Aga nangolona Surona NICA lao ri Arumponé sarékkuammeng napannessai tettongeng akkaccoérenna/ Naéngngerang tona Arumponé La Mappanyukki pappéneddinna Balandaé ri aléna nenniya ri ncajiangéngngi/ Aga napannessani tettong akkaccoérenna Arumponé/ Iyanaritu koi ri tau maéloé patettongngi amaradékangenna Indonesia/ Naripauwi makkedaé/ Iyaro appekkeng- pekkekenna Balandaé riasengngé Nica koi ritu ri tana Australia ri wanuwa addakkarenna Suléwatanna Datué ri Balanda ripatokkong/ Naiya pong pattujuangéngngi ritu iyana ritu sullé aléna Suléwatanna Balandaé riasengngé Lt. G.G. H.J. van Mook/ Iyanaro paéwai parimeng sésa-sésana sorodadunna Balandaé puraé rilaling riolo ri Japangngé/ Nannessana tettongenna Arumponé/ koi ri to maréwangengngé amaradékangenna Indonesia/ Maéga toni tau mabbokoriwi paimeng Ade’é silaong Arung Pitué/ Nagiling manengngi aléna manganro ri Nica/ Alé-aléna mani Arumponé silaong ana’na riasengngé ritu [186] La Pangérang Arung Macégé tettong mangau aléna maélo maréwangengngi amaradékangengé/ Napettui Arumponé maéloé salaiwi Boné/ Napaddeppungenni Ade’é silaong Arung Pitué kuwaé topa ana’ arung lilié/ Napabarekkengi akkarungengngé ri Boné/ Na seppulo lima taunna La Mappanyukki cinaungi tanaé ri Boné naengka rilanti’ mancaji mangkau’ ri Boné ri 2 April 1931 M/ Nasalaiwi salassa amangkaukengngé ri Boné ri 14 April 1946 M/ Nalisu paimeng ri bola tudangenna ri Mangkasa ri Jongaya/ Riaccinrolang mémengngi mémenni ri Nica-é/ ajakké matebbe’i taué maccowé ri munrinna nariakkétaurenna ri Nica-é ajakkéng maloangngi panganrona/ Nari pasurenna sure’ appettuang/ narilaling duwa marana’/ Iyana ritu aléna La Mappanyukki silaong La Pangérang ripassala/ Koi ri Tana Toraja/ Ri lalenna uleng Nopemberé 1946 M/ Naiya mani nalisu parimeng ri bola tudangenna pura mani napatarimang datué ri Balanda riasengngé Ratu Julianaamaradékangenna tana Indonesia ri i 27 Desember 1949 M/ Sitaung purana nabbéréang akkarungenna ri tana Balanda Ratu Wilhelmina lao ri ana’na Ratu Juliana/ Naiya ana’na La Mappanyukki polé riawiseng seppungeng kaléna riasengngé Wé Madilu/ Dé’pa ana’ nauru nallinrung Daéng Bau/ Naiya Wé Madilu Daéng Bau ana’na Wé Sugiratu Andi Baloto Karaéng Tanété saléssureng séinang séamanna Karaéngngé ri Gowa Toménanga riBundu’na riasengngé I Makkulawu Daéng Parani Karaéng Lémbaparang/ Ambo’na La Mappanyukki nangurusié riasengngé La Parénréngi Karaéng Tinggimaé Datu Suppa’/ Namapedda Daéng Bau/ Nalélesi mabbainé La Mappanyukki siala riasengngé I Bodi Daéng Taco/ ana’na Gellarang Tombolo Baté Salapangngé ri Gowa/ Najaiang ana’ séuwa orowané riaseng La Pangérang/ Iyana [187] ana’na naéwa silaowang ripassala ritaro ri Tana Toraja ri Rantépao/ Napawélai Daéng Taco nalélesi La Mappanyukki mabbainé siala massappo wékka tellu riasengngé Wé Bessé’ Petta Bulo/ ana’na Wé Béda Addatuang Sawitto nangurusié La Saddappotto Addatuwang Sidénréng/ Najajiang ana’ Wé Bessé’ nangurusié La Mappanyukki séuwa riaseng Abedullahi Bau Masséppé/ Séuwa riaseng I Rukiya Karaéng Ballatinggi Addatuang Sawitto/ Séuwa riaseng Wé Passullé Datu Bulaéng/ Nallinrung Petta Bulo nalélesi mabbainé Mappanyukki siala massappo siseng riasengngé I Manéné ana’na riasengngé I Nako Karaéng Panakkukang nangurusié riasengngé I Magguliga Andi Bangkung Daéng Sérang Karaéng Popo pada borané séinang séamanna Sombaé ri Gowa/ Najajiang ana’ I Manéné nangurusi La Mappanyukki lebbi tellué/ Séuwa riaseng Wé Tenripaddanreng Bau Pada/ Séuwa riaseng La Parénréngi/ Séuwa riaseng To Appasawe’/ Séuwa riaseng To Appo/ rilainnaé parimeng/ Naiya ana’na riasengngé La Pangérang/ Iyana pura mancaji Arung Macégé/ ri wettunna Japangngé mapparénta rialai riasengngé Ken Kanrikan ri Boné/ sinrapangi tennapada riasengngé Pétoro Battowa Assistant Resident ri wettu Balanda/ wettunna maélo ritarima amaradékangengngé ri jello’i sibawa Dottoro Ratulangi lao ri tana Jawa matui ade-ade’na amaradékangengé/ Nalisu polé ri tana Jawa/ Narilaling sibawa ncajiangéngngi ménré’ ri Tana Toraja/ Naiya maradékana Indonesia/ ripalisuni ri Boné mancaji Bupati Kepala Daerah Kabupaten Bone Lama meliputi daerahTellumpoccoé/ Inappani riwéso ménré’ ri Ujuppandang mancaji Resident sibali Karaéng Pangkajénné riasengngé Burhanuddin/ ri wettunna riasengngé Lanto Daéng Paséwang mancaji Gubernur Sulawesi/ Aga narapi’i [188] paccappureng wettunna Lanto Daéng Paséwang/ Alénana La Pangérang mancaji Gubernur/ Makkoniro gangkanna Daéng Rani/ Nabbainé Daéng Rani siala massappo siseng riasengngé Petta Lebba ana’na Panguriseng pada orowané séinang séamanna La Mappanyukki nangurusié I Puji/ Najajiang ana’ Petta Lebba nangurusi La Pangérang/ Séuwa riaseng Abdullah Petta Nyonri/ Séuwa riaseng Wé Cina I Mariyama/ Séuwa riaseng Wé Raléng/ Séuwa riaseng Wé Tongeng/ Séuwa riaseng I Kénnang iyana polakkiwi I Mahmud Karaéng Bontonompo ana’na I Patimasang Karaéng Panaikang nangurusi I Pabiséi Daéng Paguling Karaéng Katapang/ Nalélé mabbainé La Pangérang siala riasengngé I Suruga Daéng Karaéng/ ana’na Karaéng Parigi/ Najaiang ana’ makkunrai riaseng Daéng Gaga/ Séuwa orowané riaseng Daéng Tadaé/ Naiya ana’na riasengngé Bau Massépé iyana Datu ri Suppa/ Iyakiya ri wettunna riaréwangeng amaradékangengngé ri taung 1947 M naripésunge’ ri sorodadunna Balandaé riasengngé Kapten Westerling menjadi korban 40.000/ Iyanaé pobainéi riasengngé Wé Soji Petta Kanjénné ana’na Wé Pannangareng nangurusié La Mangailé/ Najajiang ana’ Datu Kanjénné nangurusié Bau Massépé/ Séuwa riaseng La Kuné/ Séuwa riaseng La Pasemmangi/ Séuwa riaseng Wé Dalauleng/ Séuwa riaseng Wé Dalawéttoing/ Naiya ana’na La Mappanyukki nangurusié Bessé Bulo riasengngé I Rakiya Bau Baco Karaéng Balla’tinggi/ Iyana mancaji Addatuwang Sawitto/ Napolakkaini anauré ana’ sapposisenna riasengngé La Makkulawu ana’na Wé Mappasessu’ Datu Wallié nangurusié La Mappabéta/ Najajiang ana’ Karaéng Balla’tinggi nangurusi La Makkulawu/ Séuwa riaseng Wé Nimé/ Séuwa riaseng Wé Béda/ Séuwa riaseng Wé Nénéng/ Séuwa riaseng Wé Tanri/ Séuwa riaseng Sawérigading/ Iyanaé La Makkulawu Cakkuridié ri Wajo maréwangengngi amaradékangengngé ri tana Wajo/ Makkuling [189] mai musu Balandaé/ Iya kiya dé’ topa naengka nariséke’ ri Balandaé/ Iya mani naripanganro saléwangeng mani riasengngé abbunong/ Rimakkuwanna naro nasalama’na polé ri passéssana surodadunna Balandaé/ Naiya purana ritarima amaradékangengé iyana mancaji Bupati Kepala Daerah Kabupaten Parepare lama/ Iyasi ri munri purana rireppa-reppa Kabupaten ri oloé mancaji Kabupaten Barru/ Na La Makkulawusi mancaji Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Pinrang/ Ri wettunna marukka Tentarana Korem IV Mappésonaé/ Ripaléleni La Makkulawu ménré’ ri Ujuppandang ri kantoro’na Gubernur Sulawesi Selatan/ Rimunri purana marukka PKI madécénni jokkana pangaraé/ engkana riaseng Pemilihan Umum/ Natujuni appiléng La Makkulawu polé ri Pinrang/ Nalaona ri Jakaretta monro gangka narapina wettu cappuna wettunna/ Naiya tosi ana’na La Mappanyukki nangurusié riasengngé Wé Manéné Karaéng Balasari awiseng Arung Makkunraiyyé ri Boné/ iyana ritu riasengngé Wé Tenripaddanreng/ Iyana mallakkai ri Luwu siala riasengngé La Jémma/ Iyamuto riaseng La Patiware’ Opu To Mappaméné Warawaraé/ Iyana Pajung ri Luwu/ ana’na Pajungngé ri Luwu Matinroé riBirittana nangurusié La Tenriléngka To Pasappailé’ Cenning ri Luwu/ Najajiang ana’ Wé Tenripaddanreng nangurusi La Jémma/ Séuwa orowané riaseng Baso Boné Jémma Barué/ Naiya Wé Tenripadanreng Opu Datuni ri Luwu/ Iyaé (La Jémma) Datué ri Luwu tama’ toi ri onronna to maréwangengngé amaradékanna Indonesia/ Nasaba’ mammusui Surodadunna Nica naritikkeng/ Narimakkuwanna naro nari pakennai asalang 20 taunna ripassala/ Iya kiya dé’ topa narapi’i duwa ppulo taunna ri wanuwa tappalirenna naritarimana amaradékangengngé/ nalisuna ri wanuwanna/ Iya kiya komi ri Juppandang pada marenreng/ Riyakka mani mancaji Bupati Kepala Daerah Luwu Tingkat II [190] Kabupaten Luwu Lama inappani llisusi monro ri tana Luwu gangka narapina wettu paccappurenna/ Nalisuna parimeng lao ri Ujuppandang/ Nakkonaro narapi puppureng sunge’/ Narilemme’na ri Jéra’ akkuburukenna to mate maréwangengngi amaradékangengngé ri Makam Pahlawan Panaikang/ Nariasenna Matinroé riAmaradékangenna/ Makkoniro anrasa-rasang nenniya nyameng ri patujuiangngéngngi La Mappayukki ri wettunna tuwo silaong ri wija-wijanna nenniya ri réppona/ Naiyasi sélléi makkarung ri Boné ri wettu nasalainna Boné iyana ritu riasengngé La Pabbénténg/ LA PABBÉNTÉNG PETTA LAWA ARUNG MACÉGÉ (lpebet pEt lw aru meceg) [190.10] La Pabbénténg Petta Lawa pattellarenna/ Arung Macégé pura akkarungenna/ Mangkau’ ri Boné/ Ana’na La Patiwiri Baso Abdul Hamid Ponggawa Boné Létte’é riMusu Balanda ri Kompongngé Pitumpanuwa/ Nangurusié Wé Cenra Arung Cinnong/ Nasaba’ dé’ mémeng tona dara ana’ mattola wedding makkarungi tanaé rilainnaé Andi Mappanyukki ri Boné/ Narékko Taniya riasengngé La Pabbénténg Petta Lawa Arung Macégé/ Iyanaé mancaji Mangkau’ ri Boné saba’ élona simatanami Nica/ Nangérangngi lao ri Ade’é ri Boné/ Natarimani Arung Pitué ri Boné/ Jajini ritu La Pabbénténg Petta Lawa makkarung ri Boné/ Apa’ masero mémengngiro nacinnai akkarungengngé ri Boné/ Aga natoli maccoé’na ri munrinna surodadunna Nicaé narékko jokkai maccenné-cenné/ Nariwérénna tettongeng ri pangka’surodadué iyana ritu Panca Kapitan Kapten Tituleur/ Ménré’ni mancaji Arumponé/ Ripaénré’ni mancaji Kolonel/ madduppani ri olo apa’ nénéna Arumponé Matinroé riPaccing/ Lao tommi ri Goboronamé Balanda/ mappaduppélurengngi aléna/ sarékkuammengngi nasisala pattujung Goboronamé Balanda Arumponé Wé Tenriawaru Pancaitana Bessé’ Kajuara/ Makko tongenni pattujunna Arumponé Singkeru Rukka/ Wéttu éro sisala pattujung tongenni Arumponé Bessé’ Kajuara sibawa Goboronamé Balanda/ Aga naritérina Boné/ narimusu ri Goboronamé Balanda/ Naiya rumpa’na Boné apa’ ritelloni/ [191] Nasalaini Bessé Kajuara Boné/ nalao ri Ajattappareng/ Makkarunni ri Boné Matinroé riPaccing/ Apa’ ripainrengi mémemmi akkarungengngé ri Boné ri Goboronamé Balanda/ Namanani lettu’ ri Matinroé riBettawé/ Makkonié La Pabbénténg Petta Lawa/ Lao toi ri Nica-é majjowajowarengngi akkarungenna ri Boné/ Sarékku ammengngi narekko nasalai La Mappanyukki akkarungenna/ Iyana ripatoppo’ apa’ tau macinna mémeng/ Jaji iya gau’ éwé gau’ sicoéreng asenna polé ri nénéna lattu’ ri eppona/ Apa’ riwettunna pawélai Matinroé riBolampare’na samaturu’i Ade’é maélo mmalai Arung Apala/ Rilawai riMatinroé riJakaretta/ ri wettunna maélo riala Arung ri Boné La Mappanyukki/ Salaséuwanna Ade’ ri Boné dé’ naiyoiwi apoléngenna La Mappanyukki ri Boné/ Iyana ritu Arung Macegé riasengngé La Pabbénténg Petta Lawa/ Apa’ iya muto warisi’ mattola namareppé polé ri La Pawawoi Karaéng Ségéri Matinroé riJakaretta/ Iya kiya ri olona musu’ maduwaé nala appasalang ritu La Pabbénténg ri Arajangngé ri Boné nenniya ri Goboronamé Balanda/ Mukka’ paunona nasaba’ siri’ natania to mébbué asalang nauno/ Iyana ritu nauno riasengngé Daéng Patombong/ Aga nassituruna Ade’é ri Boné silaong Goboronamé Balanda passu’i ri akkarungenna ri Macégé/ naripasalai wanuwanna/ Ri wettu mapparéntana Japangngé nappa lisu polé ri appalirenna/ Wettunna ripali’ La Pangéranna ttolai mancaji Arung Macégé gangka rilalinna lao ri Tana Toraja sibawa ncajiangéngngi/ Naiya La Pabbénténg mancajinna Arumponé napassokkuni Ade’na Boné/ Na akka Tomarilalengngé riasengngé La Maddussila Daéng Paraga/ Mancaji Makkedangngé Tana ri Boné/ Nalani La Sulolipu Suléwatang Lamuru mancaji Tomarilaleng ri Boné/ Naiya sokkuna nasedding apparéntanna ri Boné/ Laoni mabbainé ri Sidénréng siala riasengngé Wé Dalauleng Petta Baranti/ [192] Ana’na Wé Bunga nangurusié La Pajung Tellulatte’ Sidénréng/ Eppo wakkanna Addatuang Sidénréng polé ri indo’na/ Eppo wakkanna Arung Rappeng Addatuang Sawitto polé ri ambo’na/ Naiya purana mabbainé ri Sidénréng risuroni Arumponé passéddiwi arung-arungngé Sélébésé Maniangngé polé ri Nica-é/ Naiya manessanana asséddinna angoloanna arung-arungngé ri Nica-é/ Ripatokkongenni ri Nica-é appekke-pekkekeng arung-arungngé ri Sélébésé Maniangngé riaseng Hadat Tinggi/ Na aléna ritu Arumponé panguluiwi/ Naiya Suléwatanna ritu aléna Sombaé ri Gowa riasengngé I La Ijo Daéng Matowa Karaéng Lalolang/ Mancijiwi ritu padato ri tana Bali asenna Taruman Agung appekke’-pekkekenna arung-arunna Balié/ Iyanaé Hadat Tinggi naonroiwi Gubernur Nica/ Paléléi appangarana ade’-ade’ boccoéwé ri Sélébésé Maniangngé/ Apa’ maélo’i Nica-é patudangngi Sélébésé Maniangngé/ Séddito tawang polé ri séuwaé goppo wanuwa matti maéloé napatokkong Nica Balanda/ Iyanaé Arung ri Boné napakengka Nica Balanda addeppungeng marowa-marowa ri Malino riaseng Komperensi Muktamar Malino/ Aléna Lt.G.Aj.Dr.Hj. van Mook mappangarangi/ Alénato panguluiwi ritu/ Nari pakengka maneng wakkélé’na to maégaé polé ri Sélébésé/ Sunda Kecil/ na Maluku/ maélo mpukke’ seuwa Negara ri lalenna Negara Indonesia/ Asenna ritu Negara Indonesia Timur/ Ripauwi makkedaé riolo tenriakkana mancaji arung ri Boné/ nalao mémenna maccoé-coérengngi ri Nica Balanda/ Riwéréng mémenni pangka’ ri Gobornamen Nica iyana ritu pangka’ Kommisaris Polisi Dedef Klas sarékkuammengngi natebbang mattuliliwi si Boné sininna engkaé maélo maccoba-coba patettongngi séddié appekke-pekkekeng iya maéloé tuntu’i amaradékangenna Indonesia/ Aga riakkani mancaji arung ri Boné ripaénré’ toni pangka’na mancaji Kolonel [193] Tiluler/ Nariakka mancaji Ketua Hadat Tinggi pada tanggal 12 Nopember 1948 M/ Aléna Tomarajaé ri Ujuppandang riasengngé DR. Liong Caset patarimaiwi Arumponé Pangulunna Hadat Tinggi apparéntangngé ri Sélébésé Maniangngé/ Iyanaé Hadat Tinggi tudangiwi séddi tawang/ Iyaré’ga tamai séddi jori polé ri séddié tawang ri lalenna Negara Indonesia Timur/ Iyanané winru-winruna Balanda Nica-é/ Dé’to ritu namaitta umuru’na/ Iya manessaé gangkami 27 Desember 1949 M/ Saba’ iyanaé wettu inappai masenna’ aléna Datué ri Tana Balanda riasengngé Ratu Juliana mapponciangngi ri Bangsa Indonesiaé amaradékangenna Indonesia Serikat/ Sitaung tommi ittana Indonesia Serikat namapedda/ Maccoé manenni Indonesia Timurnya – Hadat Tinggi namapedda/ Narimunri purana ritu ritarima amaradékangenna Indonesia Serikat polé ri Balandaé/ Tama’ni taung 1950 M mubba’ni riasengngé Kekacauan Politik lingé uraga ri apparéntangngé ri Watampanuwanna Indonesia Serikat Iyana ritu ri Jakaretta nauragai wawanna riasengngé Republik lain/ Maéloé pinrui Negara Indonesia Serikat mancaji Negara Kesatuan Republik Indonesia/ Naomposi assibali-balingngé/ Engkato macinnaiwi ritu riasengngé Negara Islam Indonesia/ Namareppa’reppa’na riasengngé Kesatuan Nasional apekkekeng mallébu ittellona Bangsa Indonesiaé/ Marussa’ni ade’na apparéntaé/ Mubba’ni riasengngé Gerakan Pemuda/ Tompoi polé ri wawanna riolo tau puraé patokkongngi sumange’na amaradéka ngengngé ri taung 1945 – 1949 M/ Iyana ritu tau puraé ripali ritarungku ripanrasa-rasa/ nenniya tau puraé ripéssungé sompullolona ri wawanna tau puraé maccoé-coé ri Nicaé/ Tau puraé rangéng-nrangengéngngi alisungenna mapparénta parimeng Balandaé ri Indonesia/ Namaégana tau ritikkessi parimeng/ Engkato matteru’ riuno/ [194] polé ri Gerakan Pemuda/ Gangkanna aléna ritu Arumponé La Pabbénténg mancajito tama’ jori ri jori macella’na Gerakan Pemuda/ Ri lalenna taung 1950 M napasoroni aléna polé ri akkarungengngé ri Boné/ Nalao ri tana Jawa mmonro sibawa bainéna/ Makkotoparo paimeng Ade’é ri Boné pada nasalaini onrong akkarungenna nalao pada akkatuongeng ri wanuwa laing/ Naonroi toi pada mallinrungengngi sunge’na/ Ri lalenna taungngé ritu ri taung 1950 M iya menenna arung-arungngé napada lappessang maneng akkarungenna napada sappa akkatuongeng laingngé/ Engka tonaro salaiwi akkarungenna nalao massala sarékkuammengngi nasalama’ polé ripasséssanna Pamudaé/ Onconni narékko engka mémenna pappinreng darana lebbi riolo/ Naiyaro wettu pada ssoronana arung-arungngé ri onronna/ wedding ripau makkeda masolanni apparéntangngé/ Pada narékko dé’na to mapparénta/ Apa’ sianré baléni taué/ Dé’na addakkarenna to madodongngé/ Dé’ tona tabbutturenna to mawatangngé/ Iya mani riasengngé Gerakan Pemuda missengngi pangaraé/ pada engkana maneng toni lisu polé ri tana Jawa to puraé maélo patokkongngi amaradékangngé maélo makkamale’ ri to puraé mabacciwi ri olo nakarana dé’ napo ininnawai maradékaé/ Nalebbireng mui siakkaccoérengngi ri Nica Balanda/ Natabburé-buréna ritu winru-winruma Balanda Nicaé/ Padaéna Hadat Tinggi/ Lenynye’ni riasengngé Negara Indonesia Timur/ Mubba’ toni riasengngé Partai iyana ritu uraga asséddi-séddinna to maccaé/ Engka tona asséddinna tappa maélo’é mancaji riasengngé Tentara Nasional/ Na dé’pa rijampangi ri to mapparéntaé/ Iyanaro muttama riale’é mabbanuwa riaseng Gerombolan maéga rupanna/ Engka riaseng ritu TKR/ engka riaseng KGSS/ engka riaseng H.I./ Rilainnaé topa parimeng/ Engka toni takkappo polé ri tana Jawa riasengngé Kahar Muzakkar tambaiwiro [195] gau’ assiturusenna to ri ale’é/ Namaroa’na ale’é wettu éro/ malino lawangengngé/ Partai Politik mawellang toni tuwona ri wanuwa monroé iyana ritu Kota/ Pada malani sanréseng Partai Politik ri ale’é/ Kuwaéna riasengngé Partai Masyumi, Partai PNI, PKI, ri lainnaé parimeng/ Iya tonaro wettué naripalisuna ri Boné riasengngé La Pangérang ana’na La Mappanyukki mancaji riasengngé Bupati Kepala Daerah Hukum Kabupaten Bone/ Apa’ iya riolo riasengngé Afdeeling risélléni asenna mancaji ritu Kabupaten Bone/ Nalowangi mupi Tellumpoccoé/ Naiyaro wettué arung-arung lilié mani sipoaseng missengngi pangara silaong Kapala Kampongngé/ Apa’ madua-linroi pangaraé wettuéro/ Nasaba’ ko riale’é tattawa duwa toni riasengngé Gerembolan mukka’ nalaini aléna Gerombolan Kahar Muzakkar/ napatokkong wanuwa Selleng ri lalenna wanuwaé riaseng Darul Islam/ Gerembolanna riaseng Tentara Islam Indonesia/ Ririppeki makkeda DI/TII/ Iyanaro saba’ tomakkeda madduwa-linroi pabbanuwaé/ Apa’ engkato pangara polé ri ale’é/ Narékko dé’na naturusiwi pabbanuaé akkaélona pangara polé ri ale’é/ Pada mai engkanna pangarana DI/TII na Kahar Musakkar iyaré’ga pangarana TKR-na Hamid Ali sieppe’é Usman Balo/ ballalo rigéré pada manu’é tauwé/ Aga namaégana mallékke’ dapureng salaiwi kamponna/ Onconnami to sugié/ Kuwae topa to maégaé lakara’ waramparanna/ saba’ to sugiémi natingara waramparanna to riale’é/ Na dé’na mosona to mapparéntaé wettuéro/ Apa’ dé’pa naulléi rapisi ppappadairo gau’na to riale’é/ Tessiaga muto ittana La Pangérang ri Boné nariwéso ménré’ ri Ujuppandang/ Naiyaro wettué Kabupaten Bone tattawai lao ri tellué [196] Kewedanan asenna/ Na temmaittato monrona ri Ujuppandang La Pangérang/ Naripancajina riasengngé Residen mappingngi Gubernur Lanto Daéng Paséwang sibalingngi Burhanuddin Karaéng Pangkajénné/ Naiya narapinana cappu wettu pangka’na/ Gubernur Lanto Daeng Pasewang/ Alénana ritu La Pangerang Daéng Rani rijello’ séllei Daéng Paséwang mancaji Gubernur Sulawesi/ Gangka narapina tona wettu cappuna masa kerjanya/ Na pansiung mutona/ Nari wettunna Gubernur Sulawesi La Pangerang Daeng Rani naritawa duwa Sulawési mancaji dua propinsi iyanritu/ Propinsi Sulawesi Utara sibawa Propinsi Sulawesi Selatan/ Ripaénré’ toni Kewedanangngé mancaji Kabupaten/ Namareppa’na bekas Afdeeling Boné riolo mancaji tellu 3 Kabupaten. 1. Kabupaten Bone Watampanuwanna Watampone 2. Kabupaten Wajo Watampanuwanna Singkang 3. Kabupaten Soppeng Watampanuwanna Watassoppeng Ialah realisasi pelaksanaan undang-undang no.4 tahun 1957 sebagai pembubaran daerah Bone Lama meliputi daerah Bone Baru ialah Zelfbestuur atau Swapraja Bone/ Itulah Kabupaten Bone Baru dengan Ibu Kota Watampone/ LA MAPPANYUKKI SULTAN IBRAHIM IBNU SULTAN HUSAIN (lmpNuki sulEt aibErhim aibEEnu sulEt husai) [196.23] Iyanaro wettu ripalisusi parimeng ri Boné Puwatta’ ritu La Mappanyukki mancaji Bupati Kepala Daerah Kabupaten Bone/ Taniana ritu Arumponé asenna/ gangka narapina cappu wettu pura ripattentuangngéngngi ritu/ riwérénni pensiun/ Nalisuna parimeng ri bola tudangenna ri bolana ri Jongaya/ Naiya narapina umuru’na 82 taung narapini puppureng sunge’na ri 18 April 1967 nalisuna ri pammaséna Puang Alla Taala ri bola tudangenna ri Jongaya/ Nari jérakenna ri Makam Pahlawan Panaikang/ Nariasenna Matinroé riAmaradékangenna/ Salama’ temmanré ulé/ [197] Untuk merealisasikan undang-undang Daerah tahun 1957 Nomor 4 agar roda pemerintahan berjalan lancar, maka Kabupaten Bone dibagi atas 21 Kecamatan/ Tiap-tiap kecamatan diperintah oleh seorang Camat/ 1. Kecamatan Ulaweng ibu kotanya Taccipi 2. Kecamatan Mare’ ibu kotanya Mare’ 3. Kecamatan Salomékko 4. Kecamatan Lamuru 5. Kecamatan Tellusiattingngē 6. Kecamatan Lappariaja 7. Kecamatan Sibulué 8. Kecamatan Cina 9. Kecamatan Kahu 10. Kecamatan Bontocani 11. Kecamatan Libureng 12. Kecamatan Tonra 13. Kecamatan Kajuara 14. Kecamatan Duaboccoé 15. Kecamatan Barebbo’ 16. Kecamatan Tanétériattang 17. Kecamatan Palakka 18. Kecamatan Ponré 19. Kecamatan Ajangngale 20. Kecamatan Cénrana 21. Kecamatan Awampone ibu kotanya ibu kotanya ibu kotanya ibu kotanya ibu kotanya ibu kotanya ibu kotanya ibu kotanya ibu kotanya ibu kotanya ibu kotanya ibu kotanya ibu kotanya ibu kotanya ibu kotanya ibu kotanya ibu kotanya ibu kotanya ibu kotanya Tangka-Tangka Lalabbata Tokaséng Léppangang Pattiro Bajo Tanété Palatta’é Pammusureng Camming Bulu-Bulu Bojo Uloé Apala Watamponé Palakka Bakungngé Pompanua Pallime’ Maccope’ LAKKE’-LAKKE’NA AKKARUNGENGNGÉ RI BONÉ (lkElkEn akruGEeG riboen) [198.1] Iyanaé poada-adaéngngi allakke’-lakke’na akkarungengngé ri Boné: 1. Matasilompo’é/ Manurungngé riMatajang pobainéi Wé Tenriwale’ Manurungngé riToro’/ Najajiangngi riasengngé La Ummasa 2. La Ummasa/ Tolai amanna/ Ana’daranna La Ummasa riaseng Wé Pattanrawanuwa polakkaiwi riasengngé La Pattikkeng Arung Palakka/ Najajiangngi riasengngé La Saliu/ 3. La Saliu/ Petta Kerrampéluwa’ pattellarenna/ ttolai amauréna ana’ boranéna inanna/ Iyana ppobainéi sappo sisenna riasengngé Wé Tenriroppo Arung Pattiro/ Najajiangngi riasengngé Wé Tenrigau’/ 4. Wé Tenrigau’/ Daéng Marowa pattellarenna/ Bissu riLalempili’ Makkalempié pappasawe’na/ Mallajangngé riCina aseng maténa/ Iyana polakkaiwi risengngé La Tenribali Arung Kaju/ Najajiangngi ritu riasengngé La Tenrisukki’/ 5. La Tenrisukki’/ Mappajungngé pattellarenna ttolai inanna/ Iyana pobainéi sappo sisenna riasengngé Wé Tenrisongké/ Najajiangngi ritu riasengngé La Ulio/ 6. La Ulio/ Botéé pattellarenna ttolai amanna/ Iyana pobainéi sappo siseng riasengngé Wé Tenriwéwang Dénraé/ Najajianni riasengngé La Tenrirawé/ 7. La Tenrirawé/ Bongkangngé pattellarenna/ ttolai amanna Matinroé riGucinna aseng maténa/ Naiya sélléi riasengngé La Icca’/ 8. La Icca’/ Pada boranéna/ Iyanaé pobainéi walu’na pada boranéna riasengngé Wé Tenripakkiu Arung Timurung/ Najajianngi riasengngé La Tenripale’ To Akkeppéyang/ Matinroé riAddénénna aseng maténa/ Naiyasi sélléi riasengngé La Pattawe’/ 9. La Pattawe’ asenna/ Daéng Soréang pattellarenna/ Arung Palenna akkarungenna/ Tolai anauré ana’na sappo sisenna/ ana’na pada orowané séinang séamanna Mappajungngé riasengngé ritu La Panaungi To Pawawoi Arung Palenna/ nangurusi riasengngé Wé Tenriésa Arung Kaju/ Iyanaé pobainéi anauré ana sappo sisenna riasengngé Wé Balolé I Da Palimpu Arung Mampu Massalassaé/ La Ulio Boté’e Arumponé Matinroe riItterung/ nangurusié Wé Tenrigau’ Arung Mampu/ [199] Najajiangngi riasengngé Wé Tenripatuppu/ 10. Wé Tenripatuppu/ I Da Dussila pattellarenna/ ttolai amanna riasengngé La Pattawe’ Matinroé riBettung aseng maténa/ Iyanaé polakkaiwi To Riléwoé Arung Sijelling/ Matinroé riSidénréng aseng maténa/ Naiyasi tolai sappo sisenna ritu riasengngé La Tenriruwa/ 11. La Tenriruwa/ Arung Palakka akkarungenna ttolai sappo sisenna Matinroé riSidénréng/ Iyanaé La Tenriruwa ana’na ana’dara séinang séamanna Matinroé riGucinna/ Matinroé riAddénénna/ riaseng Wé Lémpe’ nangurusié riasengngé La Saliu Arung Palakka/ Iyanaé Mula Selleng/ Napobainéi sappo sisenna riasengngé Wé Baji Lébaé ri Marioriwawo/ Najajiang ana’ makkunrai riaseng Wé Tenrisui Datu Marioriwawo/ Naiya Wé Baji ana’na pada makkunrai séinang séamanna Wé Lémpe’ riasengngé Wé Tenripakkuwa nangurusié riasengngé La Makkarodda La Tenribali Datu Soppéng Mabbéluwa’é/ Nallakkai Wé Tenri siala riasengngé La Potobune’ Arung Tanatengnga ri Addatungngé ri Lompulle’/ Najajiang lebbi tellué/ Séuwa riaseng La Tenritatta To Unru/ Séuwa riaseng Wé Tenriabang Da Emba Datu Marioriwawo/ Séuwa riaseng Wé Tenriwale’ Da Umpu Mappolobombang Maddanreng Palakka/ Matinroé riBantaéng/ Naiyasi sélléi makkarung ri Boné/ sappo sisenna riasengngé La Tenripale’/ 12. La Tenripale’/ To Akkeppéyang pattellarenna/ Tolai sappo sisenna riasengngé La Tenriruwa Matinroé riBantaéng/ Iyanaé mangkau’ maéga mui monrona ri Gowa naiya ri Boné/ Na kuwa ri Mangkasa narapi puppureng sunge’/ Nariaseng Matinroé riTallo/ Iyanaé ana’na Matinroé riAddénénna riaseng La Icca’ nangurusié Wé Tenripakkiu Arung Timurung/ Sélessurenna Matinroé riTallo riaseng Wé Tenrijello’ Makkalarué pattellarenna Arung Timurung akkarungenna/ Iyana… [200] polakkaiwi anauré ana’ sappo sisenna riasengngé La Pancai/ To Pataka pattellarenna/ Lampé Pabbekkeng pappasawe’na/ Arung Kung akkarungenna/ ana’na Wé Tenri Parola nangurusié La Mallalengeng To Alaungeng Arung Sumali/ Najajiang ana’ dua orowané/ Iyana mattola ri Boné/ Séuwa riaseng La Maddaremmeng/ 13. La Maddaremmeng/ Mattola Arung ri Boné sélléi anauréna riasengngé La Tenripale’ To Akkeppéyang Matinroé riTallo/ Iyanaé mabbainé ri Wajo siala ana’na Arung Matowaé ri Wajo riasengngé Wé Hadija I Da Sélle’ pattellarenna/ Najajiang ana’ séuwa orowané riaseng La Pakokoé To Wangkoné pattellarenna Arung Timurung akkarungenna/ Macoméngngé Tadampalié pappasawe’na/ Iyanaé rilaling ri Karaéngngéri Gowa ri musu sellengngé/ Nari taro ri Sanrangeng/ Nabbainé Arung Timurung Tadampalié siala riasengngé Wé Tenriwale’ Mappolobombangngé Maddanreng Palakka/ Najajiang ana’ séuwa orowané riaseng La Patau Matanna Tikka Walinonoé To Tenribali Malaé Sanra/ Nalisu ri Boné na pawélai/ Nariaseng Matinroé riNagauleng/ Naiyasi sélléi makkarung ri Bone pada orowanéna riasengngé La Tenriaji/ 14. La Tenriaji/ To Senrima pettellarenna/ Iyanaé rilalissi parimeng ri Karaéngngé ri Gowa/ Nakua ri Siang ritaro/ Nakua narapi puppureng nariaseng Matinroé riSiang/ Naiya rilalinna ri Karaéng/ De’na Arung ri Boné/ Apa’ téyani to Boné makka Arung/ Engkasi Arung najello’ Karaéngngé riaseng Karaéng Sumanna nadé’ naullé mampiri to Boné/ Aga nasenna mani najello Karaéngngé ri Gowa Iyana ritu riasengngé/ To Bala/ Arung Tanété Riawa akkarungenna/ Mancaji Jennang ri Boné/ Ritella mutoi Petta Pakkanynyarangngé/ ana’na Ponggawa Dinrué ri Boné/ Iyanaé paésa’i parimeng to Boné/ Apa’ seppuloni pitu taunna ripowata Boné ri Gowa/ Nari posso’si To Bala ri mangkasaé/ Na ata puppuna Boné polé ri Gowa/ Naiyasi sélléi mancaji Jennang ri Gowa riasengngé La Sékati Arung Amali/ Masséllé Jennang ri Boné tolai To Bala/ Napedé’ marejjinna gau’na Mangkasaé ri to Boné/ [201] Apa’ engkani Arung Palakka To Unru lao mméwai siémpe’ Kompania Balanda/ Sirangenni Arung Palakka/ Apa’ maéloni Arung Palakka paleppe’i Boné polé angattangenna Karaéngngé ri Gowa/ Naiya engkannana Arung Palakka llisu ri Butung polé ri tana Jawa/ Ripalisuni parimeng lao ri Boné/ 15. La Maddaremmeng/ Arung Lili ri Boné/ Nengka toni Petta Malampé’é Gemme’na mappottanang silaong passiunona Kompani Balandaé/ Cappuni musuna Petta Malampé’é Gemme’na napattau tongenni paimeng Boné polé ri akkattangenna ri Gowa/ Naiya engkanna Arung Palakka siduppangi ri Boné/ Napoancuanni akkarungengngé ri Boné/ Iya kiya téyai Petta Malampé’é Gemme’na ttarimai/ Pawélai mani Arumponé nariasenna Matinroé ri Bukaka/ Nappani riséllé makkarung ri Boné ri Arung Palak ka riasengngé La Tenritatta/ 16. La Tenritatta/ To Unru pattellarenna/ Arung Palakka akkarungenna/ Petta Malampé’é Gemme’na pappasawe’na/ Petta To Risompaé pappattokkona/ Ana’na Wé Tenrisui Datu Marioriwawo nangurusié La Potobune’ Arung Tanatengnga ri Addatungngé ri Laumpulle’/ Naiya Petta To Risompaé dé’ ana’na/ Tomanangngi/ Ana’ darannami dua makkunrai tenréang wija/ Iyana ritu séuwa riaseng Wé Tenriabang Datu Mariorowawo/ Iyana polakkaiwi riasengngé La Sulo Daéng Matajang Karaéng Tanété/ Séuwa riaseng Wé Tenriwale’ Mappolobombang Maddanreng Palakka/ Iyana mallakkai ri Timurung siala riasengngé La Pakkokoé To Angkoné Arung Timurung Macoméngngé Tadampalié Ranreng Tuwa Wajo/ ana’na Arumponé La Maddaremmeng Matinroé riBukaka nangurusi Wé Hadija Dasale’Arung Mpugi/ Iyanaé Arung Palakka silaong Admiral Spelman narumpa’I Sombaopu napanganroi Karaéngngé ri Gowa/ Napattau tongengnni wanuwana napamaradékai tanaé ri Boné/ Napalisui parimeng mattau-tongeng/ Naiya pawélainnana Puwatta’ Petta Torisi\ompaé anaurénana ttolai makkarung ri Boné riasengngé La Patau’/ Riasenni Matinroé riBontoala [202] 17. La Patau/ Matanna Tikka Walinonoé La Tenribali malaé sanra/ Ranreng toi ri Tuwa Wajo/ Ana’na Wé Tenriwale Da Umpu Mappolobombang Maddanreng Palakka/ Matinroé riAja Aja Appasareng nagurusié riasengngé La Pakkokoé To Angkonéng Arung Timurung Macoméngngé Ranreng Tuwa Tadampalié/ Nabbainé La Patau ri Luwu siala ana’na Datué ri Luwu La Settiaraja Matinroé riTompo’tikka nangurusié Opu Daéng Massiseng Matinroé diTakalara/ Najajiang ana’ séuwa riaseng Wé Ummu Arung Larompong/ Séuwa riaseng Wé Patimanaware’ Arung Timurung/ Séuwa riaseng La Temmassonge’ Arung Baringeng/ Nalélé mabbainé Malaé Sanra ri Gowa napobainéi ana’na Karaéngngé ri Gowa riasengngé Wé Mappadulung Daéng Mattimung riasengngé Wé Mariyama Karaéng Patukangang/ Najajiang ana’/ Séuwa riaseng La Pareppai To Sappéwali/ Séuwa riaseng La Paddasajati To Appaware’/ Séuwa riaseng La Panaungi To Pawawoi/ Nariala Mangkau’ ri Boné ri taung 1698 M/ Napawélai nariaseng Matinroé riNagauleng/ Iyanaé La Patau Datu toi ri Soppéng/ Naiyasi sélléi makkarung ri Boné/ ana’na macowaé nangurusié Wé Ummu Arung Larompong/ Iyana ritu riasengngé Bataritoja/ 18. Bataritoja/ Daéng Talaga mattola ri Boné sélléi amanna/ Datu toi ri Soppéng/ Pajung toi ri Luwu/ Narilanti’ mancaji Mangkau’ Boné ri 19 September 1714 M/ Naripallakkai nasaba’ pasenna Petta Torisompaé nari pasiala Sultan Sumbawa riasengngé Mas Madina ri 17 Desember 1704 M/ Nassarang paimeng apa’ dé’ ana’ nauru ri 23 Mei 1708 M/ Tessiagato ittana mancaji Mangkau’ ri Boné/ Nawérénni ana’ borané séamanna akkarungengngé ri Boné riasengngé La Paddasajati/ 19. La Paddasajati/ To Appamolé pattellarenna mattola ri Boné sélléi ana’dara séamanna/ Nancaji Datu toi ri Soppéng/ Iyanaé ana’na Matinroé riNagauleng nangurusi I Mariyama Karaéng Pattukangang ana’na Karaéngngé ri Gowa/ Iyanaé To Appamolé Arung toi ri Palakka/ Nari paénré’ mancaji Arung ri Boné ri 14 Agustus 1715 M./ Nasaba’ pasalana gau’na ri Soppéng/ [203] Iyanaé pasala ri Tellumpoccoé mukka naekké’na Arung Ujumpulu Datu Lamuru riasengngé La Cella’/ Napura engka surona Arung Matowaé ri Wajo La Saléwangeng To Tenriruwa mappangaja rilaleng assiturusenna Tellumpoccoé/ Nalabe’ lisu surona Arung Matowaé naunoi séajinna dua marana’ na dé’ appasalanna/ Nasituruna Tellumpoccoé natikkengngi Arumponé Datué ri Soppéng/ Narisuro Cambang Laikang tiwi’i ri Béula masala/ Na kotona narapi puppureng sunge’/ Nariasenna Matinroé riBéula/ Naiyasi sélléi makkarung ri Boné pada borané séinang séamanna riasengngé La Pareppai/ 20. La Pareppai To Sappéwali pattellarenna mattola Mangkau’ ri Boné sélléi pada orowanéna/ Datui ri Soppéng/ Karaéng toi ri Gowa/ Iyana ppobainéi Arung Tajong/ Najajianni riasengngé La Masellomo Ponggawa Boné laoé ri Luwu/ La Masellomona lao ppobainéi Arung Tajong/ Ncajiang ana’ orowané riaseng La Mappapenning To Appawéwe’ Daéng Makkuling Ponggawa Boné/ Naiya makkunraié riaseng Wé Denradatu Arung Palakka Matinroé riLana/ Nallakkai bunge’ Wé Denradatu siala Karaéng Tallo/ Najajiangngi riasengngé Wé Sugiratu/ Nallakkai Wé Sugiratu siala Arung Ujung/ Najajiangngi La Umpu Arung Téko/ Nalélé mallakkai Wé Denradatu/ Najajiang ana’ riaseng Wé Bessé Karaéng Léppangeng/ Nallakkai Wé Bessé Karaéng Léppangeng siala riasengngé La Masompo Arung Sumali/ Najajiangngi riasengnge Wé Rukiya/ Nallakkai Wé Rukuya siala massappo wékka dua riasengngé La Umpu Arung Téko/ Najaji riasengngé Wé Bau Arung Kaju/ Nalélé mallakkai Wé Bessé siala Arung Berru Addatuang Sidénréng riasengngé To Appo/ Najajiang ana’ orowané riaseng To Appasawe’/ Nabbainé To Appasawe’ siala Arung Paopao/ Najajiang ana’ séuwa orowané riaseng Sumange’rukka To Patarai Arung Berru/ napawélai nariaseng Matinroé riSombaopu/ Naiyasi ttolai makkarung ri Boné/ pada borané séinang séamanna riasengngé La Panaungi/ [204] 21. La Panaungi/ To Pawawoi/ Mattola Mangkau’ ri Boné sélléi pada orowanéna/ Iyana pobainéi riasengngé Wé Sitti Hawa Daéng Manessa/ ana’na To Ujuma/ Najajiangngi riasengngé La Page’Arung Mampu Arung Sijelling/ Arung Lolo toi ri Sidénréng/ Arung toi ri Amali/ Datu toi ri Soppéng/ Pawélai mani nariaseng Matinroé riBiséi/ Naiyasi sélléi makkarung ri Boné rialai paimeng ana’daranna macowaé naéwaé manguru amang riasengngé Wé Bataritoja/ 22. Wé Bataritoja Daéng Talaga/ Masséllé Arung ri Boné/ Na genne’na wékka duwa mattola mangkau’ ri Boné ri taung 1724 M/ Iyanaé wettu namaéga sukkara’ tujui Boné/ Situppu ati musu sibawa riasengngé Arung Péneki/ Nari sittai akkarungenna/ risuro topi palisui sebbukatinna to Wajoé/ puraé nala Petta Torisompaé Rumpa’na Tosora/ Nari pattettong Arung ri Boné ri La Maddukkelleng riasengngé Sitti Napisa Karaéng Langélo ana’na Karaéngngé ri Gowa I Mallawagau/ Wijanna muto Matinroé riSombaopu/ Iya kiya ribaliccuwarengngi ri to Boné/ Naénré’na Arumponé maddakka ri Kompania Balanda ri Ujuppandang/ Engka toni La Tenrioddang Karaéng Tanété makkai aléna mancaji Arumponé/ Iya kiya dé’ riturui ri Kompania/ Dé’to naritarima ri Arung Pitué silaong Ade’é ri Boné/ Manippe’ mani uragana to maéloé palésso Arumponé inappani ripalisu parimeng Bataritoja Daéng Talaga tama ri Boné/ Napawélai ri lalenna taung 1749 M nariasenna Matinroé riTippulunna aseng maténa/ Naiyasi ttolai makkarung ri Boné Iyana ritu ana’ boranéna riasengngé La Temmassonge’/ 23. La Temmassonge’/ iya muto riaseng La Mappasossong To Appaséleng Arung Baringeng/ Ponggawa toi ri Boné/ Iyanaé mattola Arung ri Boné sélléi ana’daranna ritu Matinroé riTippulunna/ Na iyanaé bunge’ rijello’na ri ana’daranna mattola Arung ri Boné/ Nakkeda Arung Kaju/ “masse’i tanaé ri Boné tennakkarungi rajéng teppopuangngé céra’/ Namasirina La Temmassonge’ nano’ tajengngi Arung Kaju ri no’na sapanaé nagajangngi namaté Arung Kaju/ Na té’na taué [205] ri salassaé poada-adai ri Arumponé/ Naiya napoada Arumponé makkedaé/ “timunna Arung Kaju mappaunoangngi”/ apa’ napoada mémeng La Temmassonge’ ri wettu maélona nagajang Arung Kaju makkedaé muasengnga’ palé’ céra’/ muaseng mémeggi pale manyameng nyawaku’ riko purana muuno padaorowanéku’/ Nasaba’ iyaro La Temmassonge’ marissengengngé ana’ céra’ mémemmi ambo’na iyanaritu Matinroé riNagauleng/ sibawa ana’daranna Matinroé riTippulunna missengngi asengngengenna/ Rilainnaé ritu dé’gaga missengngi/ Jaji La Temmassonge’ céra’i rimanessaé sengngengngi ri mallinrungngé/ Rimakkuwanna naro namaéga ana’karung to Boné teppasitinajai makkarung ri Boné/ Mula-mulanna marissengeng ana’ céra’mi/ na tempeddingngi tanaé ri Boné nakkarungi céra’/ Tessitinaja toi pogau’ rajéng/ Aga na Kompania Balanda mani maggettengengi silaong To Appo Addatuang Sidénréng natteru mancaji Arung ri Boné/ Apa’ iya bunge’ mancaji arunna ri Boné koi ri Kompania Balanda maddakka/ Dé’pa namaélo to Boné ttarimai/ Komani ri taung 1752 M inappa ttama’ ri Boné rilanti’ mancaji Arumponé/ Nasaba’ maégana bainéna lebbi 80 ana’na/ Naiya mani bainé najello’ mancaji awiseng Arung Makkunrai riasengngé Wé Mommo Sitti Aisa/ Aga pawélai Wé Mommo lélési mabbainé siala pada makkunrainna Sitti Aisa riasengngé Sitti Habiba eppona Tuwanta Salama’é ri Gowa/ Naiya wijanna makké turungengngé ana’ mattola ri Boné iya polé ri awiseng arung makkunrai riasengngé Wé Mommo Sitti Aisa/ Iyana ritu ana’na riasengnge La Baloso/ Iyana siala massappo siseng riasengngé Wé Tenriawaru Arung Lémpa[ng]/ ana’na Wé Benni Daéng Mabette’ nangurusié Mattugengkeng Daéng Mamaro/ Najajiang ana’ riaseng Wé Padauleng/ Wé Tenripada/ Naiya ana’daranna La Basoso riasengngé Wé Hamida Arung Takalara Petta Matosaé/ Iyana polakkaiwi anauré ana’ sappo sisenna riasengngé La Mappapenning To Apparéwe’ Daéng Makkoling/ Najajiangngi riasengngé La Tenritappu/ Naiya narapinana taung 1775 M napawélai/ Nariasenna Matinroé [206] riMallimongeng/ Naiyasi sélléi makkarung ri Boné Iyana ritu eppona riasengngé La Tenritappu/ 24. La Tenritappu To Appaliweng Daéng Palolo/ Mattola Mangkau’ ri Boné ri 4-6-1775 M/ Narilanti’ mancaji Arung ri Boné/ Iyana pobainéi sappo sisenna riasengngé Wé Padauleng/ Najajiang ana’ lebbi lima/ Séuwa riaseng La Mappasessu’ To Appatunru’/ Séuwa riaseng Wé Mané/ Séuwa riaseng La Mappasiling/ Séuwa riaseng La Mappawéwang/ Séuwa riaseng La Tenrisukki’/ Napawélai taung 1812 M/ Naiyasi sélléi makkarung ri Boné ana’na riasengngé La Mappasessu’ To Appatunru’/ 25. La Mappasessu’ To Appatunru’/ mattola Mangkau’ ri Boné sélléi amanna Matinroé riRompégading ri taung 1812 M/ Iyana pobainéi sappo wékka tellunna riasengngé Wé Bau Arung Kaju/ Najajiangngi Wé Baégo Arung Macégé/ Iyana polakkaiwi Sumange’ Rukka To Patarai Arung Berru/ Najajiangngi Singkeru’ Rukka Arung Palakka/ Wé Pada Arung Berru/ Napawélai ri taung 1823 M./ Nariaseng Matinroé riLalebbata/ Naiyasi sélléi makkarung ri Boné ana’daranna riasengngé Wé Mané Arung Data/ 26. Wé Mané Arung Data/ mattola Mangkau’ ri Boné/ sélléi ana’boranéna Matinroé riLalebbata ri taung 1823 M/ Napawélai ritaung 1835 M nariaseng Matinroé riKessi’/ Naiyasi sélléi makkarung ri Boné ana’boranéna riasengngé La Mappasiling Arung Panynyili’/ 27. La Mappasiling Arung Panynyili mattola Mangkau’ sélléi ana’daranna marana’ Matinroé riKessi ri taung 1835 M/ Napawélai ri taung 1845 M./ Nariaseng Matinroé riSalassana/ Naiyasi sélléi makkarung ri Boné anauréna riasengngé La Parénréngi Arumpugi/ 28. La Parénréngi Arumpugi/ sélléi mangkau’ pada boranéna amanna/ Iyanaé ana’na La Mappawéwang Arung Lompu nangurusié Bau Cina ana’na La Pasanrangi nangurusi Wé Mundariya/ Nasiala massappo siseng riasengngé Pancaitana Bessé’ Kajuwara ana’na La Tenrisukki’ nangurusi Wé Madika Daéng Matana Arung Kaju/ Napawélai ri taung 16-2-1857 M nariaseng Matinroé riAjabbénténg/ Naiyasi sélléi makkarung ri Boné walu’na riasengngé Wé Pancaitana Wé Tenriawaru Bessé’ Kajuwara/ 29. Wé Pancaitana Wé Tenriawaru Bessé’ Kajuwara (XXVIII)/ Mattola mangkau’ ri Boné sélléi lakkainna/ Najajiang ana’ riaseng Wé Pellang Arung Alitta/ [207] Napawélai si Suppa’ nariaseng Matinroé riMajennang/ Naiyasi sélléi makkarung ri Boné riasengngé Singkeru’ Rukka Arung Palakka/ 30. Singkeru’ Rukka Arung Palakka (XXIX) masséllé Arung ri Boné. Apa’ ripainrengimi akkarungengngé ri Boné ri Kompania ri 132- 1860 M./ Napawélai ri taung 1871 M./ Napawélai nariaseng Matinroé riPaccing/ Naiyasi sélléi makkarung ri Boné ana’ makkunrainna nagurusié Sitti Saira Arung Lompu riasengngé Wé Patibanri Wé Banrigau’Arung Timurung/ 31. Wé Patibanri Wé Banrigau Arung Timurung mattola Mangkau’ sélléi amanna/ Napawélai ri taung 1896 M/ Naiyasi sélléi makkarung ri Boné ana’boranéna séamanna ritu riasengngé La Pawawoi/ Nariaseng Matinroé riBolampare’na/ Nainappa sélléi riaseng La Pawawoi Karaéng Ségéri/ 32. La Pawawoi Karaéng Ségéri (XXXI)/ Masséllé arung ri Boné ttolai ana’daranna Matinroé riBolampare’na/ Iyanaé La Pawawoi ana’na Matinroé riPaccing nangurusié I Kaloso Karaéng Langélo/ Iyanaé Karaéng Ségéri pobainéi ana’na Arung Mangémpang ri Bérru/ Najajiang La Patiriwiri Baso’ Abdul Hamid Ponggawa Boné/ Napobainéi Wé Cenra Arung Cinnong/ Najaji La Pabbénténg Daéng Palawa Arung Macégé/ Nariakka mancaji arung ri Boné ri taung 1896 M/ Narilaling ri Balandaé taung 1905 M naritiwi ri Bandong/ Nakuwa ri Bettawé pawélai ri taung 1911 M/ Nariaseng Matinroé riJakaretta/ Nainappasi mattola Mangkau’ riasengngé La Mappanyukki/ 33. La Mappanyukki (XXXII) mattola mangkau’ ri Boné ri taung 2 April 1931 M/ Narapini wettu amaradékang/ Napawélai ri taung 18-4-1967 M/ Nariaseng Matinroé riAmaradékangenna/ Naiyasi sélléi riasengngé La Pabbénténg Daéng Palawa/ 34. La Pabbénténg Daéng Palawa Arung Macégé ripaénré mancaji arung ri Goboronamé Balanda NICA ri taung 1947 M/ gangka masse’nana amaradékangenna Indonesia 27-12-1949 M/ WANUA PASSÉAJINGENG TANAÉ RI BONÉ MAMPU (mPu) [1] Naripammulasi rampé-rampé Attoriolongngé ri Mampu/ Aja’ kumabusung/ aja’ kumawedda-wedda/ rampé-rampé aseng to lébba/ bilampilang wija to lebbi/ Apa’ gisa paénré’i ri unga timu puwang ri olota’ ri Mampu/ masenné’ lila/ mawampang sumpang/ teppu-teppu wija to Mangkau’/ Taniya upomabusung appautta’ ri aju sengkona siasennaé/ Naiya ammulanna Manurungngé ri Mampu koi ri cappa’na bulué riasengngé Lapakkanréawang/ guttui/ billa’i/ mpéwang tanaé/ Pitu ngessoi kua pettakkape’/ Takko’ engka rita tau ttudang duwa/ Séuwa orowané séuwa makkunrai/ orowané riaseng Guttu Tellemma/ Makkunraié riaseng Wé Sinrang Langi/ Sipoana’dara mui riaseng/ Pitu mpenni mua purana makkuwa/ makkolissi parimeng/ Polési letté/ billa’é/ riwué/ wéwang tanaé/ Takkau’ engkasi tau rita ttudang duwa/ Nakuasi rita ri cappa’na bulué/ séuwa to makkunrai/ séuwa to orowané/ Sipoana’ borané mutoi garé’ riaseng/ Makkunraié riaseng Wé Sengngeng Talaga/ orowané riaseng La Paturungi/ Naiya ritanana ri to Mampué/ iyana napogau’ tassianang-tassianang pada llaoé sitangngi/ Napoadangngi makkedaé/ “Maéloko riala arung”/ Natéya situru ada to Mampué/ Engka maélo malai arung ri Ajaé/ Engka maélo malai arung ri Laué/ Napada patettongi bola/ Natéyammeng siduppa akkuluadangenna/ Naiya nassituruki to Mampué pasialai asenna ri Laué ri Ajaé/ Nalaona pada napoadangngi makkedaé “Madécékko pada siallaibinéngeng ri Laué ri Ajaé/ Padammengngi pada maupe’ mupada jajiassi ana’ naripasialasi”/ Aga napada tiwina pappualé ota/ Naiyana Puwatta’ Guttu Tellemma pobainéi Puwatta’ Sengngeng Talaga ana’daranna ri Laué/ Najajianna séuwa ana’ orowané riaseng Oddampéro/ Iyana riala arung ri to Mampué/ Inappani makkuluada to Mampué Puwatta’ Manurungngé/ Makkedai to Mampué/ “Ana’ muna Puwang kiala Arung/ Kilaowangngi nruma sigalung kiabbolangi silellang/ Napaddaung tompi ki accinongiwi/ Namaté to Mampué natiwi’i lumuna/ Napada tédong, nassukang ti’é kiduwaiwito/ muttama kiduwai toi”/ Makkedani Puwatta’ Manurungngé/ “Engkai muala arung anakku’ to Mampu/ Temmupérodong-nrodong tennalokka peroroki tokko [2] sia/ Mattappa uleng macora kéteng millo’ wéttoing/ Marebba sipatokkokko/ Teng mucading arajangngé”/ Metté’ toni to Mampué makkeda/ “Tennacinnai céddé’meng”/ Makkedasi Puwatta’Manurungngé/ “Puwang malilu ripakainge’i”/ Metté’si to Mampué makkeda/ “Ata pasala riaddampengengngi”/ Makkedasi Puwatta’ Manurungngé/ “Temmuita sulowa’/ pettu parajo/ polo sanila/ Tessianawa-nawa laingngéngngi’ ”/ Metté’si to Mampué makkeda/ “Tellu mua amatémmeng” tau décéngngé ri Mampu/ Séuwani léjja’gi jajareng/ Maduwana Mpunogi pada-padanna/ Matellunna natingaragi tanana/ Telluto nariala elli tigero’na/ Séuwani lékko tedduggi tana/ Maduwana popogi gamaru/ Matellunna makkaé ri saliweggi/ Telluto sapa’na Puwammeng/ Séuwani nawélaiwi bolana/ Maduwana nalariangngi tanana/ Matellunna ripakainge’gi natéya, [parésola] tuttuggi”/ Sikonié akkulu adangenna Puwangngé na tanaé ri Mampu/ Iyapa namarussa’ akkulu adangenna Puwangngé na ataé ri Mampu ri to Mampué maruttuppi bitaraé maoto’pi pérétiwié/ Nigi-nigi mpélai janci iyana temmalampé décénna lolangi tanana tudangié lattu’ ri to rimunrinna/ Nasi kadoanna jancié sitarimang ulu adaé/ Naritiwina Puwatta’ Oddang Patara/ Iyana tippangngi Tanriwara/ Céppaga/ Ilapanyula’ séllimpo/ Naiya anaddaranna Puwatta riasengngé Guttu Tellemma iyana ritu Wé Sinrang Langi siala tonisa Puwatta’ ri Laué riasengngé La Paturungi/ Najajianna ana’ makkunrai riaseng Wé Lélé Ellung/ Aga nalaona Puwatta’ Oddampatara pobainéi sapposisenna riasengngé Wé Lélé Ellung/ Namasse’na tudanna Puwatta’ Oddampatara ri akkarungengngé ri Mampu/ Nasibaisengenna marana’dara marana’ borané Puwatta’ Manurungngé wali-wali ri Ajaé ri Laué/ Sibaisengenni marana’ dara Puwatta’ ri Ajaé/ Iyana ritu riasengngé Guttu Tellemma sibawa Wé Sinrang Langi/ Sibaisengeng toni marana borané Puwatta’ ri Laué Iyana ritu Sengngeng Talaga sibawa La Paturungi/ Napada maupe’na to sialaé massappo siseng/ Najajiang ana’ eppa/ Ulu ana’na riaseng La Urenriwu/ Dappi macowaé riaseng La Uluwongeng/ Dappi maloloé riaseng Wé Lettépapi/ panyumpare’ capudiménna riaseng Apung Mangénré’/ [3] Iyanaé mpekke’ Puwatta’ La Urenriwu mappada orowané riasengngé La Uluwongeng/ Na Wémpaga tosisa La Tappareng nasilaonna silompo’/ Na duappulo asera taunna Puwatta’ Oddampatara pémpagai éngngi ri Awampulu/ Namarajana asé ri Lapanyula’ sélompo’/ Nassunasa mapparéngngala Puwatta’ La Ulenriwu/ La Uluwongeng/ Wé Lettépapi/ Namalebbona ri munri Puwatta’ lao ri Oddang Patara mallaibiné/ sialebboreng ana’ paccucuanna riasengngé Apung Mangénré’/ Apa’ iya garé’ ri olo rékkuwa risisiangngi biné Lapanyula’/ Koi manai’ ri Tanriwara sipaoncung lima/ Kuwa toi lattu’ mano’ ri Lapanyula’/ Makko mutoi rékkuwa ripaddibolai lise’na/ Naiya Puwatta’ tellué nasésaé lebbo/ turung alaui timpangi Tellangngé ri Lompo’/ Iyanaritu Puwatta’ La Urenriwu/ La Turumpongeng sibawa Wé Lettépapi/ Iyatona pémpagai Laséro’/ Iya tona pémpagai ri Lau Lompo’/ Iya tona pémpagai Lalleppang/ Naiya Puwatta’ Wé Lettépapi/ turung maniang timpangi ri Sijelling/ na puwatta’na La Turumpongeng timpangi ri Kalowaja/ Nari paulissi pauwé ri Puwatta’ La Urenriwu timpangéngngi ri Tellangngé/ Iyana Arung Mampu/ Nabbainé ri Awamponé siala ana’daranna La Rajalangi riasengngé Wé Samakella/ anan’na Manurungngé ri-Baba Uwwaé/ Najajiang ana’ eppa/ Ulu ana’na riaseng La Pariwusi/ Dappi macowaé riaseng Wé Sengngempulu/ Dappi maloloé riaseng Wé Samaulu/ Panyumpare’ capudiménna riaseng Wé Temmarowé/ Naiya Puwatta’ La Pariwusi ulu ana’na Puwatta’ La Urenriwu/ Iyana napakkarung ri Sijelling/ Iyana namanareng Abbilabilang/ naposumpalai pasaé/ tennalawa accowang arajang rigau’na/ Naiya Puwatta’ Wé Sengngempulu iyana makkarung ri Mampu Riaja/ Iyana rimanareng macowaé ri tudangngé/ naposumpalai bulué/ tennalawa Acowang/ Tennalawa arajang ri gau’na/ Naiya Puwatta’ Wé Samaulu/ iyana makkarung ri Mampu Riawa/ Iyana rimanareng tongeng élo ri bicaraé/ Naposumpalai attapparengengngé/ tennalawa accowang/ tennalawa arajang ripuina/ Naiya Puwatta’ Wé Temmarowé iyana makkarung ri Kung/ Iyana mallakkai siala Arung Otting ritellaé Loppokallonna Passikki/ Iyana rimanareng [haplografi] makko adanna ri tengnga padang/ Naposumpalai aju panakié/ tennalawa accowang/ tennalawa arajang ri puina/ Iyanaro naritiwina Waji lao ri Kung tonra wanuwa dé’ siaccowang iya eppa’ tessibaiccukeng/ [4] Nasenni cappu ana’ aléna Puwatta’ La Urenriwu/ Na takko’ engka mupa ritu jaji ana’na séuwa orowané riaseng La Manussa/ Makkedani Puwatta’/ “dé’ akkarungeng umanariakko kamo” iya mani umanariakko no’é Massaolampé/ muranréngi kakamu/ mupoasengngi Tau Tongeng Karajaé ri Mampu/ Iyatonaro massao dua latte’/ Naiyapa nanré kakamu ikopa ceppaiwi/ Iyanaro powijai poasengngé Tau Tongeng Karaja ri Mampu/ Namanarianni wijanna massao duallatte’é/ Aga naeppa’na salassa ri Mampu/ tasséuwana ri Kung/ ri Mampu Riawa/ Riaja / ri Sijelling/ Napalélési pauwé ri Puwatta’ riasengngé Wé Sengngempulu/ Iyana makkarungngé ri Mampu Riaja/ Mallakkaini sia ri Cinnotabi siala riasengngé La Patiroi/ Najajiang ana’ duwa orowané/ Ulu ana’na riaseng La Tenribaba/ Iyamuto riaseng La Tenribali/ panyumpare’ capudiména riaseng La Tenritippe’/ La Tenritippe’-na mula mpukke’i Pénrang/ Nabbawiné ri Lagosi siala massappo siseng riasengngé Wé Tenrigau’ Maddanrengngé ri Mampu Riaja/ Najajiang ana’ séuwa orowané riaseng La Potto To Sawédi pattellarenna/ Iyana makkarung ri Mampu Riaja/ Iyatonaro Puwatta’ Wé Sengngempulu makkarungngé ri Mampu Riaja ripattettongeng salassa ri Mampu ri Lompo’/ Naiya ulu ana’na Puwatta’ Wé Sengngempulu riasengngé La Tenribabba/ Iyana mula riala Arung ri Wajo riaseng Batara Wajo/ Napinra toni asenna ri Wajo riasenni La Tenribali/ Ana’ orowanénana Wé Samakella riasengngé La Rajalangi Datu Babauwaé/ Koani sia mabbainé ri Cinnotabi siala riasengngé Wé Tenrisui/ Najajianna ana’ tellu/ Ulu ana’na riaseng La Patiroi To Bonga pattellarenna/ Iyana Arung Connotabi/ Ana’ tengngana riaseng La Pawawoi To Pasampoi pattellarenna/ Panyumpareng cappu’ diménna riaseng nritu La Patongai/ Aga nasiala massappo sisenna Puwatta’ La Patiroi na Puwatta’ Wé Sengngempulu ri Mampu Riaja/ Wé Tenriwawo pattellarenna/ Najajianni Puwatta’ La Tenribabba sibawa Puwatta’ La Tenritippe’/ Naiya Puwatta’ To Pasampoi koi mabbainé ri Lagosi siala Wé Teppéréna/ Najajianni Puwatta’Wé Tenrigau’/ Nasiala massappo sisenna Puwatta’Wé Tenrigau’ na Puwatta’ La Tenritippe’/ Najajianni Puwatta’ La Potto To Sawédi/ Iyana Arung Mampu Riaja/ Aga naiyana pattonra wéungengngi Mampu/ Lagosi/ Aga nasiwalu’ sipammulang Lagosi Mampu Riaja/ [5] Nalélési mabbainé Puwatta’ La Tenritippe’ kuwa ri Bola siala riasengngé Wé Tenrirawé/ Najajiang ana’ tellu/ Napuatta’na La Potto masséajing passéajingngi Mampu/ Bola/ Tau polé ri Bola nai to polé ri Wakké nai waramparang polé ri bakunai/ tekkurang/ tekkonynyo/ Iya muwa rijai’ masapé’é/ ritéppang massebbo’é/ rilape’ maggarowangngé/ Séuwa muwa ripowada naengka duana/ Naiya asséajingenna Mampu Cinnotabi/ narékko peddéi apié puppu pammolangngé ri Mampu Riaja laowi mala api ri Cinnotabi/ Cinnotabi tépo’ allirinna laowi mala aju ri Mampu Riaja/ Narékko garé’ naseng to rioloé marajai rumpu apié ri Mampu nassailé alau to Cinnotabié/ naitai toi mabbalu-walu ri Solo’/ Narékko to Mampué massailé orai’ namaraja rumpu apié naita ri Cinnotabi/ no’ toi to Mampué mabbalu-walu ri Unynyi/ Puwatta’na La Potto To Sawédi Arung Mampu Riaja nabbainé ri Bunné siala Datué ri Bunné riasengngé Wé Cingkodo ana’na La Tenribabbareng nangurusié eppona Tompoé ri Baringeng/ Najajiang ana’ tellu/ Ulu ana’na riaseng Wé Tenrisumpala/ Iyana nammanarang addanrengeng ri Sijelling/ Ana’ tengngana riaseng La Tenriwésa/ Iyana napakkarung ri Mampu Riaja/ Panyumpare’ capudiménna riaseng La Tenriumpu/ Iyana Datu ri Bunné/ Naiya Puwatta’ La Tenriwésa kuwani mabbainé ri Patila siala riasengngé Wé Mange’ I Da Teppura pattellarenna/ ana’na Datu Patila/ Najajiang ana’ séuwa orowané riaseng To Sengngeng/ Iyana Arung ri Mampu Riaja/ Nabbainé ri Sijelling siala riasengngé Wé Tenrilallo I Da Tenriwali pattellarenna/ Massalassa toi ri Mampu Riawa/ Najajiang ana’ eppa/ Ulu ana’na riaseng La Tenriliyo To Riléwoé pattellarenna/ Iyana Arung ri Sijelling Matinroé riAlepperenna aseng maténa/ Dappi macowaé riaseng Wé Tenripada I Da Lingkau pattellarenna/ Iyana makkarung ri Mampu Riaja/ Dappi maloloé riaseng Wé Tenricalla/ Iyana Arung ri Mario/ panyompare’ capudiména riaseng Wé Tenrilélé/ Iyana Arung ri Panning/ naé’ puttai/ Aga nasséddina Séjelling/ Panning/ Naiya Puwatta’ La Tenriliyo To Riléwoé/ Kuwani sia ri Boné ttama mabbainé siala riasengngé Wé Tenripatuppu Arumponé/ [6] Matinroé riSidénréng aseng maténa/ Najajiang ana’ eppa/ Ulu ana’na ritu riaseng La Maddussila/ Iyana Arung ri Sijelling/ Mammésampatué aseng maténa/ Dappi macowaé riaseng Wé Tenritana iyana Massao lebba’/ Dappi paccucungngé riaseng Wé Palettéi iyana massao bessi/ Paccucungngé baiccu’ mupi namapedda/ Naiya Puwatta’ La Maddussila Arung Mampu/ Sijelling/ Mammésampatué kui nisa ri Soppéng teppa mabbainé siala riasengngé Wé Tenrigella/ ana’daranna Datué ri Soppéng Béowé/ Najajiang ana’ séuwa riaseng La Tenribali/ Iyana riaseng Datu Soppéng Matinroé riDatunna/ Séuwa riaseng La Mappolédatu ri Jeppe’/ Naiya Puwatta’ La Tenribali iyana Arung Sijelling/ Nabbainési ri Soppéng siala massaposiseng riasengngé Wé Bubungeng I Da Sajo pattellarenna/ ana’na pada boranéna Datué ri Soppéng Béowé riasengngé To Lémpe’ nangurusié Wé Baji Lébaé Datué ri Marioriwawo/ Najajianni Petta Matinroé riMadello/ Iyasi Arung ri Sijelling/ Nainappana Matinroé riMadello mapponcuwangi ritu Sijelling ri aléna Matinroé ri Nagauleng/ Naiya sia Puwatta’ Wé Tenritana Massaolebba’é ri attangngé kuani sia mallakkai ri Kaju siala riasengngé La Tenripeppang Lebbi Walié ri Kaju/ ana’na riasengngé Wé Tenrisengngeng Matinroé riSanrangeng aseng maténa/ Iyanaé Wé Tenrisengngeng mallakkai ri Jeppe’ siala massapposiseng riasengngé La Mappolédatu ana’na Puwatta’ Mammésampatué nangurusié Wé Tenrigella/ Najajiang ana’ séuwa riaseng La Pariusi Daéng Manyampa Arung Mampu/ Arung Matowa toi ri Wajo/ Iyana mula nauniyang genrang tellu ri Wajo/ Séuwa riaseng Passaléppangngé/ Séuwa riaseng Pattottongngé/ Séuwa riaseng Pallémpa’é/ Séuwa riaseng Mappaloé/ Séuwa riaseng La Pasompereng/ Iyana Arung ri Téko/ Nabbainé La Pasompereng ri Mangkasa siala anauréna Karaéngngé ri Gowa riasengngé Karaéngngé Ballakaérié/ Najajiang ana’ séuwa riaseng Wé Yama/ Séuwa riaseng Wé Yalima/ Iyana ripobainé ri Karaéngngé ri Gowa/ Karaéng toi ri Tallo’/ Toménanga riPasi/ Ana’ni riasengngé I Baba Karaéngngé ri Tallo’ massompullolo/ Naiya ana’daranna Puwatta’ Toriléwoé riasengngé Wé Tenripada/ Kuani sia mallakkai ri Amali siala Arung Amali riasengngé Daéng Tallé/ Najajiang ana’ séuwa riaseng La Tenriléwo/ [7] Iyana Arung ri Amali ri Mampu Riaja/ Nabbainé ri Otting siala riasengngé Wé Bulutana/ arungngé ri Otting/ na arutto ri Palongki/ Najajianna Petta Wé Tenro Matinroé riSung Saona aseng maténa/ Aga napasséuwwani akkarungenna amanna inanna ri Otting ri Palongki ri Mampu Riaja/ Naddanretto ri Kung/ Mallakkai mui tekkéana’/ Aga napuppu Puwatta’ Wé Tenro/ Puwatta’ tona La Tanerilewo poana’i Puwatta’To Ati Matinroé riKaluppang aseng maténa/ Naé’ to décéng muwa napoinang/ Iyana powijai Puwatta’ La Tujuwongeng/ Puwatta’na Wé Tenro tamangngi sahada’ to Mampu Riaja/ Nacculé watang tona riasengngé To Wattongeng/ Na To Watengngenna mpukke’i riasengngé Cangéngngé ri asellengengngé/ Aga namaséini Puwatta Wé Tenro ana’ boranéna tesséinanna riasengngé To Ati sulléi ri Mampu Riaja/ Aga na malluru mesi maélo’ malai arung/ téyai Petta To Ati/ Iya napoada To Ati makkedaé/ “Mau ri Mampu Riaja urekkemmu metto/ matane’to uwawa”/ Makkoli-kkoling to Amalié maélo malai arung Petta To Ati/ Apa’ passikki’ garé’/ téya mui/ Naiyamana najaji makkeda mani Suléwatangngé Mampu Riaja/ “To Wattongeng kadoko narékko maélo’ mui to Amalié [mattajeng]/ Sibawa iyya’pa nala puwang/ Pa’ é wennié napopuwangngé to Mampu Riaja/ Nakadona to Amalié/ Sappo wékka duwa mui Matinroé riKalumpang Suléwatangngé To Wattongeng/ Makkoniro na ri Amali Puwatta’ To Ati napasau’ mennang Mangkasaé/ Nalupperi mata bessinna I La Sekati/ Nalani Amali/ Tokkong meni passoronna Boné ri Petta Malampé’é Gemme’na polé tommani ri Jakettara Petta Matinroé riBuluna nawarekkengngi paimeng Amali silaong Mampu Riaja/ Aga napatokkonni akkuluadangenna to Mampu Riaja to Amalié/ Napawélai mennang Petta To Ati nariaseng Matinroé riKaluppang/ Aga na Pettana Matinroé riBuluna riasengngé La Pariusi Daéng Manyampa makkarung ri Mampu Riaja ri Amali/ Naduppai sappo wékka duanna/ Apa’ sappo wékka dua mui Petta Matinroé riSanrangeng iyana ritu Petta Wé Tenro/ Naripaddari pauwé/ Puwatta’na To Sengngeng na to Patilaé napoindo’/ Iyana mpawai ana’ tau décéng to Mampu Riajaé riasengngé Wé Mallarangeng/ Ana’na Wé Katutu/ Nallakkai Wé Katutu ri Laumpulle’ [8] siala riasengngé To Lébaé pattellarenna ana’na Datué ri Lompulle’/ Najajianni To Paséllé/ To Pasélléna mabbainé ri Palongki siala riasengngé Wé Temmaokka ana’na arungngé ri Palongki/ Ana’ni To Attong massompullolo/ To Attong-na Suléwatang ri Mampu Riaja/ Napoana’ni I La Patéppa/ Iya tona Suléwatang narirumpa’ Mampu Riaja/ Petta Wé Tenrona tamangngi sahada’ to Mampu Riaja/ To Attongeng toni powijai Suléwatangngé riasengngé Puwanna La Ompé ri Mampu Riaja/ Iyatonaro To Atongeng mpukke’i Cangengngé ri wettunna asellengengngé/ Nariwawa ri Boné/ Pitung ttaungngi mabbicara naréwe’ polé ri Boné lisu mmonro ri Mampu/ Nateppani doko/ Iya mémeng mutona nawawa/ Apa’ [ritageng] murangingeng; garé’ riasengngngi macca riaseng to mapanré/ Ripau saisa arajangngé ri Mampu/ Na koi attoriolongngé ripau allampérenna/ Wékka duwai temmuni genrangngé ri Mampu/ Sisengngi ripalina pada makkunrainna inanna Puwatta’ La Potto riasengngé Wé Tenriwéwang/ Apa’ riélori ri ana’boranéna riasengngé La Matareng/ Nassituruna to Wajoé to Mampué Puwatta’e makkunraié ripali/ Nariséséanna manarang nariasengéng muwa manré-anré/ Na ri babana Cénrana manré saésa’/ Nakkonaro risorongeng lopinna/ Na kuwa teppa alau ri Mataanging/ Nakkona ro ri wanuwa tappalirenna mallakkai/ Ririppeki sani riolo pauwé/ Najajianna ana’/ Naiya mawekke’na ana’na/ Nano’na ri tanaé maccéulé/ Nangka gana massappo siseng/ Nari tutuna ri sappo sisenna riaseng Bajo inanna/ tau tenrisseng rumpu apinna/ Naénré’na makkutana ri inanna makkeda/ “To ago Puwang/ Mette’ni Petta makkunraiyé makkeda “To Mampua’ ri Pénrang addeppakekku’”/ Mappanguju muni nasompé’ lao ri Ajattasi’/ Lao orai’ mairo ri Ajattasi’/ Nasiaré’ ittana sompe’ na Bulobulo natuju/ Sompe’si lao mano’ ri Akkoténgeng si natuju/ Nasompe’si lao manai’/ Narapini Ujungngé ri attanna Pénéki/ Koni napasoré lopinna nalanggai/ Naiya lurenna lopinna kotoni nataro/ Aga maittai buru’ni lopinna tasséya-séya/ riasenniro onrongngé Batumani/ Naiya ménré’nana ri Mampu nalolongenni bolana tomatowanna/ Iyana mennanro Puwatta’ polé nalollosangngi walu-walunna to Mampué/ Munini paimeng genrangngé/ Natelluppulo taung [nabbarata] to Mampué/ Apa’ telluppulo taunna ripalina Puwatta’/ Naréwe’na parimeng ana’na/ Naripangileina onroang/ Naiya nangiléi monroi iyana ritu Mariyo/ Na siaré’ mua ittana ri Mariyo nalélesi ri Ara/ [9] ri ajanna Tosora/ Na telluttaung ri Ara nalélesi ilau natippangi Pénéki/ Nasiaré’na ittana risau’na ri Boné tanaé ri Mampu/ Namatéisi uni genrang tanaé ri Mampu/ Naiyana mennang tudang ri ajasi paimeng gong-ngé/ genrangngé/ ri lé[wo]na Tosora/ Nawettu arung ri Mampu Puwatta’ Matinroé riBuluna/ Nakkeda garé’ Puwatta’ Petta Malampéé Gemme’na/ “Nigi-nigi paitaiya’ lakko api riolo/ Ala palili ala passéajingeng iya engkaé anunna maddi Boné iya dé’é kupatuo tigero’i/ Narékko nréwe’ni koni naita pammaséna Boné/ Naossong denniarina to Boné/ Namarété’na langié nakkatenninna to Boné ri page’é/ Naompona essoé nariwawo béntennni Puwatta’ ri Mampu/ Napakkanré tona api to Mampué Alau/ Naiya natuju mula riasengngé Lagowari/ Naiya muwa garé’ [tenrigeppa] tennarikenna coccorang Puwatta’ Matinroé riBuluna/ Apa’ engka anakarung to Mampu Riaja riaseng La Majennang eppo riwakkanna Suléwatangngé To Wattongeng madduwisengngi nonno’ mano’ ri ulance’na bénténgngé/ Nari poadang makkeda/ “Mau rumpa’ Tosora mumaté dé’na bua’na ritu to Mampué/ Apa’ maélo’i garé’ Petta mabbaddili’/ Natakko’ engka tau sanggu’ mangaku jowa to Mampu sulléi tettong ri tettongenna/ Iyana rikenna coccorang/ Rumpa’ni Tosora/ Pada lisuni paimeng to Boné ri Boné ri wanuwanna/ Riparéwe’ni parimeng uni genranna Mampu Mula Manurungngé/ Gongngé/ Genrangngé/ Tejjong Temmetté’wi Danriowaé/ Wékka pitué pinra rupanna nasésso/ Kua mémengngi ri Mampu Riaja/ Narirumpa’si Wajo ri Petta Matinroé riBontoala/ Nari paréwekenna parimeng to Mampué gaukenna/ Naiya réwe’na ri Mampu Petta Matinroé riBuluna nala mémettoni Pabbicara La Majennang/ Inappai duappulo dua umuru’na/ kuwaé topa tanaé ri Buriko/ Sisebbu aséra pulona eppa (1094) héjerana Nabitta’ Sallahu Alaéhi Wasallama narumpa’i Cilellang Puwatta’ Torisompaé ri seppulona séddi (11) uleng Sa’bang/ Na pitu mpenni rumpa’ Cilellang napoadai Puwatta’ Arung Mampu Riaja Matinroé riBuluna ri olona Puwatta’ Petta Malampé’é Gemme’na/ “Tongenni manasatta’ ri tanata’ ri Ware’/ Maélo towa’sa tapallowangeng tanaé ri Buriko pattappingenna Pitumpanuwaé tanana Ware’/ Apa’ iyanaro wiring ri awanna Mampu/ Narékko napalalowa’ uwéloreng toisa to Mampué rining lao monro koro ria maddeppu-deppungeng”/ Metté’ni Puwatta Torisompaé/ “Acoanna Mampu kosi tudangi Datué ri Luwu mupoadai/ Apa’ mangujuni’é nréwe’ ri Boné”/ Engkani Datué [10] ri Luwu ri Kung/ Iya tona péwesseri riasengngé passikki/ Napéesseri toi assitellirenna Mampu na Sidénréng engkana lélé Nénéallomo riasengngé La Pagala To Pasamai pattellarenna/ Pabbicara Malempu’é ri Sidénréng lao ri Cénrana maélo patarimai Datué ri Luwu elli alapunna taiyangngé ulaweng/ Sampu garé’ maélo napapolé balu’i Datué ri Luwu/ Maélo’i natigerrokeng ri Datué ri Luwu/ Nassu ro wenni ri Mampu/ Aga nano’na ri Kung Opu Daleng tettong ri Paopao nainappa malliweng Nenéallomo/ Na tellu mpenni ri Mampu nainappa ritiwi’ lao ri Ugi/ Nakkona tonang ri lopi lao ri Sidénreng/ Iya mémetto naro ulengngé naritéri ri Luwué/ Nakkoli-kkoling Datué ri Luwu tériwi Sidénreng tennaullé rumpa’i/ Apa’ temmassia’ nasoso’ to Cénranaé nasaba’ métauna ripolé ri munri ri to Mampué/ aiya mana narumpa’i Sidénréng sikadoang mani Luwué to Wajoé tériwi Sidénréng/ Nengka tonaro mai Nacaé pole ri Butung/ Iya tona napoada Datué ri Wajo makkedaé/ “Mampu riolo’ taté’ri apa’ iyaro tettaroi mabboko Luwué”/ Naiya napoada Arung Matowaé ri Wajo Puwang Rimaggalatung/ “Tujuko sa nitu Opu/ séajing tanau’/ séajing mpatakku’”/ Aga narisurona Arung Pénrang Arung Matowaé ri Wajo Puwang Rimaggalatung malliweng ri Mampu sitangngi séajinna/ Iya uwaseng madécéng idi’ madodongngé/ rui’ki’/ ropo’-ropo’ki’/ ése’i/ salaga warui/ to pasauwé/ rebbai nallalla/ Naiya asséajingemmu Sidénréng itai teppassarangngékko”/ Nalliwenna Arung Pénrang ri Mampu na Arungngé ri Mampu Riaja baliwi ada/ Aga naiya mémeng mani napogau’ to Mampué piléiéngngi to mangati’na pitu ratu’ naruma(ng) riolo mpauru dulungengngi lao urai’ ri Sidénréng/ Iya tonaro Nénéallomo dé’ wijanna/ Apa’ séuwa muwa ana’ rijajianna/ naé naunoi apa’ masuing garé’ ri padangngé/ Ana’na Néné’allomo mappetta’ unreng/ Alinga-lingang rakkalana to Sidénréngngé narémpekengngi nadé’ napalisui nalao polé/ Pappai bajaé maéloni maréwa tauwé dé’ni naitai rakkalana taué/ Lao meni polé poadangngi Nénéallomo/ Aga nauno menni ana’na/ Riparéwe’i adaé ri Puwatta’ Opu Daleng/ Iyana mabbainé ri Boné siala ana’daranna Arumponé Mulaié Pajung riasengngé Wé Tenrigella/ Najajiang ana’ enneng/ Ulu ana’na riaseng Wé Tenrigau’ Iyana arung ri Kung/ Nallakkai siajing massappo siseng riasengngé La Ulio Boté’é pattellatrenna/ [11] Arumponé Matinroé riItterung aseng maténa/ Najajiang ana’ duwa llise’/ Ulu ana’na riaseng Wé Balolé Daéng Pallipu pattellarenna/ Séuwa riaseng Sangkuru Dajéng Petta Battowaé pattellarenna/ Naiya makkarung ri Kung/ Wé Balolé-na mallakkai siala Arung Kaju riasengngé La Pattawe’ Daéng Soréyang pattellarenna/ Arumponé Matinroé riBettung aseng maténa/ Sapposiseng muwi Matinroé riItterung/ Najajianna ana’ tellu to sialaé maranauré’/ Ulu ana’na riaseng Wé Tenripatuppu I Da Dusila pattellarenna/ Arumponé Matinroé riSidénreng aseng maténa/ Séuwa riaseng Wé Tenripatéya I Da Jai pattellarenna/ Iyana ritu arung ri Kaju/ Nallakkai Wé Tenripatuppu siala Arung Parebbo/ Naiya panyumpare’ campu’ diména riaseng Wé Tenriparola/ Nallakkai Wé Tenripatéya siala riasengngé La Parénréngi Arung Marowanging/ Najajianna ana’ enneng/ Tellu orowané orowané tellu makkunrai/ Ulu ana’na riaseng Wé Jai iyana Arung ri Kung duppai amauréna ncajiangéngngi riasengngé Petta Maloppoé/ Nallakkai riasengngé Wé Tenriparola siala riasengngé La Mallalengeng To Alaung Arung Sumali/ Najajiang ana’ duwa/ Ana’ uluwanna riaseng La Pancai To Pataka pettelarenna/ Lampé Pabbekkeng pappasawe’na/ Panyumpare’ campu diména riaseng Wé Tenribérésseng/ Nabbainé Puwatta’ Lampé Pabbekkeng ri Kaju siala massapposiseng riasengngé Wé Jai Arung Kung/ Na dé’ ana’ nauru/ Nassarang nasiabbéanna massapposiseng/ Nala mémeng toni Puwatta’ Lampé Pabbekkeng akkarungengnge ri Kung/ Apa’ naseng toisa aléna rimmanareng ri Petta Maloppoé/ Nalélé mabbainé Petta Lampé Pabbekkeng ri Timurung siala inauré sapposisenna indo’na riasengngé Wé Tenrijello’/ Makkalaru’é pattellarenna/ Najajiang ana’ eppa/ Ulu ana’na riaseng La Maddaremmeng Matinroé riBukaka aseng maténa/ Iyana makkarung ri Boné/ Namaélo paggettengngi bicara saréa’ ri Boné/ Napotéyai indo’na nasipattuppuang musu’ marindo’/ Nalari Arung Pattiro maddakka ri Gowa naritongengeng ri Karaéngngé ri Gowa/ Naritéri Boné ri Mangkasaé/ Naritello Boné/ Narilalinna Arumponé Puwatta’ La Maddaremmeng/ Dappina riaseng La Tenriaji/ To Senrima pattellarenna/ Iyana Arung ri Kung/ Dappina riaseng Wé Tenriampareng/ Iyana arung ri Cellu/ Paccucuanna riaseng Wé Tenriabéng/ Iyana Arung ri Mallari/ Naiya riasengngé La Tenriaji Iyana Arung ri Kung/ Naritola ri ana’na riasengngé La Pabbéle’ Matinroé riBatubatu aseng maténa/ Naritolasi ri ana’na riasengngé Daéng Manessa/ Naritolasi ri ana’na riasengngé La Malagenni Matinroé riPaopao aseng maténa/ Iyanaé Puwatta’ La Tenriaji To Senrima ttolai 12] Puwatta’ Matinroé riBukaka makkarung ri Bone/ Napatteruisi paéwai to Boné/ Iyakiya risau’si paimeng musuna/ Narilalinna Puwatta’To Senrima ri Karaéngngé/ Naritaro ri Sanrangeng ri Siang/ Nakkuana narapi pawélai/ Nariaseng Matinroé riSiang/ Naiya Puwatta’ Matinroé ri Bukaka riasengngé La Maddaremmeng/ Kuani ri Wajo mabbainé siala riasengngé Wé I Da Sale’ Ranrengngé riTuwa/ Arung toi ri Ugi’/Anan’na Arung Matowaé To Allinrungi Matinroé riCénrana aseng maténa/ nagurusié Wé Jai Ranreng Tuwa/ Arung toi ri Ugi’/ Najajiang ana’séuwa orowané riaseng La Pakkokoé To Wangkonéng Macoméngngé Tadampalié Arung Timurung/ Iyana mabbainé ri Palakka siala riasengngé Wé Tenriwale’ Mappolobombangngé/ I Da Ompo Maddanrengngé ri Palakka/ Matinroé riAja Appasareng ri Cénrana/ Najajiang ana’ orowané riaseng La Patau’ Matanna Tikka Walinonoé/ To Tenribali Malaé Sanra Matinroé riNagauleng aseng maténa/ Koi ri attoriolongngé ri Boné sibawa Soppéng rirampé addeppakenna wijanna/ Naiya pada makkunrainna inanna Puwatta’ Lampé Pabbekkeng Wé Tenripattola iyana ritu/ Macowaé riasengngé Wé Tenripattuppu makkarungngé ri Boné sélléi amanna iya Matinroé riSidénréng aseng maténa/ Mallakkai ritu siala riasengngé La Padippu Arung Parebbo/ Najajiang ana’ séuwa orowané riaseng La Pasorong/ Mabbaniné siala riasengngé Wé Tasi’ Arungngé ri Kung/ Na arutto ri Mario/ Najajina riasengngé La Toge’ Matinroé riButtué/ La Toge’ mabbainé ri Bulu siala riasengngé Wé Pasao/ Ana’ni riasengngé Wé Kalépu mallakkai ri Kading/ Najajiang ana’ makkunrai/ Iyana mallakkai siala La Mallagenni Matinroé riPaopao aseng maténa/ Nasiebbéang Matinroé riSidénréng/ Arung Parebbo/ Nalélé mallakkai ri Mampu ri Sijelling siala To Riléwoé/ Najajiang ana’ eppa/ Séuwa riaseng La Maddussila Mammesampatué/ Séuwa riaseng La Pai/ Séuwa riaseng Wé Palettéi/ Séuwa riseng Wé Renrittana/ Nallakkai Wé Renrittana ri Kaju siala riasengngé La Tenriwari Lebbi Wallié ri Kaju/ Najajiang ana’ riasengngé Wé Sengngeng/ Iyana siala massapposiseng riasengngé La Polédatu ri Jeppe’/ Najajianni Petta I Téko iya ripalié ri Kompania Balanda lao ri Sélong/ Lebbi tellu mui massompullolo/ Petta I Tékona powijai Karaéngngé ri Tallo’ Arung Mampu Riawa masséajing/ Koni ri paggangka riolo/ apa’ madduppani Mampu ri Boné/ Mallebbanni wijanna/ SIJELLING (sijEli) [13] Naripammulasi pauwé/ saisa’na arungngé ri Sijelling/ La Masséwali asenna Arungngé ri Sijelling siala Wé Kébo/ Najajiang ana’ makkunrai riaseng Wé Pucé/ Iyana mampiri Otting siala massapposiseng riasengngé La Majelling/ Najajiang séuwa ana’ orowané riaseng La Tenriappéyang/ Iyana arung ri Sijelling/ Nabbainé La Tenriappéyang siala Wé Tobo ana’daranna Arungngé ri Panning/ Najajiang ana’ duwa/ Séuwa riaseng La Suji/ Séuwa riaseng Wé Sengngempulu/ La Suji-na Arung ri Sijelling/ Iya tona ritella Puwatta’ ri Pappolo/ Iya tona mpukke’i ri Lalempulu/ Iya tona riaseng malempu/ Iya tona parampa’i Panning gangkanna Cénrana/ Botto/ Mario/ Cinennung/ Iyato parolai Limampanuwaé Rilau/ Limampanuwaé Riaja/ Iya tonaro Arung ri Sijelling risau ri Boné/ Iya tonaro Puwatta’ La Suji namare’na Patangkaié ri Mampu/ Nallamumpatu napoasengngi ri Tone’é/ Nasitudangenna Arung Eppaé ri Mampu/ Mampu Riawa/ Mampu Riase’/ Patangkaié/ Sijelling/ Napéesseki akkuluadangenna/ Makkedai Petta Puwatta’ ri Pappolo La Suji/ Nigi-nigi mpélai jancié iyani naottongi batué/ Mabbila-bilai ri Sijelling tennalawa accowang/ tennalawa Arajang ripuina/ Situdangengngi maddeppungeng ri Lopoélo/ Bung Mémmana’é/ Naripakko Mampu Riaja tennalawa acowang tellawa arajang/ Tongeng éloi Kung ri padangngé tennalawa-lawa accowang/ tellawa arajang ri puina/ Makkuluadai Mampu Riawa ri bicaraé/ Tennalawa accowang/ tennalawa arajang ri puina/ Bicara séuwa muwa na eppa/ Na duwana muwa pura mallaiseng bolana galunna/ Pada popangkaukeng muwi abiasanna/ Naiya naliweng bulu ada-adaé riassi-issengipi eppa/ Makkeda topi akkuluadangenna tau tongeng karajaé ri Mampu/ Rékko sidokkokko arung eppaé rékko sisung matao/ Idi’na pporo’ko/ saulako musau/ Narékko engka téya ripabburammeng kiwélaiwi kiasséuwwa ri pabburammeng rimalaéngngi adammeng/ Na kotona ritiwi’ palilimmeng tessikira- kira ri arajangngé/ Temmuacinnai céddé’meng/ Ada masala ri addampengeng/ Na kotona kitiwi palilimmeng/ Puang malilu ripakainge’/ mattappa uleng macora kéteng/ Mallala’ wéttoing mpéro’ wérune’/ Péro Wéttoing lala’ wérune’/ Tellu sapana arungngé naélaiwi bolana/ Séuwani nalawiringngi tanaé/ Panré [lalatung gi]/ ripakainge’gi natéya/ Telluto amatémmeng/ Léjjakeng jajareng/ mpuno’gi pada-padammeng/ natingaragi tanana/ Telluto Nariala elli tigero’na/ Popogi gamaru/ [14] lékko tedduggi tanana/ makkaé saliwengngi/ Iyanaé naisseng Déwataé/ Nasabbi tenritaé/ Naiya mula riwokke’na ri Lalempulu samajama eppa salassaé makkenna/ Na patappulona passao dua llatte’na/ Naiya garé’ ri wettu arunna ri Mampu Puwatta’ La Suji/ Dé’ naboloreng to Mampué/ Marowa’ tanaé rilolangi apa’ temmasai olokolo’é/ Dé’ tona tau nabettiki [kapennang]/ Mabéla nisa ala engkaéppa tau jaji nasala-salang/ Dé’ tona manu’ kéamporo rékko maddeppai/ Apa’ taggemmuni ri aja ri lau alempurenna to Mampué/ riassurona cobai ri Nénéallomo tanaé ri Mampu/ Apa’ siwettui alempurenna taso’ tanaé ri Sidénréng/ Nassurona Addaowangngé ri Sidénréng méllau amporo manu’ ri Mampu/ maéloi naseng nala pabbura/ Apa’ dé’sa ri Sidénréng maddeppa makkéamporo/ Na tellu mpenni ri Mampu suroé na takko’ kuwa ri Ajjalireng rilolongeng sibatu/ ripaté’ni ri salassaé/ Dé’ nakua sirina Petta/ Maitta mani nainappa makkeda/ “Laono Suro”/ léssoi lao suroé/ Napaddeppungengngi to Mampué/ Lélési Puwatta’Arungngé ri Sijelling séllili/ Puwatta’Arungngé ri Sijelling/ pakainge’ka’ mennang rékko engka to Mampu upari abéo/ upari atau/ Makkeda topi Petta/ “Madécékko mennang pada llisu ritu/ Soroko ri wanuwammu musiparéngngerang macowa/ malolo/ orowané makkunrai/ Bara’ engka ammeng marégaré/ napakainge’ka’ iyanatu pédécéngiwi tanaé ri Mampu”/ Mette’i awisenna Petta Makkedaé/ “Ulengngé ri oloé/ kuitao no’ lolallolang ri seddé bolaé/ muappanré manu’/ Manu’mu mani mukerru menni/ manu’nani to Mampué murukka menni/ Conga’ muni Petta makkeda/ “Iyanatu nasabbi Déwataé/ Aja’e kuréweki kuwaé ritu/ Apa’ iya riasengngé arung waramparanna manengngisa appunnana ritu pabbanuwaé/” Rimunrinna ritu saléwangenni to Mampué ri sininna ripoadaé/ Iya tonaro garé’ Puwatta’ Arung Mampu/ Nariléwo Mampu ri to Boné/ Tellu ttaung tenna ribéta ri balié/ Nabbainé Puwatta’ La Suji ri Timurung/ Najajiang ana’ séuwa riaseng La Mata To Tanampare’/ Iyana Arung ri Sijelling/ Séuwa riaseng Wé Puti/ Iana Maddanreng ri Sijelling/ Nallakkai Wé Puti siala ritellaé Mallangkanaé/ Riasengngé La Tenriumpu/ Najajiang ana’ orowané riaseng La Pélo To Sangiang pattellarenna/ Iyana ritaro Datu ri Kawerang/ Nabbainé Puwatta’ ri Timurung siala massapposiseng riasengngé Wé Pancijareng/ Najajiang ana’ duwa/ Ulu ana’na riaseng La Paturungi/ Iyana Datu ri Kawerang/ Panyumpare’ capudiména riaseng La Tonrokeng/ Iyana Maddanreng ri Kawerang/ Naiya La Tenribokoreng Arungngé ri Timurung mabbainéi ri Kakalowaja/ [15] siala riasengngé Wé Bomporeng eppona Petta La Turumpongeng Nasésaé Lebbo/ Najajaing ana’ tellu/ Ulu ana’na riaseng La Pabbolong Iyana Arung ri Timurung/ Dappina riaseng Wé Pancijireng/ Iyana siala massapposiseng riasengngé Petta La Pélo Tosangiyang Datué Kawerang/ Najajina La Paturungi sibawa La Mattonrokeng/ Naiya Puwatta’ La Tenribokoreng eppona toi Puwatta’ La Urenréwu/ pada boranéna Puwatta’ La Turumpongeng Nasésaé Lebbo/ Nano’na ri Tana Luwu mabbainé Puwatta’ La Paturungi siala ana’daranna Datué ri Luwu riasengngé Sagaria/ Najajiang ana’ siaré’ muwa/ Iya mani ripaénré’ ri sure’ iya lisué ri tana Ugi makkarung Iyana ritu riaseng Puwatta’ To Wawo/ Iyana makkarung mancaji Datu ri Kawerang/ Iyanaro powijai massossoreng Datué ri Kawerang/ Nabbainé ri Bunné Puwatta’ To Wawo siala riasengngé Wé Tenriakkedda ana’daranna Datué ri Bunné Mabbessié/ Nariparéwe’pauwé ri Puwatta’La Tenribabbareng Arungngé ri Timurung/ Iya walu’nana Puwatta’ ri Salonro ri inanna Puwatta’ La Pélo léléni mabbainé to Malaka ri Béngo siala Datu Maputé ri Béngo/ Najajianni riasengngé Puwatta’ Wé Cingkodo/ Nallakkaina Puwatta’ Cingkodo siala riasengngé La Potto To Sawédi Arungngé ri Mampu Riaja/ Najajiang ana’ tellu/ Ulu ana’na riaseng Wé Tenrisumpala/ iyana mallakkai ri Awamponé/ Ana’ni I Da Malaka/ Ana’ tengngana riaseng La Wésa/ iyana mattola ri Mampu ri Aja/ Panyumpare’ capudiména riaseng La Tenriumpu/ Iyana Datu ri Bunné/ Nabbainé La Tenriumpu ri Timurung siala riasengngé Wé Tenribau Maddanrengngé ri Timurung pada makkunrainna inanna Maccipo’é/ Najajiang ana’ Puwatta’ La Tenriumpu nangurusi Wé Tenribau duwallise’/ Ulu ana’na riaseng La Tenrigégo’ Mabbessié pattellarenna/ Iyana Datu ri Bunné/ Panyumparenna riaseng Wé Tenriakkeda/ Siala massappo wékka duwa mui riasengngé Oputta’ To Ancé’/ Iyana Puwatta’ Mabbessié paddua padai akkarungengngé ri Bunné duwa marana’dara/ Apa’ atani tanana ri Gowa tenna ulléna ttujui tujunna/ Tenna ulléna mpawai wawanna Mabbessié/ Nakkedana ri ana’daranna ri ipa’na/ “Iya uwaseng madécéng kino madduwa padaéngngi akkarungengngé ri Bunné/ Naiya tau pongngé anakarungngé pada patuju muisa tujunna”/ Nasikadoanna marana’dara marana’borané/ Nalao ri Bunné baku’é/ Seppuloto rijujung/ Seppuloto pajjujung/ Naiya Puwatta’ Mabbessié tenrisseng pau pattola padana/ Nallaibinéngenna Puwatta’ To Ancé’ Puwatta’ Wé Tenriakkemmi/ Najajiang ana’ tellu/ Po’ maloloé riaseng La Wawo/ Iyana poasengngi Addatungngé ri Bunné Riawangngé/ Na Datuto ri Kawerang/ Ana’ tengngana riaseng Wé Tenriséno/ Iyana [16] Maddanreng ri Boné/ Po’ macowaé riaseng Wé Tenriollé/ Naiya Petta La Wawo Datué ri Bunné Riawangngé tama’i ri Wajo mabbainé siala ana’daranna Arung Matowa Mpélaiéngngi Musuna/ Najajiang ana’ séuwa orowané riaseng Masagalaé/ Iyana Datu ri Kawerang/ Nateppa mabbainé ri Akkoténgeng siala riasengngé Wé Rica ana’daranna Arung Akkoténgeng La Paddengngeng/ Najajiang ana’ riaseng Wé Jai/ Iyana riaseng tolai amanna Datu ri Bunné Datu ri Kawerang/ Nallakkai Wé Jai ri Pammana siala massappo wékka dua maddanrengngé ri Kawerang riasengngé La Tenrisémpe’ To Saburoé/ Pada orowané séinang séamanna Datué ri Pammana Matinroé riLabéngi/ Najajiang ana’ tellu to sialaé massappo wékka duwa/ Duwa makkunrai séuwa orowané riaseng La Tatta/ Iyana mattola Datu ri Bunné ri Kawerang/ Naiya ana’daranna riasengngé Wé Taniné Iyana sélléi amanna maddanreng ri Kawerang/ Naiya Puwatta’ La Tatta de’ risseng pau pattola padana/ Nallakkai Puwatta’ Wé Tana ri Gilireng siala massappo wékka duwa riasengngé La Paéjé Arung Gilireng Karaéng toi ri Akkoténgeng/ Najajiang ana’ duwa/ Makkunrai riaseng Wé Tenriawaru iyana polakkai To Tenri/ Orowané riaseng La Baso’/ Naripalisu adaé lao ri Puwatta’ Wé Putti’/ Nallakkai ri Timurung siala massappo siseng riasengngé Petta La Orowané Arung Timurung Mappalo Ulawengngé/ Ana’na Arung Lotong Arung Timurung nangurusié Wé Temmangedda Arung Tingelli/ Séuwa riaseng La Tenritébba’ To Wadeng Arung Timurung/ Séuwa riaseng Wé Tenrilékke’/ Séuwa riaseng La Gima To Palettéi Arung Timurung/ Séuwa riaseng Wé Tenribau Maddanreng Timurung/ Napalésso mani aléna La Palettéi To Maccipoo’é-na ttolai amauréna mancaji Arung ri Timurung/ Nabbainé riaseng La Gima To Palettéi ri Pammana siala riasengngé Wé Tenripaséling Petta tudang céra’é ana’daranna Datu Pammana Massora Séwalié/ Iyanaro tudang céra’é Maddanreng Pammana/ Najajiang ana’ orowané riaseng Malotongngé Maddanreng Lolo ri Pammana/ Najajianni Wé Tenrisajo/ Nabbainé Malotongngé Maddanrengngé ri Pammana siala ana’ daranna Datué ri Galung/ Najajiang ana’ orowané riaseng La Kebbéyang Daéng Pattikkeng/ Iyana pobainéi Wé Tenribokoreng Datu Bulubangi ana’na Wé Mappanynyiwi Datu Bulubangi nangurusié Daéng Mabéla Datu Pammana/ Najajiang ana’ duwa/ Séuwa riaseng La Barisiang Matinroé riTémpé/ Séuwa riaseng Wé Tenriakkoreng Matinroé riLaboso/ Nallakkai Wé Tenrisajo siala riasengngé Mabbuncu Mpulawengngé Maddanreng Laumpulle’/ Najajiang [17] ana’ riaseng Wé Tenriliweng/ Nallakkai Wé Tenriliweng ri Sailong ana’na riasengngé La Malalaé Maddanreng ri Sailong/ Iyana pogalungngi Latemmampisé/ Ana’ni Oputta’ To Pajung ri Pompanuwa/ Nalélé mabbainé To Palettéi siala massappo siseng riasengngé Joré Lawulu/ Najajiang ana’ aséra/ Séuwa riaseng La Pasampoi To Panaungi/ Iyana Arung ri Sijelling/ Nabbainé ri Bakke’ siala Wé Mattengnga Empong/ Najajiang ana’ riaseng Colli’Pujié/ Iyana Arung ri Sijelling/ Nallakkai Colli’Pujié ri Mario siala riasengngé To Alagenni/ Ana’ni Petta Wé Tenrilallo I Da Tenriwale’ pettellarenna/ Iyana Arung ri Sijelling/ Naddanretto ri Mampu Riawa/ Massalassa toi/ Nallakkai Wé Tenrilallo ri Kung Riaja siala riasengngé La Temmatekko/ Ana’ni Wé Tenriwale’I Da Wanuwa/ Iyana Arung Mampu Riawa/ Nallakkai I Da Wanuwa ri Lompéngeng siala riasengngé La Pakkanrébuleng/ Ana’ni La Wanuwa Puwanna Sitampé/ Nadé’ ana’ pattolana/ Aga na Pettana La Toge’ Matinroé riButtué passéuwwai arung Riaja arung Rilau/ Apa’ tuwo mémeng mupi Petta/ Naiya péréngngi anauréna ana’na sapposisenna/ Nawalurang Petta Tenrilallo ri Petta La Matekko/ Nalélé mallakkai Petta Wé Tenrilallo ri Mampu Riaja siala Petta To Sengngeng/ Najajiang ana’ iyana ritu riaseng La Tenriliyo Petta Toriléwoé Arung Sijelling/ Iyana siala Matinroé riSidénréng/ Najajiassi riasengngé Wé Tenripada ana’daranna Toriléwoé ritella’é I Da Lingkau/ Iyana polakkaiwi riasengngé Daéng Tallé Arung Mampu Riaja/ Ana’ni La Tenriléwo To Tenro/ Najajiassi riasengngé Wé Tenricaca/ Iyana Arung ri Mario/ Nallakkai Arung Rilau siala riasengngé La Wanreng/ ana’ni riasengngé Wé Tasi’/ Iyana siala Arung Parebbo La Passorong/ Ana’ni Matinroé riSidénréng nangurusié La Paddippung Arung Parebbo/ Najajiang ana’ Wé Tasi’ nangurusi La Pasorong riaseng La Toge’/ Iyana Passéuwwai Arung Riaja / Arung Rilau/ Ripaggangkani riolo’ rampé-rampéi apa’ maddupani wijaé ri Mampu/ Wijaé ri Boné/ Apa gisia ri Patangkaiyé/ Koi ri attoriolongngé ri Boné/ Wajo/ Nenniya Soppéng/ rirampe asokkurenna wijanna/ Salama’ temmanréulé/ TIMURUNG (timuru) [18] Iyanaé poada-adaéngngi attoriolongngé ri Timurung/ Aja’ kumatula/ aja’ kumawedda-wedda/ Teppu-teppui asenna Puwang Rioloé/ Bilampilang wija Manurung ri Langi/ Ranna-rannai tune’ Sangiyangngé ri Pérétiwi iya tompoé makkalinowang/ Masenné’ babang mawampang lila masapé’ sumpang/ Kuwassimang mémeng kuinappa rampé-rampéi appautta’ ri ajusengkona siasennaé/ Iyana ritu aja’ kumabusung Simpuru’sia asenna Manurungngé ri Tallettu’/ Iya orowané narompo tosa ri Luwu ritu makkunrai riaseng Wé Dalakuna/ Sapposisemmui garé’ ritu ripau/ Najajiang ana’ duwa/ Ulu ana’na riaseng Bataritoja Daéng Talaga/ wijanna monro ri Luwu mattola/ Panyumpare’ capudiména riaseng Wé Tangke’ Wanuwa/ Iyana ménré’ mattola Wawolonrong/ Nallakkai Wé Tangke’ Wanuwa ri Uri’liu’ siala massapposiseng ritu riaseng La Tuppusolo’ /buwaja larukkodona/ Najajiangngi riasengngé Apung Cangkuling mallarukkodo buwaja mupi/ Apa’ nakko mupi ri Uri’liu’ monro/ Dappi’na riaseng Wé Posi’ Tana/ Iyana monro ri linoé/ Apung Cangkuling ménré’si ri linoé mabbawiné siala massapposiseng/ Najajianni Puwatta’ riasengngé La Mallalaé/ Naiya maraja-rajana Petta La Mallalaé tenripano’ cemmé ri saloé apa’ riakkétaurengngi ajakké poléi ambo’na nalariangngi no’ ri Uri’ liu’/ Na tenriulléna pésangkai riattéyangngi/ Napogau’ mui/ Mallao-lisuni no’é cemmé ri saloé/ Poléni riataurié/ Maneru’ tongenni no’ ri Uri’liu’/ Na aséra esso aséra wenninna inappa ripatompo’ parimeng ri ambo’na/ Iya kiya komuni ri Luwu ripatompo/ Naripabbainéna ri nénéna siala massapposiseng ana’na ana’ boranéna indo’na riasengngé Wé Linrumpulu/ Ana’ni La Sengngemponga/ Iyana Datu ri Cina/ Wijanna mennanro Bataritoja mattola ri Luwu/ mattola ri Baringeng/ Naiya ana’daranna Petta La Mallalaé riasengngé Wé Positana Datu Wawolonrong iyana mallakkai siala riasengngé Cébba’ Bessié ri Tétéwatu/ Ana’na La Weddolimpo nangurusié Wé Duppasugi Datu Tétéwatu/ Najajiang ana’ orowané riaseng La Toge’tana/ Iyanaé matteppa siala riasengngé Wé Tenrilinrungi ri Timurung/ Najajianni ana’ riasengngé Wé Tone’lipu Arung Timurung/ Nallakkai Wé Tone’ Lipu ri Cina siala riasengngé La Muladatu Datu ri Cina/ Najajianni ana’Wé Tunrempanuwa/ Iyasi mattola ri Timurung/ Nallakkai Wé Tunrempanuwa ri Mampu siala La Mapparéwe’ Arung Itterung wijanna Petta La Urenriwu’ nasésaé lebbo/ Ana’na Petta La Makkulance’Arung Timurung/ [19] La Makkulance’na Arung ri Timurung/ Natteppa mabbainé ri Cina siala riasengngé Wé Tenrisada Datu Cina/ ana’na La Makkarangeng To Lébaé Datu Cina nangurusié Wé Tenrijurangeng ri Alliwengeng/ Najajianna ana’ La Makkulance’ nangurusi Wé Tenrisada lima llise’/ Duwa makkunrai Tellu orowané/ Séuwa riaseng La Tenribabareng/ Iyana Datu ri Bunné/ Séuwa riaseng La Tenrianco/ Iyana datu ri Pattiro/ Séuwa riaseng La Tenribokoreng Iyana arung ri Timurung/ Séuwa riaseng Wé Tenriona Iyana Arung ri Telle’/ Séuwa riaseng Wé Tenrilawa Wé Bukkéré’ Iyana arung ri Lémpa/ Naripalisu adaé ri Puwatta’ Datué ri Bunné riasengngé La Tenribabareng/ Mabbainéi ri Salonro dé’ pattola pada nataro/ Nalao mabbainé siala riasengngé Wé Tenriumpu ri Baringeng wijanna Tompoé ri Baringeng/ Najajiang ana’ makkunrai riaseng Wé Cingkodo/ Iyana mattola datu ri Bunné/ Nallakkai Wé Cingkodo ri Mampu Riaja siala riasengngé La Potto To Sawédi/ Najajiang ana’ riasengngé La Tenriumpu/ Iyana mattola Datu ri Bunné/ Nalélé mabbainé Puwatta’ La Tenribabareng Datué ri Bunné siala Datu Maputé ri Béngo/ Najajiang ana’ orowané riaseng La Pélo To Sangiyang/ Iyana Datu ri Kawerang/ Nariparolana Puwatta’ Wé Cingkodo lao ri Mampu ri Aja/ Naiya wettu riparolana Puwatta Wé Cingkodo Datué ri Bunné nalao alau ri Mampu/ Lao toni ana’ boranéna teppadana riasengngé La Sératu/ Ana’ céra’na Puwatta’ La Tenribabareng to décéng to Bunné muto napoinang/ Laoni La Sératu maccinrolaiwi ana’daranna Puwatta’ lao ri Mampu/ Nabbainé La Sératu ri Mampu siala riasengngé Wé Tama/ ana’na Pabbicaraé ri Mampu Riaja riasengngé To Palémpo/ Najajiang ana’ riaseng La Pawangung/ Nabbainé ri Mampu Riaja/ Najajiang La Paottong To Bowa sibawa Da Bowa/ To Bowana poeppoi riasengngé Puwatta’ La Ompéng orowané / I Da Bowa-na naponéné indo’na La Ompéng/ Puwatta’ muto La Tenribabareng Datué ri Bunné mpawai ana’ tau tongeng maddua La Tenriboné riaseng Wé Makéna/ Najajiangngi E Pattunereng/ Iyana siala tau tongengngé La Pamanengi To Palimpo/ Najajiang ana’ riaseng Wé Yakkode’/ Nabbainé Petta La Pélo ri Timurung siala massapposiseng riasengngé Wé Pancijireng/ ana’na Puwatta’ La Tenribokoreng Arung Timurung nangurusié Wé Bomporeng ri Kalowaja/ Najajiang ana’/ Séuwa riaseng La Paturungi Iyana Maddanreng ri Kawerang/ Séuwa riaseng La Mattorokeng iyana Arung ri Tingelle’/ Aga [20] nasipoana’dara teppadani Petta La Pélo We Patunereng/ Sapposisenni Petta La Paturungi Wé Akkodeng/ Napobainéi sapposiseng teppadana Puwatta’ La Paturungi/ Najajiang ana’ riaseng La Sawéyang/ Iyana poppo ri Bunnéi Suléwatangngé Puwanna La Ompéng/ Nainappa Puwatta’ La Paturungi lao mano’ ri Luwu mabbainé pada/ Na ana’na Oputta’ To Ancé’/ Iyana powijai Datué ri Kawerang/ Iyatonaro natakkala riopuanna/ Nari paréwe’ pauwé ri ana’daranna Puwatta’ La Wawo riasengngé Wé Tenriséno ritellaé Maubengngé/ Kuwani sia ri Pammana teppa mallakkai siala Datué ri Pammana riasengngé La Mappaselling/ Ripassarié pattellarenna/ Najajiang séuwa ana’ orowané riaseng Taranatié Daéng Mabéla pattellarenna/ Mabbola Batué aseng maténa/ Iyana mabbainé ri Bulubangi siala riasengngé Wé Tenrikawareng I Da Page’/ Ana’ni Puwatta’ La Tenrisépe’ To Saburoé massompung lolo/ Nabbainé Puwatta’ To Saburoé Madanrengngé ri Kawerang siala massappo wekkadua riasengngé Wé Jai Datué ri Bunné/ Datu toi ri Kawerang/ Najajianni Oputta’ La Tatta sibawa Puwatta’ Tenriawaru/ Iyana Datu ri Bunné Riawangngé/ Datu toi ri Kawerang/ Nainappasi ritola ri ana’na riasengngé Wé Tungke’/ Nainappasi ritola ri ana’na riasengngé Wé Tenri/ Naripaggangka sana riolo rampéi ri Bunné ri Kawerang/ Kopasi attoriolong laingngé risompungngi/ Naripammulasi pauwé rampéi Puwatta’ makkarungngé ri Timurung pada orowanéna Puwatta’ La Tenribabareng Datué ri Bunné/ Iyana ritu Datué ri Timurung Datué riasengngé Puwatta’ La Tenribokoreng/ Iyana teppa mabbainé ri Kalowaja/ Najajiang ana’ séuwa riaseng La Pabbolong/ Seuwa riaseng Wé Pancijireng/ Séuwa riaseng Wé Tenrinaure’/ Puwatta’na La Pabbolong Arung Timurung nateppa mabbainé ri Soppéng siala riasengngé Wé Tenripéso/ Najajiang ana’ eppa/ Iyana ritu Arung Lotong Arung Timurung/ Lebbina riaseng La Surapa/ Dappina riaseng Wé Pangkere’/ Paccappurenna riaseng Wé Tenribale’ Arung Timurung/ Nabbainé Arung Lotong siala riasengngé Wé Temmateddo/ Najajiang ana’ séuwa riaseng La Orowané/ Séuwa riaseng Datué ri Lompo’ Majjali’ Ulawengngé/ Nabbainé La Surapa Arung Timurung Riattang siala riasengngé Wé Walinono/ Najajiangngi riasengngé La Cella’ Panni’Arung Timurung/ Arung Kampiri/ Nallakkai Nallakkai Wé Pangkellareng siala Petta La Suji ritella’é La Ucamu Arung Sijelling Arung Mampu Riawa/ Najajiangngi riasengngé Wé Putti’/ La Mataesso Arung… [21] ri Sijelling/ Nallakkai Wé Putti’ siala massappo siseng riasengngé Petta La Orowané/ Najajiang ana’ eppa/ Macowaé riaseng La Tenritéb’ba/ To Wadeng pattellarenna/ Dappina riaseng Wé Tenrilékke’/ Dappi maloloé riaseng La Gima To Palettéi pattellarenna/ Paccucuangngé riaseng Wé Tenribau’/ Iyana Maddanreng ri Timurung napogalungngi Lamalampé/ Nallakkai Wé Tenribau’ ri Bunné siala riasengngé La Upu Datué ri Bunné/ Ana’ni Mabbessié/ Ana’ni Wé Tenriakkeda/ Naiya Puwatta’ La Tenritébba’ dé’ narirapi’ rampé ana’ padanapa namaté/ Iyana Arung ri Timurung napada orowanéna ttolai riasengngé La Gima To Palettéi/ Arung ri Timurung/ Naé’ naluccurengngi akkarungenna/ Nalaona Puwatta To Palettéi mabbainé ri Pammana siala ana’daranna datu Pammana Sarié ritellaé Tudaccéroé Maddanrengngi ri Pammana/ najajiang ana’ dua séuwa riaseng To Eda/ Dé’to ripau ana’ padana/ Iyana naddanaressi ri Pammana/ Séuwa dappina riaseng Wé Tenrisajo/ Nallakkai Wé Tenrisajo ri Laumpulle’ siala Mabbuncu Mpulawengngé pada orowanéna Datué ri Laumpulle’/ Ana’ni inanna Puwatta’ To Pajung ri Pompanuwa/ Nallakkai inanna Oputta To Pajung ri Sailong siala riasengngé La Malalaé/ eppona datué ri Sailong/ Napogalungi Latempisé/ Maddanrengngi ri Sailong/ Ana’ni Oputta To Pajung ri Pompanuwa/ Iyana poppoi Puwanna La Tempisé masséajing/ Naddanreng ri Sailong maddanreng toi ri Mampu/ Naiya Puwatta’ Wé Tenrilékke’ na ana’daranna Puwatta’ To Palettéi/ Iyana pomana’i Latemmatekke’/ Nallakkai ritu ri Sailong siala riasengngé La Maddussila Datué ri Sailong Matinroé ri-Buluna aseng maténa/ Najajiang ana’ duwa/ Ulu ana’na riaseng Wé Tenripakiu’ Maccipo’é/ Iyana Arung Timurung/ Maloloé riaseng La Tenriaddéng Mabéungeng Ajué aseng maténa/ Naiya naluccurenna akkarungengngé ri Timurung Puwatta’ La Palettéi anauréna ttolai riasengngé Wé Tenripakiu’ Maccipo’é pattellarenna/ Nallakkai ri Boné Puwatta’ Maccipo’é siala Matinroé ri- Gucinna/ Masitta’i pawélai Matinroé ri Gucinna/ Na dé’ ana’ ana’ nataro ri Maccipo’é/ Aga napasenni padaorowanéna riasengngé La Icca’/ Sarékkuammengngi napobainéi walu’na/ Aga naripobainéna Maccipo’é ri Matinroé riAddénénna/ Najajiang ana’ duwa/ Séuwa riaseng La Tenripale’ To Akkeppéyang pattellarenna/ Séuwa riaseng Wé Tenrijello’ Makkalarué pattellarenna/ Nallakkai Wé Tenrijello’ siala anauré ana’ sapposisenna/ siala riasengngé La Pancai [22] To Pataka pettellarenna/ Lampé Pabbekkeng pappasawe’na/ Najajianna Matinroé riBukaka/ Nabbainé Matinroé riBukaka ri Wajo siala ana’na Arung Matowa Wajo To Allinrungi riasengngé Wé Hadija I Da Selle’/ Nabbainé Matinroé riTimurung ri Palakka siala riasengngé Wé Tenriwale’ Mappolobombagngé Maddanreng Palakka/ ana’daranna Matinroé ri Bontoala’/ Najajina Matinroé riNagauleng aseng maténa/ Iyana ritu La Patau’ Matannatikka Walinonoé To Tenribali Malaé Sanra pattellarenna/ Naripalélési pauwé/ Datué ri Sailong riasengngé La Maddussila Matinroé riBuluna/ Mabbainé ri Timurung siala Wé Tenrilékké’/ Najajina Maccipo’é Arung Timurung/ Najajiana Mabéungeng Ajué Datu Sailong/ Nabbainé Mabéunge Ajué riasengngé La Tenriade’ Datué ri Sailong siala Wé Da Sau Datu Ulaweng/ Ana’ni La Pappésadda/ Iyana mattola datusi ri Sailong/ Ana’ni La Biné/ Nalao La Biné pobainéi atanna Datué/ Ana’ni La Kai To Gajung/ Iyana pawawaisi ana’ séajing ri inanna/ Ana’ni Daéng Rikai/ Iyana rielli ri Salassaé/ Iyana naponéné Anakarungngé ri Ajang Cempa/ Aga nadé’ pattola padana Petta La Biné/ Naiya Petta La Pappésadda Datu Sailong mabbainé ri Jampu siala Wé Paracu/ Najajina To Ekke’ sibawa To Cenning/ Petta To Ekke’na Datu ri Sailong/ Petta To Cenninna napoléi Daéng Maloang/ Nabbainé Petta To Ekke’ ritellaé Cipoé ri Salangkéto siala riasengngé Wé Tenritalunru’/ Ana’ni Petta Wé Oddang/ Nallakkai Petta Wé Oddang ri Gona/ Ana’ni Pabukkajué/ Nateppa Pabukkajué ri Kawu/ Ana’ni To Appamolé/ Najajiassi Wé Tenritalunru’ makkunrai ritellaé Petta Matinroé riSibuluna/ Aga nappada makkunraina ritu Petta Wé Oddang Petta Matinroé riSibuluna/ Petta Pabukkajué Arung ri Gona/ Nabbainé ri Boné siala Puwatta’ Matinroé riTippulunna/ Na dé’ ana nauru’/ Iya muwa ana’na Arungngé ri Kawu riasengngé To Appamolé Iyana ritella’ Bokkaé/ Nabbainé ri Mangkasa Puwatta’ To Appamolé siala Karaéng Sagiringang/ Najajianni I Mappétaling/ Iyana Datu ri Sailong/ Najajiassi I Mappasawe’/ Iyana Arung ri Gona/ Nabbainé I Mappasawe’ siala ana’na Arung Salangkéto ritella’é Pabbakkoé/ Seppu to Gona muwa napoinang/ Najajina Wé Patima ritella’é Karaéng Bontolémbang/ Nallakkai Karaéng Bontolémbang ri Mampu siala La Maddussila Arung Mampu Riaja/ Najajina Wé Cowé/ Nallakkai Wé Cowé ri Mampu Sijelling siala riasengngé La Saléng Arung [23] Mampu Sijelling/ Najajianni Wé Cella’/ Iyana makkarung ri Mariyo na arutto ri Bulobulo/ Puppui/ Bokkaé muto pawawa ana’ seppu to Gona/ Nabbainé Daéng Mammilé siala ana’na Arung Pao riasengngé Wé Moko/ Najajianni La Ngatta/ Iyana makkarung ri Gona/ Nabbainé Arung Pao La Ngatta siala ana’na Datu Ulaweng riasengngé Wé Uba Arungngé ri Kajuara/ Najajianni La Sunra/ Iyana makkarung ri Kampuno/ Najajianni Langkowé/ Iyana makkarung ri Pao/ Najajiassi La Maddita/ Iya makkarung ri Mico’/ Naripaddanreng ri Paoé ana’daranna Matinroé riBukaka riasengngé Wé Tenriampareng/ Mallakkai ri Salangkéto siala To Manippié/ Najajina Wé Tenritalunru/ Sialani Datué ri Sailong/ Ana’ni inanna Pabukkajué/ Ana’ni Matinroé riSibuluna/ Nariparéwe’ pauwé/ Wé Da Sau mallakkai ri Sailong/ Ana’ni La Pappésada/ Ana’ borané séamanna teng siinanna Wé Da Sau riaseng La Pattawe’ mabbainé siala riasengngé Wé Sama/ Ana’ni Wé Da Luwu ri Salangkéto/ Nallakkai siala La Tenrisessu’/ Ana’ni To Manipié/ Nabbainé To Mannippié ri Cellu siala Wé Tenriampareng/ Ana’ni riasengngé Wé Tenritalunru/ Konié maddupanni ri Boné ri Mampu ri Sailong ri Timurung ri Baringeng ri Pammana ri Ulaweng ri Kaju ri Sumali/ Aga nasséuwana ri munrinna ritu/ Salama’ temmarullé/ Ripauwi Arung Tanété Riawang riasengngé La Tenritompo tippangengngi ri Boné/ Duwai mappada orowané/ Séuwato riaseng ritu La Matasilompo’/ Iyana ri Matajang/ La Tenritompona mabbainé siala Wé Déllung Lino ri Cempalagi/ Najajiangngi Wé Pattola makkunrai/ Nallakkai Wé Patola ri Patadanga siala riasengngé La Padang Warani/ Najajianni riasengngé Wé Batara/ Nallakkai Wé Batara siala riasengngé La Palippui ri Bulubulu/ Najajajiang ana’ duwa/ Séuwa riaseng Wé Malagenni/ Séuwa riaseng Wé Tenriolona/ Iyana matteppa ri Baringeng/ Naiya Wé Malagenni kuwani ri Wajo teppa mallakkai/ Najajiang ana’ orowané duwa/ Séuwa riaseng Puwang Lungka/ Séuwa riaseng Puang Tappe’/ Iya muwa nariaseng Puang Lungka apa’ masero masero lampéna datu jarinna/ Iya mutona riaseng Puang Tappe’ saba’ sama téppe’na karaméng limanna iya mennang/ Naiya Puang Lungka kowani tudang ri Cémpalagi/ Naiya Puang Tappeng mattimpani ri Lonrong/ Nasialani Punna Liu’/ Najajiang ana’ riaseng La Tenripetta/ La Tenripetta-na ritimpangi Ara/ Iyana sugi’ sératu parala uwaéna/ [24] Gandong muwa/ balubu mua/ napouwalangi waé/ Sampu cakkuridi maneng awina/ Waju ricora maneng nabbaju/ Eppa ana’na/ Séuwa riaseng La Temmattola/ Séuwa riaseng Wé Temmangéngé/ Séuwa riaseng La Sabbamparu/ Séuwa riaseng La Wajolangi’/ Naiya La Sabbamparu rialai ana’ ri Datué ri Luwu ri Cénrana/ Nariasenna malaweng/ Nari assurompuno ri Datué ri Luwu/ Iyana ritu poalamengngi Latéyariduni/ Iyamani narisseng maté La Sabbamparu muttama’ni inanna ri gowarinna napoléini alamenna ana’na/ Apa’ iya laona La Sabbamparu ri Cénrana natiwi mémengngi alamenna/ Aga nasisalana Datué ri Ara Datué Luwu kona meppa ri Cénrana/ Naiya La Wajo Langi’ malliwengngi ri Butung/ Koniro riya’ mabbija/ Nabbainé La Temmattola ritu siala riasengngé Wé Lulumpuru ana’daranna La Kélasse’/ Mallakkai tonisa Wé Temmangéngé siala riasengngé La Kélasse’/ Pada tiwi’ni pampawa léona/ Naiya Wé Temmangéngé maélo arung ri Baba Uwwaé/ Sisalani masséajing/ Bétani lao ri Boné ri attang ri launa Laccokkong/ Muttamani ri mappatang taungngé rilaoisi rirukkai/ Lao manai’si ri attanna Awo/ Polési mapparung-parung/ Nanaoisi taung/ laosi rirukkai ri to Araé/ Bétasi ritu lao orai’ ri Salomékko/ Dua mpenniwi tudang makkedai La Kélasse’/ “O Temmangéngé aja’ muwakkeda sipobainéi’/ asengnga’ séajing tapada mateppa tala rangeng-rangeng ri laota’”/ Natteppana Wé Temmangéngé ri Raja/ Matteppa tonisa La Kéllasse’ ri Lamatti/ Najajiang ana’ duwa La Kéllasse’/ orowané duwa/ Séuwa riaseng La Tenriaji/ Séuwa riaseng La Tenriwasung/ La Tenriwasunna penning ri Caubalu Makkedangngi tanaé ri Caubalu/ Naiya La Tenriaji lisuni ri Babauwaé/ Engka ana’na séuwa riaseng ritu La Lopu/ Makkedani to Babauwaé “Abbainé arukko Puwang apa’ téyakkeng nakkarungi céra’/ Engkai ro orai’ monro ana’na Manurungngé ri Otting temmallakkai apa’ dé’ sempennéna/ Nabbainéna La Tenriaji ri Otting siala riasengngé Wé Baininca/ Najajiang ana’ eppa/ La Tenriwasuna siala Wé Tenrilollong ri Babauwaé/ Najajiang ana’ tellu/ duwa orowané séuwwa makkunrai/ Iyana ritu La Pattikkeng/ La Patellé sibawa Wé Pettalélé/ Nabbainé La Pattikkeng ri Majang siala Wé Pattanrawanuwa/ Najajiang ana’ eppa/ Iyana ritu La Saliu Kerrampéluwa’ Wé Tenriroro/ Wé Tenripappang/ Wé Tenrilingoreng/ La Saliuna ritella Kérrampéluwa’/ Iyana makkarung ri Boné/ Naiya La Patellé Iyana mabbainé [25] ri Paccing/ Ana’ni Wé Tenrirompo/ Nasialana massappo siseng riasengngé La Saliu Petta Kerrampéluwa’/ Ana’ni Makkalempié tellu massompullolo/ Naiya ana’daranna La Pattikkeng riasengngé Wé Pettalélé/ Iyana mallakkai ri Pattiro/ Naiya ana’daranna Petta Kerrampéluwa riasengngé Wé Tenripappang mallakkai ri Kaju siala riasengngé La Tenrilampa/ Najajiang ana’ tellu iyana ritu La Tenriangke’/ La Tenribali/ La Tenrijello’/ Nabbainéna La Tenribali ri Boné/ najajiang ana’ aséra/ Enneng orowané tellu makkunrai iyana ritu La Tenrisukki’/ Iyana Arung ri Boné/ Naiya La Tenrigora To Appasabbi iyana Arung ri Majang/ Naiya La Panaungi To Pawawoi iyana Arung ri Walenna/ Nabbainé ri Kaju ana’ni Matinroé riBettung/ massompullolo La Pateddungi To Pasampoi/ Naiya La Tenrigera To Tenrisampu mabbainéi ri Mampu Riaja/ Najajiangngi Wé Mangampéwali I Da Malaka/ La Tadampare’ maté maloloi/ Naiyana makkunraié iyana irtu Wé Tenrigella mallakkai ri Kung/ Najajiangngi Wé Tenrigau’/ Wé Tenritalunru’ mallakkai ri Palakka/ Najajiangngi Wé Tenripélésé/ Najajiassi Wé Tenrisumange/ Nallakkai ri Pattiro/ Anan’ni Wé Tenriwéwang/ Sijajinna manenro Mappajungngé mabbija sapposisenna Matinroé riItterung/ Matinroé riBettung/ Tellui sijajing Botéqé/ Iyanaritu Mabolongngé sibawa Wé Sidda/ Limai sijajing Bongkangngé/ Iyanaritu La Icca’/ Denraé/ Wé Paseng/ Wé Lémpe’/ Wé Lémpe’na ritampu’ namaté Petta Matinroé riItterung/ Nallakkai paimeng Petta Tenriwéwang anauré ana’ sapposisenna riasengngé La Palureng To Anynyareng/ Nakkarung ri Palakka/ Nainappana jaji Petta I Lémpe’/ Naiyana rimanareng ri Palakka/ Nainappana jaji Petta Tenripakkua/ Namanani Saolebba’é ri Pattiro/ Nasialana Mabbéluwa’é/ Ana’ni Wé Mangke’/ Iyana poeppoi Puwatta’ Petta Torisompaé/ Koni ripaggangka apa’ masséddini apolénna/ Salama’ temmaréullé/ KUNG (ku) [69] Naripammulasi ripau Puwatta’ I Temmaroé makkarungngé ri Kung/ Iyana mallakkai ri Arung Otting siala Pokkalo wijanna La Pattanempunga/ wijanna toi Manurungngé ri Batulappa Pitué Matanna/ Najajiang ana duwa/ Ulu ana’ riaseng La Temmaba/ Panyompare’na riasenni Tamanyawa/ La Temmaba-na arung ri Kung/ Nanréi api bolaé nanré toi Petta La Temmaba/ Nallakkaina I Tamanyawa siala La Mariyo To Cinnong ri Panning/ Najajiang ana’ séuwwa orowané riaseng La Tenriala/ Iyana tolai amauréna Arung ri Kung/ Nabbainé ri Itterung/ Najaji Petta La Tenrinyameng/ Iyana Arung ri Kung/ Naiyana jajiangngi La Maluwu To Ugi/ Naiyasi Arung ri Kung/ Naiyana poana’i La Maléjé Opu Awile’/ Iyasi Arung ri Kung/ Iya tona riaseng Passikki/ Iya tona pésseriwi asséajingenna Mampu Sidénréng/ Engkana Néné Allomo riasengngé To Pasamai Pabbicara Malempu’é ri Sidénréng lao ri Cénrana maélo tarimai ri Datué ri Luwu elli alapung mpulawenna sampu gare’/ Narimélo polé balu’/ rimélo’ ritegerokeng/ Nassurowenni ri Mampu/ Aga nano’na Petta ri Kung/ Opu Daleng tettong ri Paopao/ Nainappa malliweng Néné Allomo/ Na tellu mpenni ri Mampu nappa natiwi’ lao ri Ugi/ Na kona tonang ri lopi/ lao ri Sidénréng/ Iya matona ulengngé naritérina ri Luwué/ [70] Nakkuli-kkuling tériwi tennaullé rumpai’i apa’ temmassisiwi soso’ to Cénranaé karana matauna ripéppéng ri munri ri to Mampué/ Naiya mena narumpa’i sikadong mani to Wajoé tériwi Sidénréng/ Nangka tona Macangngé polé ri Butung/ Iya tona napoada Datué ri Luwu ri Wajo/ Mampu ri olo tatéri apa’ iyaro tettaroi mabboko Luwué/ Naiya napoada Arung Matowaé Puwang Rimaggalatung “Tujukkoni sa tu Opu/ siajing tanaé siajing mpatakku’/ Aga nakkeda Arung Matowaé “Iyaro Arung Pénrang malliweng sita séajitta’ Mampu/ Iya uwaseng madécéng idi’ madodongngé ri Kung/ Ropo’-ropo’i/ ésé’i/ salaga warui/ to pasaué/ rebbai’ nalalo/ Naiya asséajingemmu Sidénréng Itai teppasennangekko”/ Nalliwenna Arung Pénrang/ Arungngé Mampu Riaja To Sengngeng baliwi ada/ Agana iya meni napogau’ to Mampué piléiéngngi to magattina/ pitu ratu’/ Na Arung Mario La Paunru’ dulungangngi lao urai’ ri Sidénréng/ Iya tona ro Néné’allomo dé’ wijanna/ Apa’ séddi muwa wijanna naé’ naunoi/ apa’ massu’i garé’ ri padangngé ana’na Néné’allomo namaélo rémpe’ unreng nalai alangali rakkalana to Sidénréngngé naddépésangngi/ tenna paréwe’i nalao polé/ Pappai baja maélo maréwa tauwé dé’ni alikkaling rakkalana tauwé/ Lao meni polé poadai ri Néné’allomo/ Aga nauno meni ana’na/ Nari paréwe’na pauwé ri Puwatta’ Opu Daleng/ Iyana mabbainé ri Boné siala ana’ daranna Arumponé Mulaié Pajung [71] riaseng Tenrigella/ Najajiang ana enneng/ Ulu ana’na riaseng I Tenrigau’/ iyana Arung ri Kung/ Nallakkai ri sappo sisenna riasengngé La Ulio Matinroé riItterung aseng maténa/ Najajiang ana duwa/ Ulu ana’na riaseng Sangkuru Dacé ritella Loppoé/ Iyana Arung ri Kung/ panyompare’na riaseng I Balolé Daéng Palippu/ Naiyana makkarung ri Majang/ Nallakkai ri Kaju siala Arung ri Kaju La Pattawe’ Daéng Soréyang Matinroé riBerru aseng maténa/ Sappo sisenna Matinroé riItterung/ Najajiang ana’ tellu to sialaé maramuré/ Ulu ana’na riaseng Tenripatéya/ Daca pattellarenna/ Ana’ tengngana riaseng Tenripatuppu Da Dussila pattellarenna Matinroé riSidénréng aseng maténa/ Panyumpare’na riaseng Tenriparola/ Naiya Tenripatéya Arung ri Kaju/ Naiyana Tenripatuppu Arung ri Boné/ Nallakkaina Tenripatéya ri Marowanging siyala La Parénréngi/ Najajiang ana’ enneng tellu makkunrai tellu orowané/ Ulu ana’na riaseng I Ca’ Iyana Arung ri Kung duppai amauréna ncajiangéngngi riasengngé Petta Loppoé/ Naiya pada makkunrainna Petta I Tenripatéya riasengngé Tenriparola/ Kuwani sia mallakkai ri Sumali siala La Palengngeng To Alaung/ Najajiang ana’ duwa/ Ulu ana’na riaseng I Cai To Pataka Malampé’é Pabbekkenna/ Panyumpare’na riaseng Tenribérése’/ Nabbainéna Puwatta’ Lampé Pabbekkeng ri Kaju siala sapposisenna riasengngé I Ca’ anakarung ri Kung/ Na dé’ ana’na nasiabbéang/ Nala metoni akkarungengngé ri Kung Petta Petta Lampé’ Pabbekkeng/ Apa naseng toisa… [72] aléna rimanareng ri Petta Loppoé/ Naléléna mabbainé Lampé’ Pabbekkeng ri Timurung/ sialai anauréna sapposisenna Iyana riasengngé Jello’ Mappakalarué pattellarenna/ Najajiang ngana’ eppa/ Uluanna riaseng La Maddaremmeng Matinroé ri-Bukaka aseng maténa/ Iyana Arung ri Boné/ Dappina riaseng La Tenroaji To Senrima pattellarenna/ Iyana arung ri Kung/ Dappina riaseng Tenriamparang/ Iyana arung ri Cellu/ Maloloé riaseng I Tenriabéng/ Iyana arung ri Mallari/ Naiyana Petta La Tenroaji Arung ri Kung/ Naritolai ri ana’na riasengngé La Pabbéle’/ Matinroé ri-Batubatu aseng maténa/ Naritola ri ana’na riasengngé Daéng Manessa/ Naritola ri ana’na riasengngé La Malagenni Matinroé riPaopao aseng maténa/ Naiya Puwatta Matinroé riBukaka riasengngé La Paddareng/ kuwani ri Wajo mabbainé siala Da Selle’ Ranrengngé ri Tuwa/ Arung toi ri Ugi/ Najajiang ana’ orowané riaseng Pakkokoé Matinroé riTimurung aseng maténa/ Iyana siala ada’daranna To Risompaé/ Najajianni Matanna Tikka To Tenribali pattellarenna Matinroé riNagauleng aseng maténa/ Iyana Arung ri Boné/ Naiya padakkurainna Petta Tenriparola/ ana’na Lampé Pabbékkeng riasengngé I Tenrituppu Matinroé riSidénréng aseng maténa/ Kuwani sia mallakkai ri Barebbo siala La Paddippung/ Najajina La Pasorong/ Nabbainé ri Kung siala I Tasi’Arung Nginru’/ Arutto ri Mariyo/ Najajina La Toge’ Matinroé riButtué aseng maténa/ Iyana mabbainé [73.1] ri Ulo siala Wé Pasao/ ana’ni I Kalépu/ Nallakkai ri Kading/ Najajiang ana’ nasiala La Malagenni Matinroé riPaopao/ Nasiabbéang Petta Matinroé riSidénréng Arung Parebbo/ Naléléna mallakkai ri Mampu ri Sijelling siala Toriléwoé/ Ana’ni Mammésa Batué/ Ana’ni La Pai/ Ana’ni I Palettéi/ Ana’ni I Renrittana/ Nasiala Lebbié ri Kaju/ Ana’ni La Sengngeng/ Nasiala Arung Ceppe’/ Ana’ni Petta ri Téko masséajing ripalié ri Sélong/ Iyana powijai Karaéngngé ri Tallo’/ Arungngé Mampu Riawa masséajing/ Ripaggangka sa nié pauwé apa’ paddupani ri Boné ri Mampu/ SAILONG (sailo) [86] Naripalélé pauwé tanaé ri Sailong/ riasengngé La Maddussila/ mabbainé ri Timurung Najajiangngi Maccipo’é/ Mabbéungeng Ngajué/ Datu ri Sailong riasengngé La Tenriaddéng/ Nabbainé ri Ulaweng siala Daung/ Ana’ni La Papappé’/ Iyana Datu ri Sailong/ Ana’ni La Ibiné/ La I Binéna laoiwi atanna Datué/ Ana’ni La Ngkai To Gajung/ Iyana pawawai ana’ séajing rinanna/ Ana’ni Daéng Riko/ Iyana rielli ri Salassaé/ Iyana naponéné anakarungngé ri Ajang Cempa/ Dé’ pattola padana Petta La Biné/ Pettana La Papappé’ Datu ri Sailong/ Nabbainé ri Mampu siala I Paracu/ Ana’ni To Ekke’/ To Cenning/ To Angke’/ Petta To Ekke’ Datu ri Sailong/ Pettana To Cenning napoléi Daéng Mallawa/ Nabbainéna Petta To Ekke’ ritellaé Cipo’é ri Salangkéto siala Tenritalunru’/ Ana’ni Wé Oddang/ Nallakkai ri Gona/ Ana’ni Pabbukajué/ Nateppa ri Kawu/ Ana’ni To Pamolé/ Padamakkunrai Petta Wé Oddang Matinroe ri Sikubulu/ Ana’daranna Matinroé riBukaka riaseng Tenriamparang/ Mallakkai ri Salangkéto siala To Mannippié/ Najajina Tenritalunru/ Nasialana Datué… [87] ri Sailong/ Ana’ni inanna Pabbukajué/ Ana’ni Matinroé ri-Sikubulu/ Nariparéwe’pauwé/ Da Sau mallakkai ri Sailong/ Ana’ni La Papappé ana’ borowané siamanna tesséinang riaseng La Powe’/ Nabbainé siala I Sama/ Ana’ni Da Pua/ Nallakkai ri Salangkéto siala La Tenrisessu’/ Ana’ni To Manipié/ Nabbainé ri Céllu/ Ana’ni Tenritalunru’/ maddupani ri Boné/ ri Mampu/ ri Sailong/ ri Timurung/ ri Baringeng/ ri Pammana/ ri Ulaweng/ ri Kaju/ ri Sumali/ Aga Nasséuwana ri munrinna/ AWAMPONÉ (awPoen) [87.8] Passaleng/ Arung Tanété ri Ara/ na ri Awamponé/ La Tenritompo’ asenna timpangengngi ri Boné/ Duwai mappada orowané/ I La Matasélompo asenna ri Matajang/ La Tenritompona siala I Dilulino ri Cempalagi/ Najajiang ana’ makkunrai riaseng I Patola/ Nallakkai ri Patadangeng siala La Padawarani/ Najajina I La Tanra/ Nateppa ri Balubu siala La Palippui/ Najajiang ngana’ duwa/ Séuwa riaseng Tenriolo/ Séuwa riaseng I Malagenni/ I Tenriolona matteppa ri Baringeng/ I Malagennina matteppa ri Wajo/ Najajiang ngana’ duwa/ Séuwa riaseng Puwang Alungka/ Séuwa riaseng Puwang Tappe’/ Iya muwa riaseng Puwang Alungka masero lampéna datu limanna/ Iya muwa nariaseng puwang Tappe’/ Sama téppe’na karameng limanna iya mennang/ Puwang Alungkani tudang ri Cempalagi/ Puwang [88] Tappe’ no’ matteppa ri Lonrong siala Punna liu’/ Najajiangngi Tenripetta/ Tenripetta-na timpangi Ara/ Iyana sugi’ sératu parala uwaéna/ Gamo muwa/ balubu muwa/ na-pa-ta-ngu-wa-é/ Sampu’ cakkuridi maneng awi’na/ Waju ricora maneng nabbaju/ Eppa ana’na/ Séuwa riaseng La Temmattola/ Séuwa riaseng I Temmangéngé/ Séuwa riaseng La Sabbamparu/ Séuwa riaseng La Wajallangi’/ Iyana La Sabu’ riala ana’ ri Datué ri Luwu ri Cénrana/ Nariaseng malaweng/ nariwunoianna/ Iyana poalamengngi Latéyariduni/ Naiya mennang narisseng maté La Sabu’/ muttama’na ri gowarinna napoléiwi alamenna ana’na/ Apa’ iya laona I La Sabu’ ri Cénrana natiwi’ mui alamenna/ Aga nasisalana Datué ri Ara/ Datué ri Luwu/ kona meppa ri Cénrana/ Naiyana La Wajolangi malliweng ri Butung/ Nakkotona sia mabbija/ Nabbainéna La Temmattola siala riasengngé I Lulumparu ana’daranna I La Kélasse’/ Mallakkai toni sia I Temmangéngé siala I La Kélasse’/ Pada tiwi’ni pampawa léota/ Naiyana I Temmangéngé maélo’ arung ri Babauwaé/ Sisalani masséajing/ Bétani lao ri Boné/ Riattang rilau’na Laccokkong/ Muttamani ri mappata taungngé/ rilaoisi rirukkai/ Lao manai’si ri attanna Awo/ polési mappanrung-panrung/ Nanawoisi taung laoisi rirukkai ri to Araé/ Bétasi lao manai’ ri Salomékko/ [89] Dua mpenni tudang/ Makkedai I La Kélasse’/ “O Temmangéngé/ aja’ muakkeda silaibiniang/ Asengnga’ séajing/ Tapada matteppa tallarangeng ripada rilaota’/ Nateppana I Temmangéngé ri Raja/ Matteppa tonisa I La Kélasse ri Lamatti/ Najajiang ana’ duwa I La Kélasse’/ Orowané duwa muwa/ Séuwa riaseng La Tenriaji/ séuwa riaseng I La Tenriwasu/ I La Tenriwasu penning ri Caubalu/ Makkedang ngéngngi tanaé ri Caubalu/ La Tenriajina lisu ri Babauwaé/ Engka ana’na céuwwa riaseng I La Lompu/ Makkedai to Babauwaé/” Abbainé arukko Puwang/ Apa’ téyakkeng nakkarungi céra’/ Monro urai ana’na Manurungngé ri Otting temallakkai apa’ dé’ sempennéna/ Mabbainéni La Tenriaji ri Otting siala I Baitinca/ Najajiang ngana’ eppa/ La Tenriwasuna siala I Tenrilolo ri Babauwaé/ Najajiang ngana’ tellu I La Pattikkeng/ I La Patellé/ I Pettalélé/ Iyana I La Patikkeng mabbainé ri Majang siala I Pattanrawanuwa/ Najajiang ngana’ eppa’/ Kerrampéluwa’/ I Tenritonro/ I Tenripappang/ I Tenrilongoreng/ Kerrampéluwa’na mangkau ri Boné/ GONA (gon) [89] Arungngé ri Gona ritella’é Pabukkajué/ Iyana mabbainé ri Boné siala Puwatta’ Matinroé ri Tippulué/ Dé’ ana’ nauru’/ [90] Iya muwa ana’na Arungngé ri Kawu riasengngé To Wappamolé ritella’é Bokkaé/ Iyana Bokkaé mabbainé ri Mangkasa siala Karaéng Sagiringang/ Najaji I Pataling/ Iyana Datu ri Sailong/ Najaji tona La Mappasawe’/ Iyana Arung ri Gona/ Nabbainé La Mappasawe’ ri ana’Arung Salangkéto riasengngé Pabbakkoé/ Seppu to Gona muwa inanna/ Najajina I Patimang ritella’é Karaéng To Lémbang/ Nallakkai ri Mampu siala La Maddussila arungngé Mampu Riaja/ Najajina I Cowa/ Nallakkaina I Cowa ri Mampu Sijelling siala Arung Sijelling riasengngé I Saléng/ Ana’na I Célla’ makkarung ri Mariyo na Arung toi ri Bulobulo/ Puppui/ Bokkaé moto pampawawai/ Iyana seppu’ to Gona/ Najajina Daéng Mammilé/ Iyana makkarung ri Salangkéto/ Mabbainé ri Pao Daéng Mammilé siala ana’na Arung Pao riasengngé I Matako ana’ni La Ngatta/ Iyana makkarung ri Pao/ Nabbainé Arung Pao La Ngatta siala ana’na Datué ri Ulaweng riasengngé I Uba Arungngé ri Kajuwara/ Ana’na La Sura makkarung ri Kampuno/ Ana’na La Koé/ Iyana makkarung ri Pao/ Ana’na La Pandita makkarungngi ri Mico/ *** SEJARAH NEGERI BONE [0] Inilah kitab yang menceritakan sejarah negeri Bone serta raja-rajanya yang bertakhta/ Kisah yang bersumber dari tulisan yang sesuai dengan cerita dari para pendahulu/ Semoga aku tidak kualat/ Semoga aku tidak kena tulah/ Semoga tidak salah mengurai cerita keturunan orang mulia yang bermahkota/ Menyapanyapa tunas bangsawan di pertiwi, anak-cucu Manurung dari Langit/ Mengawali kisah ini, aku memohon izin sebelum mengurai anak-cucu bangsawan Sang Mangkau’ yang tertulis di dalam silsilah/ Alkisah, ketika keturunan bangsawan yang diceritakan dalam Galigo telah pupus, maka tiada lagi pewaris takhta yang disebut sebagai raja/ Manusia tidak saling menyapa dan tidak lagi saling berbicara, antarmereka terjadi perseteruan antara satu dengan lainnya/ Manusia ibarat ikan yang saling memangsa/ Tiada lagi dinamakan adat/ Apatah lagi hukum/ Konon, raja baru muncul setalah keadaan itu berlangsung selama tujuh pariama/ Selama tujuh pariama tidak ada pemimpin/ Sekian lamanya pula orang tidak saling kenal-mengenali dan tidak pula saling sapa/ Adat tiada dipandang/ Hukum tidak dipatuhi/ Adapun asal mula dikenali munculnya lagi Arung, adalah pada suatu waktu, tepatnya pada siang hari, tiba-tiba muncul kilat dan petir yang disertai guntur sambung-menyambung/ Tanah pun bergoyang/ Keadaan itu berlangsung selama seputaran hari pasar/ Manakala kilat, petir, guntur, dan gempa sudah mereda, saat itu tiba-tiba terlihatlah seseorang sedang berdiri tegak di tengah-tengah padang, mengenakan pakaian yang serba putih/ Orang itu diduga sebagai tomanurung/ Orang-orang dari berbagai kampung dengan sigat berkumpul/ Orang itu disangka sebagai tomanurung/ Penduduk kemudian berembuk dan beranjak bersama-sama menghampiri orang yang diduga sebagai tomanurung itu/ Ketika mereka tiba di tempat yang ditujunya, orang banyak itu pun membuka pembicaraan: “Wahai Lamarupe’, kami datang kemari, kasihanilah kami dan jangan menghilang lagi/ Tinggallah di tanahmu ini dan sudilah engkau untuk kami pertuan/ Kehendakmu adalah kehendak kami/ Kami menuruti perintah tuan jikalau tuan berkenan menetap di negeri ini/ Andai saja anak dan istri kami engkau menolaknya, maka kami pun turut menolaknya/ Engkaulah yang kami pertuan/” Beberapa saat kemudian orang yang diduga tomanurung itu pun menjawab: “Sungguh mulia perkataan kalian, tetapi aku beritahukan kalau kalian tidak boleh memperlakukanku sebagai raja, sebab aku adalah rakyat biasa juga, sama seperti kalian semuanya/ Jika memang kalian ingin memiliki pemimpin, maka orang yang berada di sana yang pantas kalian pertuankan/” Orang banyak pun kemudian berucap dengan… [1] berkata: “Lantas, bagaimana mengenali orang yang kami pertuan kalau tidak melihatnya?”/ Maka berkatalah orang yang diduga tomanurung itu: “Jika memang kalian bersungguh-sungguh ingin menemuinya, maka saya pun akan menunjukkan tempatnya”/ Orang banyak itu serempak berkata: “Tuan, Kami sungguh berharap kepadamu kiranya memberi petunjuk pada kami”/ Lalu, orang yang semula diduga tomanurung benar-benar menuntun penduduk yang berkerumun itu berjalan menuju kampung Matajang/ Pada saat itu muncul lagi kilat yang disertai petir/ Secara tiba-tiba mata mereka melihat sosok tomanurung yang sedang duduk di atas batu datar yang mengenakan pakaian serba kuning/ Beliau duduk berempat diapit tiga orang pelayannya/ Seorang memayunginya dengan payung kuning; seorang memegang wadah bekalan; dan seorang lagi memegang cerana/ Orang banyak itu kemudian mendekati sang Tomanurung/ Berkatalah Tomanurung “Engkaukah itu, Matowa?”/ Menjawablah Matowa: “Benar, ini aku, Puang”/ Orang banyak baru juga paham kalau orang yang awalnya dikira raja itu ternyata hanyalah seorang matowa/ Hingga berujarlah sang matowa itu yang awalnya diduga tomanurung: “Itulah tuanku yang sesungguhnya!”/ Setelah itu bergeraklah orang banyak menghampiri sang Tomanurung yang mengenakan pakaian serba warna kuning/ Kelompok orang itu berkata kepada sang Tomanurung yang berpakaian serba kuning: “Puang, Kami sengaja datang ke tempatmu ini, dengan penuh harap agar engkau mengasihi kami/ Sudilah tinggal di tanahmu ini, dan janganlah engkau menghilang/ Menetaplah di sini dan engkaulah kami pertuan/ Kehendakmu adalah kehendak kami/ Kami turuti segala titahmu/ Jika anak dan istri kami engkau tolak, maka kami pun menolaknya/ Jika Tuan tinggal di tanah ini, maka engkaulah menjadi pemimpin kami”/ Menjawablah Tomanurung serba kekuningan itu: “Aku yakin pikiran kalian tidak bercabang, apalagi berdusta/” Setelah itu, sosok yang disebut Tomanurung yang serba kekuningan itu menerima permohonan para rakyat/ Kemudian sang Tomanurung yang serba kekuningan itu berjalan diiringi menuju Boné/ Inilah Manurung Sangianridié yang mula-mula memerintah sebagai raja (arung) di Boné yang bergelar Mangkau’ di Boné/ Istana (langkana) kerajaannya pun didirikan untuk beliau tempati/ Ketika istananya sudah rampung, maka dibawalah sang Manurung menempatinya/ Inilah Manurung yang tidak diketahui siapakah nama dirinya, kecuali nama gelarannya saja yang disesuaikan dengan keadaan dirinya/ Konon, apabila beliau sedang bepergian atau berkunjung suatu tempat, lantas ia melihat sekerumunan orang, serta-merta ia mengetahui jumlah kepala seluruhnya/ Seperti itulah kemampuannya sehingga beliau diberi gelaran, semoga aku tak berdosa, Matasilompo’é/ MATASILOMPOÉ [1.28] Matasilompo’é/ Inilah sosok Manurungngé riMatajang/ Beliau yang memperistrikan sesamanya manurung, yaitu Manurungngé riToro, tidak aku kena tulah, yang bernama Wé Tenriwale’/ Beliaulah yang memperanakkan, semoga aku tidak berdosa, bernama La Ummasa; dan seorang lagi anak, semoga aku tidak berdosa, yang bernama Wé Pattanra Wanuwa/ Mereka lima orang bersaudara, namun nama anak yang lainnya hanya tertulis di dalam naskah gulungan/ Nama yang tertuang… [2] di atas surat ini hanyalah anak pewaris takhta kerajaan Boné sebagai Mangkau’ yang berurutan secara generasi/ Adapun kebijakan yang dilakukan sang Manurung sebagai Mangkau’ di Boné; dialah yang melahirkan yang disebut mappololéténg/ Yang dimaksud mappololéténg adalah sistem hukum yang mengatur hak kepemilikan harta benda beserta bagi semua pihak/ Rakyat pun sudah merasa tenteram atas status harta harta bendanya/ Karena tidak lagi saling menuntut kepemilikan harta masing-masing/ Beliau juga menegakkan hukum (bicara) dan peraturan adat (ade’)/ Kesemuanya menjadi pedoman hukum/ Inilah pula Manurung yang dikenal mempunyai bendera pusaka bernama Woromporongngé/ Dikisahkan, setelah keberadaannya telah mencapai empat windu (pata pariama), maka rakyat Boné melakukan musyawarah yang melahirkan kesepakatan, mengatakan: “Tuan, menetaplah di tanah ini/ Janganlah engkau pergi.” Sang Tomanurung menjawab: “Adalah anak kami bernama La Ummasa yang menggantikanku/ Kepadanyalah aku wariskan perjanjian kita ini/ Setelah itu, muncullah kilat disertai petir sambung-menyambung/ Tak diduga tiba-tiba kedua sang Manurung menghilang dari singgasananya/ Rupanya payung kuning (pajung ridié) dan cerana (salénrangngé) juga gaib/ Maka, secepat itu pula dilantiklah, tidaklah aku kualat, tuan kita bernama La Ummasa sebagai raja Boné/ LA UMMASA PUATTA’ MULAIÉ PANRENG [2.16] La Ummasa/ Inilah pewaris takhta Mangkau’ Boné menggantikan ayahandanya bernama Manurungngé riMatajang yang telah gaib bersama permaisurinya bernama Manurungngé riToro’/ Kedua suami istri gaib/ Setelah La Ummasa wafat diberilah nama Tomulaié Panreng (orang yang mula dikubur)/ Inilah raja yang hanya memakai kalian sebagai payungnya; apabila ia bepergian digunakannya untuk melindungi tubuhnya dari terik matahari/ Tidak ada payung kebesaran di istana Boné/ Beliau bergelar Petta Panrébessié (Pandai Besi)/ Ia disenangi karena perhatian/ Ia dikenali disiplin/ Ia dikenali saksama/ Dan Ia disebut sangat teliti/ Saudara perempuan Arumpone yang bernama Wé Pattanrawanua menikah dengan La Pattikkeng, Arung Palakka/ Adalah La Ummasa sebagai raja Bone yang menaklukkan Biru, Maloi, dan Cellu/ Ia juga merebut Anrobiring dan Majang/ Dia pula raja yang bersengketa dengan iparnya bernama La Pattikkeng Arung Palakka, hingga keduanya terlibat perang/ Tiga bulan lamanya perang, namun tidak ada pihak yang kalah/ Keduanya pun memilih berdamai/ Belum terbilang kebesaran dan kekuatan negeri Boné pada masa pemerintahannya/ Beliau tidak memiliki anak pewaris, kecuali To Suallé dan To Sulowaka sebagai anak kandungnya, sebab istrinya adalah wanita kalangan rakyat biasa/ Ketika beliau tahu kalau saudarinya yang telah menikah di Palakka pun sudah hamil, … [3] serta-merta ia pergi menjenguknya untuk memastikan kabar itu/ Perasaannya senang ketika ia melihat keadaan saudarinya, Wé Pattanrawanua, benar-benar hamil/ Menjelang beberapa lama setelah mengetahui kehamilan saudarinya, ia pun menunggu waktu melahirkan. Dengan segera beliau memerintahkan kedua anaknya, To Suwallé dan To Sulowaka, dengan berkata: “Pergilah kalian berdua ke Palakka menjenguk bibimu, saudariku, karena ia sedang menanti persalinan/ Jika ia melahirkan, maka segeralah bawa sang bayi bersama darahnya ke mari/ Di sinilah tali pusarnya nanti dipotong dan darahnya dibersihkan”/ To Suwallé dan To Sulowaka bergegas berangkat menuju Palakka/ Ketika mereka tiba, keduanya pun segera naik di istana Palakka/ Belum juga To Suwallé dan To Sulowaka duduk, permaisuri Arung Palakka pun melahirkan/ Anaknya adalah seorang lelaki, sosok tubuh sang bayi menampakkan kalau ia sosok satria/ Rambutnya tegak berdiri ke atas/ To Suwallé dan To Sulawaka dengan sigapnya kemudian menaruh tubuh bayi dan darahnya di atas wadah lalu membungkusnya dengan kain dan membawanya ke timur di Boné/ Pada waktu sang bayi dibawa pergi, secara kebetulan Arung Palakka tidak berada di tempat/ Ketika tiba di Boné, sang bayi pun dinaikkan ke istana/ Secepat itu pula tembuninya dipotong dan tubuh sang bayi pun dibersihkan/ Saudari Arumponé bernama Wé Samateppa yang disuruh menyusui dan mengasuh keponakannya itu/ Sudah semalam sang bayi tiba, penduduk Bone pun diundang datang berkumpul/ “Wahai kalian, berkumpullah esok hari dan bawalah serta perlengkapan perangmu/” Pada esok harinya orang-orang sudah berkumpul dan membawa lengkap peralatan perangnya/ Bendera Woromporong tak lupa dikibarkan/ Raja Bone segera turun menuju baruga. Beliau kemudian membuat pengumuman kepada penduduk: “Wahai semua rakyat Boné, Aku sengaja memanggil kalian datang ke tempat ini untuk menyampaikan berita/ Anak lelaki saya itu saya beri nama La Saliu, gelarannya ialah Kerrampéluwa’/ Kepadanyalah aku wariskan mahkota Boné ini/ Kepadanya pula aku wariskan perjanjian (uluada) yang telah diwasiatkan oleh raja kita sebelum keduanya gaib”/ Segenap rakyat Bone bersetuju kemudian mengucapkan syair sumpahsetianya/ Para Bissu segera dipersilakan menyajikan persiapan upacara/ Dalam hitungan sehari saja persiapan berikut hiasannya sudah lengkap termasuk pernak-perniknya/ Puang Kerrampeluwa’ kemudian dilantik oleh pamannya/ Tujuh hari tujuh malam, rakyat melangsungkan pesta meriah, selama itu pula bayi dipangku siang dan malam/ Setelah masa perlakuan sudah cukup, tembuninya pun ditanam/ Setelah upacara menanam tembuni dan ketuban, barulah Puang Matowa meninggalkan istana Bone/ [4] Puwatta’ Kerrampéluwa’ yang diberi gelar Arumponé/ Dialah yang tinggal di dalam istana/ Adapun bibi Puwatta’ bernama Wé Samateppa sebagai pengasuhnya/ Sedangkan Puwatta’ sang Matowa, kalau ia akan bepergian maka ia pun menyampaikan pesan kepada anaknya, dengan berkata: “Naiklah kepada Tuanmu, katakanlah: “Puwatta’akan bepergian, utuslah pengawal untuk mengantarnya”/ Maka orang yang memangku bayi menyambut dengan berkata: “Sampaikan pesan, panggillah orangorang untuk mengantar Tuan”/ Demikian gerangan kegiatan Puwang Matowa kalau ia akan bepergian dengan urusan apa saja/ Setelah sepuluh tahun lamanya Puwang Matowa menyerahkan mahkota kepada keponakannya, dia tertimpa penyakit yang sangat parah/ Penyakitnya itu pulalah yang membawa ajalnya/ Beliau diberi gelar bernama Puwatta’ Mulaié Panreng/ Puwatta’ Mulaié Panreng sebagai paman dari Puwang Kérrampéluwa’/ Puwatta’ Kérrampéluwa’ yang menggantikan pamannya sebagai pemangku kerajaan Boné/ Nama dirinya adalah La Saliu/ LA SALIU PETTA KERRAMPÉLUWA’ [4.16] Namanya La Saliu/ Bergelar Petta Kerrampéluwa’/ Ia adalah pewaris Mangkau’ Boné menggantikan pamannya/ Puwatta’ Kerrampéluwa’ sudah menerima takhta dari sang Paman, Petta Mulaié Panreng, ketika masih hidup/ Umurnya baru semalam ia diserahi takhta itu/ Ia pun dilantik saat itu juga/ To Suwallé yang mendampinginya dan To Sulawaka sebagai Makkedang Tana/ Jika ada perkara, maka akan diputuskan oleh Hakim/ Setiap perkara dibawa naik ke istana kemudian disidangkan oleh para Hakim/ To Suwallé-lah yang memangku sang bayi dan darahnya/ Kedua belah pihak yang beperkara pun saling memberi keterangan/ To Sulawaka yang menimbang ucapan kedua belah pihak yang beperkara itu/ Orang yang memangku darah dan menggendong sang bayi itulah yang memutuskan, siapa pihak yang benar, serta menunjukkan kesalahan pihak yang memang salah/ Ketika umur Puwatta’ Kerrampéluwa’ memasuki remaja, sudah pantas mengapit perempuan dan memangku istri/ Ia pun berangkat ke barat di Palakka menjumpai orang tuanya/ Ketika ia tiba di barat, di Palakka, serta-merta ia disambut oleh orang tuanya/ Ia pun diberi warisan yaitu istana (langkana) dan pasar Palakka/ [5] Pasar Palakka kemudian dipindah ke timur di Boné/ Beralih pula pembeli dan pedagang Palakka menuju Boné/ Sehingga di Boné-lah tempat orangorang berpasar/ Ketika ia berada di Palakka dan bertemu dengan kedua orang tuanya, Kerrampéluwa’ pun dikawinkan dengan sepupunya yang bernama Wé Tenriroppo/ Wé Tenriroppo adalah anak pewaris takhta dari Arung Paccing/ Dialah yang melahirkan, tidaklah aku kualat, Wé Benrigau Daéng Marowa dan Wé Tappatana Daéng Mabélo/ Masing-masing diberi gelaran, Wé Benrigau sebagai Makkalempié, dan Wé Tappatana sebagai Bissu Rilalempili’/ Wé Benrigau diangkat sebagai arung di Majang/ Dipilihlah beberapa orang Bukaka kemudian dibawa ke Majang/ Merekalah sebagai pengasuh Puwatta’ Makkalempié/ Istana Saolampé kerajaan Boné bernama Lawélareng didirikan, sehingga Makkalempié diberi gelaran bernama Massaolampéé Lawélareng/ Orangorang juga memberinya gelar Puwatta’ ri Lawélareng/ Puwatta’ Kérrampéluwa’ sangat disenangi karena ia kuat/ Ia disenangi pula karena disiplin, rajin, dan pemurah/ Tidak diketahui pasti kadar kepintarannya, namun disaksikan nyata keberaniannya/ Semenjak lahir, satu kali pun Ia tidak pernah terkejut/ Bahkan ia tidak pernah terkejut hingga umurnya sampai tuanya/ Konon, perasaannya pun tidak pernah kaget, walau sedikit saja/ Beliaulah yang membuat istilah Dowakaé/ Dia pulalah raja yang membuat ucapan peringatan kepada pihak lawan sebelum menggelar serbuan/ Itulah yang kemudian disebut pattuppubatu atau timu-timu yang kemudian ditiru oleh raja-raja dahulu kala yang tercatat dalam kisah La Galigo/ Dialah yang menghimbau agar kita meneladani nenek moyang/ Puwatta’ Kerrampéluwa’ yang disebut membuat dua bendera warna merah/ Kedua bendera merah ini menjadi pengapit bendera Woromporong/ Satu bendera berada di sisi kanan dan yang satunya lagi berada pada sisi kiri Woromporong/ Itulah sebabnya orang Bone membagi diri menjadi tiga kelompok bila mereka berada di tengah padang/ Satu kelompok bernaung di bawah bendera Woromporong yang disebut Toddo’puli sebagai bendera naungan Raja/ Satu kelompok bernaung di bawah bendera merah sisi kanan Woromporong/ Satu kelompok lagi berposisi di bawah bendera merah sisi kiri Woromporong/ Sang Matowa Matajang sebagai komado Woromporong yang menaungi para prajurit Majang, Mataanging, Bukaka Tengnga, Kawerang, Palléngoreng, dan Mallari sebagai pembawanya/ [6] Kelompok prajurit yang bernaung di bawah bendera merah yang beropisisi di sisi kanan Woromporong adalah prajurit Paccing, Tanété, Lémolémo, Masalle, Macégé, dan Bélawa/ Kajao Paccing sebagai komando/ Adapun prajurit yang bernaung di bawah bendera merah pada sisi kiri Woromporong adalah Araseng, Ujung, Paccing, Ta’, Katumpi, Paddaceng, dan orang Madelloé/ Kajao Araseng sebagai komando/ Rakyat merupakan anggota pasukannya sekaligus laskar yang menggerakkannya/ Raja Kerrampéluwa juga mengalahkan Palléngoreng, Sinri, dan Anrobiring/ Beliau juga mengalahkan Mellé/ Ia juga mengalahkan Saccénreng, Cirowali, Bakke’, Apala, Tanété, Attassalo, Satangga, Laccokkong, Lémoape’, Bulu Riattassalo, Parigi, dan Lompu/ Beliau pula Raja Boné yang mampu mempersatukan rakyat Boné dan orang Palakka, di mana Palakka memperoleh statusnya sebagai anak dari Boné/ Kelompok Limampanuwa juga datang dari Kampung ri Lau Ale’ dengan menyerahkan tanahnya untuk bergabung ke dalam kerajaan Boné/ Raja Babauwwaé yang bernama La Tenriwasu pun datang menemui menantucucunya dengan maksud menggabungkan negerinya di dalam kerajaan Boné/ Raja Barebbo’ juga datang menggabungkan negerinya sekaligus menyatakan pertuanannya kepada Arumponé/ Arung Pattiro bernama La Paonro pun tidak ketinggalan datang menenui Arumponé; memang ia sebagai ipar, menyatakan pula penggabungannya pada Boné/ Datang juga Arung Cina, Ureng, dan Pasémpe’ menggabungkan tanahnya dan dijadikan sebagai anak dari Bone, inilah yang kemudian disebut dengan nama Tellumpanuwaé/ Hadir pula Arung Kaju, La Tenribali, menyatukan pertuanan negerinya kepada Boné dan mendapat status sebagai palili/ Selain itu, Arung Kaju bernama La Tenribali juga membawa duta lamaran kepada putri Makkalempié yang bernama, semoga aku tidak kualat, Wé Banrigau Daéng Marowa/ Lamarannya diterima, kemudian pihak Bone melakukan perkunjungan balasan ke Kaju/ Persiapan pernikahan di Bone dilakukan dengan segera/ Pesta pernikahan Arung Kaju bernama La Tenribali dengan putri Raja Bone bergelar Makkalempié pun dilangsungkan dengan meriah/ Tidak ketinggalan Arung Ponré datang menyatakan pertuanan negerinya kepada Boné/ Kelompok Sembilan Kampung [7] dari Riattangale’ (sembilan kampung selatan hutan) serta Sembilan Kampung Riawangngale’ (sembilan kampung utara hutan) juga datang menyerahkan tanahnya kepada Boné/ Kerrampéluwa-lah sebagai Mangkau’ Boné yang mengalahkan wanuwa sekeliling Boné/ Beliau dikenal sebagai raja yang sangat memuliakan kedua orang tuanya/ Dia juga memerdekakan budak pribadinya dan menempatkannya di Panyula’ yang kemudian disebut orang Panyula’/ Sedangkan budak yang diperolehnya hingga ia menjadi raja ditempatkannya di Limpenno/ Orang Panyula’ dan orang Limpenno mengabdi sebagai pencari ikan/ Mereka juga sebagai pendayung dan pengusung tandu bila Raja Boné bepergian jauh/ Ketika genap tujuh puluh dua tahun memangku jabatan Mangkau’ Boné, beliau mengumpulkan orang seluruh kampung di Boné/ Berkata Arumponé kepada rakyat, “Wahai kalian semuanya, aku mengumpulkanmu sebab umurku sudah tua, aku merasakan tubuhku sudah lemah/ Namun aku ingin melihat kalian berkumpul/ Setelah itu, orang Boné pun bersepakat, kemudian memilih hari yang baik/ Manakala hari yang disepakatinya sudah tiba, rakyat Bone pun berbondong-bondong hadir/ Woromporongngé dinaikkan dan berkumpullah seluruh palili Boné/ Setelah acara makan/ Berucaplah Raja Boné kepada rakyatnya, “Adapun maksud yang ingin saya sampaikan kepada kalian rakyat Boné seluruhnya tak terkecuali/ Adalah anak saya bernama Wé Banrigau’ bergelar Daéng Marowa Makkalempié aku inginkan mewarisi takhta Bone apabila suatu ketika aku sudah wafat/ Kepadanya pula aku amanahkan memegang persepakatan kita (uluada) sebagaimana yang diwasiatkan Puwatta’ Mulaié Panreng/ Setelah acara itu, rakyat pun membubarkan diri/ Hanya semalam setelah Puang Kerrampélua’ menyampaikan pesannya, tiba-tiba ajal pun menjemputnya/ Adapun anak Puwang Kerrampéluwa’ yang bernama, tidaklah aku berdosa, La Saliu, dari istri sepupunya bernama, tidaklah aku berdosa, Wé Tenrirompo Arung Paccing: seorang bernama Wé Benrigau Daéng Marowa Makkalempié bergelar Bissu riLalempili mempersuamikan sepupunya bernama La Tenribali Arung Kaju/ Melahirkan anak bernama La Tenrisukki’, La Pataungi To Pawawoi Arung Palenna, [8] La Pateddungi To Pasampoi, La Tenrigora Arung Cina dan Arung Majang, La Tenrigerra To Tenrisaga, La Tadampare’ mati muda, Wé Tenrisumange’ Da Tenriwéwang, Wé Tenritalunru Da Tenripalesa/ Adapun anak Puwang Kérrampeluwa’ dari isrinya yang bernama Wé Tenro Arung Amali, sepupu dari saudari ibunya, bernama La Mappasessu’/ La Mappasessu’ memperistrikan Wé Tenrilékke’/ Puwang Kerrampéluwa’ tiga bersaudara/ Saudarinya bernama Wé Tenripappa, dialah yang mempersuamikan La Tenrilampa Arung Kaju/ Melahirkan La Tenribali yang kemudian kawin bersepupu dengan Makkalempié/ Adapun saudarinya Puwang Kerrampéluwa’ bernama Wé Tenrirompo/ Wé Tenrirompo mempersuamikan La Paonro Arung Pattiro, melahirkan La Settia Arung Pattiro yang kemudian memperistrikan Wé Tenribali/ Manakala Puwang Kerrampeluwa’ wafat, ia digantikan oleh anaknya bernama bernama Wé Banrigau’ sebagai Raja Bone/ WÉ BANRIGAU’ DAÉNG MAROWA [8.16] Wé Banrigau’ Daéng Marowa sebagai pewaris Mangkau’ Boné menggantikan ayahandanya, Kerrampéluwa’/ Puwang Kerrampeluwa’lah yang memperanakkan Mallajangngé riCina/ Ketika Puwang Kerrampeluwa’ wafat, maka Makkalempié-lah yang menjadi Mangkau’ Boné/ Sebab dialah yang diwasiatkan oleh Puwang Mallinrungngé yang melahirkannya yang bernama, tidaklah aku berdosa, Wé Banrigau’ bergelar Daéng Marowa disapa Makkalempié Bissu Rilalempili’/ Majang adalah kekuasaannya, dikenal menjadi bissu sekaligus bertakhta pula di Majang/ Dia digelar Arumpone sejak dilantik sebagai Mangkau’/ Dia dikenal sebagai pribadi pemikir/ Baru dua tahun masa haidnya, orang tuanya pun menjodohkannya dengan Arung Kaju bernama La Tenribali/ Hanya dua nama anaknya yang tertuang di dalam lontara’ ini/ Adapun anak yang lain sebanyak tujuh orang tertuang di dalam silsilah yang panjang/ Nama yang tercatat dalam lontara’ adalah Puwang La Tenrisukki’ dan La Tenrigorai/ Makkalempié inilah menjadi Mangkau’ di Boné/ Dia menyampaikan kehendaknya kepada Arung Katumpi yang bernama La Dati untuk membeli gunung di Cina seharga sembilan puluh kerbau pejantan/ Maka gunung yang berada di sebelah barat Ladiddong itu pun dijual kepada Puwang Makkalempié/ [9] Harganya sejumlah tiga puluh ekor kerbau/ Setelah itu, beliau menyuruh orangnya menjaga gunung Cina tersebut/ Ia juga menyuruh memagarinya/ Ia juga menyuruh mengolah gunung di sisi baratnya Ladiddong/ Namun penduduk Katumpi mengganggu para petani dan pekebunnya yang tinggal di Cina/ Arumponé mengutus orangnya memberi peringatan kepada Arung Katumpi/ Tiga bulan berselang setelah utusan Arumponé memberi peringatan Arung Katumpi, Jennang Arumponé pun dibunuh/ Akibatnya, Arumponé sangat marah dan berseru menyerang Katumpi/ Maka Katumpi pun diserang oleh orang Boné/ Hanya sehari saja Katumpi dapat ditaklukkan/ Disitalah sawah sebelah timur dan baratnya Ladiddong, demikian pula sawah yang berada di sisi utara Ladiddong/ Adapun saudaranya yang bernama La Tenrigora, dialah yang diberi warisan Majang dan Cina, sehingga La Tenrigora-lah yang bergelar Arung Majang dan Arung Cina/ Adapun anak sulung Raja Boné bernama, semoga aku tidak berdosa dan tidak celaka, La Tenrisukki’, dialah yang mewarisi mahkota Boné/ Dialah, semoga aku tidak berdosa, bernama La Tenrisukki’, yang mewarisi takhta kekuasaan Boné dari ibundanya/ Puwang Makkalempié menduduki takhta selama delapan belas tahun kemudian menyerahkannya kepada anaknya/ Beliau juga menyerahkan istana dan menaikkan La Tenrisukki’ ke atas singgasana/ Adapun Makkalempié dan saudaranya bernama La Tenrigora kemudian pindah ke Cina bertempat tinggal bersama para pelayannya/ Hanya empat tahun tinggal di Cina, pada suatu hari ketika Makkalempié naik ke rakkéyang (loteng) kemudian duduk di atas tikarnya, secara tiba-tiba datanglah sesuatu yang disebut api dewata/ Api itu kemudian bergerak menggulung naik ke rumah/ Konon api itu menjalar ke atas rumah dengan melewati tangga, terus menggulung naik menuju rakkéyang/ Manakala api dewata itu sudah padam, maka Puwang Makkalempié pun tidak terlihat di atas tempat duduknya/ Itulah sebabnya kemudian diberi gelar Puwatta’ Mallajangngé riCina/ Anak sulung Puwang Makkalempié dari suaminya bernama La Tenribali adalah bernama [10] La Tenrisukki’/ Kepadanya diwariskan mahkota kerajaan Boné/ Dia menikah dengan sepupunya bernama Wé Tenrisongké, anak dari La Mappasessu’ dan Wé Tenrilékke’/ Beliau melahirkan anak laki-laki yang bernama La Ulio Botéé/ Anak keduanya bernama La Panaungi To Pawawoi yang kemudian menjadi Arung Walenna/ La Panaungi memperistri sepupunya bernama Wé Tenriésa Arung Kaju yang bersaudari kandung dengan Wé Tenrisongké/ Ia melahirkan anak bernama La Pattawe’ disapa Daéng Soréang, dan nama anumertanya yaitu Matinroé riBettung/ Beliau melahirkan lagi anak bernama La Palellung/ Anaknya ini disebut terbunuh di Soppéng/ Anak berikutnya bernama La Pateddungi To Pasampoi/ Inilah yang memperistri Wé Malu yang menjadi raja di Toro’/ Dia melahirkan anak perempuan bernama Wé Tenritubba yang menjadi Arung Pattiro/ Anak berikutnya bernama La Tenrigerra’ disapa To Tenrisaga dan nama gelarannya Macella’é Gemme’na (si Rambut Merah) yang menjadi Raja Timpa/ Dialah yang memperistri Wé Tenrisumpala Arung Mampu, anak dari Puwatta’ La Potto To Sawédi Raja Mampu Riaja dan istrinya Puwang Wé Cirodo Datu Bunné/ Beliau melahirkan anak bernama Wé Mangampewali disapa I Da Malaka/ Wé Mangampéwali I Da Malaka yang mempersuamikan keponakan dari sepupunya yang bernama La Goméng To Saliwu disapa Riwaweng/ Ia melahirkan anak bernama La Saliu yang kemudian menjadi Arung Palakka dan menjadi Maddanreng di Mampu/ La Saliu yang kemudian memperistri Ratu Wé Lampé yang beristana di Palakka/ Dia melahirkan anak bernama La Tenriruwa Matinroé riBantaéng/ Anak keduanya bernama La Tadampare’, disebut mati muda/ Anak berikutnya bernama Wé Tenrisumange’ disapa I Da Tenriwéwang/ Inilah yang mempersuamikan La Tenrigiling Arung Pattiro Magadingngé anak dari La Settia Arung Pattiro dari istrinya bernama Wé Tenribali/ Wé Tenrisumange’ melahirkan anak bernama Wé Tenriwéwang disapa Denraé/ Wé Tenriwéwang mempersuamikan sepupunya bernama La Ulio Botéé/ Anak yang berikutnya lagi bernama Wé Tenritalunru disapa I Da Tenripaléssé/ Ia menikah di Palakka mempersuamikan La Malauku disapa [11] La Weddo To Tenri/ Wé Tenritalunru melahirkan anak perempuan bernama Wé Tenripaléssé/ Wé Tenripaléssé kawin di Itterung mempersuamikan Petta La Taubaweng, melahirkan Petta La Goméng disapa To Saliwu Riwawo/ Petta La Goméng yang disebut memperistrikan keponakan sepupu dari ibunya yaitu Wé Mangampéwali disapa I Da Malaka/ Ia melahirkan putra bernama La Saliu yang menjadi Arung Palakka dan Maddanreng Mampu/ La Saliu disebut memperistri Wé Lémpe’ yang beristana di Palakka/ Dialah yang melahirkan La Tenriruwa Matinroé riBantaéng/ Anak keduanya yang bungsu bernama Wé Tenrigella menjadi istri dari La Maléjé disapa Opu Daléng sebagai Arung Kung/ Ia melahirkan anak bernama Wé Tenrigau/ Wé Tenrigau kawin dengan sepupunya bernama La Ulio disapa Botéé/ Sementara itu Arung Kung yang bernama Wé Temmarowé menikah di Otting dengan mempersuamikan La Polokalo putra dari La Pattanempunga yang menjadi pewaris Manurung riBatulappa bernama Pitué Matanna (bermata tujuh)/ Ia melahirkan dua orang anak/ Anak sulung bernama La Temmaba yang kemudian menjadi raja di Kung/ Adapun saudari kandungnya bernama Wé Temmancawa meninggal dunia ketika terjadi peristiwa kebakaran rumah/ La Temmaba menjadi korban peristiwa kebakaran itu/ Wé Temmancawa menikah dengan La Malarina dari Panning, melahirkan anak laki-laki bernama La Tenriali/ La Tenriali sebagai pewaris takhta dari pamannya/ La Tenriali menikah di Itterung, melahirkan anak laki-laki bernama La Tenrianyameng/ Petta La Tenrianyameng kemudian menjadi Arung Kung/ Dialah melahirkan La Maluwu disapa To Agi/ Dia juga yang mewarisi takhta kerajaan Kung/ La Maluwu yang memperanakkan La Maléjé Opu Dale’/ Opu Dale yang menjadi raja di Kung/ Dia juga yang memperistri Wé Tenrigella dan melahirkan Wé Tenrigau/ Wé Tenrigau kemudian menikah dengan sepupunya bernama La Ulio Botéé, anak bungsu dari Puwatta’ La Mallajangngé dari saudara bungsunya bernama La Tenrigorai disapa To Wappasabbi/ Dialah menjadi Arung Cina sekaligus Majang/ Orang yang mewarisi takhta di Boné dari Puwatta’ Mallajangngé adalah anak sulungnya yang bernama La Tenrisukki’/ LA TENRISUKKI’ MAPPAJUNGNGÉ [12] Namanya La Tenrisukki’/ adalah pewaris Mangkau’ menggantikan ibunya, Mallajangngé riCina/ Empat tahun setelah diserahi takhta, sang ibunda mangkat secara gaib di Cina/ La Tenrisukki’ memperistri sepupunya bernama Wé Tenrisongké anak dari La Mappasessu’ Arung Kaju dan Wé Tenrilékke’/ Lahirlah anak bernama La Ulio Botéé/ Lahirlah Wé Denradatu dan Wé Sidamanasa/ La Tenrisukki’ menjadi Mangkau’ di Boné manakala Datu Luwu bernama Déwaraja yang disapa To Séngara dan bergelar Batara Lattu, mendarat untuk menyerang Boné/ Ia berpangkalan di selatan Céllu/ Di situlah prajurit Luwu mendirikan pangkalan/ Setelah pertempuran pertama, pasukan Luwu kemudian dipancing dengan sekumpulan perempuan yang dikawal berjalan kaki menyusuri sisi barat sungai/ Pihak musuh pun terpancing kemudian mengikutinya menuju arah selatan sungai pada dinihari/ Prajurit Luwu kemudian berseru untuk menyerbu pasukan Bone/ Adapun pasukan Bone ada yang mengambil pangkalan di Biru- Biru/ Pada keesokan harinya para perempuan yang berada di pelabuhan sebelah timur Anrobiring itu terlihat di pandangan pasukan Luwu/ Kumpulan perempuan itu yang kemudian mereka kejar-kejar/ Pasukan Luwu yang berpangkalan di selatan sungai pun mulai bergerak/ Rupanya mereka diperdaya, sehingga mereka berhasil disergap oleh pasukan Bone/ Lalu pasukan Luwu dipukul mundur dan mereka pun tercerai berai/ Payung Datu Luwu berhasil direbut oleh pasukan Boné/ Sangat beruntunglah karena Datu Luwu tidak dipenggal oleh prajurit Boné karena Raja Boné cepat tiba dan berhasil menenangkan pasukan Bone/ Raja Bone memberi nasihat dan mengendalikan amarah pasukannya/ Puwatta’ Raja Boné berteriak lantang kepada pasukannya: “Wahai kalian, janganlah memenggal kepala Datu Luwu!”/ Sang Datu kemudian dibimbing berjalan menuju ke arah timur menuju perahunya/ Untung tidak teraih, hanya perahu kecil yang didapati sang Datu untuk ditumpanginya pulang ke negerinya/ Itulah asal mula adanya lagi payung di Boné/ Adalah payung berwarna merah milik Datu Luwu disita oleh pasukan Bone/ Setelah perang usai, terjadilah perundingan antara Raja Bone dan Raja Luwu/ Raja Boné bermaksud mengembalikan payung kerajaan Datu Luwu yang disita itu/ Namun Datu Luwu berkata: “Wahai, saudaraku Raja Boné, milikilah payung itu sebab engkau yang ditakdirkan oleh Déwata Yang Esa bernaung di bawahnya/ Walaupun bukan di tengah peperangan, aku pun rela menyerahkan payung itu kepadamu/ [13] Apatah lagi kita dalam pertempuran dan engkau berhasil merebutnya, maka sudah sewajarnyalah itu menjadi milikmu/ Memanglah itu adalah hakmu/ Kalaupun diberi pertimbangan, memang aku memiliki dua payung/ Payung merah itu adalah payung kedatuan Luwu yang telah direbut Boné/ Itulah sebabnya La Tenrisukki’ kemudian diberi gelar, semoga aku tidak kualat, Mappajung ri Boné (yang berpayung di Boné)/ Inilah raja Boné yang membuat perjanjian dengan Datu Luwu yang bernama To Séngareng Déwaraja setelah keduanya terlibat perang/ Beginilah isi perjanjian keduanya/ Inilah surat yang menuliskan Uluada antara Boné dan Luwu setelah berperang/ Arumponé dan Datu Luwu duduk bersama melakukan perjanjian yang dikenal dengan nama “Polo Malélaé ri Unynyi” (Patah Malela di Unynyi)/ Berkata Arumponé kepada Datu Luwu, Déwaraja: “Baik kiranya kita mempersaudarakan negeri kita”/ Menjawablah Datu Luwu: “Baiklah wahai Arumponé”/ Berkata Arumponé: “Khilaf saling menyadarkan, rebah saling menegakkan, dua hamba satu tuan, perbuatan Luwu adalah perbuatannya Boné, perbuatan Boné adalah perbuatannya Luwu/ Bersatu dalam keburukan dan bersatu dalam kebaikan/ Tidak saling mematikan/ Saling mencarikan kepemilikan/ Saling mengunjungi, namun tidak saling memberi beban/ Kita tidak saling menanti kelengahan/ walaupun semalam orang berada di Luwu, maka ia menjadi orang Luwu/ Meskipun hanya semalam orang Luwu tiba di Boné, maka ia sudah menjadi orang Boné/ Tidak saling mengenakan keris/ Hukum Boné adalah hukumnya Luwu/ Hukum Luwu adalah hukumnya Boné/ Adat Boné adalah adatnya Luwu/ Adat Luwu adalah adatnya Boné/ Tidak saling menginginkan emas murni dan tidak saling intai harta warisan/ Barangsiapa yang tidak mengingat pada uluada (perjanjian) ini, maka ia akan disapu bagai sampah oleh Déwata/ Nasib itu akan menimpa anak-cucu, akan hancur dan remuk bagaikan telur yang dihempaskan di atas batu ini/ Tanahnya akan binasa dan tertindih batu/ Datu Luwu bernama To Séngareng Dewaraja pun mengangguk/ Perjanjian itu kemudian dinamakan Polo Malélaé ri Unynyi, sebab di kampung Unynyi diadakan upacara damai, tepatnya di antara patahanpatahan badik maléla/ Setelah melakukan persepakatan dan membuat penanda penguatan perjanjian diri, kedua belah pihak pun meneguhkan pendiriannya/ Mereka kembali ke negerinya, meminum air sejuknya, memakan nasi pulennya/ [14] Inilah Mangkau’ Boné yang terlibat pula perselisihan dengan orang Mampu kemudian saling melakukan persiapan perang/ Hingga keduanya terlibat perang/ Kedua kubu berjumpa di sisi selatan Tanrung/ Namun pasukan Mampu dapat dipukul mundur hingga terdesak ke dalam negerinya sendiri/ Arung Mampu yang bernama La Pariwusi pun menampakkan wajah untuk menyatakan kekalahan serta menyodorkan pusakanya di hadapan Arumponé/ Arung Mampu menyatakan: “Kehendakmu adalah titah Raja Boné/ Janganlah ringkus diriku bersama prajuritku”/ Arumponé berucap: “Wahai Arung Mampu, aku akan lepaskan prajuritmu, dan kujadikan negerimu sebagai bawahan Boné/ Akan tetapi, janganlah menginginkan emas murni dariku, pewaris masa depan, dan harta yang banyak/ Berpesanlah kepada anak-cucumu/ Setelah itu Arung Mampu mengucapkan ikrar kesetiaannya”/ Setelah mengucapkan sumpah setianya, Arung Mampu bersama negeri bawahannya segera kembali ke negerinya/ Sudah sekian lama berselang, Arumponé pun melakukan lawatan ke Mampu/ Dua puluh tujuh tahun lamanya memerintah kemudian Puwatta’ mengidap penyakit/ Beliau pun mengumpulkan anak-cucunya dan berucap: “Penyakit Saya sudah parah/ Andai aku kelak meninggal dunia, maka anakku yang bernama La Ulio adalah pewarisku/ Setelah berpesan, beliau pun menghembuskan nafas terakhirnya/ Adapun anak Puwang Mappajung dari istrinya yang bernama Puwang Wé Tenrisongké adalah bernama La Ulio disapa Boté’é/ La Ulio kemudian memperistri sepupunya bernama Wé Tenriwéwang disapa Denraé, anak dari saudari Puwang Mappajung yang dinamakan Wé Tenrisumangé’ dari suaminya yang bernama La Tenrigiling Arung Pattiro Magadingngé/ Beliau melahirkan anak bernama La Tenrirawé Bongkangngé, La Icca’, Wé Lémpe’, dan Wé Tenripakkuwa/ Nama anumerta beliau adalah Matinroé riBiccoro/ Adapun adik langsung La Ulio ialah bernama Wé Denradatu/ Nama Wé Sidda tidak disebutkan keturunannya di dalam silsilah; nama Wé Sidda hanya disebutkan saja/ Dialah Wé Denradatu mempersuamikan lelaki bernama La Burungeng Daéng Patompo anak dari La Panaungi To Pawawoi Arung Palenna dengan istrinya bernama Wé Mappasungngu Manasa/ Melahirkan anak laki-laki bernama La Paunru Daéng Kelling/ Inilah yang bersama-sama La Mulia mengamuki Puwang Boté’é/ Adapun yang mewarisi Puwang Mappajung adalah anaknya yang telah disebutkan dalam wasiatnya kepada rakyat yaitu bernama La Ulio/ LA ULIO BOTÉ’É [15] Namanya La Ulio, disapa Botéé/ Dia pewaris Mangkau’ di Boné menggantikan ayahandanya/ Mappajung La Tenrisukki’ yang memperanakkan Matinroé riItterung/ Setelah Puwang Mappajung wafat, maka anaknya yang bernama Botéé menjadi pewaris Mangkau’ di Boné sesuai dengan apa yang telah diwasiatkan oleh orang tuanya, semoga aku tidak kualat, adalah La Ulio nama dirinya, disapa Botéé/ Diceritakan kalau umurnya memang masih muda, namun badannya sudah besar/ Pengusung tandunya jumlahnya selalu lebih dari tujuh orang/ Maka itulah diberi gelar Botéé/ Beliau adalah raja Bone yang disebut sangat taat berencana/ Inilah pula raja yang gemar menyabung ayam/ Beliau dikenal juga sangat memegang komitmen/ Dia memperistrikan perempuan bernama Wé Tenriwéwang disapa Dénraé, anak dari Arung Pattiro Magadingngé dari istrinya bernama Wé Tenrisumange’/ Beliau melahirkan anak bernama, tidaklah aku kualat, La Tenrirawé disapa Bongkangngé/ Dia juga melahirkan La Icca/ Dia juga melahirkan Wé Lémpe’/ Dia pula yang melahirkan Wé Tenripakkuwa/ Inilah Mangkau’ yang mula didampingi oleh Kajao Laliddong/ Ini pula Arumponé yang membuat perjanjian dengan raja Gowa bernama Daéng Matanré/ Perjanjian itu kemudian dinamakan bersandingnya Sudang dan Latéariduni di Tamalaté (sitettongenna Sudangngé Latéariduni ri Tamalaté )/ Inilah surat yang mengisahkan perjanjian antara Karaéng Gowa bernama Daéng Matanré dengan Arumponé bernama La Ulio Botéé, nama anumertanya Matinroé riItterung/ Beginilah/ Apabila Boné menghadapi masalah maka laut akan berdaun dilalui oleh orang Makassar/ Apabila Gowa menghadapi masalah gunung akan susut dilalui oleh orang Boné/ Kita tidak saling berencana buruk/ Tidak saling menggiringkan senjata/ Boné dan Gowa tidak saling menginginkan emas murni, pewaris kekal dan harta banyak/ Dialah yang bersahabat dengan Gowa seperti yang disebut dalam kisah para pendahulu hingga pewarisnya kelak/ Barang siapa yang tidak berpegang teguh pada wasiat pendahulu, maka negerinya ibarat periuk yang akan pecah seperti pecahnya telur yang dihempaskan ke atas batu/ Inilah pula Arumponé yang mengalahkan Datu Luwu yang berkedudukan Cénrana/ Dia pula sebagai raja Boné yang bersama-sama dengan Karaéng [16] Gowa bernama Daéng Bonto putra dari Daéng Matanré/ Namun pada akhirnya Karaeng melakukan pengingkaran, sehingga Arumponé menantangnya/ Botéé menikah lagi di Mampu dengan memperistri wanita bernama Wé Tenrigau’ anak dari Wé Tenrigellang dan La Maléjé bergelar Opu Daleng yang bertakhta sebagai Arung Kung/ Dia melahirkan anak bernama Wé Balolé disapa I Da Palisu yang bertakhta sebagai Arung Mampu dan bergelar Massalassaé (yang beristana) di Kaju/ Dialah juga yang memperanakkan Sangkuru Dajéng disapa Petta Battowaé yang memiliki nama gelaran Massao Lampé’é riMajang yang bertakhta sebagai Arung Kung/ Anaknya ini tidak disebutkan keturunannya/ Pada masa Botéé sebagai Raja Boné merupakan permulaan Karaéng Gowa menginjakkan kakinya di tanah Boné/ Dikisahkan kedua belah pihak antara Karaéng Gowa dan Arumponé duduk bersama di sebelah Lacokkong/ Terjadi bunuh membunuh antara orang Bone dan orang Gowa/ Jika orang Boné yang menetak, maka Karaeng Gowa yang menutupinya sarung/ Jika orang Gowa yang menetak, maka Raja Bone yang menutupinya sarung/ Botéé inilah sebagai raja Boné yang bersamasama dengan Raja Gowa yang menyita pusaka orang Wajo, tepatnya di Topaceddo/ Manakala masa pemerintahannya sebagai Mangkau’ sudah mencapai dua puluh tahun, maka Botéé pun mengumpulkan rakyat Boné untuk menyampaikan pengumuman/ Beliau menyampaikan berita kepada rakyat Boné, “Saya akan menyerahkan mahkota kerajaan kepada anak Saya yang bernama La Tenrirawé/ Rakyat Boné pun bersepakat ketika mendengar ucapan Puwang Botéé/ Beliau pun menyiapkan istana untuk anaknya menjelang tujuh hari upacara pelantikan/ Setelah menyerahkan kekuasaannya, beliau kemudian membawa anaknya naik ke istana/ Adapun Puwang Botéé bertempat tinggal di dua kampung (wanuwa) secara bergantian, yaitu pada istrinya di Boné dan istrinya di Mampu/ Inilah Puwang Botéé yang membenci keponakannya bernama La Paunru dan membenci pula sepupunya yang bertakhta di Paccing bernama La Mulia/ Keduanya mendatangi Kajao dengan maksud meminta perlindungan diri sekaligus meminta maaf kepada raja/ Saat itu bertepatan dengan malam kedatangan keduanya ke Mampu/ Akan tetapi berita kedatangan keduanya itu belum sampai [17] ke Mampu, pada saat yang sama Botéé sedang melakukan sabung ayam/ Secara tiba-tiba dari jauh mata Botéé melihat kedua orang itu, keponakan dan sepupunya/ Tiba-tiba saja amarahnya bangkit lagi/ Beliau pun bergegas kembali ke rumahnya/ Sementara itu La Paunru dan La Mulia bersepakat: “Baik kiranya apabila kita menyusul untuk mengucapkan permintaan maaf sekaligus perlindungan pada Kajaoé di Boné/ Kita berharap agar dialah yang menengahi kita dalam meminta maaf”/ Hanya saja, ketika keduanya tiba kampung Itterung, serta-merta Botéé menoleh ke belakang dan dalam pandangannya terlihat sepupunya berjalan bersama keponakannya/ Beliau mengira kalau dirinyalah yang dibuntuti dan akan diamuk/ Ia pun meminta diturunkan dari usungannya/ Di pihak lain, La Paunru merasa terdesak dan tidak mungkin lagi meloloskan diri, sehingga tidak ada pilihan kecuali berduel dengan Botéé/ Disebutkan, La Mulia mengimpaskan nyawa La Paunru/ Botéé meninggal dan diberi nama anumerta Matinroé riItterung/ Adapun anak Botéé dari istrinya bernama Wé Tenriwéwang disapa Denraé yaitu La Tenrirawé disapa Bongkangngé/ Bongkangngé sebagai pewaris takhta kerajaan Boné/ Beliau memperistri Wé Tenripakkiu Arung Timurung disapa Macipoé, melahirkan anak bernama La Maggalatung/ La Maggalatung meninggal karena penyakit asma/ La Tenrirawé juga melahirkan anak yang bernama La Tenrisompa, namun meninggal karena diamuk/ Adapun adik Bongkangngé bernama La Icca’, dialah yang kelak mewarisi takhta Boné dari sang Kakak/ La Icca’ disebut mengawini istri janda saudaranya yang bernama Wé Tenripakkiu Arung Timurung disapa Macipoé/ Perkawinan itu memang sudah diwasiatkan oleh Bongkangngé kepada saudaranya menjelang kematiannya/ Harapannya kepada La Icca’ agar berkenang memperistri iparnya/ Adapun adiknya Puwatta’ La Icca’ seorang perempuan bernama Wé Lémpe’/ Ia mempersuamikan sepupu dua kalinya bernama La Saliu Arung Palakka, anak dari Wé Mangampéwali I Da Malaka dan La Goméng/ Dialah yang melahirkan La Tenriruwa yang menjadi pewaris takhta Palakka, nama anumertanya Matinroé riBantaéng/ Adik dari Wé Lémpe’ bernama Wé Tenripakkuwa, yang menikah dengan La Makkarodda disapa To Tenribali yang memerintah sebagai Datu di Marioriwawo/ Ia juga pewaris kerajaan Soppéng Rilau/ [18] Anaknya To Mabbéluwa’é La Waniyaga disapa To Mancara diberikan takhta sebagai Arung Bila dan mewarisi pula kedatuan Soppeng Rilau dari pamannya/ Dari istrinya yang lain bernama Wé Bolosogi, ia melahirkan anak yang bernama Wé Baji disapa Lébaé riMarioriwawo/ Dialah yang mempersuamikan sepupunya bernama La Tenriruwa, nama anumertanya Matinroé riBantaéng/ Melahirkan anak bernama Wé Tenrisui Datu Marioriwawo/ Wé Baji Lébaé riMarioriwawo menikah lagi dengan seorang lelaki bernama To Lémpe’ Arung Pattojo, tidak lain adalah saudara kandung Datu Soppéng bernama Béowé/ ia melahirkan seorang anak perempuan bernama Wé Bubungeng disapa I Da Sajoi bertakhta sebagai Datu Watu/ Anak keturunannyalah yang berkembang dan tercatat di dalam lontara Soppéng/ Adapun adik langsung Wé Tenripakkuwa bernama Wé Danra memiliki nama anumerta Matinroé riBincoro, namun tidak disebutkan nama keturunannya di dalam Attoriolong/ Adapun anak dari Puwatta’ Botéé dari istrinya yang bernama Wé Tenrigau’ Arung Mampu anak dari Wé Tenrigella Arung Mampu, ia mempersuamikan La Malléjé Opu Daleng Arung Kung. Nama Wé Balolé yang disapa I Da Palimpung, adalah yang mempersuamikan pamannya, dari sepupu sekali ayahnya, bernama La Pattawe’ Arung Kaju/ Nama anumerta La Pattawe’ ialah Matinroé riBettung/ La Pattawe’ tidak lain adalah anak saudara kandung Mappajung bernama La Panaungi To Pawawoi Arung Palenna dari istrinya bernama Wé Tenriésa Arung Kaju/ Hasil perkawinan itu melahirkan anak bernama Wé Tenripatuppu disapa I Da Dussila, Wé Tenripatéyai disapa Da Jai dan Wé Tenriparola/ Adapun adik langsung Wé Balolé I Da Palimpu anak dari Puwang Boté’é bernama Sangkuru Dajéng disapa Petta Battowaé, memiliki gelar Massaolampé’é ri Majang. Dia adalah pewaris takhta kerajaan Kung/ Tidak disebutkan keturunannya di dalam Attoriolongngé/ Adapun Wé Tenripatuppu dialah yang mempersuamikan To Riléwoé Arung Sijelling/ Dia juga mempersuamikan La Padipu Arung Barebbo’/ Sedangkan yang bernama Wé Tenripatéya dialah yang mempersuamikan La Pangérang Arung Marowanging/ Adapun [19] Wé Tenriparola, dialah mempersuamikan La Mallalengeng To Alliungeng Arung Sumali/ Adapun nama pewaris takhta dari La Ulio sebagai raja Boné adalah anaknya yang bernama La Tenrirawé/ LA TENRIRAWĒ BONGKANGNGÉ [19.4] Namanya La Tenrirawé, disapa Bongkangngé/ Dia adalah pewaris Mangkau’ di Boné yang menggantikan ayahnya, Matinroé riItterung/ Inilah Matinroé riItterung bernama La Ulio Botéé yang memperanakkan Bongkangngé alias La Tenrirawé Matinroé riGucinna/ Bongkangngé memang telah diserahi mahkota takhta dari ayahandanya Botéé ketika masih hidup/ Botéé memang telah menyerahkan takhta kepada anaknya, tidaklah aku terkutuk, namanya La Tenrirawé, disapa Bongkangngé, Matinroé riGucinna sebagai nama anumertanya/ Inilah Bongkangngé yang menikah di Timurung memperistri seorang perempuan yang bernama Wé Tenripakkiu, disapa Macipoé, nama kebangsawanannya ialah Arung Timurung/ Macipoé adalah anak dari Puwatta’ La Maddussila Datu Sailong dari istrinya bernama Wé Tenrilékke’/ Arung Timurung mempunyai anak kandung dari suaminya bernama Bongkangngé/ Seorang bernama La Maggalatung, inilah yang dipersiapkan menjadi pewaris takhta di Boné, akan tetapi ia mati muda karena terkena penyakit asma/ Anak keduanya bernama La Tenrisompa, dialah yang dipersiapkan sebagai pewaris takhta di Timurung, akan tetapi ia meninggal karena diamuk/ Orang yang membunuhnya bernama Da Ngkalula/ Bongkangngé sebagai Mangkau’ di Boné yang sangat disenangi karena ia periang/ Ia disenangi pula karena gemar mengoleksi benda/ Ia disenangi karena jujur/ Ia disenangi karena pemurah/ Ia disenangi karena perkasa/ Ia disebut pula karena pemberani/ Disebut juga kalau ia menaruh perhatian kepada kerabatnya yang berdarah rendah/ Dia disebut selalu meminta pandangan dari orang tua, akan tetapi dia sangat pendendam jika marah/ Hanya saja, kalau ia marah hanya sekejap saja, tidak berlama-lama/ Inilah Bongkangngé sebagai Raja Bone yang mengangkat jabatan mandor dalam kerajaan terhadap setiap pekerjaan dinamakan tomakajennangeng/ Misalnya, Tomakajennangeng prajurit, putra-putri raja, prajurit kampung, pemuda, para pengrajin, para penambang, perempuan peramu kayu, pengambil air, para pengusung kayu, pembuat makanan, pelayan makanan/ [20] para penebang kayu/ Inilah pula Bongkangngé sebagai Mangkau’ Boné yang memulai penggunaan bedil bagi pasukan tempur Boné/ Pada masa Bongkangngé menjadi Mangkau’ Boné, dikisahkan Karaéng Gowa datang ke Boné menyabung ayam/ Beliau sendiri yang melawan Karaéng Gowa menyabung di Arumponé dengan emas sekian banyak kati sebagai taruhannya/ Orang-orang Panyula satu kampung yang menjadi taruhan sabungannya/ Ayam Karaéng Gowa berwarna merah, sedangkan ayam Arumponé berbulu warna bakka (putih campur merah atau hitam)/ Pada akhirnya ayam Karaéng Gowa terbunuh sekaligus membayar taruhan sebanyak seratus kati/ Inilah Mangkau’ Boné yang memerintah manakala orang Ajangngale’ bersatu menyokong kerajaan Boné/ Raja Bone inilah yang disebut merebut Awo dan Téko/ Beliau juga yang mengalahkan semua kampung di Attassalo serta semua lawan/ Pada masa beliau bertakhta, Tellulimpo datang yang membelot dari Gowa dan menyatakan keberpihakannya kepada Boné/ Negeri-negeri Tellulimpoé diterima dan dijadikan sebagai palili dari kerajaan Boné, sehingga Karaéng Gowa mengerahkan pasukannya menyerbu Boné/ Kedua kubu antara pasukan Makassar dan Boné bertemu di sebelah selatannya Mare’ dan di situlah mereka bertempur/ Selama tujuh hari keduanya berperang barulah mereka bertemu bicara/ Namun kedua pihak, pasukan Boné dan Makassar, tidak dapat berdamai sehingga terjadi lagi bentrok lanjutan/ Pasukan Boné berhasil menerobos lawan ke pinggir selatan Sungai Tangka kemudian terus bergerak menekan ke arah selatan/ Inilah pula Bongkangngé sebagai Raja Boné terjadi peristiwa kedatangan Datu Soppéng Rilau yang digulingkan dari singgasana kedatuannya/ Datu Soppéng Rilau (Soppeng Timur) datang karena terjadinya konflik internal di dalam negerinya/ Maka Datu Soppéng Rilau yang bernama La Makkarodda disapa To Tenribali atau bergelar Mabbéluwa’é datang meminta perlindungan diri kepada Boné/ La Makkarodda beristri di Boné menikahi saudari Arumponé yang bernama Wé Tenripakkuwa/ Melahirkan anak perempuan bernama Wé Dangke’ alias nama yang sama Wé Basi disapa Lébaé ri Marioriwawo/ Dialah yang diakui pemangku kedatuan Marioriwawo/ Saudari yang lain Arumponé yang bernama Wé Lampé menikah juga dengan sepupu dua kalinya yang bernama, tidaklah aku kualat, La Saliu’ Arung Palakka/ Lahirlah anak, tidaklah aku kualat, yang bernama La Tenriruwa Matinroé riBantaéng/ Wé Dabe’ juga menikah dengan sepupunya bernama La Tenriruwa/ Inilah yang menjadi nenek dari Matinroé riBontoala [21] beserta saudara-saudara dan keluarganya/ Inilah Bongkangngé yang menjabat sebagai Mangkau’ Boné saat kedatangan keponakan Karaéng Gowa yang bernama Daéng Pabéta mengamuk di Boné/ Hanya Curamani namanya yang menghadapi orang yang mengamuk itu/ Orang Bone memanggilnya dengan nama Daéng Patobo’/ Datanglah Karaéng Gowa yang bernama Daéng Bonto menyerbu Boné dengan mendaratkan pasukannya di Cellu/ Selama lima hari pasukan Bone dan Makassar terlibat perang hingga Karaéng Gowa kalah dan mundur pulang ke negerinya/ Hanya berselang dua tahun setelah Cellu, Karaéng Gowa datang lagi menyerbu Boné/ Kali ini pasukan Gowa mengambil posisi benteng di Walenna/ Perang antara Boné dan Gowa pun pecah/ Prajurit Boné selalu mengincar Daéng Patobo dengan tombak/ Lebih dari tujuh hari lamanya melakukan serangan, Hingga Karaéng Gowa jatuh sakit sehingga ia dipulangkan ke Gowa/ Saat tiba di Gowa beliau pun meninggal dunia/ Belum genap dua bulan berselang, Karaéng Gowa bernama Daéng Parukka yang menggantikan ayahnya kembali menyerang Boné/ Seluruh rakyat menghadapi serangan Gowa/ Orang Timurung mengungsikan anak-anak dan istrinya ke bahagian timur/ Konon hanya perempuan berserta anak-anaknya yang berada di Timurung/ Adapun penduduk Limampanuwa Rilau menjadikan Cinennung sebagai tempat pengungsian para istrinya/ Semua laki-laki berangkat ke Boné menggabungkan dirinya/ Orang Awampone pun memberikan bantuan/ Adapun Karaéng Gowa memosisikan benteng pertahanan di Pappolo/ Setelah membuat benteng, pasukan Gowa pun memulai serangannya ke Boné/ Mereka membakar Bukaka, demikian pula kampung Takkéujung/ Saat matahari mulai condong ke barat, pasukan Makassar sudah berhadap-hadapan dengan lawannya/ Karaéng Gowa kemudian mengundurkan diri menuju Cempaé/ Pada saat itu pasukan Makassar dipukul mundur, namun nahas menimpa Karaéng Gowa karena ia ditebas parang/ Prajurit yang menebasnya bernama La Turu/ Maka giliran pemimpin pasukan Gowa bernama Daéng Padulung yang diincar oleh Ponggawa Boné/ Secepat itu Karaéng Tallo mengutus duta menghadap kepada Boné dan membawa pesan menyerah dengan mengatakan: “Telah dua Raja kami mati, seorang engkau pancung di atas tikar, seorang lagi engkau tebas di medan laga/ Kini kami sudah berkehendak pada kebaikan/ Kami tidak mau lagi pada keburukan/” Kajao Kajao Laliddong berucap memberi jawaban kepada sang Suro/ [22] “Jika demikian perkataanmu, wahai Suro, esok hari cerah aku akan bertemu dengan Karaéng/” Keesokan harinya, Kajao Laliddong pun bertemu dengan Karaéng Tallo/ Di tempat itulah mereka bersepakat membuat perjanjian dengan Karaéng Tallo/ Setelah Karaéng Tallo yang bernama Daeng Padulung melakukan perjanjian dengan orang Boné, maka Daéng Patobo kemudian diangkat menjadi Raja Gowa/ Bongkangngé pula yang menjadi Arumpone terlibat pertikaian dengan Datu Luwu bernama Sagaria, disebabkan pasukan Luwu menyerang ulang lagi Cénrana/ Itulah sebabnya Cenrana disebut dua kali direbut oleh Bone melalui perang/ Ini pula Bongkangngé sebagai Mangkau’ Boné yang menciptakan persaudaraan dengan Arung Matowa Wajo bernama To Uddamang serta Datu Soppéng bernama Pollipué/ Mereka sebagai Tiga Bersaudara melakukan perundingan di Cénrana/ Ketiganya membuat kesepakatan “menjadikan ketiga tanahnya sebagai saudara”/ Mereka memutuskan: “Sebaiknya kita akan bertemu lagi di Timurung saat bulan purnama, dan di sanalah kita akan kukuhkan persekutuan”/ Ketika hari yang ditetapkannya sudah tiba, mereka kemudian berjumpa di Timurung/ Hadirlah orang Bone dari seluruh palili-nya/ Hadir pula orang Wajo dan seluruh palili/ Hadir pula orang Soppéng dan seluruh palili-nya/ Mereka bertemu di Bunne di sebuah baruga/ Orang-orang menggelar sabung ayam/ Manakala sinar bulan sudah tampak, maka berkumpullah orang Boné, orang Wajo, serta orang Soppéng/ Ketiga sang Raja perundingan: Arumponé, Arung Matowa Wajo, dan Datu Soppéng/ Mereka bertiga sepakat mempersatukan tiga negeri sebagai saudara kandung seibu dan sebapak/ Bone anak sulung/ Wajo tengah, dan Soppeng bungsu/ Kemudian mereka pun berikrar/ Adapun perihal yang termaktub dalam ikrar mereka adalah: “tidak saling mengecilkan/ tidak saling menginginkan emas murni/ tidak menginginkan pewaris jangkapanjang, dan harta benda/ Barulah kemudian mereka membenam batu (mallamumpatu) kemudian menyebut tanahnya ‘Tellumpoccoé’/ Inilah surat yang menjelaskan persekutuan Attellumpoccona Boné, Wajo, dan Soppéng/ Isi perjanjian yang dikandungnya yang diikrarkan di dalam Baruka tiga atap di Cénrana serta Lamumpatué di Timurung/ Ketiganya Boné/Wajo/ Soppéng telah resmi menjadi sekutu/ [haplografi]/ Adalah La Mataesso bergelar Pollipue di Soppeng/ [23] Dialah yang menyerahkan kekuasaan kepada La Mappaleppe’ disapa Patolaé, bertakhta sebagai Arung Bélo/ Dia kemudian turun menempati istananya sehingga diberilah gelaran Pollipué di Soppéng Riaja/ Adalah nama La Waniaga, adalah To Mancara nama kecilnya, bertakhta sebagai Arung Bila/ dialah yang bersama-sama Pollipu Soppéng Riaja yang melakukan perjanjian bersama dengan To Uddama ri Wajo dan Arung Kaju dari Boné yang bernama To Salu/ Ketiganya usai melakukan perjanjian Tellumpocco, mereka pun berjumpa di Timurung/ Adapun kesepakatan mereka bertiga di Timurung adalah: mempersaudarakan negerinya/ Berkatalah ketiganya: “sebaiknya kita berjumpa dan mengukuhkan kesepakatan lagi di Timurung, waktunya saat bulan purnama (bulan penuh)/ Manakala hari yang dinanti sudah tiba, ketiganya pun berjumpa di Timurung/ Hadirlah Arumponé bernama La Tenrirawé Bongkangngé, Matinroé riGucinna nama anumertanya/ Hadir pula orang-orang Bone dan seluruh negeri bagiannya (palili)/ Hadir juga Arung Matowa Wajo bernama La Mungkacé To Uddama Matinroé riKannana/ Hadir pula orang Wajo beserta negeri-negeri bahagiannya/ Hadir pula Datu riSoppéng Riaja bernama La Maleppe’ Pattolaé Arung Bélo Matinroé riTanana/ hadir pula orang Soppeng bersama negeri-negeri bagiannya/ Mereka bertemu di Bunné mendirikan baruga ketika bulan muda telah terbit yang dihadiri pula orang Boné, Wajo, dan Soppéng/ Ketika hari yang dinantikan sudah tiba, Arumponé, Arung Matowaé Wajo, dan Datué Soppéng, berikrar mempersekutukan ketiga negerinya/ Mereka bersekutu seperti saudara seibu dan sebapak/ Bone sulung, Wajo tengah, dan Soppeng bungsu/ Berkatalah Arung Matowa: Bagaimanalah ke tiga negeri kita dapat bersekutu, mengingat negeri Wajo adalah budak Gowa/ Pada saat yang sama Boné dan Gowa juga bersahabat”/ Berkatalah Arumponé: “baiklah kalau demikian ucapanmu wahai Arung Matowa, biarlah Bone, Wajo, dan Soppeng bersahabat, Boné memang bersahabat dengan Gowa/ namun, kalau ia masih ingin memperbudak Wajo, kitalah bertiga sebagai saudara yang melawan Gowa/ [24] Arung Matowa pun mengangguk/ Pollipue kemudian berkata: “Baik jika demikian ucapanmu, wahai Arumponé, untuk mempersaudarakan ketiga negeri kita/ Namun aku meminta selaku Soppeng sebagai anak, baik kalau diberikan tanah dari Boné dan Wajo/ Sebab, persaudaraan bisa tercipta jika kita sederajat/ Menjawablah Raja Bone mengatakan: “Bagaimana gerangan pendapatmu, wahai Arung Matowa? Sebab aku membenarkan ucapan saudara kita Soppéng”/ Menjawablah Arung Matowaé: “Wahai Arumpone, aku kira tanah kita akan rusak apabila kita bertiga berada dalam berstatus ayah dan anak?” Berkatalah Arumponé: “Aku benarkan perkataanmu, wahai Arung Matowa/ Kami telah menyerahkan Gowa kepada saudara kita Soppéng untuk dijadikannya sebagai bagian wilayah negerinya, sehingga memungkinkan ketiga negeri kita bersaudara/” Berkatalah Arung Matowa: “Sungguh mulia ucapanmu, wahai Arumponé/ Izinkan aku memberikan Baringeng dan Lompulle’ beserta seluruh kampung di dalamnya kepada saudara kita Soppéng untuk jadikannya sebagai perbatasan dengan negeri kita/ Berkatalah Datu Soppéng bersama dengan orang kepercayaannya bernama To Calépa dan La Ngusappéwaja: “Wahai saudara, perkataanmu itu sungguh mulia perihal persaudaraan kalian bertiga/ Kita tidak melakukan sesuatu jika kehendak bersama/ Kita saling sokong-menyokong atas kehendak bersama”/ Berkatalah Arumpone dan Arung Matowa: “Oleh karena kita bertiga sudah bersepakat, maka sebaiknya kita membenam batu dan disaksikan oleh Déwata Yang Esa/ Barangsiapa yang mengingkari perjanjian, maka ia akan ditindis batu”/ Berkatalah Arung Matowa kepada Cendekia Bone bernama Kajao Ladiddong: “Jangan dulu membenam batu, Wahai Kajao Ladiddong, sebab sesuatu yang akan aku ucapkan/” Arung Matowaé pun berucap: “Kita bersaudara melakukan perjanjian Tellumpocco, kita tidak saling berkehendak dan berbuat buruk/ Janganlah kita mengingkari perkataan/ Bagi pihak yang tidak mau dinasihati, maka dia akan diduai/ Dia akan disanksi/ Arumponé menyetujuinya, begitu pula Datu Soppéng/ Barulah mereka berikrar bersama/ Saling berucap dengan benar/ Adapun isi perjanjian mereka adalah/ Khilaf saling memperingati/ rebah saling menegakkan/ Saling membantu dalam duka dan suka/ Tiga tidak saling memberatkan/ Tidak saling menginginkan emas murni terhadap pewaris kekal, tidak mengira-ngira harta/ Barang siapa yang tidak mau disanksi, maka akan diduai/ [25] Mereka pun membenam batu (mallamumpatu) dan menamakan negeri mereka Tellumpoccoé/ Menyebar ke luar, tidak melebar ke dalam/ Bertiga dalam seutas tali, tidak saling mengkhianati, tidak putus seuntai, kecuali tiga-tiganya putus/ Tidak tumbuh tidak berpucuk/ Tidak mewarisi tidak diwarisi/ Tidak dihinggapi pengkhianatan pewarisnya/ Berteduh emas murni/ Pewaris kekal dan harta yang banyak Boné, Wajo, dan Soppéng/ meskipun langit runtuh, tanah pertiwi tergulung, tak membatalkan perjanjian kita/ Tellumpoccoé ditegakkan oleh Déwata Yang Esa/ Perjanjian lainnya Tellumpoccoé/ Ditegakkan oleh Déwata Yang Esa/ Jika ada yang perkasa, maka kita saling mematahkan sayap/ Saling mematahkan paha/ kami saling memotong tanduk-tanduk kerbau/ Saling mengebiri kerbau perkasa/ Tidak saling mengambil harta kita/ Tidak saling menyimpan hak milik yang lain/ tidak menunjukkan kepunyaan masing-masing sesama Tellumpoccoé/ dan kita tidak saling bersembunyi di balik gunung/ Begitulah kesepakatan dan perjanjian Tellumpoccoé yang ditindih batu di Timurung yang disaksikan oleh Déwata Yang Esa, tidak dibawa orang mati, tidak ditarik keburukan negeri/ Itulah yang digenggam tak longgar oleh Arumponé bernama La Tenrirawé Bongkangngé, para Matowa di Boné seluruh lili/ sampai pada generasi penerusnya/ Itu pula yang digenggam erat oleh Arung Matowa Wajo bernama La Mungkacé To Uddama, Pilla, Pattola, Cakkuridi, dan Dewan Arung Empat Puluh, para orang Wajo dalam se-Wajo hingga generasi pewarisnya/ Itu pula yang digenggam erat oleh Datu Soppéng bernama La Mappaleppe’ Pattolaé, Arung Bola, Datué Botto, Arung Arung Ujung, Para Pangepa’, Paddanreng, Watallipu, Pabbicara (hakim), para Matowa lili dalam negeri Soppeng, sampai pada generasi pewarisnya/ Riuh suara para orang banyak, kemudian bersamaan membuang telur sebutir, diwakili oleh Kajao Ladiddong dari Boné, To Maddualeng dari Wajo, dan Tau Tongengngé To Pangépa’ dari Soppéng/ Mereka mempersaksikan ke langit dan pertiwi, kemudian menutupnya dengan sebongkah batu masing-masing, lalu menimbunnya dengan tanah masing-masing/ Tidak memakan tumbal/ Inilah arung yang sangat disenangi dan dirindukan oleh rakyat Boné/ Hanya dua tahun setelah membenam batu perjanjian, Yang Mulia Bongkangngé pun jatuh sakit/ [26] Beliau pun mengumpulkan orang Boné menyampaikan: “Ada hal penting akan kusampaikan kepada kalian, jika kelak aku meninggal dunia, maka adikku yang bernama La Icca yang menjadi pewaris takhta sebab aku tidak memiliki anak/ Beliau juga memanggil saudara kandungnya bernama La Icca dan memberinya pesan: “Wahai adinda, aku sampaikan kepadamu, peliharalah tingkah-lakumu, sebab dirimulah yang kuinginkan menjadi Mangkau’ kalau umurku sudah tiba, sebab tidak ada keponakanmu/ Engkaulah yang paling layak mewarisiku/ Aku juga sampaikan kepadamu, wahai adikku, jika kelak aku meninggal dan telah mengurus mayatku, aku inginkan kau memperistrikan iparmu/ Engkau sangat beruntung jika memiliki anak keturunan, karena akan menjadi pewaris takhta Boné yang bersumber dari darah Timurung/ Baik kiranya, adikku, engkau menikahi Arung Timurung, iparmu/ Sebab sangatlah mahal perempuan seperti dia, tidak terkecuali dengan cara berfikirnya/ Semoga saja engkau dapat memilikinya bersama-sama dengan negeri Boné/ Engkaulah ayah pewaris takhta yang menuntun orang Boné/ Semoga saja tanah Boné dapat bertangkai dan tumbuh lebat hingga kelak Bone akan menjadi negeri besar dan rakyat tak bercerai-berai/ Setelah berpesan, beliaupun menghembuskan nafasnya/ Setelah mayatnya selesai diupacarakan kemudian diberilah gelaran Matinroé riGucinna/ Oleh karena mayatnya dibakar dan debunya ditaruh di dalam guci/ Orang yang mewarisi Bongkangngé menjadi Mangkau’ adalah saudara kandungnya yang bernama La Icca’/ LA ICCA’ MATINROÉ RIADDÉNÉNNA [26. 22] Namanya La Icca’, adalah pewaris Mangkau’ di Boné menggantikan saudaranya bernama Matinroé riGucinna/ La Icca’ adalah orang yang telah diberi wasiat dari saudaranya yang bernama La Tenrirawé Bongkangngé/ Pada waktu La Tenrirawé masih hidup namun sudah dalam keadaan sakit, serta-merta ia menyerahkan mahkota Boné kepada adiknya, semoga aku tidak kualat, bernama La Icca’/ Setelah merampungkan upacara pemakaman Puwang Matinroé riGucinna maka dikukuhkanlah Puwang La Icca’/ Setelah menerima jabatan Mangkau’, maka beliau pun mengawini Arung Timurung bernama Wé Teripakkiu, anak dari Puwang, tidaklah aku kualat, bernama La Maddussila Datu Sailong Matinroé riBuluna dari istrinya bernama Puwang Wé Tenriakkéda Datu Bunné Riawang/ Beliau melahirkan seorang anak, tidaklah aku kualat, bernama [27] La Tenripale’ disapa To Akkeppéyang/ Seorang lagi saudaranya bernama Wé Tenrijello’ disapa Makkalarué/ Seorang lagi anak bungsu yang mati saat lahir/ Inilah Puwang La Icca’ bertakhta sebagai Arumponé yang bertepatan datangnya Karaéng Gowa menyerang lagi Boné, namun Karaéng meminta mundur kembali/ Inilah La Icca’ disebut Mangkau’ Boné yang berperilaku tidak wajar dan di luar hal yang terpikirkan/ Perbuatannya sama sekali tidak serasi dengan perilaku saudaranya/ Perilakunya tercatat di dalam naskah, sebab apa yang dilakukannya sangat nyata/ Inilah Mangkau’ Boné yang membuat rakyat mulai tidak saling sapa-menyapa/ Dia memarahi raja bawahannya bernama La Patiwongi To Pawawoi dan mengasingkannya ke Sidénreng/ La Patiwongi tidak betah tinggal di Sidénréng dan ingin kembali ke Boné dan meminta maaf, namun ia diusir menuju Bukié, lalu disuruh dibuntuti dan dibunuh/ La Icca’ juga membunuh Arung Paccing bersama cucunya bernama To Saliu Riawa/ Dia juga membunuh Maddanreng Palakka bernama To Saliu Riwawo/ Sudah banyak kepala bangsawan Boné yang dia bunuh/ Bahkan ia membunuh orang yang tidak pantas dibunuh/ Menyerang orang yang tak bersalah/ La Icca’ sama sekali tidak mau dinasihati, tetapi rakyat Boné tidak menentangnya/ Kecuali yang dilakukan rakyat hanyalah membuat pengaduan bersama/ Pada suatu hari sang raja melakukan pelecehan terhadap istri orang lain yang peristiwanya disaksikan orang lain/ Serta-merta rakyat bermaksud membunuhnya/ La Icca’ justru mengejar orang-orang, bahkan ia pun membunuh istri orang yang dilecehkan itu/ Dia membakar separuh kota Bone, mulai Matajang sampai ke barat di Macégé/ Orang Boné pun terceraiberai karenanya/ Orang-orang yang bertahan di kampungnya hanyalah yang siap mempertahankan diri/ Rakyat Bone kemudian bergerak ke Majang/ Berkatalah Puwang Majang: “Ada apa gerangan?” Berkatalah rakyat Bone: “Tak tahu entah bagaimana kami mengucapkannya, Puang/ Cobalah menengok ke sebelah utara Boné”/ Puwang Majang pun menoleh, serta-merta ia menepuk dadanya lalu berkata: “Celakah/ Habislah negeri Puakku’/ Tapi aku belum mengucapkan perkataan kepada kalian orang Boné/ Perintahkanlah seseorang pergi ke Mampu untuk menjemput keponakanku I Da Malaka, sebab dialah bangsawan yang paling disegani/ [28] Berkatalah rakyat Bone, kebetulan beliau sedang berada di utara di Palakka/ Bergeraklah orang-orang menjemput Puwang I Da Malaka/ Tidak lama kemudian datanglah I Da Malaka/ Maka bertanyalah Puwang I Da Malaka kepada Puwang Majang: “Ada apa gerangan, aku dijemput datang kemari, Puang?/ Berkatalah Puwang Majang: “Kedatangan Anda kemari, apakah engkau tidak ketahui kalau Boné tertimpa musibah?”/ Berkatalah Puwang I Da Malaka: “Aku menyaksikannya, Puwang”/ Berucaplah Puwang Majang: “Itulah maksud menjemputmu, Ananda/ Entah bagaimana pikiranmu/ I Da Malaka terdiam kaku, hingga tiga kali pamannya menegurnya barulah tersadar dan menjawab: “Saya takut, Puwang/ Semoga peristiwa ini tidak berbuah fatal/ Berkata Puwang Majang: “Kita ini semua hanya memiliki satu tenggorokan”/ Menjawablah I Da Malaka dengan mengatakan: “Jika demikian perkataanmu, Puwang, masalah ini tidak terjangkau pikiranku, kecuali kalau kita memikirkan lagi pada takhtanya/ Apakah kita mementingkan kedudukan raja daripada negeri rusak?/ Sebab sejak dahulu kala leluhur kita mengutamakan negeri daripada raga orang yang hanya menebar keburukan, dan tidak berdamai terhadap kesewenang-wenangan/ Kalian akan menjadi saksi pencopotan bagi keponakanmu/ I Da Malaka memutuskan menegakkan adat/ Ia menyuruh keponakannya: “Sebaiknya engkau berangkat, katakan kepadanya dirimu tidak seharga dengan negeri”/ Berangkatlah orang diberi yang perintah itu, namun sebelum menaiki istana ia sudah terlihat oleh Arumponé/ ketika berada di hadapan sang Raja, belum juga mengucapkan sapatah kata pesan yang diperintahkannya, utusan itupun dibunuh oleh sang Raja/ Raja Bone kemudian membakar rumah-rumah di kompleks istana, sehingga tidak ada rumah lagi yang tersisa/ Berkatalah Puang Majang: “Wahai kalian, usunglah aku dan bawalah aku ke Boné/ Aku yang akan menghadapi cucuku/ Perilakunya bukan lagi pantas sebagai Arumponé”/ Berucap pula Puang I Da Malaka: “Aku ikut serta bersamamu, Puang, sebab kita sudah bersepakat bahwa kita bersumber dari tenggorokan yang sama”/ Berangkatlah semua orang menuju Boné hingga kampung Majang kosong/ Mereka tiba di tujuan dan hanya menemukan sang Raja/ Ketika melihat orang banyak, sang Raja pun menyerang mereka/ Banyak orang dibunuhnya/ Begitulah kelakuannya, barangsiapa yang dikejar, itu lagi yang melarikan diri/ [29] Barang siapa dia belakangi, maka orang-orang itu lagi yang mendekatinya/ Begitulah kelakuannya hingga La Icca’ mulai kelelahan/ Ia kemudian bersandar di tangga istana/ Saat itulah Puwang Majang datang memukul kepala cucunya hingga mati/ Dialah yang diberi nama anumerta Matinroé riAddénenna/ Pengamanan istana mengatakan bahwa La Icca’ memegang tampuk kekuasaan sebagai raja Boné selama sebelas tahun, kemudian meninggal dunia dan diberi gelar Matinroé riAddénenna/ Adapun anak Matinroé riAddénénna dari istrinya yang bernama Wé Tenripakkiu Arung Timurung Macipo’é yaitu La Tenripale’ disapa To Akkeppéang/ Dialah yang memperistri keponakannya anak dari sepupunya yang bernama Wé Palettéi disapa Kanuwangé anak dari Wé Tenripatuppu dari suaminya bernama To Addussila/ Dia tidak memiliki keturunan/ To Akkeppéyang kawin dengan memperistri Wé Ciku anak dari Datu Ulaweng/ Dia melahirkan anak bernama Wé Caka/ Wé Cakalah yang melahirkan Wé Mappanyiwi Arung Mare’/ Wé Mappanyiwi-lah yang mempersuamikan paman atau sepupu ibunya, bernama Matinroé riBukaka nama anumertanya/ Dia melahirkan Wé Da Ompo/ Wé Da Ompo-lah yang mempersuamikan La Uncu Arung Paijo, dan melahirkan anak bernama La Tenriléjja’ dengan nama anumerta To Riwettaé riPangkajénné/ La Tenriléjja’-lah yang memperanakkan La Sibengngareng/ Dia yang menjadi Maddanreng Boné/ Anaknya Datu Ulaweng melahirkan lagi, lahirlah adiknya Wé Caka berama La Makka/ Dialah menjadi Arung Ujung dan Makkedantana di Boné/ La Makka menikah lagi dengan Karaéng Kanjénné disapa Wé Rukia anak dari Wé Sabaro dan La Maléwai Addatuang Sidénreng, dia juga Arung di Berru, dan Arung Ujumpulu di Soppéng/ Nama anumertanya yaitu Matinroé Tanamaridié ri Berru/ Adapun adik To Akkeppeang atau anak Puwang La Icca’ dari istrinya Arung Timurung bernama Wé Tenrisello disapa Makkalarué, dialah yang mempersuamikan keponakan sepupu sekalinya bernama La Pancai disapa To Pataka, bergelar Lampé Pabbekkeng anak dari Wé Tenriparola [30] dan To Alaungeng Arung Sumali/ Ia melahirkan anak yang bernama La Maddaremmeng, nama anumertanya Matinroé riBukaka/ Berikutnya adalah La Tenriaji Matinroé riSiang, dan Wé Tenriampareng Arung Cellu, inilah yang mempersuamikan To Manippié Arung Salangketo, melahirkan Wé Tenritalunru/ Adapun anak bungsunya Arung Sumaling dan Wé Tenriparola bernama Wé Tenriabéng/ Tidak ada keturunannya yang disebutkan/ Adapun yang mewarisi takhta Matinroé riAddénénna di Boné yaitu sepupu sekalinya bernama La Pattawe’/ LA PATTAWE’ DAÉNG SORÉANG [30.10] La Pattawe’ sebagai pewaris Mangkau’ di Boné menggantikan sepupunya/ Ketika Matinroé riAddénénna meninggal dunia, maka Dewan Adat beserta rakyat Bone datang menghadap pada Puwang ri Majang/ Setelah mengutarakan pandangannya kepada Puwang ri Majang, maka Puwang ri Majang berkata: “Tiada lain yang dapat menjadi Raja jika bukan cucuku bernama La Pattawe’ anak dari La Panaungi To Pawawoi Arung Palenna”/ Dia bersaudara seibu-sebapak dengan keponakanku sang Mappajung dan Wé Tenriésa Arung Kaju/ Inilah nama La Pattawe’ anak dari Arung Palakka, keturunan Makkalempié/ Orang Boné pun bersepakat dengan Puwang Majang/ Adalah Arung Kaju yang bernama, tidaklah aku kualat, La Pattawe’ dilantik menjadi Arung di Boné/ Puwang La Pattawe’ bergelar Daéng Soréang, nama kerajaannya adalah Arung Kaju/ Dialah digelar Arumponé/ Arumponé beristri di Mampu memperistrikan Wé Balolé, disapa I Da Palimpu, nama kebangsawanannya ialah Arung Mampu, Gelarannya adalah Massalassaé riKaju/ Dia anak dari Matinroé riItterung dari istrinya bernama Wé Tenrigau’ Arung Mampu melahirkan Wé Tenrituppu, nama anumertanya yaitu Matinroé riSidénreng/ Dia melahirkan anak bernama Wé Tenripatéa, bergelar I Da Jai/ Wé Tenripatéa menikah dengan mempersuamikan La Pangérang Arung Marowanging/ Melahirkan anak bernama Wé Jai/ Anaknya juga Lebbi’é ri Kaju/ Anak berikutnya Wé Tenripatéa/ Melahirkan lagi anak bernama Wé Tenripatola/ Wé Tenripatola mempersuamikan La Mallalengeng, bergelar To Alaungeng/ [31] Arung Sumali nama kerajaannya/ Ia melahirkan anak yang bernama La Pancai, disapa To Pataka, bergelar Lampépabbekkeng/ Kerajaannya adalah Sumali dan Kung/ Inilah Puwang Lampépabbekkeng memperistri sepupu sekalinya bernama Wé Jai, anak dari Wé Tenripatéa Arung Kaju dan La Pangérang Arung Marowanging/ Tidak ada anaknya Puwang Lampé Pabbekkeng dari istri sepupunya bernama Wé Jai/ Puwang Lampé Pabbekkeng menikah lagi dengan keponakan sepupu sekali dari ibunya bernama Wé Tenrijello’, disapa Makkalarué, saudari La Tenripale’ To Akkeppéang nama anumertanya Matinroé riTallo/ Dia adalah anak dari Matinroé riAddénénna dan Wé Tenripakkiu Arung Timurung/ Dia melahirkan anak bernama La Maddaremmeng, nama anumertanya Matinroé riBukaka/ melahirkan anak bernama La Tenriaji nama anumertanya Matinroé riSiang/ Melahirkan Wé Tenriabéng namun mati muda/ Melahirkan Wé Tenriampareng yang menjadi Arung Céllu/ Dialah yang mempersuamikan To Mannippié Arung Salangkéto/ Melahirkan anak bernama Wé Tenritalunru/ Inilah yang mempersuamikan lelaki To Ekke’ Datu Sailong, anak dari Poci Datu Sailong dan Wé Pamirissampu Datu Ulaweng/ Arumponé bernama La Pattawe’ Daéng Soréang Arung Kaju kawin lagi dengan memperistri perempuan bernama Wé Samakella Datu Ulaweng, saudari dari Wé Tenripakkiu Arung Timurung/ Dia melahirkan anak bernama Wé Paracu Datu Ulaweng/ Inilah yang kawin dengan La Pappésada Datu Sailong anak dari La Tenriadé Datu Sailong atau saudara laki-laki dari Wé Tenripakkiu Arung Timurung dari garis ibunya bernama Wé Dasau Datu Sailong/ Wé Paracu Datu Ulaweng melahirkan anak dari suaminya La Lampé Sadang bergelar La Poci Datu Sailong/ La Poci Datu Sailong yang kemudian kawin memperistrikan Wé Pamiring Sampu Datu Ulaweng, melahirkan anak bernama To Eke’/ To Eke’ yang mewarisi kedatuan Sailong/ To Ekke’ memperistrikan Wé Tenritalunru, melahirkan anak bernama Wé Oddang/ Wé Oddang mempersuamikan Petta Makojoé Arung Gona, melahirkan Petta Pabukkajué/ [32] La Tenriruwa Matinroé riBantaéng memperistrikan sepupu sekalinya yang bernama Wé Baji Wé Dangke’ Lébaé ri Marioriwawo/ Beliau melahirkan anak bernama Wé Tenrisui Datu Marioriwawo/ Inilah yang menjadi ibu dari Petta To Risompaé/ Ini pulalah yang menjadi nenek Puwang Matinroé riNagauleng/ Inilah Raja ketika menjadi Mangkau’ di Boné tidak didengarkan ceritera tentang pemerintahannya, kecuali hanya dikenali waktu memerintah tujuh tahun lamanya/ Setelah itu beliau berangkat ke Bulukumpa, dan di sanalah ia jatuh sakit hingga ajal menjemputnya/ Oleh karena ia menetap di Bantaeng, maka ia diberi gelaran Matinroé riBantaeng/ Adapun yang mewarisi Matinroé riBantaéng menjadi Arumponé adalah anaknya yang bernama Wé Tenripatuppu/ WĒ TENRIPATUPPU MATINROÉ RISIDÉNRÉNG [32.12] Namanya Wé Tenripatuppu sebagai pewaris Mangkau’ di Boné yang menggantikan ayahandanya bernama Matinroé riBantaéng/ Matinroé riBantaéng memperanakkan Wé Tenripatuppu, disapa I Da Dussila, nama anumertanya yaitu Matinroé riSidénréng/ Inilah yang menjadi pewaris takhta kekuasaan di Boné yang ia peroleh dari ayahnya/ Dia pun disebut Arumponé/ Inilah Raja Boné yang mendirikan Arung Pitu menjadi Pemangku Adat Boné/ Dia mengangkat tujuh Matowa yaitu Matowa Tibojong yang disebut Arung Tibojong, Matowa Ta’ disebut Arung Ta’, Matowa Tanété disebut Arung Tanété/ Ke-Matowa-an Tanete dibagi dua, yaitu Tanété Riawang dan Tanété Riattang; sehingga dikenalilah nama Arung Tanété Riawang dan Arung Tanété Riattang/ Matowa Macégé disebut Arung Macegé/ Matowa Ujung disebut Arung Ujung/ Matowa Poncéng disebut Arung Poncéng/ Berkatalah Arumponé kepada para Arung Pitu Boné: “Maksud aku melantik kalian sebagai Arung Pitu sebab aku menginginkan kalian menjaga pertanian dan mengelola hasil tanahnya Boné/ Sebab sebagai perempuan, aku berkehendak dicarikan isi istana yang telah berserak-serakan/ Akan tetapi aku melantik kalian sebagai Arung Pitu, agar kalian tidak menjadi pengapit tanah Boné, tidak melakukan perang, tidak kau wariskan anak-cucumu apabila tidak sepengetahuan denganku/ Kecuali kalau kita memusyawarahkannya bersama sebagai keturunan Mappajung/ Beliau pun diterima sebagai Raja Boné dan dilakukan upacara passili di istana [33] barulah kemudian warisanmu dapat diturunkan kepada anak-cucumu”/ Inilah Raja Boné yang memerintah bertepatan waktu ketika Karaéng Gowa datang membawa Islam di Ajatappareng, ketika pasukan Tellumpoccoé datang menghadang dan memukul mundur prajurit Makassar sehingga Karaéng Gowa mundur kembali ke negerinya/ Namun hanya satu tahun berselang, Karaéng Gowa datang lagi menyerang Pandappandang/ Pasukan gabungan Tellumpoccoé datang lagi menghalaunya dengan mengambil posisi di sisi timur Bulu Sitoppo’/ Kedua belah pihak terlibat peperangan hebat/ Pada akhirnya pasukan Tellumpoccoé Boné, Wajo, dan Soppéng kalah/ Satu tahun setelah kekalahan Tellumpoccoé, Karaeng Gowa datang lagi menyerang Soppéng/ Pasukan Boné dan Wajo tidak datang membantu pasukan Soppéng, sehingga pasukan Soppéng menderita kekalahan/ Soppeng kemudian memeluk Islam/ Adalah Béowé nama Datu Soppéng yang menerima Islam/ Satu tahun setelah Soppeng mengucapkan syahadat, datang lagi Karaeng Gowa menyerang Wajo/ Wajo pun menyerah, dan Arung Matowa Wajo yang bernama La Sangkuru Patau’ Mulajaji juga mengucapkan syahadat Islam dari Datuk/ Orang Wajo pun diislamkan/ Setahun orang Wajo memeluk Islam, berangkatlan Raja Boné ke Sidenreng mempelajari hal-ikhwal agama Islam/ Ketika sampai di Sidenreng, serta-merta beliau bersyahadat memeluk Islam/ Di sanalah beliau terkena penyakit hingga meninggal dunia, sehingga diberi nama Matinroé riSidénréng/ Raja Boné Matinroé riSidénréng yang mempersuamikan lelaki bernama La Paddippung Arung Parebbo/ Beliau yang melahirkan anak bernama La Passorong Arung Parebbo/ La Passorona Arung Parebbo yang memperistrikan sepupunya bernama Wé Tasi’ dan melahirkan anak bernama La Togenni Matinroé riKabuttué/ La Togenni kemudian memperistrikan Wé Pasao di Bulu, melahirkan Wé Kalépu/ Wé Kalépulah yang mempersuamikan lelaki bernama Daéng Manessa Arung Kading dan anak perempuannya bernama Matinroé riPaopao bernama La Malagenni/ Namun terjadi perceraian antara Matinroé riSidénréng dengan Arung Parebbo/ Beliau menikah lagi di Mampu-Sijelling dengan mempersuamikan To Riléwoé pewaris mahkota Sijelling, anak dari Wé Tenrilollo Arung Mampu Riawa dari suaminya bernama La Sengngeng Arung Mampu Riaja/ Beliau, Matinroé riSidenreng, kemudian melahirkan seorang anak bernama La Maddussila/ Seorang bernama (…) [34] Wé Tenritana/ Seorang bernama Wé Palettéi disapa Kanuwangngé/ Seorang bernama Mappaloé/ Adapun anaknya yang bernama La Maddussila kemudian menjadi Arung Mampu, nama anumertanya yaitu Mammesampatué/ Puwang Mammésampatué yang kemudian masuk ke Soppeng memperistrikan Wé Tenrigella, saudari Datu Soppéng bernama Béowé/ Ia melahirkan anak bernama La Tenribali yang menjadi pewaris takhta kedatuan Soppéng/ Beliau bergelar Matinroé riDatunna / La Tenribali kemudian beristri di Boné mengawini sepupunya bernama Wé Bubungeng, disapa I Da Sajo/ I Da Sajo adalah anak dari To Lémpeng Arung Pattojo atau saudara laki-laki dari ibunya La Tenribali dengan suaminya bernama Lébaé ri-Marioriwawo/ La tenribali melahirkan anak dari istrinya Wé Bubungeng I Da Sajo bernama La Tenrisénge’ yang disapa To Wésa’/ Inilah pewaris Datu Soppéng Matinroé riSalassana/ Seorang bernama Wé Ada’ Matinroé ri-Madello yang menjadi pewaris Datu Soppéng, namun tidak ada anaknya yang disebut sebab ia tidak berketurunan/ Adapun Puwang Wé Tenritana, dialah yang bertakhta sebagai Raja Mampu Riawa sehingga bergelar Massaolebba’é RiMampu Riawa/ Inilah yang mempersuamikan laki-laki yang bergelar Lebbié riKaju, melahirkan anak bernama Wé Tenrisengngeng/ Wé Tenrisengng lah yang mempersuamikan La Polédatu RiJeppo saudara La Tenribali Datu Soppéng Matinroé riDatunna, anak dari La Maddussila Mammésampatué dari istrinya bernama Wé Tenrigella/ Jadi, keduanya kawin sesama sepupu sekalinya/ Puwatta’ Wé Tenrisengngeng Matinroé RiSanrangeng melahirkan anak dari suami sepupunya bernama La Polédatu RiJeppo bernama La Patottongngé, La Pasappoé, La Pariwusi Daéng Maampa/ Dialah yang mewarisi Petta I Tenro menjadi raja di Mampu Riaja/ Dia pulalah yang pernah menjadi Arung Matowa di Wajo/ Adapaun La Palémpaé La Pasompereng Petta I Tékko, dialah yang memperistri Karaéng Balakaérié, keponakannya Karaéng Gowa, melahirkan anak bernama Wé Ama dan Wé Alima/ Wé Alima-lah yang diperistrikan oleh Karaéng Gowa bernama To Ménanga riPasi, melahirkan I Baba Karaéng Tallo/ Inilah nama La Pasompereng Petta I Tekko yang ditangkap oleh Kompeni sebab istrinya diselingkuhi oleh pangeran Datué Soppéng bernama Daéng Mabani/ [35] Dia membunuh Daéng Mabani, Pangeran Datu Soppéng, sehingga ia ditangkap oleh tentara Kompeni Balanda/ Dia kemudian diasingkan ke Sélong/ Kejadian itu menciptakan kedamaian hati bagi Matinroé riNagauleng dalam menjalankan pemerintahan di Boné/ Beliau kemudian dengan mudah mempersandingkan pemerintahan dengan kerajaan Soppéng sebab telah terbebas dari La Pasompereng sebagai anak pewaris takhta Boné, sementara itu Daeng Mabani sebagai pewaris takhta kedatuan Soppéng/ Adapun adik kandung La Pasompereng bernama La Pappaloé tidak ada disebut keturunannya/ Adapun anak bungsu Puwang Matinroé riSidénréng bernama Wé Palettéi Kanuwangngé, dialah yang diberi gelar Massaobessié ri Mampu/ Inilah yang mempersuamikan paman dari sepupu ayahnya yang bernama La Tenripale’To Akkeppeang, nama anumertanya yaitu Matinroé riTallo/ Dikisahkan mereka tidak memiliki anak/ Matinroé riTallo beristri lagi dengan menikahi anaknya Datu Ulaweng/ Ketika Puwang Matinroé riSidénréng telah wafat, maka yang menggantikan menjadi Raja Bone adalah sepupunya yang bernama La Tenriruwa/ LA TENRIRUWA ARUNG PALAKKA MATINROÉ RIBANTAÉNG [35. 16) Nama La Tenriruwa Arung Palakka sebagai pewaris Mangkau’ Boné menggantikan sepupunya yang bernama Wé Tenripatuppu Matinroé riSidénreng/ Ketika Matinroé riSidénréng wafat, maka rakyat Bone bermusyawarah yang menghasilkan kesepakatan perihal pengganti Raja Bone/ Terpilihlah Arung Palakka sebagai Arumponé, beliau juga sebagai Arung Pattiro/ Beliau adalah cucu kedua belah pihak dari Mappajung/ Tidaklah aku terkena tulah, bernama La Tenriruwa, dialah yang diberikan mandat oleh orang Bone menjalankan roda pemerintahan negeri Bone/ Namun, belum genap tiga bulan menduduki takhta Bone, datanglah Karaéng Gowa menyerang Bone yang membawa Islam/ Pasukan Makassar menempatkan benteng pasukannya di Cellu, sementara Karaeng Gowa mengambil posisi benteng di Palletté/ Itulah masa ditegakkannya agama Islam bagi orang Bone/ Berkatalah Arumpone: “Kalian telah menyerahkan kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan tanah Bone, telah memayungiku, namun kini Karaéng akan menegakkan kebaikan bagi kita/ Baik kiranya kalian memeluk agama Islam, sebab memang dahulu kita telah membuat perjanjian dengan Karaéng bahwa barang siapa yang melihat kebaikan, maka dialah yang memberikan petunjuk/ Karaeng telah menyampaikan bahwa, aku mengira sebuah cahaya kebaikan manakala aku berpegang [36] Kepada agama Nabi/ Karaeng juga mengatakan: Apabila kalian menerima tawaranku, maka dualah yang besar yaitu Boné dan Gowa, kita bersama-sama menyembah kepada Déwata Yang Esa/ Berkatalah Arumponé kepada rakyatnya: “Apabila kita tidak menerima baik ucapan Karaéng Gowa pada hal dia menyampaikan kebenaran, kemudian dia menyerang dan menaklukkan kita, maka itulah namanya kita menjadi budak/ Jika kita seandainya menerima baik perkataan baik Karaéng lantas dia mengkhianat dan melangkahi perjanjian, lantas kita melawannya, maka itu artinya kita melawannya/ jangan kira aku tidak mau melawannya/ Kita akan melawan sekuat tenaga apabila ia mengingkari perjanjian”/ Namun, orang Bone bersepakat menolak menerima Islam/ Ketika itulah Arumponé merasakan ada gelagat lain pada diri orang Bone/ Maka Arumponé memilih meninggalkan orang Bone dan berangkat ke Pattiro/ Hanya orang kepercayaannya yang mengikutinya/ Ketika tiba di Pattiro, beliau mengajak juga orang Pattiro menerima Islam/ Orang Pattiro pun menolak menerima Islam/ Sang Raja hanya diam membisu tak bisa berkata-kata/ Ia kemudian naik ke istana diikuti oleh para budaknya, anaknya, istrinya, semuanya ikut ke istana/ Adapun rakyat Bone ketika sang Raja pergi menuju Pattiro kemudian melakukan musyawarah/ Mereka melahirkan kesepakatan yaitu menurunkan Arumponé dari takhtanya/ Dewan Rakyat kemudian mengutus seorang bernama La Mallalengeng To Alaungeng beragkat ke timur di Pattiro/ Ketika tiba, ia pun naik ke istana/ Berkatalah Arumponé: “Apa gerangan maksud kedatanganmu, wahai To Alaungeng?/” Menjawab To Alaungeng mengatakan: “Aku diperintahkan oleh segenap rakyat Bone bahwa sesungguhnya bukanlah kami tidak menyukai Tuan, tetapi Tuanlah yang tidak menyukai kami, sebab engkau meninggalkan negerimu saat lawan datang”/ Berkatalah Sang Raja menjawab perkataan To Alaungeng dengan ucapan: “ O…To Alaungeng, aku berbohong kalau menolak orang Bone karena aku mencintai rakyatku/ Aku memperlihatkan kebaikan dan menunjukkan jalan terang/ Aku berkehendak menyeru kalian menghadap pada jalan terang, namun kalianlah yang menolak dan kalian tetap berpegang teguh kepada pikiran sesatmu/ Biarkan aku melihat cahaya Tuhan Esa atas tuntutan Nabi/ Setelah sang Raja berkata-kata, maka To Alaungeng pun mohon pamit kembali ke Boné/ [37] Ketika To Alaungeng dalam perjalanan pulang menuju Boné, sang Raja pun mengutus duta menemui Karaéng Gowa di Palletté/ Ketika sang duta telah tiba pada Karaéng, maka Karaeng pun mengutus pula duta pergi ke Pattiro/ Karaéng Pettu nama yang diberi perintah/ Orang Pattiro bersama orang Sibulue menentang sang Raja Puwang Matinroé riBantaéng bersama Karaéng Pettu/ Keduanya pun balik menyerang sehingga melumpuhkan orang Sibulué dan orang Pattiro dengan mengumpulkannya di gunung Marowanging/ Setelah itu menyeberanglah Sang Raja bermaksud menjumpai sang Karaéng di Palletté/ Hanya Karaéng Pettu yang tinggal menjaga Pattiro/ Ketika sang Raja tiba di hadapan Karaéng: “Berkatalah Karaéng kepada Sang Raja: “Sangat tepat engkau datang kemari/ Aku mau bertanya kepadamu, yang manakah milik pribadimu/ Walaupun engkau tidak bertakhta lagi di Bone, tetap pula Tuan memilikinya/ Sebab aku sudah tahu statusmu terhadap kerajaan Bone, yakni kemuliaan pusaka kerajaan Bone telah berpindah tangan”/ Menjawablah Puwang Kita menanggapi pertanyaan Karaéng dengan mengatakan: “Adapun milik pribadi saya adalah Palakka dan Pattiro, begitu pula Awamponé/ Adapun Marioriwawo sesungguhnya milik pribadi istriku”/ Berkatalah Karaéng Gowa kepada Puwatta’: “Bersyahadatlah! Apabila engkau telah mengucapkan kalimat syahadat maka bukanlah Boné menjadi tempat pertuananmu dan Gowa tidak memperbudakmu”/ Berucaplah Puwatta’ dengan mengatakan: “Wahai Karaeng, memang syahadat yang menjadi tujuanku datang kemari”/ Karaeng berucap lagi: “Aku sudah mengetahui bahwa Pallette milikmu, akan tetapi aku telah jadikan sebagai kedudukan bentengku, maka aku mengklaim Pallette menjadi milikku/ Namun aku serahkan kembali kepadamu”/ Puwatta’ juga memperoleh hadiah dari Karaéng Gowa berupa sehelai kain kapala beludru dan emas murni seberat satu kati/ Berkatalah Puwatta’ kepada Karaéng: “Jika pemberian ini sebagai ajakan untuk tidak bersama orang Bone melawanmu, maka tentu saja aku tidak mau menerimanya”/ Berucaplah Karaéngngé berkata: “Wahai, Besan! Engkau telah ketahui adat-istiadat orang dahulu, apabila mereka bertemu dengan kerabatnya maka mereka selalu memberi tanda pertemuan, pengganti sehelai rambut, dan jamuan sirih pinang”/ Menjawablah Puwatta’ berkata: “Kalau memang demikian perkataan Karaeng, Aku berkenan menerimanya dengan baik”/ Setelah itu, Puwatta’ Matinroé riBantaéng dan Karaeng Gowa [38] Mula Islam bersama Karaeng Tallo yang Mula Islam pun melakukan perjanjian bersama/ Inilah kalimat perjanjian mereka/ Karaéng Gowa mengucapkan: “Inilah yang kita persaksikan kepada Déwata Yang Esa terhadap anak keturunan kita Karaéng Gowa, Karaéng Tallo/ Tidak menyia-nyiakan tanggung jawabmu dan tidak diperlakukan semena-mena oleh sesama manusia/ Jika engkau tertimpa masalah, maka bukalah pintumu kami akan masuk dalam masalahmu/ Berucap pulalah Puwatta’ Matinroé riBantaéng dengan mengatakan: O…Karaéng! Tidak berjatuhan ikatan padiku, tak robek timbaku, tak digerogoti tikus dalam tanahku, jika ada masalah yang menimpa tanah Gowa, maka meskipun sebilah bambu titian aku akan datang dan masuk dalam kesusahanmu hingga anak-cucumu dan anak-cucuku kemudian, sepanjang engkau tidak meninggalkan perkataan kepadaku orang yang kecil ini”/ Demikianlah perjanjian (uluada) antara Puwatta’ Matinroé riBantaéng dengan Karaéng Gowa/ Setelah Puwatta’ Matinroé Matinroé riBanténg bersama Karaéngngé mengadakan perjanjian, Puwatta’ pun kembali menuju Pattiro/ Hanya lima malam setelah Puwata’ Matinroé riBantaéng dan Karaéng Gowa mengucapkan perjanjian, maka Bone kemudian diserang/ Perang itu dinamakan Perang Islam ‘Musu Selleng’/ Pada akhirnya Bone menyerah dan serta-merta mengucapkan syahadat/ Setelah itu, pulanglah Karaéng ke negerinya/ Cerita ditarik kembali pada kisah kembalinya To Alaungeng dari Pattiro menuju Boné/ Akhirnya Dewan Adat pun menurunkan Puwatta’ Matinroé riBantaéng dari takhtanya/ Dewan Adat kemudian membuat kesepakatan yang disetujui rakyat Bone, yakni mengangkat Arung Timurung menjadi pemangku kerajaan/ Beliau yang dipilih karena ia adalah anak dari Matinroé riAddénénna/ Dialah yang diangkat sebagai Raja Bone, semoga aku tidak kualat, bernama La Tenripale’ disapa To Akkeppéang, setelah meninggal dunia ia pun diberi gelar Matinroé riTallo/ Sebab, dialah yang diserahi kekuasaan pada Bone/ Itulah sebabnya Bone diserang oleh Karaéng Gowa yang kemudian dikenal dengan peristiwa Perang Islam/ Maka inilah raja yang menyatakan kekalahan Bone pada Karaeng Gowa dalam Perang Islam/ Orang Bone menurunkan Puwatta’ Matinroé riBantaéng kemudian dari takhtanya dan menyuruhnya pergi meninggalkan Bone/ Inilah Puwatta’ Matinroé riBantaéng yang memulakan bagi orang Bone mengucapkan syahadat pada tahun 1611 M/ [39] Puwatta’ Matinroé riBanaténg pergi meninggalkan Bone menuju Makassar/ Beliau memilih tinggal bersama Datuk Ribandang/ Puwatta’ Matinroé riBantaéng kemudian diberikan nama Jawa-Arab yaitu Sultan Adam/ Setelah Puwatta’ Sultan Adam Matinroé riBantaéng tinggal beberapa lamanya pada Datuk, ia pun diberikan pilihan oleh Karaeng Gowa tempat tinggal yang diinginkannya sendiri/ Beliau diberi pilihan yang disukai oleh Datuk maupun Karaéng Gowa/ Adapun lokasi yang dipilih Puwatta’ adalah negeri Bantaéng/ Maka di sanalah di Bantaeng beliau dibawa/ Di sanalah Puwatta’tingga; menetap di Bantaéng/ Di sana pula beliau tinggal sampai akhir hayatnya/ Maka, diberilah gelari Matinroé riBantaéng/ Puwatta’ Matinroé riBantaéng memperistrikan sepupunya bernama, tidaklah aku kualat, We Baji yang juga dikenal dengan nama Wé Dangke’ Lébaé ri Marioriwawo/ Beliau memperanakkan Datu Marioriwawo sebab ia warisi dari ayahnya, dan sememangnya ia telah persaksikan kepada Karaeng ketika mengucapkan syahadat/ Beliau melahirkan anak berdarah mulia bernama Wé Tenrisui/ Inilah yang diwariskan Marioriwawo dari ibundanya/ Maka Wé Tenrisui diberi gelar Datu Marioriwawo Adapun Puwatta’ Lébaé ri Marioriwawo pernah juga mempersuamikan lelaki bernama To Lémpeng Arung yalni saudara kandungnya Datu Soppeng bernama Béowé yang mula memeluk Islam/ Puwatta’ Lébaé ri Marioriwawo melahirkan anak dari suaminya To Lémpeng Arung Pattojo yaitu seorang perempuan bernama Wé Bunga I Da Sajoi/ Sehingga Puwatta’ Wé Tenrisui Datu Marioriwawo bersaudari kandung antara Wé Bubungé Dasajo dan Datu Pattojo/ Sang ratu bernama Wé Tenrisui Datué ri Marioriwawo menikah di Soppéng yang mempersuamikan La Potobune’ To Baé, seorang bangsawan pewaris Arung Tanatengnga dan kedatuan Lompulle’/ Dia adalah anak dari Wé Tenricamare’ Arung Lompéngeng Matteddung Mpulawengngé dari suaminya bernama To Wawo/ Puwatta’ Wé Tenrisui melahirkan anak dari suaminya Puwatta’ Arung Tanatengnga lebih tiga orang/ La Tenritatta disapa To Unru dan kebangsawanannya dari Datu Marioriwawo/ Adapula yang bernama Wé Tenriabang disapa Da Emba yang kemudian mewarisi Marioriwawo dari saudara lelakinya/ Ada juga yang bernama Wé Tenriwale’ disapa Da Umpu Mappolobombangngé/ [40] Dialah yang menjadi Maddanreng di Palakka menggantikan kedudukan La Tenritatta/ Ada pula bernama Wé Dairi disapa Da Beng tetapi mati muda/ Ada juga anak yang bernama Wé Tenriwempéng Da Unrung yang mati saat lahir/ Ada pula anaknya bernama La Tenrigarangi yang meninggal juga saat dilahirkan/ Ada pula yang dinamai Wé Kacumpurang disapa Da Ompo, diberi gelar Datu ri Marimari, namun ia tidak memiliki keturunan/ Adapun Puwatta’ Wé Bubungngé Da Sajo menjadi Datu di Watu dan Arung Pattojo/ Dialah yang mempersuamikan lelaki bernama La Tenribali Matinroé riDatunna, Datu Soppéng/ Keduanya menikah bersepupu/ La Tenribali adalah anak dari La Maddussila Arung Mampu Mammésampatué dari istrinya bernama Wé Tenrigella/ Wé Tenrigella bersaudara kandung dengan Datu Soppéng bernama Béowé/ Puwatta’ Wé Bubungé Da Sajo melahirkan anak dari suaminya bernama La Tenribali/ Seorang anak bernama La Tenrisénge’ disapa To Wésa/ Seorang lagi anaknya bernama Wé Ada, nama anumertanya adalah Matinroé riMadello / Arung Tanatengnga menikah lagi dengan Wé Tenripasa yang menjadi bangsawan pewaris kedatuan Watu/ Wé Tenripasa adalah anak dari Wé Puampé dari suaminya bernama La Pagi Datu Marioriwawo/ Lahirlah anak bernama La Pagi gelar kebangsawanannya Datu Lompulle’/ Dialah yang mewarisi takhta ayahnya karena Arung Tanatengnga telah menjadi abdi kemudian beristri di Marioriwawo/ Kisah beralih kepada Puwatta’ La Tenritatta To Unru/ Dialah yang diserahi takhta kedatuan Marioriwawo warisan dari ibundanya, sehingga ia dinamakan juga Datu Marioriwawo/ Dialah yang mempersitrikan sepupunya yang bernama Wé Ada anak dari E Bubunge’ Da Sajo dari suaminya bernama Matinroé riDatunna/ Akan tetapi mereka tidak memiliki anak kemudian memilih bercerai/ Ada istri kesayangan Puwatta’ To Unru yaitu bernama Wé Mangkawani disapa Daeng Talélé/ Namun tidak ada juga anaknya sebab Puwatta To Unru mandul/ Adapun saudari perempuan Puwatta’ bernama Wé Tenriwale’ Mappolobombangngé Da Umpu, ia dikukuhkan menjadi Maddanreng Palakka/ Sebab rakyat Bone memberikan kepada Puwatta’ sebagai miliknya ketika kembali dari Makassar/ Oleh karena itu disandingkanlah gelarnya To Unru dan Arung Palakka/ Pada waktu beliau menetapkan saudarinya bernama Mappolobombangngé sebagai Maddanreng di Palakka yang telah mengabdikan dirinya rela hidup susah sebagai bahagia penderitaan rakyat Palakka/ [41] Maka beliau dinamakan Maddanreng Palakka dan nama anumerta Matinroé riAjang Appasareng/ Dialah yang kawin di Timurung mempersuamikan lelaki bernama La Pakokoé disapa To Angkoné bergelar Macoméngngé Tadampalié, dengan gelar kerajaannya yaitu Arung Timurung/ Ia juga menjadi Ranreng di Tuwa dan Arung di Ugi/ Nama anumertanya yaitu Matinroé riTimurung/ Dia adalah anak dari Raja Bone bernama La Maddaremmeng Arumponé Matinroé riBukaka dari istrinya bernama Wé Hadija I Da Selle’ bertakhta sebagai Arung di Ugi dan Ranreng di Tuwa Wajo/ Dia melahirkan seorang anak laki-laki yang bernama La Patau’ Matanna Tikka Walinonoé bergelar To Tenribali, dan nama anumertanya Matinroé riNagauleng/ La Patau juga sebagai Raja atau Ranreng di Tuwa dan Arung di Ugi/ Adapun saudari perempuan Puwatta’ La Tenritatta To Unru yang bernama Wé Tenriabang Da Emba, dialah yang ikut bersamanya ke Jakarta ketika menyingkir/ Dia memberikan takhta di Marioriwawo kepada adiknya itu/ Maka kekuasaan warisan Puwatta’ La Tenritatta hanyalah Palakka/ Inilah Puwatta’ Wé Tenriabang yang kawin di Tanete mepersuamikan La Sulo La Mappajanci disapa Daéng Tajang, gelar kebangsawanannya yaitu Karaéng Tanété, cucu dari Petta Pallase’-lase’é dari Tanété yang memiliki keturunan dari Karaéng Tallo/ Wé Tenriabang melahirkan seorang perempuan bernama Wé Pattékketana yang disapa Daéng Tanisanga/ Seorang anak perempuan lagi bernama Wé Tenrilékké’/ Inilah Wé Pattéketana yang mempersuamikan Pajung Luwu Matinroé riLangkanana yang memiliki nama diri La Onro disapa To Palaguna/ Dia yang melahirkan anak bernama Wé Batara Tungke’ dan Wé Patimang Matinroé riPattiro/ Wé Patimang Matinroé ri-Pattiro kemudian kawin dengan sepupu sekalinya benama La Rumpamégga disapa To Sappailé menjadi Cenning di Luwu dan nama anumertanya Matinroé ri-Suppa’/ Wé Patimang melahirkan anak perempuan bernama Wé Tenriléléang yang menjadi pewaris mahkota Luwu/ Melahirkan juga anak lelaki bernama La Tenrioddang yang dikenal juga dengan nama La Oddang Réwu/ Inilah yang mewarisi Pattiro dan Tanété/ Dia disapa Daéng Mattinring/ Lahir lagi seorang anak bernama La Tenriangka yang kemudian menjadi Datu di Marimari/ Sedangkan anak dari Batara Tungke’ yang bernama Wé Tenrilékke’ yang bersaudari dengan Wé Pattéketana, dialah yang mempersuamikan La Passawung sebagai Arung di Méngé dan Ranreng di [42] Talotenréng Wajo/ Dialah yang melahirkan anak bernama La Tebba, La Pao, dan La Pakkaté/ Kisah dialihkan lagi kepada Wé Dangka Lébaé ri Marioriwawo dari suaminya yang bernama To Lampeng Arung Pattojo, memiliki anak yang bernama Wé Bubungeng disapa I Da Sajo/ Inilah yang mempersuamikan sepupu sekalinya yang bernama La Tenribali dengan nama anumerta Matinroé riDatunna/ La Tenribali adalah anak dari La Maddussila Arung Mampu Mammésampatué dari istrinya yang bernama Wé Tenrigella yang bersaudara dengan To Lémpe’ Arung Pattojo/ Wé Dangka melahirkan anak, seorang bernama La Tenrisénge’ disapa To Esa dengan nama anumerta Matinroé riSalassana/ Seorang lagi anaknya bernama Wé Ada gelar anumertanya Matinroé riMadello/ La Tenrisénge’ beristri di Pammana mengawini perempuan yang bernama Wé Pada Daéng Manessa disapa Petta Mpungaé yang bertakhta di Pammana/ Wé Pada adalah anak dari La Tenrisessu’ disapa To Timoé bertahta sebagai Datu Pammana dengan nama anumerta Matinroé riLabéngi dengan istrinya yang bernama Bébanakabo Arung Bulobulo/ Matinroé riSalassana melahirkan anak dari istrinya bernama Petta Mpungaé Datu Pammana/ Seorang bernama La Makkaterru, yang dipersiapkan menjadi pewaris Soppéng namun mati muda/ Seorang lagi dinamakan La Makkareddu’ yang kemudian bertakhta di di Sékkanynyili’/ Arung Sékkanynyili’ beristri di Pammana kawin dengan anaknya Watampanuwaé dari Pammana, melahirkan seorang anak yang bernama La Mappasiling/ Inilah yang menjadi pewaris takhta di Pattojo/ La Mappasiling kawin di Tanété memperistrikan Arung Lalolang, melahirkan seorang anak bernama La Barahima/ Inilah yang diberi gelaran Karaéng Lalolang/ La Mappasiling Arung Pattojo menikah lagi dengan memperistrikan Wé Tenriléleang yang merupakan Raja Luwu dengan gelar anumerta Matinroé riSoréang/ Wé Tenriléleang adalah anak dari Wé Patimang Batara Tungke’ Matinroé riPattiro sebagai Raja Luwu dari suaminya yang bernama La Rumpaméga disapa To Sappaile’ yang merupakan Cenning Luwu dengan nama anumerta Matinroé riSuppa’/ Wé Tenrileleang melahirkan anak dari suaminya bernama La Mappasiling Arung Pattojo, seorang bernama La Mappajanci disapa Daéng Massuro dan bergelar Pollipué ri Soppéng dan nama anumertanya yaitu Matinroé riLaburau/ Seorang lagi anaknya bernama Wé Tenriabang menjadi pewaris kedatuan Watu dan Arung di Pattojo [43] Yang memiliki nama anumerta Matinroé riPangkajénné’/ Seorang lagi bernama Janggo’ Panincong/ Inilah yang dibunuh pada Perang Batubatu (Musu Batubatu) karena kepalanya dipenggal oleh seorang yang dikenal sebagai keponakan saudara kandungnya La Makkaraka Baso Tancung/ La Mappasiling dibunuh oleh iparnya yang bernama La Tenrioddang La Oddangnréwu Daéng Mattinring Karaéng Tanété/ Mayatnya dimasukkan ke dalam duni (peti kayu) sehingga ia mempunyai nama lengkap La Mappasiling Arung Pattojo Matinroé riDuninna/ Kisah dikembalikan lagi kepada Puwatta’ La Potobune’ To Baé dan istrinya yang bernama Wé Tenripasa Datu Watu/ Beliau melahirkan anak laki-laki bernama La Page’ yang kemudian mewarisi kedatuan Lompulle’ dari garis ayahnya/ Oleh karena itu Puwatta’ La Tenritatta Daéng Sérang To Unru bersaudara kandung dengan La Page’ Datu Lompulle’ dari garis bapak/ La Page’ Datu Lompulle’ kemudian memperistrikan Wé Buko Datu Botto, melahirkan La Maléléang disapa To Pasamangi sebagai Datu Lompulle’ dan Datu Marioriawa/ To Pasamangi kawin dengan memperistrikan Wé Mekko Datué Bakke’, kemudian melahirkan anak bernama Wé Tenri Datu Botto/ Wé Tenri mempersuamikan sepupu keduanya yang bernama La Temmupage’ anak dari Wé Pattékketana Daéng Tanisanga dari suami keduanya bernama To Baiceng/ Sebab, Daéng Tanisanga masih berusia muda ketika suami pertamanya bernama Matinroé riLangkanana wafat/ Umurnya masih tergolong belia ketika menikah dengan To Baiceng/ Wé Tenri Datu Botto dengan suaminya yang bernama La Temmupage kemudian melahirkan anak bernama La Mallarangeng disapa To Samalangi dan bergelar Petta Tolaoé riSapirié ri Gowa/ Adapun nama La Mallarangeng, dialah menjadi Datu di Lompulle’, ia juga menjadi Datu di Marioriawa/ Inilah yang memperistrikan Wé Tenriléléang yang awalnya adalah istri dari Matinroé riDuninna/ Sebab ia disuruh dijemput oleh sepupunya yang bernama La Tenrioddang La Oddanréwu Daéng Mattinring Karaéng Tanété, dengan maksud agar saudara kandung Wé Tenriléléang dapat merestui La Mallarangeng Datu Marioriawa mengawini Wé Tenriléleang Datu Luwu Matinroé riSoréang/ Sebab, keduanya memang bersepupu sekali/ Maka, menikahlah mantan istri Matinroé riDuninna dengan La Mallarangeng To Samalangi/ Itulah sehingga Wé Tenriléléang dikisahkan menikah dua kali dan dua periode pula menjadi Pajung Luwu/ Wé Tenriléléang melahirkan anak [44] lebih lima orang/ Seorang bernama La Maddussila Karaéng Tanété disapa To Appangéwa nama anumertanya Matinroe riDusung/ Dialah yang memperistri Wé Séno Datu Citta anak dari Matinroé riMallimungeng dari istrinya bernama Sitti Habiba/ Seorang bernama Wé Pannangareng disapa Daéng Risanga yang bertakhta sebagai Arung Cinengko dan Datu Marioriwawo nama anumertanya Matinroé riUjuntana/ Wé Pannangareng mempersuamikan La Sunra Datu Lamuru, nama anumertanya Matinroé riLamangilé, ia anak dari La Tenrisanna Petta Janggo’ Datu Lamuru dari istrinya bernama Wé Kali Arung Paingke’/ Seorang lagi anaknya bernama La Tenrisessu’ yang bertahta sebagai Arung Pancana dan Datu juga di Marioriawa/ Ia juga sebagai Cenning Luwu/ Adapun penyebab terjadinya Perang Larompong yang mengakibatkan La Kambau’ Maddika Buwa terbunuh oleh karena ibunya bernama Wé Tenriléléang dilengserkan dari singgasana Pajung Luwu/ La Tenrisessu’ yang memperistrikan Wé Padi Petta Punnabolaé anak dari Maddanreng Boné bernama To Sibengngareng yang ibunya berasal dari Luwu/ La Tenrisessu’ singgah lagi kawin di Wajo memperistri Wé Tenrilawa disapa Wé Pabbata Bessé’ Péompo saudari dari Arung Bénténg La Sengngeng Matinroé riSalawa’na/ Seorang anaknya lagi bernama Wé Pada Daéng Malélé, yang menjadi Méncara Ngapa di Kolaka/ Seorang lagi anaknya bernama Patimanratu disapa Daéng Macowa Polépang Ussu Matinroé riSégari/ Seorang lagi bernama La Maggalatung disapa To Kali, ia Datu di Lompulle’ dan Datu juga di Botto yang memegang Angépakengngé di kerajaan Soppéng/ Seorang lagi anaknya bernama Bataritoja disapa Wé Ukka Daéng Matanang yang menjadi Opu Datu di Bakke’ yang memiliki nama anumerta Matinroé riBaloé/ Inilah yang menikah dengan sang Pajungngé La Patiware’ La Peppang disapa Daéng Palié dan nama anumertanya Matinroé riSabbamparu/ Adapun pengganti Puwatta’ Matinroé riBantaéng sebagai raja Bone adalah sepupunya yang bernama La Tenripale’/ LA TENRIPALE’ TO AKKEPPÉANG [44.28] La Tenripale’ disapa To Akkeppéang, bangsawan Timurung, pewaris Mangkau’ Boné menggantikan sepupunya bernama Puwatta’ Matinroé riBantaéng/ Ketika Puwatta’ La Tenriruwa diturunkan dari takhtanya, beliau berpindah tempat ke Makassar, beliau tinggal bersama Datuk Ribandang/ Di sanalah kemudian Karaéngngé Gowa memberinya pilihan tempat tinggal/ maka beliau pun memilih Bantaeng/ Di sanalah di Bantaeng tinggal sampai wafat, maka diberilah gelar Matinroé riBantaéng/ [45] Rakyat Bone bermusyawarah, kemudian sepakat mengangkat Arung Timurung bernama La Tenripale’ To Akkeppéang menjadi Raja Bone/ Alasan beliau dipilih sebab ia adalah anak dari Puwatta’ Matinroé riAddénénna/ Masa beliau sebagai raja Bone, api peperangan menyala lagi oleh karena hati rakyat Bone belum terbuka menerima Islam dengan baik/ Pada masa pemerintahan La Tenripale’, rakyat Bone bersepakat bangkit melakukan perlawanan dalam kisah perang Islam/ Negeri Bone dibakar lagi oleh Karaéng Gowa, namun pusakanya belum direbut, bendera pusakanya pun tidak direbut Gowa, dan rajanya pun tidak tertawan/ Hanya saja rakyat Bone menyatakan kalah dan mengucapkan janji serta mengucapkan syahadat/ Maka, Bone ditetapkan sebagai negeri bagian (tudang palili) manakala ia telah bersyahadat memeluk agama Islam/ Setelah seluruh orang Bone mengucapkan syahadat, maka Karaeng kemudian pulang ke negerinya/ Arung Timurung dilantik menjadi Mangkau’ di Boné/ Setelah wafat beliau digelar Matinroé riTallo’/ Matinroé riTallo’ dua orang bersaudara yaitu, semoga aku tidak kualat, Wé Tenrijello’ disapa Makkalaurué/ Wé Tenrijello’ kemudian mempersuamikan Arung Sumali bernama La Pancai disapa To Pataka dan digelar Lampé Pabbekkeng, anak dari La Mallalengeng To Alaungeng Arung Sumali dari istrinya bernama Wé Tenriparola/ Wé Tenrijello’ melahirkan anak bernama La Daremmeng, memiliki nama Jawa yaitu Salman/ Ia jadikan Pattiro sebagai negeri diperintah bersama, sebab Makkalarué adalah Arung Pattiro/ Wé Tenrijello’ melahirkan lagi La Tenriaji yang disapa To Senrima/ La Tenriaji melahirkan anak beranama Wé Tenritalunrureng/ La Maddaremmeng mempunyai seorang adik perempuan lagi bernama Wé Tenriampareng, inilah yang bertakhta di Cellu/ Nama La Tenriaji To Senrima adalah anak yang didudukkan sebagai Arung di Awamponé, dialah yang digelari Matinroé riSiang/ Semoga aku tidak kualat, Baginda Wé Tenrisui, menikah dengan, semoga aku tidak kualat, La Potobune’ disapa To Baé bertakhta sebagai di Arung Tanatengnga dan Datu Laumpulle’/ Beliau melahirkan anak bernama La Tenritatta disapa To Unru, namun tidak memiliki keturunan/ Beliau melahirkan lagi anak bernama I Da Unru, meninggal dunia/ Beliau melahirkan lagi anak bernama La Tenrijira, meninggal juga/ Melahirkan lagi anak bernama Da Ompo/ Namun Da Ompo tidak juga memiliki keturunan/ Da Ompo-lah yang mempersuamikan Datu Citta bernama To Dani yang bertakhta pada empat negeri yaitu [46] menjadi Addatuang Sidénréng, Datu di Suppa’, Addatuang di Sawitto, dan menjadi Arung di Alitta/ To Dani juga menjadi Karaéng di Galingkang/ La To Dani inilah yang ketika memperistri saudari perempuan Puwatta’ La Tenritatta To Unru, menyerahkan sepenuhnya Citta sebagai mahar kepada Boné/ Hanyalah Puwatta’ Matinroé riMallimongeng yang mengembalikan semula Citta kepada Soppéng/ Sebab, inilah saudari Puwatta’ To Unru yang bernama Wé Kacumpureng yang disapa Da Ompo yang diperistri oleh Datu Citta bernama To Dani/ To Dani adalah anak dari La Pabbala Datu Citta dari istrinya bernama Wé Tasi’ disapa Petta Maubengngé yang bertakhta sebagai Arung Rappeng/ Adapun Puwatta’ Wé Kacumpureng Da Ompo adalah menjadi pula Datu di Marimari/ Namun beliau tidak memiliki anak, sebab tidak ada anaknya dari To Dani/ Puwatta’ To Unru menghukum cekik To Dani oleh karena dituduh melakukan kesalahan dalam kaitan pertuannya terhadap Boné/ Adapun saudari Puwatta’ To Unru yang lain bernama Wé Tenriabang yang disapa Daéng Ba, dialah yang digelar Matinroé riBolasadana/ Nama yang lainnya, semoga aku tidak kualat, dinamakan Wé Tenriwale’ disapa Mappolobombangngé, dan nama kanak-kanaknya adalah Da Umpi/ Dialah yang diserahi takhta menjadi Maddanreng, karena memang ia sebagai pewaris Maddanreng Palakka/ Setelah meninggal ia pun diberi nama anumerta Matinroé riAjang Appasareng/ Berselang satu tahun setelah rakyat Bone memeluk agama Islam, Raja Bone kemudian berkunjung ke Makassar/ Beliau kemudian bertemu Datuk Ribandang/ Datuk Ribandang memberikan nama Jawa kepada beliau yaitu Sultan Abdullah/ Nama yang diberikan kepada Raja Bone itulah yang dinaikkan dalam khutbah Jum’at/ Inilah Raja yang dikenali berpikiran positif dan suka menggelar acara di baruga/ Dia dikenal pula aktif menggerakkan aktivitas pertanian/ Inilah Raja Bone yang mempersistri Wé Palettéi disapa Kanuwangngé dan gelar Massaobessié dan bertakhta di Mampu Riawa/ Dia adalah anak dari Matinroé riSidénréng dari suamia yang bernama To Addussila/ Raja Bone ini melahirkan anak perempuan bernama Wé Daba/ Wé Daba-lah yang dijodohkan dengan anaknya Karaéngngé Gowa Mula Islam yang dinamakan Daéng Mattola/ Itulah yang menjadi jodoh simpanan Wé Daba, namun belum juga Wé Daba memasuki masa haid sudah meninggal dunia/ Itulah sebabnya Arumpone tidak memiliki anak bangsawan murni dari istrinya yang bernama Kanuwangngé Saobessié ri Mampu Riawa/ Inilah Raja Bone yang pulang-pergi mengunjungi Karaéng/ Sangat lama kalau tiga tahun berselang ia berkunjung lagi ke Gowa/ Pada waktu dia bolak-balik ke Makassar [47] suatu ketika dalam perjalanannya berkunjung ke Makassar, beliau tibatiba jatuh sakit/ Penyakitnya itulah yang membawanya ajalnya/ Beliau dimakamkan di Tallo’ dan diberi gelar Matinroé riTallo’/ Dua puluh tahun lamanya Matinroé riTallo’ menjadi Mangkau’ hingga wafatnya/ Dikisahkan bahwa setelah anaknya Puwatta’ Matinroé riTallo’ dari istrinya bernama Massaobessié riMampu Riawa meninggal dunia, Puwatta’ Matinroé riTallo’ disebut menikah lagi yang memperistrikan anaknya Datu Ulaweng/ Beliau disebut melahirkan anak yang bernama Wé Cakka/ Wé Cakka kemudian bersuami dan melahirkan anak bernama La Makka/ La Makka-lah yang kemudian menjadi Arung di Ujung dan ia melahirkan Wé Mappanynyiwi/ Wé Mappanynyiwi-lah yang menjadi Arung di Mare’ dan mempersuamikan paman dari sepupu ibunya yang bernama La Maddaremmeng Matinroé riBukaka/ Perkawinannya itu melahirkan anak bernama Ponggawa Dinrué/ Ponggawa Dinrué yang melahirkan To Bala yang bertakhta di Tanété Riawa, ia disapa Petta Pakkénynyarangngé/ Petta Tobala memperistrikan sepupunya bernama Wé Maésuri, disapa Wé Da Ompo/ Adapun La Makka Arung Ujung, dilantik menjadi Tomarilaleng Boné/ Dia juga disebut sebagai pejabat Makkedantana Boné/ La Makka menikah di Sidenreng memperistri Karaéng Kanjénné’/ Karaéng Kanjénné’ tidak lain adalah orang yang pernah diasingkan oleh Matinroé riTippulunna/ Adapun saudara perempuan Puwatta’ Matinroé riTallo’, semoga aku tidak kualat, yang bernama Wé Tenrijello’ Makkalaru’é, dialah yang mempersuamikan keponakan dari anak sepupunya yang bernama, semoga aku tidak kualat, La Pancai disapa To Pataka dan bergelar Lampépabbekkeng Arung Sumali sekaligu Arung di Kung/ Beliau yang melahirkan La Maddaremmeng/ La Maddaremmeng kemudian dipersuamikan oleh Wé Mappanynyiwi’ dan melahirkaan Wé Da Ompo/ Sedangkan saudara perempuan Puwatta La Maddaremmeng yang bernama Wé Tenriampareng, dialah yang bertakhta di Cellu/ Inilah yang mempersuamikan lelaki yang bernama To Mannipié Arung Salangkéto’, anak dari To Wappauséri Arung Salangkéto’ dari istrinya bernama Wé Jai/ Wé Tenriampareng kemudian yang melahirkan Wé Tenritalunru’/ Wé Tenritalunru’-lah yang menikah dengan To Wangke’ Datu Sailong, anak dari La Poci Datu Sailong dari istrinya Wé Pamiring Sampu/ Inilah yang melahirkan anak yang bernama Wé Oda/ Orang yang menggantikan Puwatta’ Matinroé riTallo’ sebagai raja Bone adalah keponakannya yang bernama La Maddaremmeng/ LA MADDAREMMENG [48] La Maddaremmeng sebagai perawis Mangkau’ di Boné menggantikan pamannya, semoga aku tidak kualat, bernama La Tenripale’ To Akképpéang Matinroé riTallo/ Sebab ketika beliau, Puwatta’ Matinroé riTallo’, menjelang dilantik menjadi Raja Bone/ Puwatta’To Akkeppéang mengucapkan janjinya kepada orang Bone, dengan berkata: “Barangsiapa yang ingkar janji, maka dialah yang ditimpa keburukan”/ Berkatalah orang Bone: “Barangsiapa yang menyimpan dendam terhadap peristiwa yang telah berlalu, niscaya mereka tidak menemukan kebajikan”/ Perkataan kedua belah pihak saling berterima, sehingga Puwang bernama La Tenripale’ To Akkeppéang Arung Timurung kemudian diterima menjadi Raja Bone/ Peristiwa itu terjadi beberapa waktu lamanya manakala Puwatta’ Matinroé riBantaéng menjadi Raja Bone/ Kemujuran muncul, ketika ia memimpin orang-orang Bone membuat pekerjaan tanggul Sungai Lasipinceng di selatan Léppangeng/ Pekerjaan tanggul itu diprediksi rampung dengan menghabiskan waktu tiga tahun sehingga selama itu pula air tidak mengalir di Sungai Lasipinceng/ Beliau juga membawa orang Bone ke Sampano mengolah pohon untuk membuat tiang istana/ Di sanalah beliau jatuh sakit sehingga ia kembali ke Bone/ Ketika sampai di Bone, beliau mengundang orang-orang Mampu kemudian menyampaikan: “Berangkatlah kalian ke Mampu kemudian pergilah ke barat di Sidénréng memanggil saudaraku/ Aku telah memakan sesuatu dan belahlah perutku”/ Setelah Puwatta’ berucap, ia kemudian berangkat ke Makassar/ Dikisahkan bahwa di sanalah di Makassar Puwatta’ meninggal dunia sehingga digelar Matinroé riTallo’/ Ketika orang yang disuruh pergi ke Sidenreng telah tiba kembali di Bone, mereka pun tidak menjumpai sang Raja karena lebih dahulu meninggal dunia/ La Maddaremmeng Matinroé riBukaka adalah keponakan terdekatnya Puwatta’ Matinroe riTallo/ Manakala Puwatta’ Matinroé riTallo’ telah wafat, sesuai dengan wasiatnya, maka keponakan terdekatnya yang menggantikannya sebagai Arung di Boné, semoga aku tidak kualat, bernama La Maddaremmeng/ Beliau memiliki nama Jawa yaitu Sultan Saleh yang dinaikkan dalam khutbah Jumat/ Setelah beliau wafat diberi gelar Matinroé riBukaka/ Beliau inilah sebagai raja Bone yang membuat payung putih (Pajung Puté) yang selalu dikibarkan manakala bepergian/ Puwatta’ inilah yang beristri di Wajo menikah dengan perempuan bernama Khadijah/ [49] Nama lengkapnya Khadijah adalah I Da Senrima sebagai nama kanakkanaknya, anak dari Arung Matowa Wajo bernama La Pakolongi To Ali dari istrinya bernama Wé Jai Ranreng Tuwa Wajo dan Arung Ugi/ Puwatta’ La Maddaremmeng hanya memiliki seorang anak dari istrinya Puwatta I Da Senrima Arung Pungi, yaitu bernama La Pakokoé To Wangkonéng, disapa Macoméngngé, begrelar Tadampalié yang bertakhta sebagai Arung Timurung/ Inilah Arung Timurung Puwatta’ La Pakokoé yang kemudian memperistrikan saudari perempuannya Puwatta’ La Tenritatta To Unru yang bernama Wé Tenriwale’ Mappolobombangngé yang bertakhta sebagai Maddanreng Palakka/ Ia adalah anak dari Wé Tenrisui dari suami bernama La Potobune’ Arung Tanatengnga/ Wé Mappolobombangngé melahirkan seorang anak lelaki bernama La Patau’ Matanna Tikka Walinonoé To Tenribali disapa Malaé Sanra, Matinroé riNagauleng nama anumertanya/ Inilah Raja Boné yang memperlebar wilayah Boné/ Inilah pula yang memperluas benteng istana Boné dengan menggeser ruang benteng ke arah timur dan selatan/ Raja ini dikenali sangat taat beragama/ Inilah La Maddaremmeng sebagai Mangkau’ Bone yang sangat saleh/ Ia membenci orang yang tidak saleh dan menyuruhnya menjadi orang yang saleh/ Ia juga menghimbau rakyat Pattiro, tetapi orang Pattiro menolaknya/ Beliau putus asa menghimbau Dewan Adat Bone beserta palili, tetapi Ade’ Pitué Bone bersama negeri bagian (palili) berkata: “Mengapa Tuan sangat ketat memaksa kami bersaleh, bukankah orang tuamu di Pattiro yang lebih utama engkau himbau menjadi saleh/ Bukankah orang tuamu yang memiliki banyak budak di Bone?/ Beliau pun kemudian menyuruh ibunya di Pattiro beribadah, namun sang ibunda menolak melakukannya/ Sang Ibu mengatakkan bahwa apa yang diyakini dalam hatinya adalah benar/ Akibatnya, ia menyerang Pattiro dan berhasil merebutnya/ Pattiro kemudian direbutnya mengakibatkan Makkalarue melarikan diri berlindung pada Karaéng Gowa/ Karaéng mengutus orang untuk memberi peringatan kepada Arumponé atas perselisihan La Maddaremmeng dengan orang tuanya, namun beliau menolak dinasihati untuk tetap kukuh pada pendiriannya/ Hal itu beliau lakukan karena menganggap dirinya benar dan sesuai dengan ketetapan hatinya/ Maka Karaeng Gowa pun menyerang Bone/ Orang Bone dipukul mundur dan akhirnya menderita kekalahan lagi/ Benteng Raja Bone di Cimpu jatuh ke tangan lawan/ Pasukan Makassar mengejarnya dan ia pun tertawan di utara benteng ditangkap/ [50] Maka raja Bone pun ditawan dan dibawa pergi oleh pasukan Makassar/ Di kampung Siang beliau diasingkan/ Lima belas tahun lama La Maddaremmeng memerintah dan orang Bone menerima kekalahan perang dari orang Makassar/ Ketika wafat kemudian beliau diberi nama Matinroé ri Bukaka/ Oleh karena beliau dikembalikan lagi menjadi raja di Bone ketika berkobar perang antara Karaéngngé Gowa dengan Arung Palakka/ Adapun istri Puwatta’ La Maddaremmeng, beliau pergi ke Wajo memperistrikan Wé Khadijah I Da Senrima Arung Ugi/ Wé Khadijah adalah anak dari Arung Matowa Wajo, La Pakolongi To Allinrangi, dari istrinya yang bernama We Jai Arung Ugi dan Ranreng Tuwa Wajo/ La Maddaremmeng melahirkan seorang anak bernama La Pakokoé To Akkoneng Tadampalié disapa Macoméngngé/ La Pakokoé sebagai Arung Timurung, Arung Ugi, dan Ranreng Tuwa Wajo/ Inilah La Pakokoé To Wakkoneng yang memperistri sepupu tiga kalinya bernama Wé Tenriwale’ I Da Ugi Mappolo Bombangngé Maddanreng Palakka, nama anumertanya Matinroé riAja Appasareng ri Cénrana/ Wé Tenriwale’ adalah saudari kandung Puwatta’ Petta To Risompaé, anak dari Wé Tenrisui Datu Marioriawawo dan La Potobune’ Arung Tanatengnga dan kedatuan Laumpulle’/ Wé Tenriwale’ melahirkan anak laki-laki bernama La Patau’ Matanna Tikka Walinonoé To Tenribali Malaésanra Matinroé riNagauleng/ Adapun istri yang lain Puwatta’ La Maddaremmeng bernama Wé Mappanynyiwi’ Arung Mare’, anak dari Wé Caka Datu Ulaweng/ Wé Mappanynyiwi’ melahirkan seorang anak perempuan yang bernama Wé Da Ompo/ Wé Da Ompo kemudian kawin yang mempersuamikan La Unci Arung Paijo/ Ia melahirkan anak bernama La Tenriléjja’ gelar anumertanya yaitu Toriwettaé riPangakajénné/ La Tenriléjja’ yang mempunyai seorang laki-laki yang bernama To Sibengngareng yang kemudian menjabat sebagai Maddanrengngé Boné/ Sang Maddanreng ini kemudian kawin dengan saudari kandungnya Opu Bontobangung dari Selayar dan melahirkan tiga orang anak/ [51] Seorang bernama Wé Kali Arung Paijo/ Seorang bernama Wé Sadia Petta Punna Bolaé/ Seorang lagi bernama Wé Panido Arung Attaka/ Sang Maddanreng menikah lagi dengan Arung Salomékko dan melahirkan seorang anak perempuan bernama Wé Metti/ Wé Kali Arung Paijo kawin dengan mempersuamikan La Tenrisanna Petta Janggo’ Datu Lamuru, anak dari La Cella’ Datu Lamuru Arung Ujumpulu dan istrinya bernama Wé Tabacina I Da Teppinra/ La Cella’ yang disebut meninggal dunia karena dicekik atas perintah Matinroé riBaula/ We Kali melahirkan anak yang bernama La Sunra Datu Lamuru Matinroé riLamangilé/ Matinroé riLamangilé yang memperistri Wé Panangareng Arung Cinengko Datu Marioriwawo/ Wé Sadia Petta Punna Bolaé kawin dengan lelaki bernama La Tenrisessu’ Arung Pancana yang bersaudara dengan Wé Panangareng Arung Cinengko anak dari Wé Tenriléléang Datu Luwu Matinroé riSoréang Tanété dan suaminya yang bernama La Mallarangeng Datu Laumpulle’ Datu Marioriawa/ Lahirlah anak yang bernama Wé Asia Datu Laumpulle’ Matinroé riTeppe’na/ Wé Panido Arung Attaka mempersuamikan lelaki yang bernama To Appo Arung Berru Addatuang Sidénréng Matinroé riSumpang Binangaé, anak dari Wé Rakiya Karaéng Kanjénné dari suaminya bernama To Aggamette’Arung Jaling Ponggawa Boné Matinroé riLarompong/ Ia melahirkan anak, seorang bernama Wé Tenriangka/ Seorang bernama La Makkawaru Arung Attaka yang menjabat sebagai Tomarilaleng Boné/ Seorang lagi bernama La Saliu Arung Mpongé/ Wé Merra Arung Batuputé kawin mempersuamikan lelaki yang bernama La Posi Tomarilaleng Pawélaié riLompue’, melahirkan seorang anak perempuan bernama Petta Daéng Risanga Datu Cilellang/ La Maddaremmng Puwatta’ Matinroé riBukaka menikah lagi dengan perempuan yang bernama Arung Manajéng/ Beliau melahirkan anak lelaki kembar yang diberi gelar Ponggawa Dinrué (Punggawa Kembar) Seorang bernama To Waccalo Ponggawa Boné bertakhta sebagai Arung Jaling/ Inilah yang memperistrikan Wé Bungabau Arung Macéro anak dari Karaéng Massépé’ dari istrinya Wé Impu Arung Macéro/ Ponggawa Dinrué-lah yang memperanakkan To Bala Arung Taneté bernama Petta Pakkényarangngé/ Inilah yang memperistrikan sepupunya yang bernama Wé Maisuri [52] saudari kandung dari La Tenriléjja’, anak dari Wé Da Ompo dari suaminya bernama La Unci Arung Paijo/ To Bala melahirkan La Tenri Tomarilaleng Pawélaié riKalukubodoé/ Melahirkan pula anak bernama La Tone’ Tomarilaleng Pawélaié riPattingaloang/ Tomarilaleng Pawélaié riKalukubodoé yang memperistrikan Wé Séllima Arung Ulo, melahirkan La Ruba Arung Ajjaling/ Tomarilaleng Pawélaié riPattingaloang memperistri Wé Tingke’ Arung Tosiami, melahirkan anak bernama Wé Sutera Daéng Tasabbé/ Wé Sutera Daéng Tasabbé kemudian menikah dengan sepupunya bernama La Ruba Arung Ajjaling, melahirkan anak bernama La Mappa’ Arung Ajjaling/ Ia juga melahirkan anak bernama La Maddukkelleng Arung Tosiami/ Melahirkan lagi anak bernama To Akkeppeang Suléwatang Palakka/ Adalah La Mappa’ Arung Ajjaling yang disebut memperistri Wé Rasia Arung Palongki, melahirkan anak bernama La Supu Arung Palongki/ La Supu-lah yang memperistrikan Wé Sutera Daéng Tasabbé, melahirkan anak bernama La Esa’ Arung Palongki/ Ketika Puwatta’ Matinroé riBukaka ditawan ke Mangkasaé oleh orang Makassar, maka rakyat dan pasukan pemberani Bone mengangkat saudaranya bernama La Tenriaji/ LA TENRIAJI TO SENRIMA [52.20] Adalah La Tenriaji To Senrima pewaris Mangkau’ Bone menggantikan saudaranya bernama Matinroé riBukaka, semoga aku tidak kualat, bernama La Maddaremmeng/ Puwatta’ To Senrima inilah yang berkedudukan sebagai raja Boné/ To Senrima pun meneruskan perlawanan Boné, namun Bone menderita kekalahan lagi dari orang Makassar/ Sebab peperangan ini bergabung Luwu dan Wajo sebagai sekutu Karaéng Gowa/ Kekalahan perang yang dialami La Sekati itu disebut Béta Pasémpe’/ Arumponé ditawan bersama rakyatnya, sementara itu wilayah Bone dipetak-petak seperti sawah/ Rakyat Bone dibagi tiga/ Sepetak diambil oleh Gowa/ Sepetak diambil oleh Luwu/ Dan sepetak lagi diambil oleh Wajo/ Seluruh anak bangsawan (anak arung) Bone turut ditawan/ Tidak terkecuali Puwatta’ La Potobune’ bersama anak dan istrinya, termasuk putranya bernama La Tenritatta Datu Mariorowawo turut ditawan/ Adapun yang tersisa atau tidak ditawan Gowa kemudian diserahkan sebagai bagian Luwu dan Wajo/ [53] Adapun jatah untuk Wajo tetap menempatkannya di Bone oleh karena Wajo masih mengingat dengan baik perjanjian para raja pendahulu mereka, yaitu: ‘Rebah saling menegakkan dan hanyut saling mendamparkan’/ Isi perjanjian Lamumpatué ri Timurung yang telah ditetapkan oleh nenek moyang di Baruga Tiga Atap (Baruka Tellu Coppo’) di Cénrana dalam perjanjian Tellumpocco Boné, Wajo, dan Soppéng/ Berkatalah Arung Matowa Wajo yang bernama Makkaraka To Panemmui kepada Karaéng Gowa dan kepada Datu Luwu: “Saya menyampaikan kepadamu wahai saudaraku, adapun bahagian kepada Wajo, beralih kepada Gowa, sehingga Gowa-lah yang memilikinya/ Sementara bahagian untuk Luwu, apabila datang menyerahkan dirinya kepada Wajo, maka tetap Luwu pemiliknya/ Adapun jatah Wajo yang tetap tinggal di Bone, tetaplah Bone pemiliknya, kecuali mereka menggabungkan diri kepada Wajo maka Wajo-lah pemiliknya/ Karaéng Gowa dan Datu Luwu pun menyetujui/ Sementara itu, semua negeri-negeri bawahan Puwatta’ Tosenrima yang ditawan oleh Makassar akan mengikutkan semua putra-putri mahkotanya yang disebut dengan anak pewaris, termasuk rajéng maddanreng dan rajéng matase’ yang ada di tanah Boné/ Maka dari itu Bone mendapat status dari Makassar diibaratkan oleh Karaeng sebagai kaki penyokongnya di Makassar/ Maka Bone menjadi budak Makassar/ Tidak ada yang menyamai sengsaranya negeri Bone/ Oleh orang-orang yang menyaksikan keadaan itu, mengatakan: “hidup bagaikan papan yang dibalik“/ Tidak ada hidup menyamai susah dan beratnya, baik dalam keadaan sadar, maupun saat tidur, sebab perlakuan orang-orang Makassar kepada orang Bone/ Perlakuan Gowa tak terkira lagi, tungku memasak hancur, debunya orang Bone pun sama sekali tidak boleh dimunculkan, walaupun semata jarum / Puwatta’ To Senrima diasingkan di Siang, sementara putra mahkota bersama anak bangsawan rajéng maddanreng, dan bangsawan rajéng murni, satu per satu mereka dibagi-bagi oleh Hadat Gowa yang disebut Baté Salapang/ Nasib yang menyedihkan pun dialami Puwatta’ Arung Tanatengnga bersama sang permaisuri/ Kedudukan beliau ibarat kaki yang diayunkan, sebab mereka dijadikan pelayan orang Makassar/ Adapun anak-anaknya yang masih kecil juga dijadikan sebagai pelayan, sementara orang-orang tua sebagai penumbuk daun sirih/ Adapun anak-anaknya termasuk La Tenritatta diizinkan turut bersama orang tuanya sebab saat itu ia baru berumur [54] sebelas tahun/ Adapun orang tua kandung Puwatta’ La Tenritatta tinggal di rumah Karaéng Gowa/ Puwatta’ Arung Tanatengnga selalu ikut serta pada Karaéng jika melakukan perjalanan/ Ia tidak turut menyertai Karaeng kecuali ia sedang mengolah tanah yang menjadi sumber kehidupannya pemberian Karaeng Gowa kepadanya/ Tanah itulah yang dia kelola sebagai ladang sebagai sumber makanannya/ Sementara itu, permaisurinya, bolak-balik naik ke istana mengurusi dapur untuk menyiapkan makanan Karaéng Gowa setiap hari/ Adapun Datu Mariorowawo Puwatta’ La Tenritatta, secara bergantian ia tinggal pada Baté Salapang/ Ia disenangi para Baté Salapang karena perilakunya yang baik/ Ketika Puwatta’ To Senrima berada di tempat pengasingannya di Siang, Karaéng Gowa memerintahkan orang Bone mencari Arung/ Namun rakyat Bone menyanggupinya dan meminta Karaéng Gowa saja yang menujuk orangnya/ Maka dari itu Karaéng Gowa menunjuk Karaéng Sumanna/ Namun, tidak lama kemudian Karaéng Sumanna mengundurkan diri karena tidak tahan tekanan orang Bone/ Karaéng Sumanna kemudian pulang ke Gowa dan melaporkan ketidaksanggupannya menghadapi tantangan orang-orang Bone/ Pengunduran diri itu berakibat lowongnya kekuasaan dalam kerajaan Bone lowong/ Puwatta’ To Senrima kemudian wafat di Siang dan digelari Matinroé riSiang/ Puwatta’ To Senrima tidak diketahui keturunannya tertulis di dalam naskah/ Kecuali ada seorang disebut keturunannya dinamakan La Pabbéle’ Matinroé riBatubatu/ Inilah yang memperanakkan yang bernama Daéng Manessa Arung Kading/ La Pabbéle’ yang memperistri Wé Kalipu anak dari La Togi Matinroé riKabuttunna dari istrinya yang bernama Wé Pasao ri Bulu/ Inilah La Pabbéle’ melahirkan La Malagenni Matinroé riPaopao/ Terjadilah kekosongan pemerintahan di negeri Boné karena tidak ada lagi pengganti raja/ Rakyat dan Dewan Adat tidak mau memilih raja/ Karaéng Gowa takut juga menunjuk sendiri dan menempatkan orang pilihannya sebagai raja Bone, kalau bukan orang Bone sendiri yang mencarikan dirinya sendiri/ Itulah sebabnya Karaeng hanya menempatkan jennang sebagai pengganti arung (raja), yaitu orang yang bernama To Bala/ TO BALA ARUNG TANÉTÉ [55] Nama To Bala adalah sosok bangsawan yang berasal dari Tanété Riawa/ Dialah ditunjuk oleh Karaéng menjabat sebagai jennang sebagai pengganti raja di Bone/ Tujuh belas tahun lamanya To Bala menjabat jennang di Boné, selama itu pula kerajaan Bone mengalami keterpurukan di bawah tekanan Gowa/ Petta To Bala ini diberi gelar Petta Pakkanynyarangngé (Tuan Penunggang Kuda)/ Semakin beratlah perlakuan semena-mena Gowa terhadap Bone/ Keadaan itu menyebabkan sejumlah orang Bone pergi merantau, oleh karena mereka tidak sanggup menerima beban yang diberikan oleh Gowa/ Pada masa Petta Pakkanynyarangngé sebagai jennang di Boné, datanglah utusan Karaéng Gowa meminta sepuluh ribu orang Bone/ Permintaannya itu sama sekali tidak boleh kurang jumlahnya untuk dijadikan budak penggali benteng-benteng/ Setiap orang yang sudah ditunjuk tidak ada yang boleh menolak, ia harus ikut/ Tidak ada juga yang boleh digantikan meskipun yang bersangkutan memiliki budak yang boleh menggantikannya/ Tidak ada juga yang boleh membayar sebagai pengganti dirinya, walaupun ia memiliki harta kekayaan dan pantas membayarnya/ Tidak boleh juga diganti oleh orang lain/ Keadaan itu sebagai puncak penderitaan rakyat Bone/ Rakyat Bone mengalami kepedihan yang tidak terkira karena perlakuan yang tidak berperikemanusiaan orang-orang Makassar/ Pada masa itu umur La Tenritatta sudah memasuki remaja dan sudah pantas mengapit perempuan/ maka beliau pun menikah dengan memperistri wanita yang bernama Wé Mangkawani Daéng Talélé/ Ketika para penggali dari Bone yang jumlahnya sebanyak sepuluh ribu itu sudah tiba di Makassar, maka Puwatta’ meninggalkan istana/ Beliau bersepakat dengan saudara dan kerabatnya turut serta di tempat galian merasakan penderitaan bersama-sama dengan rakyat Bone/ Di lokasi penggalian itulah mata kepala Puwatta’ La Tenritatta menyaksikan perlakuan yang tak pantas orang Makassar terhadap orang Bone/ Jika ada seorang yang dianggap melanggar atau dicap malas bekerja di tempat galiannya, maka serta-merta dipukul dengan kayu oleh orang Makassar/ Perlakuan orang Makassar terhadap orang-orang Bone itu lebih kejam ketimbang pada binatang/ Itulah sebabnya suatu waktu Puwatta’ La Tenritatta berembuk dengan kerabatnya dalam kelompoknya masingmasing/ Mereka membuat kesepakatan sesama sepupu dua kalinya yaitu Arung Bélo dan Arung Appanang/ Mereka mengikat janji rahasia: “Kita bersepadu menyusun strategi untuk melepaskan diri dan rakyat Bone dari segala penderitaan dan kehinaan/ Kita sepakat untuk melepaskan tanah Boné dari penjajahan Gowa; niscaya pada suatu waktu Gowa akan menemukan pula [56] kehinaan karena telah mengingkari perjanjian dengan Bone/ Karaeng Gowa telah mengingkari Uluada nenek moyang kita/ Puwatta’ La Tenritatta bertekad dalam hatinya akan menegakkan kekuatan pasukan Bone/ Begitu pula Petta To Bala yang sudah tidak sanggup menanggung pedih atas kesewenang-wenangan Gowa terhadap rakyat Bone/ Untuk itulah keduanya bersama-sama mengumpulkan sisasisa kekuatan Boné yang tercerai-berai/ Mereka juga mengajak Soppeng untuk bersepadu dengan Bone membangung kekuatan melawan Gowa/ Setelah mencapai masa tujuh belas tahun To Bala menjadi jennang di Boné, ia kemudian memimpin perlawanan rakyat Boné/ Sementara itu Puwatta’ La Tenritatta pun sudah dalam perjalanan pulang bersama para penggali yang baru saja dibebaskannya/ Tanpa diketahui Karaeng Gowa, beliau membawa lari seluruh penggali menuju Bone/ Ketika tiba di tanah Bone, ia langsung bertemu dengan Petta To Bala yang menjadi jennang di Boné/ Begitu pula beliau mempersaksikan dirinya kepada Datu Soppéng, yang tidak lain pamannya sendiri bernama La Tenribali Datu Soppéng Matinroé riDatunna/ Memang sebelumnya antara Bone dan Soppeng telah bersatu-padu/ Begitulah keduanya telah dipersatukan melalui perjanjian (uluada) yang dinamakan Méncaralopié ri Attapang/ Puwatta’ La Tenritatta dan Petta To Bala membuat kesepakatan membangun kembali kekuatan rakyat Bone/ Rakyat Bone sangat gembira menyambut kepulangan Puwatta’ La Tenritatta/ Orang Bone bersepakat memberikan kepadanya untuk menduduki takhta Palakka dari neneknya/ Maka rakyat Bone memberinya gelar yaitu Puwatta’ Arung Palakka/ Setelah itu beliau berembuk dengan Petta To Bala untuk tidak kendor berjuang/ Maka bergeraklah Puwatta’Arung Palakka menuju Lamuru menghadang pasukan Karaéng Gowa/ Manakala pasukan Gowa sudah muncul, berkobarlah perang antara Arung Palakka melawan prajurit Makassar/ Oleh karena kekuatan prajurit Gowa sangat besar, pada akhirnya prajurit Arung Palakka mengalami kekalahan/ Arung Palakka memilih menarik mundur pasukannya yang memang seluruhnya baru belajar memegang senjata/ Beliau kemudian menemui Datu Soppéng dan meminta bekal untuk diri dan pasukannya untuk biaya hidup dalam pelariannya/ Pilihan Itu ditempuh Arung Palakka karena bermaksud melarikan diri bersama pasukannya/ Mereka akan merantau untuk menyusun kekuatan perang Bone agar kelak dapat melawan Gowa/ Datu Soppeng menyerahkan [57] emas yang memang merupakan harta warisan dari orang tua Arung Palakka/ Emas itu akan menjadi bekal bagi Puwatta’ Arung Palakka untuk digunakan dalam pelariannya dalam rangka mencari kawan yang dapat melawan dan menegakkan kekuatan tentara Boné/ Puwatta’ kemudian mengucapkan ikrarnya, ‘Ia tidak akan memotong rambutnya sebelum membebaskan rakyat Boné’/ Puwatta’ pun memulai pengembaraannya bersama pengikutnya/ Mereka akan merangkai nasibnya/ Pada saat yang sama prajurit Mangkasar rupanya sudah mengetahui jejak pelarian Arung Palakka/ Sementara itu pula, di pihak rakyat Bone, mereka bersepadu dengan orang Soppeng dengan sekuat tenaga akan bangkit kembali melakukan perlawanannya di bawah komando Petta To Bala/ Hanya saja, perlawanan Bone dengan mudah dapat ditekuk oleh prajurit Makassar/ Pada peristiwa itulah Petta To Bala menemui nasibnya, ia terbunuh oleh prajurit Mangkasar/ Dalam peristiwa itu pula Datu Soppeng yang bernama La Tenribali turut ditawan kemudian diasingkan ke Makassar/ Ia ditempatkan di Sanrangeng/ Nasib orangorang Bone dan Soppeng dikalahkan kembali oleh pasukan Makassar, peristiwa itu dikenal dengan nama Kekalahan To Bala (Rappaé Béta ri Tobala)/ Adapun Puwatta’ Arung Palakka keadaannya semakin terdesak oleh pasukan Makassar yang tak henti-henti mengejarnya/ Hanya satu langkah saja ia dapat tertangkap/ Ia pun merasakan gerak dan ruang persembunyiannya di atas tanah Soppéng semakin sempit, sehigga beliau memutuskan menyeberang ke tanah Wulio/ Di sanalah di Wulio ia akan bersembunyi dan menanti waktu ia dapat menemukan sekutu yang dapat bersama dengannya melawan Gowa dan mengalahkan pasukan Makassar/ Beliau pun dipersiapkan perahu yang akan ditumpanginya menyeberang ke Wulio/ Ketika beliau berhasil mendarat di Wulio, serta-merta Puwatta’ naik meminta perlindungan kepada Raja Buton/ Raja Buton pun memberikan perlindungan di tanahnya/ Akan tetapi pasukan Makassar tidak berhenti mengejar dan mencari beliau/ Ketika Karaeng Gowa mengetahui bahwa Arung Palakka menyeberang ke tanah Buton, dengan cepatnya memerintahkan Arung Gattareng menyusul/ Namun Arung Gattareng memilih pulang sebelum mencapai daratan Wulio/ Karaeng Gowa kemudian memerintahkan pasukannya mengejar Arung Palakka/ Beruntungnya karena ucapan Raja Buton ketika menjawab pertanyaan komandan pasukan Makassar yang mencari-carinya sehingga tidak berhasil menemukan Arung Palakka di tempat persembunyiannya/ Pasukan Makassar yang diutus oleh Karaeng Gowa untuk melakukan pencarian dan penangkapan kemudian memilih kembali/ Manakala pasukan Gowa sudah sudah pulang, berkatalah Raja Buton kepada Arung Palakka: ‘Wahai Ananda, aku sungguh khawatir keberadaan dirimu bersama dengan pengikutmu di negeri ini, sebab suatu waktu orangorang Makassar akan mengetahui keberadaanmu/ Ada baiknya engkau menunggu Kompeni Belanda sebab tidak lama lagi mereka akan datang [58] dan singgah di sini sebelum melanjutkan pelayarannya menuju Ternate/ Sebab, terjadi juga perselisihan antara Raja Ternate dengan saudara kandungnya sendiri yang sekarang ini sedang berada di Makassar meminta suaka perlindungan kepada Karaéng Gowa/ Itulah sebabnya Karaéng Gowa bermaksud menyerang Ternate/ Demikianlah sehingga Sultan Ternate meminta bantuan agar ia dapat diberikan pula bantuan perlindungan/ Itulah sebabnya rencana kedatangan Kompeni Belanda bermaksud datang bersama alat perangnya untuk datang memberi bantuan kepada Sultan Ternate/ Tidak berapa lama berselang, kapal Kompeni Balanda benar-benar datang dalam perjalanannya menuju Ternate/ Sesuai keterangan diperoleh Arung Palakka, Kompeni Belanda pun singgah berlabuh di tanah Wulio/ Saat itu Arung Palakka pun turun ke kapal dan bertemu dengan Kompeni Belanda dengan harapan ia dan pengikutnya di dapat diberi tumpangan pergi ke Tarnate/ Beliau memperoleh jawaban dari Belanda: “Tidak perlu saya membawamu ke Ternate, tetapi ada baiknya nanti sepulang dari Ternate. Saya singgah menjemput dan mengikutkanmu pergi ke Jakarta/ Di sanalah nanti di Jakarta aku berikan tanah untuk kamu tempati bersama dengan pengikutmu/ Suatu ketika saat kekuatanmu sudah terbina dengan baik, barulah kita menyerang Gowa dengan habis-habisan”/ Arung Palakka menyetujui ucapan Kompeni Balanda/ Beliau memilih tinggal beberapa hari di tanah Wulio menunggu kapal Kompeni Belanda kembali dari Ternate/ Inilah Petta To Bala yang menikah dengan sepupunya yang bernama Wé Maisuri anak dari Wé Da Ompo dari suaminya La Uncu Arung Paijo/ To Bala yang memperanakkan To Sibengngareng yang menjadi Maddanreng Boné/ Maddanreng kemudian kawin dengan anaknya Opu Bontobangung di Selayar, melahirkan tiga orang anak perempuan/ Séuwa bernama Wé Kali Arung Paijo/ Seorang bernama Wé Sadia Petta Punnabola/ dan seorang lagi bernama Wé Panido/ Wé Panido kemudian menjadi Arung di Attaka/ Petta To Bala mempunyai pula dua anak laki-laki dari istrinya Wé Maisuri/ Seorang bernama La Tenri yang menjabat sebagai Tomarilaleng yang meninggal di Kalukubodoé/ Seorang bernama La Tone’ menjadi Tomarilaleng [59] yang wafat di Pattingaloang/ Inilah La Tone’ yang memperistri Wé Tungke’Arung Tosiyami dan melahirkan anak bernama Wé Sutera Daéng Tasabbé Arung Tosiada/ Wé Sutera Daéng Tasabbé Arung Tosiada kawin dengan sepupunya bernama La Ruba Arung Ajjaling, anak dari La Tenri Tomarilaleng Pawélaiyé riKalukubodoé dengan Wé Sellima Arung Ulo, melahirkan anak/ Seorang bernama La Mappa Arung Ajjaling/ seorang bernama La Maddukkelleng Arung Tosiada/ Seorang bernama To Akkeppéyang Suléwatang Palakka/ Adalah La Mappana Arung Ajjaling yang memperistrikan Wé Rasiya Arung Palongki, melahirkan anak bernama La Supu Arung Palongki/ La Supu kemudian memperistri Wé Sutara Daéng Tasabbé, melahirkan anak bernama La Esa Arung Palongki/ Manakala kapal Kompeni Belanda yang akan berlayar kembali ke Jakarta telah tiba dan berlabuh di Wulio singgah untuk menjemput Puwatta’Arung Palakka yang digelari pula Petta Malampéé Gemme’na/ Sebab, rambutnya sudah mulai memanjang/ Ketika Puwatta’ tiba di Jakarta, beliau kemudian ditunjukkan lokasi tempat tinggal bersama prajuritnya/ Disebutlah tempat itu Kampung orang Pattojo/ Di tempat itulah Puwatta Petta Malampéé Gemme’na bertempat tinggal bersama dengan parjuritnya/ Di sanalah beliau berharap dapat membangun kekuatan prajuritnya untuk melakukan perhitungan kembali dengan Karaeng kalau kembali ke tanah Bugis/ Ketika To Bala meninggal dunia, maka yang menggantikan menjadi jennang di Boné adalah orang yang ditunjuk oleh Karaéng Gowa, yaitu orang bernama La Sékati/ LA SÉKATI ARUNG AMALI [59.24] Nama La Sékati, Arung Amali gelar bangsawannya/ Beliau diangkat menjadi Jennang Bone menggantikan Petta To Bala yang telah gugur/ Arung Amali ditunjuk oleh Karaéng Gowa menjadi Jennang Bone/ Tujuh tahun lamanya Arung Amali menjabat sebagai Jennang Bone/ Pada masa beliaulah prajurit Makassar semakin bertindak sewenang-wenang kepada rakyat Bone/ Bahkan, rakyat Makassar sendiri banyak meninggalkan Gowa, karena mereka juga merasa penderitaan karena beban hidupnya terlalu berat/ Arung Amali kemudian membawa rakyat Bone menyingkir menyeberang menuju tanah Buton/ Di sana pula orang-orang Gowa menyingkir karena meninggalkan kampungnya halamannya/ Demikian pula Karaéng Bontomarannu yang datang pula ke Buton menyingkirkan rakyatnya/ Kejadian itu memancing kemarahan [60] Karaéng Gowa terhadap Sultan Buton, sehingga ia merancang serangan terhadap Buton dan rakyat Wolio/ Karaeng Gowa menuduh Buton menjadi sarang berkumpul orang-orang yang dikejar pasukan Gowa/ Selain itu, Buton juga dituduh sebagai pelabuhan transit kapal-kapal Kompeni Belanda dalam perlayaran Jakarta dan Ternate pulang-pergi/ Di tanah Buton pula para pelarian menunggu Petta Malampée Gemme’na bersama Kompeni Belanda pulang dari Jakarta untuk melakukan perhitungan akhir dengan Gowa sebagai perjuangannya untuk menegakkan kembali kedaulatan negeri Boné/ Karaéng Gowa memanggil Datu Luwu bernama La Settiaraja Matinroé riTompo’tikka bergabung bersama pasukan Karaéng Bontomarannu untuk menyerang Buton/ Kedua pihak ini menyiapkan pasukannya yang dilengkapi dengan persenjataan untuk menggempur Buton suapaya mau menyerahkan orang-orang pelarian yang bersembunyi/ Orang yang bersembunyi itu bermaksud menyelamatkan dari ancaman dan Karaeng Gowa serta kesewenangan prajurit-prajurit Makassar/ Karaéng Bontomarannu bersama Datu Luwu pun berangkat menuju Buton membawa pasukannya masing-masing yang dilengkapi dengan persenjataan/ Pada waktu yang bersamaan, tepatnya pada tahun 1667 M, dikabarkan bahwa Petta Malampéé Gemme’na pun sudah dalam pelayarannya pulang dari Jakarta/ Beliau beriringan dengan pasukan Kompeni Belanda mengarahkan pelayarannya langsung ke Buton/ Tujuan beliau ke langsung ke Buton, untuk menghimpun orang-orang Bugis, seluruh orang Bone dan orang Makassar yang tergabung sebagai kelompok penentang kekejaman Karaéng Gowa/ Peristiwa ini kemudian menjadi batas waktu yang menandai lepasnya Bone dari dominasi Gowa/ Tibalah Puwatta’Arung Palakka Petta Malampéé Gemme’na dari Jakarta/ Beiau langsung menyusun kembali kekuatan Bone menghadapi kekuatan Gowa/ Arung Palakka tiba di Buton pada waktu yang tepat, sebab Datu Luwu dan Karaéng Bontomarannu belum juga memulai serangan kepada tanah Wolio/ Kapal tumpangan Petta Malampéé Gemme’na dari Jakarta pun tiba bersama-sama dengan kapal Kompeni Belanda/ Itulah sebabnya rencana Datu Luwu bersama Karaéng Bontomarannu untuk melakukan serangan tiba-tiba batal/ Tibalah Petta Malampéé Gemme’na bersama Admiral Speelman, lalu mengutus perwakilan menemui Datu Luwu dan Karaéng Bontomarannu/ Sang utusan membawa perintah: “Wahai Saudara, janganlah Raja Wolio yang engkau gempur, kalau memang [61] Datu Luwu dan Karaéng Bontomarannu tidak bisa menahan hasrat untuk berperang, maka sebaiknya berhadapanlah dengan kami/ Janganlah Wulio pula yang engkau sanksi, karena kami inilah yang nyata lawannya Karaéng Gowa/ Kami sudah bersedia melakukan perhitungan dan berhadar-hadapan mempertaruhkan nyawa/ Mungkinkah engkau menginginkan kebaikan atas tuduhanmu terhadap Sultan Wolio, karena ia pihak yang tidak jelas kesalahannya/ Bukankah kesalahan itu disebabkan hanya karena tuduhan sepihak dari Karaéng Gowa?/ Ketahuilah saudara, kalau Karaeng Gowa secara sepihak telah menuduh semua kerajaan lain yang tidak sejalan dengan kehendaknya, maka aku sarankan, alangkah baiknya jikalau saudara menaikkan bendera putih lalu turun ke kapal dan berbicara dengan baik-baik/ Sebab, saya tidak mengetahui apa gerangan persengketaan antara Bone dan Luwu/ Kami juga tidak tahu adanya perselisihanku dengan Karaéng Bontomarannu”/ Ketika Datu Luwu mendengar saksama maksud pembicaraan yang disampaikan orang yang menjadi utusan memghadap kepadanya serta kepada Karaéng Bontomarannu, maka keduanya pun bersepakat pada pilihan yang sama. Dampak buruk lebih banyak daripada kebaikan apabila kita melawan/ kiranya lebih banyak kebaikan apabila berbalik menjadi teman, pikirnya/ Maka, turunlah Datu Luwu bersama Karaéng Bontomarannu yang diikuti para panglima pasukan Makassar dengan menaikkan bendera putih/ Mereka berjalan langsung menuju kapal menemui Petta Malampéé Gemme’na/ Petta Malampéé Gemme’na berucap kepada Datu Luwu: “Sesungguhnya aku tidak melihat adanya persengketaan antara Boné dan Luwu/ Begitu pula aku tidak tahu kalau ada perselisihanku dengan Karaéng Bontomarannu/ Wahai Opu, ada baiknya jikalau Opu bersama Karaéng Bontomarannu pulang ke kampung, meminum air sejuk, memakan nasi hangat, biarlah Alitta yang menjamu sehingga nyatalah kebangsawanan kita/ Pada akhirnya Datu Luwu bersama Karaéng Bontomarannu dibawa menggunakan kapal ke suatu tempat penampungan/ Kini Petta Malampéé Gemme’na telah siap siaga menginjakkan kakinya kembali menginjakkan kaki di atas tanah Boné/ Beliau dengan cepat mengumpulkan orangorang Bone yang tercerai-berai yang mengungsi di Buton. Demikian pula, ia menyita senjata prajurit-prajurit Makassar, pasukan Datu Luwu dan Karaeng Bontomarannu/ Senjata-senjata sitaan itu kemudian beliau serahkan kepada orang-orang Boné/ Ketika Karaéng Gowa sudah mendengar berita dan kejadian di luar daripada kehendaknya, bahwa Datu Luwu dan Karaéng Bontomarannu rupanya membelot, serta-merta ia memastikan kalau ‘telur’ persekutuan internalnya telah pecah/ Oleh karena itu Karaeng Gowa memerintahkan agar semua tawanannya segera dilepaskan dan dipulangkan ke negerinya masing-masing/ Itulah sebabnya Datu Soppéng La Tenribali dan Arumponé La Maddaremmeng dikembalikan secara tiba-tiba LA MADDAREMMENG [62] La Maddaremmeng dipulangkan dari pengasingannya menuju Bone oleh Karaéng Gowa yang bernama I Mallombasi Daéng Mattawang, disapa Karaéng Bontomangapé/ Meskipun demikian Gowa tetap memberi status kerajaan Bone sebagai palili atau negeri bagian dari Gowa/ Kini, Karaeng Gowa hanya mau fokus membenahi kekuatan laskarnya, sebab kerajaan-kerajaan jajahannya sudah banyak ditaklukkan dan bertekuk lutut di hadapan Petta Malampéé Gemme’na/ Satu per satu tunduk di hadapan Arung Palakka, termasuk negeri yang dahulu mengkhianati Bone/ Keadaan Karaeng Gowa, Sultan Hasanuddin, yang masyhur kuasanya kini mulai terdesak/ Seluruh wilayah darat negeri bawahan Gowa telah ditaklukkan satu demi satu oleh prajurit Bone/ Sementara itu, Kompeni Belanda melumpuhkan kekuatan angkatan laut Gowa/ Hanya Arung Matowa Wajo yang tetap setia dan tidak membelot dari Karaéng Gowa, lagi pula prajuritnya masih berada Gowa terus menerus siaga perang/ Pada hari Jumat 21 November 1667 M Petta Malampéé Gemme’na memenangkan peperangan secara resmi/ Beliau bersama Speelman telah melumpuhkan Karaéng Gowa Sultan Hasanuddin/ Karaeng Gowa menyatakan diri menyerah berikut seluruh orang Makassar/ Kini, Puwatta’ Petta Malampéé Gemme’na berhasil menegakkan kembali harkat dan martabat negeri Boné/ Bone telah melepaskan diri sebagai tanah jajahan Gowa/ Pada sisi yang sama Bone mencabut cahaya keemasan kuasa Gowa yang telah berdiri sekian ratus tahun lamanya/ Selama itu pula ia memancarkan kemasyhuran dan kejayaannya/ Itulah nasib Gowa, akhirnya tersungkur karena menyandarkan kebesarannya pada kekuatannya (awatangenna)/ Kini kemuliaan beralih kepada Bone/ Oleh karena usaha Petta Malampéé Gemme’na, beliau kemudian berjumpa dengan Raja Bone, La Maddaremmeng, yang menjabat saat itu/ Serta-merta Puwatta’ La Maddaremmeng menyerahinya mahkota kerajaan Bone/ Sang Paman Puwatta’ La Maddaremmeng berkata: “Sesungguhnya diriku ini adalah orang yang telah mati dan sudah berada di liang lahat/ Wahai Baso, sebaiknya engkau mengambil alih tampuk pemerintahan kerajaan Bone, karena memanglah takhta ini adalah hak warismu dari Puwatta’ Matinroé riBantaéng/ Sekian lama kedaulatan Bone telah tumbang, namun kini engkau telah menegakkannya kembali/ Maka, tidak sepantasnya aku mewariskan tanah Bone kepada anak-cucuku, kecuali engkau sendiri yang iba dan memberinya kehidupan”/ Puwatta’ Petta Malampéé Gemme’na kemudian memberikan jawaban: “Dua tangan menyembah kepadamu, Puang/ Kujunjung di atas kepala kata-kata baikmu, Puang/ Biarlah api sampai padam, maka barulah diganti/ Apabila batang kayu sudah pupus maka sudah tiba harus ditadah/ Jika tiang sudah patah, [63] maka barulah kami mencari Puang selain dirimu/ Itulah sebabnya Puwang La Maddaremmeng tetap menduduki singgasana Bone hingga akhir hayatnya/ Hanya saja, Puwatta’ La Maddaremmeng tidak lebih sekadar raja Bone secara simbolik saja, sebab segala keputusan penting bagi kerajaan seluruhnya ditetapkan oleh Puwatta’Arung Palakka dalam kewenangan tak terbatas/ Demikian pula raja-raja lainnya yang telah tergabung ke dalam aliansi atau sekutu Kompani Belanda, tidak ada yang boleh berjumpa dengan Gubernur Belanda kecuali melalui izin Puwatta’Arung Palakka Petta Malampéé Gemme’na/ Kewenangan itu diberikan oleh Gubernur Belanda sebagai wujud pengakuannya terhadap Puwatta’ Petta Malampéé Gemme’na sebagai raja seluruh raja (arung) dan negeri (bocco) yang berada di bawah payung kuasa Gubernur Belanda di atas tanah Selebes yang berpusat di Ujungpandang/ Puwatta Arung Palakka yang disapa Petta Malampéé Gemme’na diberikan negeri-negeri dengan status pinjaman, yaitu Balannipa, Sinjai hingga Bantaéng/ Beliau kemudian diberikan gelaran Petta Torisompaé (Tuan Yang Disembah)/ Kekalahan perang Gowa secara resmi adalah pada hari Jumat tanggal 18 November 1667 M ditandai dengan perjanjian Karaéng Gowa Sultan Hasanuddin dan Laksamana Cornelis Janzoon Speelman sebagai perwakilan Kompeni Belanda/ Perjanjian itu disebut Ceppa’é ri Bungaya/ Ketika Puwatta’ La Maddaremmeng wafat, beliau diberi gelar Matinroé riBukaka/ Adapun pengganti beliau sebagai raja di Boné ialah Puwatta’ yang bernama La Tenritatta/ LA TENRITATTA ARUNG PALAKKA PETTA MALAMPÉÉ GEMME’NA [64] Namanya La Tenritatta, disapa Daéng Sérang/ Ia sebagai pewaris takhta Marioriwawo dan Palakka/ Nama kesohornya yaitu Petta Malampéé Gemme’na/ Nama gelarannya ialah Petta Torisompaé/ Beliau adalah pewaris mahkota Mangkau’ Boné menggantikan pamannya, semoga aku tidak kualat, Puwatta’ La Maddaremmeng Matinroé riBukaka/ Takhta almarhum tidak diwariskan kepada anaknya bernama La Pakokoé To Angkoné Arung Timurung, sebab ketika Puwatta’ Matinroé riBukaka menjabat sebagai raja Bone, sejak awal ia yang menjunjung kendi Bone dan pecah di atas kepalanya/ Kemudian datanglah Puwatta’ Petta Malampéé Gemme’na menegakkan kembali kedaulatan Boné/ Kehormatan Bone pun benar-benar tegak dan bersinar kembali/ Selain itu, Puwatta’ Petta Malampéé Gemme’na sememangnya adalah keturunan Pajung (La Tenriruwa)/ Puwatta’ Petta Malampéé Gemme’na putra dari Puwatta’ Wé Tenrisui Datu Marioriwawo dari suaminya bernama Puwatta’ La Potobune’ To Baé bangsawan Arung Tanatengnga dan kedatuan Laumpulle’/ Adapun ibunda Wé Tenrisui adalah Datu Marioriwawo atau anak dari Puwatta’ Wé Baji yang disapa I Dangke’ Lébaé ri Marioriwawo dan suaminya bernama Puwatta’ La Tenriruwa yang bergelar Arung Palakka dengan nama anumerta Matonroé riBantaéng/ Puwatta’ La Tenriruwa ketika menjadi Arumpone, ia menerima Islam dengan mewakili rakyat Bone/ Beliau yang mula mengucapkan kalimat syahadat dari Karaéng Gowa Mula Islam/ Hanya saja orang Bone tidak mau menerima Islam, sehingga beliau diusir dari keluar dari Bone/ Beliau kemudian pergi ke Bantaeng dan di sanalah ia menemui ajal/ Itulah sebabnya beliau bergelar Matinroé riBantaéng/ Puwatta’ Matinroé riBantaéng yang melakukan perjanjian dengan Karaéng Gowa Mula Islam/ Menegakkan perjanjian serta diikuti kesepakatan/ Berkatalah Karaéng Gowa kepada Puwatta’ Matinroé riBantaéng: “Dengarlah, wahai Saudaraku/ Kita persaksikan kepada Déwata Yang Esa, sampai bukan lagi keturunanku menjadi Karaeng Raja Gowa dan Karaéng Tallo’, barulah engkau tidak memiliki hakmu, barulah pula engkau diperlakukan semena-mena oleh sesama manusia/ Jika engkau tertimpa musibah, maka bukalah pintumu agar kami masuk dalam kesusahanmu”/ Menjawablah Puwatta’ Matinroé [65] riBantaéng dengan berkata: “O… Karaéng, tidaklah gugur padiku, tidaklah robek timbaku, tidak dibuka rahasia dalam diriku/ Apabila ada musibah yang menimpa negeri Gowa, walaupun hanya sebilah bambu sebagai titian, kami pun akan berjalan untuk datang membantumu/ Kami akan masuk dalam kesusahanmu, hingga kepada anak-cucumu, serta anak-cucuku/ Namun janganlah mengkhianati kami ini sebagai orang kecil”/ Begitulah perjanjian dan kesepakatan bersama antara Karaéng Mula Islam di Gowa dengan Raja Bone Puwatta’ La Tenriruwa Matinroé riBantaéng/ Perjanjian inilah yang diwasiatkan oleh Puwatta’ Matinroé riBantaéng kepada putrinya bernama Wé Tenrisui Matinroé riMarioriwawo/ Wé Tenrisui mempersuamikan Arung Tanatengnga kedatuan Laumpulle’, melahirkan pangeran yang bernama La Tenritatta To Unru, disapa Daéng Sérang/ Umur Puwatta’ To Unru pada masa itu baru sebelas tahun, terjadilah peristiwa kekalahan Bone oleh tentara Makassar/ Tepatnya di benteng Pasémpe’ kedua orang tua, ayahanda dan ibunda yang melahirkan Puwatta’ To Unru ditawan/ Raja Bone kemudian diasingkan keluar dari tanah Bone/ Demikian pula Puwatta’ Datu Lompulle’ bersama permaisurinya bernama Wé Tenrisui Datu Marioriwawo/ Ikut pula Puwatta’ To Unru menyertai kedua orang tuanya bersama-sama diasingkan ke Gowa/ Ketika beliau sekeluarga tiba di Gowa, Arumpone (La Tenriaji) sekeluarga ditempatkan di Sanrangeng, kemudian dipindahkan ke Siang/ Adapun orang-orang Bone yang menjadi tawanan perang kemudian dibagibagi oleh Baté Salapang Gowa/ Puwatta’ Datu Lompulle’ sejumlah tiga orang bersama anaknya diambil oleh Karaéng Gowa/ Beliau sekeluarga ditempatkan di istana Gowa/ Beliau disuruh membuat pondok di belakang istana/ Beliau Puwatta’ Datué Lompulle’ kemudian ditunjukkan tanah untuk garapannya sebagai sumber kehidupan/ Adapun sang permaisurinya, Datu Marioriwawo, berbakti menjadi pelayan di dalam istana yang mengurus dapur untuk menyiapkan makanan sehari-hari sang Karaeng/ Umur Puwatta’ To Unru adalah masih kanak-kanak pada saat itu/ Ia kerapkali membawa tombak, atau biasa pula menjadi pengapit Karaeng apabila melakukan perjalanan/ Jika orang tuanya yang memegang tombak, maka Puwatta To Unru bertindak sebagai pengapit/ Peran itu dilakukannya, sebab Puwatta’ To Unru sudah mengetahui tata cara ketika hidup di istana Gowa/ Itulah alasannya mengapa Datu Marioriwawo diberi nama Daéng Sérang [66] oleh karena ia memiliki sifat-sifat mulia/ Demikianlah sehingga banyak pangeran-pangeran sebayanya bersahabat dan akrab dan nyaman dengannya/ Hingga Tomabbicara Butta Gowa bernama Karaéng Pattingaloang pun mengangkatnya sebagai pendamping serta mengajarinya pengetahuan adat-istiadat Gowa/ Begitu pula para raja, Dewan Adat Gowa (Baté Salapang) secara bergantian selalu mengajaknya turut serta dalam bepergian/ Demikianlah nasib setiap hari dan pekerjaan yang dilakukan oleh orang-orang tawanan hingga Karaéng Pattingaloang meninggal dunia/ Adapun orang yang menggantikan Karaeng Pattingaloang sebagai Tomabbicara Butta adalah saudaranya bernama Karaéng Karunrung/ Karaéng Karunrung dikenal sebagai orang yang keras hati/ Darahnya sangat pahit terhadap orang-orang tawanan, hatinya busuk kepada orang Bone/ Ia menginginkan agar semua tawanan dibunuh saja semuanya/ Inilah pula karaéng yang sangat pembenci terhadap orang-orang yang menjadi rivalnya/ Karaéng Karunrung sebagai Tomabbicara Butta Gowa, dialah yang mengeluarkan permintaan kepada Raja Gowa agar memerintahkan To Bala mengerahkan sepuluh ribu orang Bone untuk melakukan kerja paksa/ Jumlah itu tidak dapat ditawar; seseorang tidak boleh menolak apabila dirinya sudah ditunjuk/ Tidak boleh pula seseorang membayar uang pengganti dirinya, walaupun ia memiliki budak yang siap menggantikannya; atau meskipun seseorang memiliki harta kekayaan sehingga ia mampu membayar harga sebagai pengganti dirinya/ Ketika rombongan orang Bone yang berjumlah sepuluh ribu kepala sudah tiba di Gowa, Karaeng Karunrung kemudian memerintahkan mereka menggali untuk pembuatan benteng-benteng/ Orang Bone dibagi kelompok per kelompok/ Setiap kelompok penggali beranggotakan sepuluh orang, seorang prajurit Makassar sebagai mandor yang menyelempang bedil menjagai para pekerja/ Mereka bekerja mulai pagi hingga malam hari baru beristirahat/ Pada siang hari mereka hanya jeda sekejap apabila waktu makan siang/ Begitulah penderitaan dan kepedihan yang dirasakan negeri Bone yang menimpa rakyatnya oleh karena statusnya sebagai budak/ Pada saat itu To Unru Daéng Sérang sudah pantas mengapit perempuan/ Ia memperistrikan seorang perempuan bernama I Mangkawani Daéng Talélé/ Ketika rakyat Bone jumlahnya sebanyak sepuluh ribu kepala yang akan dijadikan penggali parit sudah tiba di Makassar, ia pun menggabungkan dirinya dalam kumpulan penggali/ Ia melakukan itu karena tidak ada satu pun anak bangsawan Gowa yang memperhatikan para penggali, tidak terkecuali anggota Bate Salapang/ Mereka rupanya dicegah oleh Karaéng Karunrung dengan tujuan agar tidak seorang pun yang tahu serta melihat mata-kepalanya penderitaan yang dialami para tawanan, terutama orang-orang Bone penggali itu/ Diceritakan, jika ada di antara mereka dianggap melanggar, maka secepat itu mereka dipukuli hingga mati dengan cara yang tidak berperikemanusiaan/ [67] Sanksi itu pula akan dikenakan para pekerja siapa saja yang coba-coba dan berani melarikan diri, atau dicap bermalas-malasan bekerja di lokasi galian/ Sudah lebih sepuluh tahun para tawanan mengalami penderitaan dalam hidupnya, ditambah lagi dengan kehadiran sepuluh ribu rakyat Bone dijadikan pekerja paksa/ Sebuah pesta tahunan kerajaan dilakukan sekali dalam setahun, di mana Karaeng Gowa melaksanakan upacara keramaian/ Masa pesta itu dilangsungkan di ujung tahun/ Pesta kerajaan itu selalu dirayakan di Tallo, lokasinya berpusat di arena perburuan rusa (ongko jonga) milik Karaéng/ Rakyat Gowa dan Tallo hadir berbondong-bondong datang menyaksikannya hiburan/ Bahkan, terkadang di antara mereka ada yang turut serta menghalau rusa buruan Karaéng Gowa/ Hanya seorang saja setiap rumah penduduk yang tinggal berjaga, itu pun hanya orang tua/ Hari pesta keramaian dan berburu rusa pun sudah tiba/ Karaeng Gowa bersama pejabat-pejabat kerajaan sudah mempersiapkan dirinya hadir/ Rombongan petinggi kerajaan yang diiringi oleh para prajurit Karaéng Gowa berpakaian lengkap dan mengenakan perrsenjataan/ Pesta kali ini rupanya Daeng Serang Arung Palakka tidak turut tergabung seperti biasanya yang selalu ikut membawa tombak pribadinya Karaéng Gowa/ Itulah sebabnya hanya Datu Laumpulle’ yang diperintah membawa tombak milik Karaéng/ Karaeng Gowa bersama dengan rombongannya sudah berjalan menuju lokasi perburuan rusa wilayah Tallo/ Karaeng Gowa pun sudah tiba di arena perburuan rusa/ Para pemburu kemudian diperintahkan memasang jerat pada laluan rusa/ Tak ketinggalan para penunggang kuda mengambil posisi siap dengan menunggu di tepi hutan/ Adapun pemburu lainnya mulai bergerak dan memasuki hutan/ Nasib tak diduga, pada saat yang bersamaan rupanya ada dua orang penggali sedang melarikan diri dan sementara bersembunyi di tengah hutan/ Oleh karena kedua penggali itu kaget dengan suasana perburuan, maka keduanya pun pergi bersembunyi di balik tumpukan dedaunan/ Keduanya mengira kalau para pemburu itu mencari dirinya untuk menangkapnya/ Sementara itu, para pemburu mengira dua orang itu adalah rusa buruannya/ Nasib tak dapat ditolak, lalu kedua orang itu tertangkap selanjutnya digiring ke hadapan Karaéng Karunrung/ Karaéng Karunrung murka atas dua orang pelarian itu, serta-merta memerintahkan kedua orang itu dipukuli hingga mati/ Kedua penggali itu pun meregang nyawa/ Adapun Datu Laumpulle’ yang tidak lain adalah ayahanda Puwatta’ Daéng Sérang, ketika menyaksikan kedua penggali itu dipukuli sampai mati dengan cara yang tidak berperikemanusiaan, secara spontan ia tidak mampu menahan rasa ibanya (pessé)/ Beliau tidak dapat mengendalikan dirinya ketika menyaksikan para penggali mendapat perlakuan tak terkira melebihi perlakuan pada binatang/ Secara tidak sadar beliau membuka sarung tombak yang dipegangnya lalu mengamuk/ Akibatnya ia membunuh banyak orang/ Prajurit Karaéng Karunrung secara bersamasama dengan prajurit Karaéng Gowa bergerak barulah kemudian beliau dapat dilumpuhkan/ Beliau kemudian dibunuh di atas lesung penumbuk padi/ Ketika pesta perburuan rusa sudah bubar, berita duka itu sampai pula di telinga [68] sang Permaisuri, Datu Marioriwawo, pembawa kabar datang: “Datu Laumpulle’ dibunuh karena beliau mengamuk”/ Bertanyalah Puwan Datu Marioriwawo kepada pembawa berita dengan berucap: “Di mana gerangan jazadnya?”/ Menjawablah orang yang diutus membawa berita, konon beliau sudah dikubur di tanah perburuan”/ Beliau menenangkan perasaannya sejenak, kemudian ia bersama dengan menantunya hanya menangis terisak-isak/ Malam telah tiba, datanglah Daéng Sérang, karena ia rindu pada istrinya dan sang ibunda, oleh karena hanya sekali dalam seputaran Jumat beliau kembali dari lokasi penggalian/ Ketika beliau masuk ke dalam rumah, beliau kaget menyaksikan istri dan ibunya sedang bertangis-tangisan/ Puwatta’ Daéng Sérang pun mengendalikan perasaannya kemudian bertanya: “Mengapa kalian bertangis-tangisan, ada apa gerangan yang menimpa kita?”/ Sang Ibunda pun menjawab dengan berucap: “Ayahmu telah meninggalkan kita”/ Bertanya lagi Puwatta’kepada sang Ibu tercinta: “Ibunda, tapi di manakah jazad ayahku”/ Sang Ibunda berucap lagi: “Konon jazadnya sudah dikubur/ Beliau meninggal karena mengamuk ketika ia menyaksikan dua penggali yang melarikan namun dikira rusa bersembunyi di semak-semak dalam hutan/ Kedua penggali itu ditangkap kemudian dipukuli sampai meregang nyawa/ Begitulah ceritanya sehingga rasa iba ayahandamu bangkit seketika hingga ia tidak mampu menahan diri karena melihat kedua orang Bone diperlakukan secara tidak manusiawi”/ Berucap Puwatta’ Daéng Sérang mengatakan/ “Wahai Ibunda, seandainya aku ada di tempat pada saat itu, maka aku pun mati/ Sudah pasti aku akan mengamuk bersama ayahandaku/ Sudah pasti aku akan mati bersamanya/ Tentulah ayahandaku tidak sekadar mati, melainkan mati diberi santan (terhormat)”/ Berucaplah sang Ibunda: “Wahai anakku, tenangkanlah perasaanmu/ Sebab ada pesan dari kakekmu almarhum Puwatta’ Matinroé riBantaéng yang akan kuucapkan padamu”/ Puwatta’ Daéng Sérang bertanya: “Katakanlah kepadaku, Puwang, agar aku dapat jadikan pegangan/ Semoga Allah Taala memberi kekuatan padaku sehingga kita dapat pulang ke kampung kita dan menegakkan kembali kehormatan Boné”/ Berkata Datu Marioriwawo: “Dengarlah, wahai anakku/ Ketika kakekmu Puwatta’ Matinroé riBantaéng mengucapkan syahadat di hadapan Karaéng Gowa Mula Islam, mereka melakukan perjanjian/ Kakekmu menyampaikan pesannya itu ketika beliau akan kembali ke haribaan Allah/ Ucapannya itulah yang akan saya teruskan kepadamu, wahai anak, sebab kini sudah tibalah saatnya/ [69] Ketika Kakekmu Matinroé riBantaéng telah mengucapkan lafaz shahadat di hadapan depan Karaéng Gowa Mula Islam, keduanya bersepakat/ Karaéng Gowa mengucapkan kata, ‘Dengarlah wahai saudaraku, kita persaksikan kepada Déwata Yang Esa/ Apabila bukan lagi keturunanku sebagai Karaéng Gowa dan Tallo’, barulah engkau tidak memegang milikmu, barulah engkau akan diperlakukan semena-mena oleh sesamamu manusia/ Apabila ada keburukan yang menimpamu, maka bukalah pintumu agar aku masuk dalam keburukanmu/ Puwatta’ Matinroé riBantaéng juga berkata: “O… Karaéng/ Tak jatuh bulir padiku, tak robek timbaku, dan tak disingkap tikus dalam wadahku/ Jika nanti ada keburukan yang menimpa Gowa, walaupun sebilah bambu jadi titian maka kami akan datang dan masuk kedalam kesusahanmu/ Ditegakkan hingga anak-cucumu dan anak cucuku, apabila kami sebagai orang kecil tidak dikhianati dalam perjanjian ini/ Beginilah perjanjian antara Puwatta’ Matinroé riBantaéng dengan Karaéngngé Gowa Mula Islam/ Berucaplah Puwatta’ Daéng Sérang kepada sang Ibundanya: “Telah dikhianati perjanjian kita, kesepakatan diingkari, ikrar dipunggungi/ Jika memang demikian keadaannya, maka Tuhan Yang Maha Esa akan mengasihani kita/ Apabila kita menenangkan diri, tak putus yang kendor dan tak patah yang lentur (teppettu maompéngngé, teppolo massellomoé), niscaya Dewata Yang Esa akan berpihak pada kita/ Tuhan akan membuka jalan agar kita dapat meraih cita-cita kebaikan/ Semoga Tuhan Yang Maha Pencipta akan membukakan jalan, sebab Tuhan mendengarkan pinta suci kita ini/ Semoga kedaulatan Bone akan tegak kembali”/ Setelah pembicaraan antara anak dan ibu usai, beserta sang istri, barulah ketiganya beranjak tidur malam/ Namun, mata Puwatta’ Daéng Sérang tidak dapat terpejam/ Beliau berdoa kepada Allah Taalah agar hatinya diberi kecerahan, agar ia menemukan jalan yang lapang kembali ke tanah kelahirannya dan mampu menenggak kembali kedaulatan negeri Bone/ Waktu masih dinihari, beliau pun sudah terbangun lalu berangkat ke tempat penggalian dan tiba di pagi hari/ Saat hari sudah cerah, para penggali sudah tiba di tempat kerja galian/ Beliau memanggil kerabat dekatnya yang ikut dalam kerja penggalian yaitu Arung Bélo, Arung Pattojo, dan Arung Appanang/ Ketiga orang kerabatnya itu tidak pernah berpisah dengannya/ Nasib mereka jatuhbangun bersama di tempat penggalian/ Mereka pun berikrar ‘mati bersama dalam suka dan duka, [70] demi tegaknya kekuatan Bone dan melepaskan diri dari penjajahan Gowa’/ Begitulah ikrar Puwatta’ Daéng Sérang berempat/ Tidak seorang pun yang tahu selain mereka berempat/ Orang lain hanya akan tahu kalau ikrar itu telah diwujudkan di kemudian hari/ Itulah sebabnya rahasia itu sama sekali tidak boleh bocor dan ada orang lain yang tahu selain mereka berempat/ Tidak terkecuali bagi sang Ibunda, pun tidak diberitahukannya/ Hal yang sama kepada sang istri, tidak juga tahu rencana itu/ Itulah rencana paling rahasia yang disimpan Puwatta’ Daéng Sérang berempat bersaudara hingga mereka bawa hingga mati/ Mereka berpegang teguh dan tak kendor akan pulang untuk menegakkan kembali kedaulatan Bone dan melepaskan diri dari tekanan Gowa/ Ketika Arung Palakka, ia berempat bersama saudara mengumpulkan sejumlah pengikut setia, menyusun strategi yang rapi, menyingkirkan semua penghalang/ Pada saat yang sama seluruh karaéng dan pasukannya sementara berada di Tallo/ Itulah waktu yang paling tepat bagi Puwatta’ untuk membawa lari sepuluh ribu orang penggali/ Puwatta’ bersama dengan pengikutnya berhasil membunuh seluruh mandor galian sebanyak 1000 orang dan menyita persenjataannya/ Senjata sitaan itulah digunakan kumpulan pengikut Puwatta’ yang melarikan diri pulang ke negeri Bone/ Manakala mereka sudah tiba di Boné, Puwatta’ kemudian memilih menemui PettaTo Bala dan Datu Soppéng bernama La Tenribali/ Rupanya, Datu Soppeng dan Petta To Bala sang Jennang Bone memang sudah bersepakat untuk mengerahkan prajurit untuk melakukan perlawanan Bone terhadap Gowa/ Tibalah Puwatta’ To Unru Daéng Sérang bersama rombongannya/ Begitulah kesepakatannya yang dikenal dengan nama “Péncara Lopié riAttapang” (Perahu Rakit di Attapang)/ To Unru kemudian pergi menemui pamannya bernama Matinroé riSoppéng meminta bekal hidup yang akan dipergunakan selama dalam pelariannya/ Sebab beliau sudah mengetahui kalau perkara yang dijalaninya itu bukanlah urusan yang ringan dan simpel/ Orang Bone juga melahirkan kesepakatan untuk mengembalikan takhta Palakka kepada To Unru sebagai warisan dari kakeknya/ Maka Puwatta’ To Unru diberi gelar Arung Palakka/ Tidak berapa lama berselang, datanglah utusan Karaéng bersama pasukannya lengkap persenjataan mencari-cari beliau/ Sehingga tak dapat dielakkan peperangan antara Puwatta’ dengan pasukan Gowa/ Pertempuran pecah kedua belah pihak/ Rupanya pasukan Makassar selain jumlahnya lebih banyak itu juga menunjukkan kekuatannya unggul daripada kekuatan pengikut Puwatta’/ [71] Puwatta’Arung Palakka pada akhirnya memilih menyingkir karena terusmenerus terdesak dan sudah mulai kewalahan/ Hal itu adalah pilihan yang tepat untuk menyelamatkan dirinya dan para pengikutnya/ Prajurit Makassar terus mengejar ke Bone hingga berhadapan dengan prajurit To Bala/ Lagi-lagi pertahanan Bone dapat bobol/ Pada saat itulah kepala Petta To Bala ditebas/ Itulah sebabnya kekalahan Bone kali itu disebut Béta To Bala/ Setelah kematian To Bala, Puwatta’ Arung Palakka kemudian melarikan diri ke arah Soppeng/ Beliau singgah menjumpai Datu Soppéng dan meminta emas sebagai bekal hidup selama dalam pelariannya/ Setelah To Bala gugur di medan perang, prajurit Makassar kemudian bergerak menuju Soppeng mengejar Arung Palakka/ Mereka hanya menemukan Datu Soppéng, lalu menangkap dan membawanya ke Makassar/ Adapun pasukan yang lain tetap melanjutkan pengejaran Puwatta’Arung Palakka/ Setelah kematian To Bala, maka La Sékati Arung Amali diangkat menjadi jennang di Boné atas pilihan Karaéng Gowa bernama I Mallombasi Daéng Mattawang Karaéng Bontomangapé’/ Adapun Datu Soppeng yang bernama La Tenribali yang ditawan ke Makassar, kemudian ditempatkan di Sanrangeng bersama Puwatta’ La Maddaremmeng/ Sementara itu Puwatta’ Arung Palakka bersama dengan rombongannya tak hentihentinya dikejar oleh prajurit Makassar/ Posisi persembunyiannya selalu saja tercium sehingga Puwatta’ merasakan ruang geraknya semakin sempit di atas tanah Bugis untuk menyelamatkan dirinya/ Pada akhirnya, beliau bersama Arung Belo, Arung Pattojo, dan Arung Appanang mengambil keputusan meninggalkan tanah Bugis/ Menyingkir dari negeri Bone/ Mereka kemudian dengan menyeberang ke sebelah timur di Tanah Wolio negeri Buton/ Harapannya, semoga saja ia dapat menemukan kawan yang mau bersama-sama berperang melawan Karaeng Gowa/ Harapan beliau agar suatu saat ia dapat menghimpun kembali kekuatan Bone sehingga lepas dari kesewenang-wenangan Gowa/ Beliau meminta disiapkan perahu yang akan dapat ditumpanginya berlayar menyeberang/ Walhasil beliau berhasil menaiki perahu di pelabuhan (gellengngé) Palletté/ Saat perahunya meninggalkan bibir pelabuhan, saat itu pula prajurit yang mengejarnya pun tiba/ Para prajurit Gowa yang mengetahuinya itu dengan sigap berbalik dan bergegas pulang ke Gowa/ Mereka melaporkan pelarian musuhnya kepada Karaeng dengan berkata: “To Unru sudah tidak ada lagi di atas daratan Bugis/ Ia bersama rombongannya kemungkinan besar menyeberang ke Buton di tanah Wolio”/ Dengan sigap pula Karaéng Gowa berseru dan memerintah laskarnya segera melakukan pengejaran terhadap Arung Palakka/ Karaeng Gowa menugaskan Arung Gattareng untuk mengejar Arung Palakka/ [72] Arung Gattareng pun melakukan pengejaran/ Ia pun berhasil menemukan Arung Palakka saat masih di tengah lautan dalam perjalanan ke timur/ Setelah terjadi pembicaraan dengan Puwatta’ Arung Palakka yang dikejarnya, Arung Gattareng pun memutar haluan perahunya kembali pulang/ Sementara itu, Puwatta’ Arung Palakka meneruskan pengembaraannya hingga mencapai tanah Wolio di negeri Buton/ Setelah tiba di Buton, Puwatta’Arung Palakka kemudian berjalan naik ke istana raja Wolio/ Raja Wolio serta-merta menyambutnya dengan penuh persahabatan dan memberi ucapan selamat datang kepada Puwatta’Arung Palakka. Sultan Buton lalu berkata: “Baso, tinggal di sini dalam perlindunganku/ Apabila kapal Kompeni Belanda nanti tiba dan singgah dalam pelayaran dari Jakarta menuju Ambon dan Ternate, aku akan pertemukan kau dengan admiralnya/ Semoga ia dapat memberikan pertolongan terhadap perkara besar yang engkau hadapi ini/ Aku sendiri sangat mengkhawatirkanmu, sebab boleh saja suatu saat engkau ditemukan oleh prajurit Gowa yang mencari-carimu/ Sudah pasti dalam waktu dekat utusan Karaéng Gowa akan datang mencari dirimu/ Sebab, Raja Gowa memang sudah lama memendam amarahnya kepadaku/ Sudah terjadwal kapal Belanda akan singgah di Buton dalam perjalanan bolak-balik dari Jakarta ke Ambon hingga Ternate/ Lebih-lebih lagi, sekarang ini Sultan Ternate sedang berselisih dengan saudaranya/ Sementara ini saudara kandung Sultan Ternate itu sedang dalam suaka perlindungan pada Karaéng Gowa/ Sabang hari ke depan prajurit Karaéng Gowa akan menyerang Ternate/ Jadi, kemungkinan besar pasukan Gowa akan singgah kemari dan menakut-nakuti diriku, apalagi Karaeng sudah tahu kalau engkau sedang berada di tanah Buton ini bersembunyi/ Sudah pasti pasukan Makassar akan menyerang kami dan membakar negeri ini/ Sultan Ternate kemudian meminta perlindungan kepada Kompeni Belanda dan berharap juga kepadaku agar dapat membantunya”/ Demikianlah ceritera Sultan Buton kepada Puwatta’ Arung Palakka/ Dikisahkan pula, konon ketika Puwatta’ bersiap-siap berlayar ke tanah Wolio, beliau singgah mengucapkan nazar di gunung Cempalagi, “Kelak menemui kemujuran dapat kembali ke Bone, atas pertolongan Dewata Yang Esa ia dapat hidup tenteram di tanah Bugis, akan kembali melepas nazarnya/ Kelak ketika pulang beliau akan memotong rambutnya/ Sebab sejak beliau pergi dari tanah Bone, meninggalkan tanah Bugis, ia bersumpah tidak akan memotong rambutnya, terkecuali kalau ia telah menegakkan kembali kehormatan Bone dan melepaskan cengkeraman [73] kerajaan Gowa/ Itulah sebabnya oleh para prajurit memberi gelaran kepada beliau Petta Malampé’é Gemme’na, begitu pula halnya dengan ketiga kerabat senasibnya yaitu Arung Bélo, Arung Pattojo, dan Arung Appanang/ Berkata Karaéng Gowa: “Kini La Tenritatta sedang bersembunyi di tanah Wolio di negeri orang Buton”/ Oleh karena itu Karaeng Gowa menyiapkan pasukannya untuk melakukan serangan kepada Sultan Wolio/ Lagi pula banyak berita yang memang tidak menyenangkan hati Karaeng Gowa terkait perilaku Sultan Wolio/ Namun, berita yang paling memicu amarah Karaeng adalah kabar tentang keberadaan Arung Palakka yang bersembunyi dan mendapatkan perlindungan di tanah Wolio/ Hal kedua yang membuat Karaeng marah besar karena Wolio menjadi tempat persinggahan kapal-kapal Kompeni Belanda yang pulang-pergi antara Jakarta, Ambon, dan Ternate/ Itulah sebab pasukan Karaeng Gowa kemudian datang menyerang Wolio negeri orang Buton/ Sememangnya, status tanah Wolio negeri Buton pada setiap tahun selalu membawa upeti kepada Karaeng Gowa, tetapi panjipanjinya tetap tidak mengabdi/ Tidak lama berselang, utusan Karaeng benar-benar datang ke tanah Wolio/ Ketika utusan Karaeng Gowa tiba, mereka pun berjalan menuju istana untuk menemui Sultan Wolio/ Berkatalah Sultan Wulio kepada Arung Palakka: “Di belakang istana ada sumur, sebaiknya engkau turun ke dasarnya sebab memang tidak berair/ Utusan Karaéng Gowa datang sedang mencarimu, Baso/ Jika utusan Karaeng naik kemari kemudian bertanya mengenai keberadaannmu, maka saya akan mengucapkan sumpah tentang dirimu kepada utusan Karaeng itu/ Maka, Puwatta’ bersama kerabatnya pun turun dasar sumur/ Kabarnya, urusan Karaeng Gowa pun tiba dan ia langsung menanyakan keberadaannya dengan berkata: “Ada kabar tentang La Tanritatta Daéng Sérang kini berada di tanah Wolio sedang berlindung/” Menjawablah Sultan Wolio dengan berkata: “Jiwa ragaku bersumpah, bahwa sekarang ini Daéng Sérang tidak ada di atas tanah Wulio”/ Utusan Karaéng Gowa pun percaya perkataan Sultan Wolio, sebab memang ia tidak melihat tanda-tanda mengenai keberadaan Arung Palakka/ Oleh karena itu utusan Karaéng Gowa pun segera berbalik, sebab mereka tidak melihat gelagat yang mencurigakan perihal kehadiran Arung Palakka/ [74] Mereka juga tidak menemukan tanda-tanda yang mencurigakan perihal kehadiran Kompeni Belanda/ Tidak lama kepulangan utusan Karaéng Gowa, tibalah juga kapal Kompeni Belanda dari Jakarta yang berlayar menuju Ambon dan berakhir di Ternate/ Kapal itu singgah di Buton/ Kapten kapal Kompeni pun diberi kabar oleh Sultan Wolio perihal keberadaan Arung Palakka bersama rombongannya yang sedang mengamankan diri karena dikejar oleh pasukan Karaéng Gowa/ Sultan berkata: “Sebaiknya Tuan memanggilnya turun ke kapal dan mengikutkannya pergi ke Ambon dan Ternate/ Mereka itu memiliki persenjataan/ Baik kiranya kalau aku mempertemukan dengan Tuan Kompeni”/ Arung Palakka pun diundang turun ke kapal dan ia diperkenalkan kepada kapten kapal Kompeni Belanda/ Arung Palakka diberitahu oleh kapten kapal bahwa: “Ada baiknya nanti sepulang dari Ambon aku akan singgah mengambil Anda berserta rombongan/ aku akan membawa Anda ke Jakarta dan berjumpa dengan Gubernur Belanda (tomarajaé) di Jakarta/ Puwatta’ Arung Palakka pun menyetujui ucapan sang Kapten kapal/ Setelah itu kapten kapal kompeni Belanda pun pamit untuk meneruskan pelayarannya ke timur menuju negeri Ambon/ Kisah dialihkan lagi/ Ketika La Kati Arung Amali dilantik menjadi Jennang Boné/ Tekanan Karaeng semakin berat dialamatkan kepada Bone/ Hal itu terjadi karena Karaeng Karunrung tidak mau lagi diberi pertimbangan atas segala kehendaknya terhadap Bone/ Maka La Sekati Jennang Bone mencoba melakukan sesuatu yaitu bermaksud membawa lari rakyat Bone menyeberang ke tanah Buton/ Rencana La Sekati itu bermaksud berkumpul bersama dengan Puwatta’ Arung Palakka Petta Malampé’é Gemme’na/ Tidak lama kemudian, datanglah kapal Kompeni Belanda yang kembali dari Ambon, singgah di tanah Buton menjemput Puwatta’Arung Palakka dan rombongannya yang jumlahnya kira-kira empat ratus orang/ Berlayarlah Puwatta’ Arung Palakka, mereka berempat sekerabat yaitu Arung Bila, Arung Pattojo, dan Arung Appanang bersama dengan prajuritnya/ Ketika tiba di Jakarta, beliau serta-mertalah diantar menemui Tomarajaé (Gubernur Belanda)/ Setelah itu beliau diberikan sebidang tanah sebagai tempat tinggal sekaligus sebagai sumber penghidupan bersama pengikutpengikutnya/ Pada masa itu Kompeni belum punya rencana untuk menyerang Gowa sebab masih banyak musuh lainnya yang sementara dihadapi oleh Kompeni Belanda/ Adapun Jennang La Sekati ketika merasakan [75] tekanan Karaeng Gowa yang semakin berat, ia pun membuat keputusan menyingkirkan orang-orang Bone berlindung ke tanah Wolio negeri Buton/ Ia mengira kalau Arung Palakka masih ada di sana/ Pada saat La Sekati mendarat di Wolio, ia diberitahu oleh Sultan Wolio, “Tinggal sementara waktu di sini, sebab tidak lama lagi kapal Kompeni Belanda akan tiba/ Kalau sudah tiba, entah bagaimana nantinya yang terbaik menurut sang Kapten Kapal Belanda, itulah yang kita jalani/ Sultan Wolio berkata: “Aku merasakan keadaan tanah Wolio tidak aman lagi oleh karena tekanan dan ancaman Karaéng Gowa/ Sudah ada tiga hal yang dituduhkan oleh Karaeng yang membuatnya dia marah dan menyimpan dendam kepada kami, meskipun aku tidak pernah memutuskan pengabdianku membayar upeti/ Dia mengira kalau Arung Palakka berada di sini bersembunyi/ Memang itu benar, tetapi utusan Karaeng tidak menemukannya sebab Arung Palakka berada di bawah tanah yaitu sumur kering bersembunyi/ Aku bersumpah kalau beliau tidak berada di atas tanah Wolio/ Dia menuduhku bersahabat dengan Kompeni, memang hal itu benar karena kapal kompeni selalu singgah dalam pelayarannya dari Jakarta dan menuju tanah Ambon terus ke Ternate/ Hanya saja, utusan Karaeng selalu tidak menemukan kapal Kompeni jika datang ke mari/ Begitu pula kalau kapal pulang dari Ambon, singgah juga di sini/ Itulah sebabnya, hatiku sangat gembira atas berangkatnya Arung Palakka ke Jakarta/ Hal lain yang menyusahkanku sekarang, karena Karaeng Gowa menuduhku lagi melakukan perdagangan gelap dengan Sultan Ternate di Pulau Muna dan tidak melaporkan kepada Karaéng Gowa/ Adapun Pulau Muna sebenarnya milik Sultan Ternate/ Karaeng Gowa memang menyimpan dendam kepada Sultan Ternate karena terjadinya perselisihan antara Sultan Ternate dengan saudara kandungnya/ Saudara Sultan Ternate yang berselisih itu kini sedang berada dalam perlindungan Karaéng Gowa/ Entah siapa yang menghasut Gowa sehingga kini sedang menyiapkan pasukannya untuk menggempur Ternate/ Sesungguhnya Gowa akan berhadapan dua kekuatan besar apabila berani menggempur Ternate/ Memang Gowa dapat saja mengalahkan pasukan Ternate, tetapi harus diketahui Sultan Ternate akan didukung oleh dua-tiga pihak sehingga akan menyokong kekuatan pasukan Ternate dalam peperangan/ Di pihak lain kekuatan Gowa akan melemah kalau pasukan Kompeni Belanda datang membawa bala bantuannya terhadap Ternate/ Maka dua kubu yang sama-sama kuat itu akan bertemu di medan laga/ Ketika Karaéng Gowa mengetahui [76] kabar bahwa Arung Palakka berangkat ke Jakarta, membuat amarah Karaeng Gowa pun memuncak/ Dia memastikan kalau Arung Palakka akan melakukan persekutuan dengan Kompeni Belanda/ Sudah pasti suatu saat nanti ia akan datang bersama Belanda menyerang kerajaan Gowa”/ Karaeng Gowa juga tahu kalau sekarang ini orang-orang Bone berada di Wolio negeri Buton yang dibawa menyingkir oleh Jennang La Sékati Arung Amali/ Mereka berada di timur sana untuk menantikan kapal Belanda yang akan mengajaknya bersekutu/ Lagi pula raja Wolio bersekongkol untuk melawan Gowa/ Itulah sebabnya Karaeng Gowa memperkuat persenjataan pasukannya sebagai persiapan serangan kepada Buton hingga Ternate/ Itulah sebabnya Karaeng Gowa memanggil Pajung Luwu bernama La Settiaraja yang juga kuasanya meluas hingga di Tana Toraja/ Karaéng Bontomarannu ditugaskan pula memimpin pasukan Gowa untuk menyerang Wolio di negeri Buton dan menaklukkannya/ Mereka berencana membunuh semua orang Bone yang sedang menyingkir di tanah Wulio/ Mereka juga merencanakan menangkap dan mengasingkan Sultan Buton, setelah itu akan lanjut menyerang Ternate/ Setelah itu Sultan Buton akan diasingkan kemari (Makassar)/ Begitulah rencana perang yang akan dijalankan Karaéng Gowa/ Hanya saja, pihak Belanda di Jakarta lebih awal mendengar berita itu kalau Karaeng Gowa sudah siap-siap bergerak menyerang Wulio negeri Buton dan akan menaklukkan bersama dengan Ternate/ Oleh karena itu pihak Kompeni Belanda segera mempersiapkan pasukannya beserta kapal tumpangan/ Kompeni tidak lupa mempersiapkan persenjataannya untuk menghadapi pasukan Karaeng Gowa/ Belanda juga menyuruh Arung Palakka mempersiapkan persenjataan pasukan Bugis secara maksimal sesuai dengan senjata persediaan yang dimilikinya/ Beliau juga menyiapkan senjata bagi orang Bone yang kini berada di Wolio menantinya/ Berlayarlah Datu Luwu bersama Karaéng Bontomarannu mengiringi pasukan tempur Gowa ke arah timur menuju Buton/ Ketika pasukannya sudah bergerak ke timur, tiba-tiba Karaéng Gowa menerima berita mengejutkan bahwa Arung Palakka bersama dengan pasukan Bugisnya orang Bone dan Soppeng sedang dalam perjalanan beriringan dengan serdadu Kompeni Belanda menuju Sulawesi/ Dengan sigap, Karaeng Gowa memulangkan Raja Bone bernama La Maddaremmeng yang ditawan di Sanrangeng kembali ke Bone [77] kemudian mendudukkan pada singgasananya lagi/ Namun, Bone tetap saja sebagai statusnya negeri bagian (palili) dari Gowa/ Maka dari itu Bone sudah lepas dari genggaman Gowa/ Tujuh belas tahun lamanya Bone menjadi budak dari Gowa baru dapat memerdekakan diri/ Maksud Karaéng mengembalikan Raja Bone (Arumponé) La Maddaremmeng ke singgasananya, dan memberi status Bone sebagai palili Gowa dan membebaskan Bone, dengan harapan agar ‘orang Bone dapat berbaik hati kepada Gowa’/ Gowa juga berharap ‘agar Bone tidak memposisikan Gowa sebagai lawan’ kemudian beraliansi dengan Kompeni Belanda sebagai lawan abadi Gowa/ Gerakan simpati Gowa ditujukan kepada orang Bone yang berada di negerinya, serta orang Bone yang berada di tanah Wolio negeri Buton; terkhusus kepada Puwatta Arung Palakka dan pasukannya/ Begitu pula halnya dengan Puwatta’ Datu Soppéng bernama La Tenribali, Ia juga dibebaskan dari Sanrangeng dan dipulangkan ke Soppeng/ Hal yang sama Soppeng kemudian diberi status palili dari Gowa, dengan maksud ‘agar orang Soppeng dapat berbaik hati kepada Gowa’/ Begitulah strategi yang dijalankan Karaéng Gowa/ Akan tetapi, situasi saat itu sudah sangat sulit dikendalikan, sebab Bone dan Soppeng tidak mau lagi tergoda dan teperdaya/ Berita ini pun sampai di telinga orangorang Bone yang sedang berada di negeri Buton. Kabar mengenai pasukan Karaeng Gowa yang dipimpin Karaeng Bontomarannu pun mendarat di Wolio bersama-sama pasukan Luwu yang dipimpin langsung Pajung Luwu bernama La Settiaraja/ Terdengar pula kabar bahwa Arumponé La Maddaremmeng dan Datu Soppéng La Tenribali yang dipulangkan dari Sanrangeng sudah tiba di negerinya masing-masing dan didudukkan kembali di singgasananya/ Kerajaan Bone dan Soppeng kemudian didudukkan sebagai palili (negeri bagian)/ maka, lepaslah beban penjajahan Bone dan Soppeng oleh Gowa/ Muncullah pula kabar kalau kapal Kompeni Belanda yang berlayar dari barat di Jakarta bersama dengan pasukan Arung Palakka sudah merapat di pelabuhan Buton/ Adapun pimpinan pasukan Kompeni Belanda bernama Admiral Cornelis Speelman/ Ketika Puwatta’ Arung Palakka Pétta Malampé’é Gemme’na mendarat di Wolio, serta-merta beliau tahu bahwa pimpinan pasukan Luwu dan Gowa adalah Pajung Luwu bernama Settiaraja bersama Karaéng Bontomarannu/ Berkatalah Arung Palakka kepada ri Admiral Speelman: “Tahan dulu, jangan memulai serangan, sebab Bone dan Luwu tidak pernah ada perselisihan, keduanya berstatus sama, yakni sama-sama sebagai budak dari Gowa/ [78] Begitu pula dengan Karaéng Bontomarannu, tidak ada perselisihan antara dia denganku/ Ia hanya diperintah oleh Karaéng Gowa untuk memusuhi rakyat Bone/ Aku adalah orang Bone, meskipun tidak pernah ada perselisihan di antara kita, akan tetapi kita dapat juga disebut lawan”/ Demikianlah maksud perkataan Puwatta Arung Palakka kepada Pajung Luwu yang disaksikan oleh panglima Kompeni Belanda, Cornelis Speelman/ Sebaiknya kita mengutus orang untuk menemui Datu Luwu dan Karaéng Bontomarannu, mungkin ada titik kebaikan yang bisa dicapai sehingga kita tidak saling merusak sesama bersaudara/ Maka Puwatta’ Arung Palakka Petta Malampé’é Gemme’na bersama Admiral Kompeni Belanda mengutus orang menemui Pajung Luwu dan Karaéng Bontomarannu/ Perkataan titipan Arung Palakka dan Admiral Kompeni Belanda yang dibawa sang utusan, mengatakan: “Tidak ada perselisihan antara Bone dan Luwu/ Demikian pula halnya antara Petta Malampéé Gemme’na dan sang Datu Luwu/ Kita mengalami nasib yang sama, sama-sama sebagai jajahan Gowa/ Masalah ini muncul oleh karena Bone berupaya mencari bantuan untuk dapat melepaskan dirinya dari tekanan Gowa/ Demikian pula dengan Karaéng Bontomarannu yang tumbuh besar bersama-sama di istana Gowa, tidak ada juga perselisihanku dengannya, kecuali karena ia menjalankan perintah Karaeng Gowa/ Kita tidak pernah ada perselisihan, namun kita ini berhadap-hadapan sebagai lawan/ Jadi, ada baiknya jika Datu Luwu bersama Karaéng Bontomarannu bertemu denganku kalau memang sangat berhasrat bertarung senjata/ Tetapi janganlah Sultan Wolio yang engkau gempur, sebab ia tidak bersalah/ Kesalahannya hanya dibuat-buatkan tuduhan, apalagi ia tidak pernah jeda mengantar upeti setiap tahun kepada Gowa/ Dia pun selalu duduk di baruga bersama dengan abdi-abdi lainnya/ Begitu pula halnya dengan Kompeni Belanda/ Kalau ia melintas datang dari Jakarta untuk berlayar menuju Ambon, Sultan Wolio pun tidak pernah mengundangnya singgah/ Apabila Karaeng Gowa memerintahkan kepadamu menyerangku karena dianggap orang pelarian yang kini berada di Wolio bersama-sama Kompeni Belanda lengkap dengan peralatan perang, sebab apa-apa yang ada di dalam Kompeni Belanda adalah untuk maksud yang baik/ Semuanya akan baik apabila kita semua juga berkehendak kepada hal-hal baik/ Sangatlah baik kiranya apabila Datu Luwu bersama Karaéngngé Bontomarannu menaikkan bendera putih dan turun ke kapal supaya kita dua pihak dapat menemukan kebaikan/ Sebab hal kecil dapat berbuah positif dan kebaikan bagi diri kita/ [79] Manakala Datu Luwu dan Karaeng Bontommarannu mendengar perkataan yang disampaikan sang utusan yang dititipkan kepadanya, maka keduanya pun bersepakat, lalu berkata: “Keburukan lebih banyak apabila kita perang, nasib baik apabila kita menjadi pemenang/ Walaupun kita menang, tetapi tidak dapat melumpuhkan Arung Palakka dan Admiral; Mungkin saja kita dapat berpuas hati kalau mampu merusak kapalnya, akan tetapi, bagaimana kalau pihak kita yang kalah, tentu kita menjadi debu, kemanusiaan rusak, harta benda kita pun rusak, persenjataan kita disita, kita tertangkap kemudian dijadikan tawanan/ Jika kita mengambil jalan damai, maka sudah tentu kita hanya beralih tuan/ Tubuh kita selamat, prajurit berdamai, harta-benda pun aman/ Ada baiknya kalau kita memberi pengertian kepada pasukan/ Pada akhirnya seluruh prajurit Gowa turut bersepakat, demikian pula halnya prajuritprajurit Makassar yang sedang berada di negeri Wolio/ Setelah berbincang dan menemukan jalan pikiran yang baik, Datu Luwu dan Karaéng Bontomarannu beserta seluruh panglima perangnya kemudian berselempang sarung dan memegang bendera putih lalu berjalan menuju kapal Admiral Cornelis Speelman/ Datanglah Puwatta’ Arung Palakka bersama kerabatnya yaitu Arung Bélo, Arung Bila, Arung Pattojo, dan Arung Appanang menyambut Datu Luwu dan Karaéng Bontomarannu yang diiringi pasukannya/ Mereka memilih berdamai antara sesama bersaudara/ Datu Luwu berharap kepada Kompeni Belanda agar dapat memberi perlindungan kepadanya/ Demikian pula halnya Karaeng Bontomarannu bersama para panglimanya/ Adapun persenjataan keduanya dilucuti kemudian diberikan kepada prajurit Bone yang berada di bawah komando Arung Amali/ Datu Luwu dan Karaéng Bontomarannu kemudian diantar menghadap kepada Admiral Cornelis Speelman/ Mereka kemudian dibawa ke sebuah pulau dengan maksud memulihkan keadaannya dan menjauhkan sanksi buruk yang kelak akan datang dari Gowa/ Rencananya, jika nanti perang sudah usai, maka mereka pun akan dipulangkan ke negerinya masing-masing/ Puwatta’ Petta Malampé Gemme’na mengetahui juga bahwa La Maddaremmeng sudah berada di Bone dan menduduki kembali takhtanya setelah Raja Gowa memulangkannya/ Begitu pula halnya Datu Soppéng bernama La Tenribali/ Bone dan Soppeng kemudian diberi status sebagai palili (negara bagian) dari Gowa/ Puwatta’ Arumponé La Maddaremmeng menghimbau rakyat Bone agar menenangkan hati sambil menantikan kedatangan Arung Palakka untuk melepaskan Bone dari cengkeraman Gowa/ Puwatta’Arung Palakka juga membuat perintah [80] agar seluruh orang Boné yang dibawa menyingkir ke tanah Wolio di negeri Buton agar segera dikembalikan/ Prajurit orang Bone itu mengenakan senjata hasil sitaan dari para prajurit Makassar/ Puwatta’Petta Malampé’é Gemme’na kemudian berseru untuk memberi semangat orang-orang Boné dan Soppéng sebelum bertempur melawan Karaeng Gowa/ Puwatta’ Arung Palakka bersama Admiral Kompeni Belanda bernama Cornelis Speelman memulai pergerakannya dengan menyisir habis wilayah kerajaan-kerajaan pesisir sekutu Gowa/ Beliau menaklukkan kerajaan-kerajaan sekutu Gowa satu demi satu/ Sudah banyak raja yang awalnya takluk pada Gowa kemudian berbalik arah melawan Gowa/ Sementara itu di daratan gerakan kampanye perang yang dilancarkan Arung Bila, Arung Appanang, Arung Pattojo, telah menyeru orang Bone dan Soppeng bangkit dan kukuh semangatnya berperang/ Mereka pun berhasil merebut kembali kerajaan-kerajaan yang berada di pesisir barat yang awalnya merupakan sekutu Karaeng Gowa/ Hingga terbentuklah aliansi baru untuk melawan Karaeng Gowa/ Sementara itu pihak Kompeni Belanda melakukan gempuran dari laut, di pihak Arung Palakka dan tentara gabungannya mengonsolidasi kerajaan-kerajaan bekas sekutu Gowa yang sudah membelot untuk bersama-sama melakukan gempuran darat/ Kecuali Wajo dan prajuritnya tetap bersikukuh setia bersekutu dengan Gowa/ Pada akhirnya Karaeng Gowa bernama I Mallombasi Daéng Mattawang Karaéng Bontomangape’ yang disapa Sultan Hasanuddin harus bertekuk lutut/ Dia mengajukan permohonan agar tidak terjadi kerusakan yang parah/ Pada hari Jum’al tanggal 21 November 1667 adalah tanda berakhirnya perang antara kedua belah pihak/ Karaéng Gowa telah menyatakan diri menyerah berikut semua pasukan Makassarnya/ Pada akhirnya Puwatta’ Petta Malampé’é Gemme’na mampu menegakkan kembali martabat dan wibawa kerajaan Boné/ Lepaslah cengkeraman Gowa terhadap Bone selama tujuh belas tahun/ Beliau juga mencabut cahaya Gowa yang telah bersinar terang sekian ratus tahun lamanya yang senantiasa mengangungkan nama besar Karaeng Gowa/ Terciptalah perjanjian antara Karaeng Gowa dengan Admiral Kompeni Belanda yang bernama Cornelis Speelman pada sebuah tempat yang bernama Bungaya/ Perjanjian ini kemudian dinamakan Perjanjian Bungaya (Ceppa’é riBungaya)/ Adapun pasal khusus perjanjian Puwatta Petta Malampé’é Gemme’na adalah hanya melepaskan negerinya dari penjajahan Gowa/ Setelah perang usai dan keadaan mulai tenang, kemudian perihal pertikaian kedua belah pihak telah diselesaikan, barulah Puwatta’ Arung Palakka bersama pasukannya masuk ke Bone melakukan kunjungannya/ Manakala beliau sudah tiba di Bone [81] Arumpone La Maddaremmeng pun menjemputnya, saling memberi selamat dengan sang Paman/ Setelah itu keduanya melakukan pembicaraan dengan suasana akrab dalam sekerabat/ Berkatalah Puwatta’ La Maddaremmeng: “Jika kita mengambil ibarat, maka sesungguhnya aku ini tidak ubahnya sebagai orang mati yang berada di lubang lahat/ Memang benar aku dipulangkan oleh Karaeng pada tempatku semula, akan tetapi aku hanya boneka seperti yang ditancapkan di tengah sawah/ Sebab, Karaeng memosisikan Bone sebagai palili dari terhadap Gowa/ Oleh karena itu, aku mengeluarkan perkataan sebagai sebuah keputusan kepadamu, Baso, Sebaiknya engkau mengambil alih takhta kerajaan Boné, sebab sememangnya ini adalah warisan untukmu dari Puwatta’ Matinroé riBantaéng/ Hanya karena pendirian rakyat Bone yang kaku ketika menolak mengucapkan syahadat memeluk Islam, maka kakekmu kemudian meninggalkan singgasana Bone/ Siapa pun yang melanjutkan takhta kerajaan Bone, orang Bone tetap menunjukkan pendirian dan penolakannya/ Sementara itu Karaeng Gowa berkeliling dari satu kerajaan ke kerajaan lainnya untuk menyebarkan syahadat Islam/ Karaeng akan melakukan tindakan keras kepada orang keras hati yang menolak Islam/ Sayalah yang secara nyata menjunjung kendi dan pecah/ Akulah yang merebahkan kekuatan Bone dan saya pula menjadi penyebab dijajahnya tanah Bone oleh Karaeng Gowa/ Makassar menyapu kita seperti sampah/ Itulah sebabnya aku tidak pantas mewariskan tanah Boné kepada anakcucuku, kecuali hanya dirimulah, Baso, yang mengasihani anak-cucuku dan memberinya kehidupan dunia”/ Berkatalah Puwatta’ Petta Malampé’é Gemme’na: “Kur semangatmu, Puwang! Aku junjung kemuliaanmu/ Aku junjung di atas kepala ucapan baikmu itu, Puwang/ Jika api sudah padam, maka barulah engkau diganti/ Jika jazad sudah pupus barulah takhta diwarisi/ Kalau tiang sudah patah, barulah kami mencarikan pewaris/ Itulah sebabnya Puwatta’ La Maddaremmeng memangku jabatannya sebgai Raja Bone hingga akhir hayatnya/ Hanya saja, Puwatta’ La Maddaremmeng hanya sekadar sebagai raja, sebab seluruh perintah dan kebijakan dijalankan oleh Puwatta’ Petta Malampé’é Gemme’na/ Demikian pula dengan Kompeni Belanda, apabila ada hal yang akan disampaikan kepada seluruh raja Bugis, baru dapat terlaksana apabila Puwatta’ Petta Malampé’é Gemme’na yang menjalankannya/ Oleh katrena itu Admiral Kompeni Belanda bernama Cornelis Speelman meminta kepada Gubernur Belanda di Betawi agar memilih Arung Palakka untuk diangkat menjadi raja di Boné/ Arung Palakka dikukuhkan sebagai Raja Diraja pada raja Bugis sehingga Puwatta’ Arung Palakka kemudian mendapat gelar ‘Petta Torisompaé’ artinya raja yang disembah/ [82] Sebelum Puwatta’ Petta Torisompaé memangku kerajaan Bone, beliau telah dipinjami wilayah oleh Kompeni Belanda sebagai kuasa pemerintahannya, yaitu Balannipa hingga Bantaéng/ Pada tahun 1672 M Puwatta’ La Maddaremmeng wafat, barulah Puwatta’ Petta Torisompaé disebut memegang takhta/ Beliau disebutkan menaklukkan Wajo pada tahun 1670 M sebab disebutkan Arung Matowa Wajo bernama La Tenrilai To Sengngeng belum dinyatakan kalah/ Sebab ketika Sombaopu ditawan, status Wajo tidak terlibatkan di dalam teks perjanjian Bungaya/ La Tenrilai berkata kepada Gowa: “Karaeng, perang antara kamu dan Kompeni Belanda telah tamat, tetapi perangku dengan Arung Palakka belum selesai”/ Ketika Perjanjian Bungaya dilaksanakan masih ada seribu prajurit Wajo bersama dengan La Tenrilai To Sengngeng berseliweran/ Arung Matowa Wajo To Sengngeng pun mengucapkan sumpah setia di hadapan Karaeng Gowa, bersumpah bersama-sama dengan Karaeng Karunrung/ Keduanya menghendaki melanjutkan perang/ Sehingga Raja Gowa menyampaikan perkataan kepada Arung Matowa To Sengngeng: “Jika engkau tidak mau hadir dalam perjanjian Bungaya, maka sebaiknya engkau membawa pulang seribu prajurit itu, agar anaknya dapat dijadikan istri/ Maka kembalilah Arung Matowa To Sengngeng bersama pasukannya pulang ke Wajo/ Tatkala ia tiba di Wajo, rupanya Petta Malampé’é Gemme’na dan pasukannya mengikuti di belakang/ Pecahlah perang kedua belah pihak selama hampir empat bulan lamanya/ Empat hari empat malam Tosora diserang, kedua belah pihak silih berganti memukul mundur belum ada satu pihak yang menyerah/ Keduanya saling menyerang, namun tidak ada yang dilindas/ Telah banyak prajurit yang tewas, baik pihak Wajo, Boné, maupun Soppéng/ Perjanjian Tellumpoccoé benar-benar telah luluhlantak/ Mayat-mayat bergelimpangan, tidak dibalik dan tidak dipungut lagi/ Hingga pada akhirnya pertahanan Wajo mulai kendor/ Maka Wajo pun bobol/ Tosora dibakar api/ Mahkota raja Wajo turut terbakar/ Benteng pertahanan Wajo pun bobol/ Raja Wajo To Sengngeng terpanggang di dalam api karena mesiu meriamnya meledak/ Mahkotanya pun terbakar bersama dengan istananya/ Maka beliau diberi gelar Matinroé riSalékona/ Datanglah utusan Pillaé Patolaé meminta pengampunan kepada Boné dan Soppeng/ Adapun jawaban yang diucapkan oleh To Sawe’ kepadanya: “Wahai Wajo, kami beri waktu tiga hari mengurus tuanmu dan memungut mayat-mayat prajuritmu/ [83] Rakyat Wajo kemudian bersepakat La Palili To Malu Puang Gellang menggantikan La Tenrilai To Sengngeng menjadi Arung Matowa Wajo/ Ia dilantik di tengah tanah lapang/ Dialah La Palili yang menyatakan kekalahan Wajo dari Petta Malampé’é Gemme’na oleh karena diawali bobolnya Tosora/ Begitulah akhir kekalahan Wajo atas serangan pasukan Boné dan pasukan Soppeng/ Perjanjian atas kekalahan itu dilakukan di Ujungpandang tepatnya di dalam Kota Rotérdam pada tanggal 23 September 1670 M/ Adalah Arung Palakka Petta Malampé’é Gemme’na bersama dengan Raja Bantaéng, Raja Soppéng, Raja Tanete, masing-masing bersama pangeran dan petinggi-petinggi kerajaan lain yang mengiringi masuk ke dalam Benteng Rotterdam di Ujungpandang/ Di pihak Wajo, adalah Arung Matowa bernama La Palili To Malu sebagai raja tertinggi di Tosora di negeri Wajo, bersama Pillaé bernama La Pakkitabaja, Patolaé La Pangabo, serta Cakkuridié bernama La Pédapi/ Ketiganya disebut dengan nama Tellu Baté Lompoé ri Wajo (Tiga Panji Besar Wajo) kemudian ditambah Arung Matowa sehingga cukup menjadi eppa Arung ri Wajo/ Kempatnya mewakili raja-raja di Wajo yakni para arung lili (kerajaan bawahan)/ para bangsawan se-Wajo/ seluruh rakyat Wajo/ Seluruhnya diberi satu nama yaitu to Wajo (orang Wajo)/ Mereka datang menyatakan penyerahan negeri Wajo di hadapan Gubernur Kompeni Belanda dan menyatakan permintaan maafnya dan meletakkan senjatanya/ Mereka kemudian mengucapkan sumpah dengan mengangkat Al-Qur’an/ Dia juga meminum air tanda pengakuan di hadapan Gubernur Kompeni Belanda yang bertindak sebagai memimpin sidang perjanjian/ Setelah peperangan dengan Wajoé usai tepatnya pada tahun 1671, Arung Palakka kemudian mengawinkan adiknya bernama Wé Mappolobombang/ Inilah saudara perempuan Puwatta Petta Malampé’é Gemme’na yang diangkat menjadi Paddanreng Palakka/ Ia kawinkan dengan laki-laki bernama La Pakokoé To Angkone Arung Timurung sekaligus Arung Ugi, anak dari Puwatta’ La Maddaremmeng Arumponé Matinroé riBukaka dari istrinya bernama Wé Hadija I Da Sale’ Arumpugi/ Lima bulan setelah menikahkan saudarinya, Maddanreng Palakka, pada tahun 1671 Puwatta’ Petta Malampé’é Gemme’na kemudian membuat pesta ramai yakni upacara melepas nazarnya yang pernah diucapkan ketika beliau berada di gunung Cempalagi [84] Menjelang beliau bertolak meninggalkan tanah Bugis/ Nazarnya berbunyi: “Tuhan, Aku ada di sini/ Bersiap berlayar ke timur/ Merantau ke tanah Buton/ Jadilah Bone merana/ Jadilah Mario yatim piatu/ Sanrangang bersedih/ Merajut harapanku/ Apabila nanti aku tetap hidup dan kembali ke tanah Bugis/ Akan kutegakkan kehormatan negeriku/ Orang Bone dan Soppeng wujud sebagai manusia yang sebenarnya/ Akan kusama-tinggikan sokko dengan Gunung Cempalagi/ Tuhan, aku akan menyembelih kerbau seratus ekor cemara bertanduk emas/ Akan kuletakkan hati para Karaeng bangsawan Gowa di atas baki/ dan darah Karaéng Makassar seluruh lawan di Gowa”/ Pada masa itu, beliau mempersaksikan pasukannya dengan berucap: “Kupanjangkan rambutku/ Apabila cita-cita sudah terwujud, aku kembali dan menegakkan kehidupan di tanah Bugis, barulah aku akan memotong rambutku/” Rambut beliau panjangnya menutup lehernya sehingga digelar Petta Malampé’é Gemme’na/ Pada hari itu beliau melunasi nazarnya sebagimana yang diucapkan di Cempalagi/ Beliau pun memotong rambut sebahunya itu, sambil melantunkan syair: “Apakah kau kira rambut menutupi leher ini adalah sekadar hiasan? Bukankah, membuat orang kagum dan segan/ Apakah kau kira rambut yang menutupi bahu sekadar mainan? Bukankah di bawahnya tempat bernaung/” Dia pun memotong rambut sebahunya itu/ Para prajurit yang menyertai Arung Palakka melanglang buana ke negeri barat, secara bersamaan ikut juga melepas sumpahnya sekaligus memotong rambutnya, serta membayar nazarnya/ Beliau menyembelih kerbau empat ratus ekor di lembah gunung Cempalagi/ Seratus ekor kerbau cemara bertanduk emas/ Tiga ratus kerbau pengganti hari Karaéng Makassar, kepala Karaéng Gowa/ Sebab tidak ada yang terluka apalagi tewas dalam peperangan/ Sehingga tidak ada hati dan kepala manusia yang diambil dari arena perang, sebab ketika perang sedang berkobar kedua kubu kemudian melakukan perdamaian/ Arung Palakka menaikkan sokko setinggi dengan puncak gunung Cempalagi, dengan cara membawa sokko ke puncaknya/ Seluruh kerajaan bahagian dan kerajaan sahabat diundang hadir dalam pesta ini/ Dibuatlah balairung (baruga) dengan tiga atap/ Seluruh prajurit Arung Palakka, baik orang Boné, maupun orang Soppeng, yang bersamasamanya dari Jakarta semuanya hadir/ Tidak ketinggalan para panglima pasukan masing-masing kerajaan sekutu yang turut serta melawan pasukan Karaeng Gowa/ Hadir pula seluruh prajurit Kompeni Belanda yang bersama-sama Bone berperang melawan Gowa, dan sebagainya/ [85] Setelah upacaranya itu usai, beliau pun kemudian meneruskan perang dan menaklukkan semua negeri-negeri yang belum menyatakan penyerahan diri/ Setiap negeri yang ia taklukkan, maka ia buatkan perjanjian/ Tersebutlah Mandar diserang dan ditaklukkan seluruhnya/ Perjanjian dilakukan di Lanriseng/ Setelah itu ia serang negeri-negeri bagian Luwu sebab masih banyak yang mengabdi kepada Gowa/ Kemudian beliau melakukan ekspedisi militer ke Kapara dan Pasuruan di Jawa Timur/ Ketika pulang dari Jawa, beliau kemudian menyerbu Galingkang, lalu naik ke Sangalla’/ Adapun urusan penaklukan Létta’ dan Baroko beliau menyerahkan panglima Arung Tanété Matoa dan Arung Tanété Malolo yang membereskannya/ Pada tanggal 3 bulan November tahun 1672 M, Wé Mappolobombang Maddanreng Palakka melahirkan seorang anak lelaki dan memberinya nama La Patau’ Matanna Tikka Walinonoé To Tenribali disapa Malaé Sanra/ Inilah anak yang lahir dari pasangan Maddanreng Palakka dan Arung Timurung bernama La Pakokoé To Akkoné Macoméngngé/ Sungguh berbahagia hati Arung Palakka atas kelahiran anak lakilaki dari saudarinya, karena sudah pasti ia menjadi penyambung tali kebangsawannya, sebab Puwatta’ Arung Palakka Petta Malampé’é Gemme’na hingga saat itu belum melahirkan anak/ Ketika anak saudarinya baru berumur satu bulan, kemudian beliau mengangkatnya sebagai anaknya sendiri/ Satu bulan umur La Patau’ Matanna Tikka Walinonoé, Puwatta’ La Maddaremmeng pun tutup usia, tepatnya pada tahun 1672/ Nama anumerta La Maddaremmeng ialah Matinroé ri Bukaka/ Ade’ Pitu Boné bersama rakyat Bone yang didukung oleh Gubernur Kompeni Belanda kemudian bersepakat mengajukan Puwatta Petta Malampee Gemme’na/ Secara bulat Puwatta Petta Malampee Gemme’na direstui menjadi pewaris Mangkau’ Boné menggantikan pamannya/ Beliau kemudian diberi nama dalam khutbah yaitu Sultan Sa’aduddin/ Arung Palakka kemudian dinikahkan dengan Wé Ada Datu Watu, anak Datu Soppéng La Tenribali Matinroé riDatunna dari istri sepupunya yang bernama Wé Bubungeng I Da Sajo/ Akan tetapi, perkawinan Puwatta’ Petta Torisompaé dan We Ada Datu Watu tersebut tidak juga membuahkan anak/ Itulah sebabnya hubungan keduanya tidak berlangsung lama kemudian bercerai/ Petta Malampéé Gemme’na memilih kembali kepada istrinya I Mangkawani Daéng Talélé/ Tiga bulan setelah rujuk dengan I Mangkawani, [86] Petta Torisompaé mengerahkan tentaranya menyerang Sidénréng/ Sebenarnya, berbagai pihak tidak menganggap pantas Puwatta’ Petta Torisompaé menyerang Sidénréng sebab Addatuang Sidénréng yang bernama La Suni Karaéng Massépé’ menyimpan banyak jasa dan kebaikan/ Adapun nama La Suni Karaéng Massépé’ adalah anak dari Addatuang Sidénréng Matinroé riPalopo yang bernama La Makkaraka disapa To Wappo’/ Inilah yang mula menjadi Addatuang Sidénréng/ To Wappo’ memiliki saudari bernama Wé Abéng Puwatta’ Patémpuwangngé Datu Bulubangi Mula Tellulatte’é ri Sidénréng/ Tidak sedikit kebaikan Karaéng Massépé’yang telah disumbangkan kepada diri Puwatta’ Petta Torisompaé manakala ia turut bersepadu melawan Karaéng Gowa/ Apabila Arung Bélo diberi gelar Betta’ Senrima’na Bélo (Panglima Hebat Belo), maka La Suni Karaéng Massépé’ diberi gelaran Parala Katinna Ajatappareng (Peraih Emas Ajatappareng) atau Manu’ Katéanna Sidénréng (Ayam Katai Sidenreng)/ Ketika Puwatta’ Arung Palakka terdesak saat dikejar oleh prajurit Makassar terutama peristiwa terkepungnya di sebuah kampung Tanété, kalau bukan karena kesigapan Karaéng Massépé’membendung dan mengamukkan senjatanya mencegah laju serangan prajurit Makassar/ Petta Karaéng Massépé’ memang tidak ditangkap sebab bukan dirinya yang menjadi target prajurit Makassar, melainkan Petta Torisompaé/ Hanya karena Karaeng Massepe dianggap melakukan kesalahan pengabdian kepada Bone, yang mengakibatkan menghapus semua kebaikan yang tidak terkira yang telah diperbuatnya/ Syair elong mengungkapkan: Séngeremmu rumpa’ bulu/ Jasamu melampaui tinggi gunung Gau’mu cikalice’é hanya karena kesalahan secuil Siawang lasuna nipina tipisnya bak kulit bawang Ruttungeng manengngi maddioloé runtuhkan semua masa lalu Manakala perang dengan Karaeng Gowa telah usai, Karaeng Massépé’ dipersilakan merogohkan tangannya hingga ketiak pada harta-bendanya Boné/ Ia juga dihadiahi keris yang dikenal ‘Labang Sidénréng’/ Ade’ Pitu Bone terkaget-kaget melihat cara Petta Malampé’é Gemme’na memberikan hadiah kepada Karaéng Massépé’/ Hanya satu benda lagi yang ia tidak duai/ Perilakuannya menyerupai anak pewaris takhta Bone/ Ia pun dicurigai saling menaruh hati dengan Wé Sarampa, salah seorang selir Arumponé/ Itulah sebabnya Ade’ Pitu Boné merancang siasat untuk memotong tanduk (kepala) Karaéng Massépé’ agar hilang dari dunia/ Pendekatan Karaéng Massépé berhasil, namun strategi Ade’ Pitu Boné lebih ampuh lagi, yaitu berhasil merancang hubungan asmara terlarang antara Karaéng [87] Massépé’ dengan Wé Sarampa/ Siasat yang dijalankan Ade’ Pitu Boné pun berhasil yakni memesan sarung tenunan untuk Wé Sarampa yang serupa warna dan motif dengan sarung yang dikenakan Karaéng Massépé’ ketika bersama menghadap kepada Arumponé/ Hal yang dikhawatirkan oleh Ade’ Pitu Boné adalah karena Puwatta’ Petta Malampe’é Gemme’na tidak mempunyai anak kandung sebagai ahli waris/ Boleh jadi di kemudian hari Karaéng Massépé’ ingin merebutnya kelak Puwatta’ meninggal dunia/ Kecurigaan itu memungkinkan karena antara Karaeng Gowa dan ibunda Karaeng Massepe bersepupu dua kali/ Ibunda Karaéng Massépé’ adalah orang Makassar yaitu anak dari Baté Salapang Gowa atau cucu dari Karaéng Gowa bernama Daéng Bonto/ Dibuatkanlah cerita yang menuduh La Suni memiliki rencana mengambil alih takhta Bone di kemudian hari secara paksa/ Dibuatkan pula siasat yang terkesan adanya perselingkuhan antara La Suni dengan Wé Sarampa/ Begitulah berita yang sampai di telinga Puwatta’ kalau La Suni Karaéng Massépé’ sangat menginginkan warisan mahkota Bone/ Itulah sebabnya Arung Palakka kemudian menyerang, membakar, dan menaklukkan Sidénreng/ Beliau kemudian menyuruh Janggo’ Pancé’, orang kepercayaan Karaéng Massépé’ sendiri untuk memenggal kepala tuannya, Karaéng Massépé/ Tubuh Janggo’ Pancé’ gemetar mendapat perintah/ Tugas itu sangat berat, ibarat orang sedang memanjat batang kelapa, kalau terus naik bapak mati, kalau turun ibu mati, tetap di tengah ia sendiri mati/ Maka Janggo’ Pancé memaksakan diri datang ke hadapan Karaéng Massépé’/ Pada saat Janggo Pancé’ akan menebas kepala Karaéng Massépé’, berkatalah Karaéng Massepé’: “Jangan dulu menebasku, Janggo’/ Sampaikalah pesanku ini nanti kepada Puwatta’ Arung Palakka”/ Janggo’ Pance’ menjawab: “Cepat katakan”/ Berkatalah Karaéng Massépé’: “Dengarlah, wahai Janggo’/ Adakah seseorang yang datang berucap, apakah perang sudah usai, sehingga medan laga menjadi pasar, Tanah Pusaka dibakar, dan Ayam Katai menuai celaka?/ Tidakkah ia mengingat ketika datang berlindung, ia tidak melangkahi parit, bersama-sama pula tidak melewati parit/ Kini ia memakai timbanya sendiri/ Hasrat hati nan suci, harapan nan setia, kekal dalam kebersamaan”/ Adapun jawaban Janggo’ Pancé’: Jika aku tidak membawa kepalamu, maka kepala saya sebagai gantinya”/ Janggo’ Pance’ kemudian benar-benar memenggal kepala tuannya/ [88] Setelah Janggo’ Pance’ memisahkan kepala dan bahu tuannya, ia pun meletakkannya di atas talam emas kemudian membawanya kepada Puwatta’ Petta Torisompaé/ Puwatta’ Petta Torisompaé kemudian meninggalkan Massépé’ pada tanggal 8 Juni 1673/ Kepala La Suni Karaéng Massépé’ Addatuang Sidénréng sudah tiba/ Puwatta’ Petta Torisompaé membawanya naik ke Ujungpandang, sebab istananya berada di Bontoala/ Ketika tiba di Bontoala, Puwatta’ berkata kepada Janggo Pancé’: “O… Janggo’, bawalah kepala Karaéng Massépé ke mari, sebab aku merasa rindu kepada pamanku itu/ Dengan cepat Janggo’ Pancé’ membawa talam emas yang menggunakan penutup/ Berkatalah Puwatta’ Petta Torisompaé: “Bukalah penutup kepalanya, Janggo’”/ Pada saat Janggo’ membuka penutup talam tiba-tiba kepala Karaéng Massépé’ berpaling membelakangi Puwatta’ Petta Torisompaé/ Janggo’ Pance’ pun terkejut melihat kepala Karaéng Massépé’ berputar arah/ Wajah Janggo’ Pance’ memucat seperti kain putih/ Tiga kali Janggo Pancé’ disuruh menghadapkan kembali kepala Karaéng Massépé’, tiga kali pula kepala Karaéng Massépé berpaling dengan membelakangi Puwatta’ Petta Torisompaé/ Puwatta Petta Torisompaé pun mengalihkan pandangannya kepada Janggo’ Pancé’ dan berkata: “E… Janggo’, mengapa bisa terjadi begini? Ada apa gerangan ini, jangan-jangan paman saya menyampaikan pesannya ketika engkau akan memenggal kepalanya, namun engkau tidak menyampaikannya ke padaku?/ Tubuh Janggo’ Pancé’ gemetar, menengadahkan kedua telapak tangannya sambil berkata: “Maafkan saya, Puwang, memang ada pesannya tetapi saya takut kembali mengatakan kepada Tuan/ Sebab, Tuan berkata, jika kau tidak membawa pulang kepalanya, maka kepalamu sebagai gantinya/ Oleh karena itulah saya tidak mengatakan pesannya kepada Tuan/ Aku langsung saja memenggal kepala La Suni”/ Berkata lagi Puwatta’: “Janggo’, katakanlah apa gerangan ucapannya/ Berucaplah Janggo Pancé’ berkata: Puwang, inilah ucapannya: “ Ia tidak mengingat siapakah gerangan terduduk bimbang di arena peperangan/ di arena kebisingan/ parit-parit tak dia langkahi/ Ilalang tidak dilewatinya/ La Suni yang melindunginya/ Adakah seseorang yang datang berkata, apakah perang sudah usai [89] di arena peperangan/ Ayam Katai pun menuai celaka/ Hasrat hati nan suci, harapan nan setia, kekal dalam kebersamaan”/ Ketika Puwatta’ mendengarkan perkataan Janggo’ Pancé’, berujarlah Puwatta’ Petta Torisompaé: “Pamanku tidak melakukan kesalahan/ Hanya kalian yang membuatkan fitnah/ Kalianlah yang iri hati pada Karaéng Massépé’/ Maka Janggo Pance’ pun dipenggal kepalanya/ Ketika Karaéng Massépé’ sudah meninggal, maka ia diberi gelaran anumerta yaitu Toriwettaé riLingkajo/ Karaéng Massépe’ menikah dengan memperistri Wé Impu Arung Macéro, anak Wé Gau’ Arung Macéro dan La Temmaruling Addatuang Sawitto/ We Impu dan Karaeng Massepe’ melahirkan seorang perempuan bernama Wé Bungabau/ Wé Bungabau menikah di Boné mempersuamikan lelaki bernama To Waccalo Arung Jaling Ponggawa Dinru Boné anak dari Puwatta’ La Maddaremmeng Arumponé Matinroé riBukaka/ We Bungabau melahirkan anak, seorang laki-laki bernama To Aggamette’ Arung Jaling yang kemudian menjabat juga sebagai Ponggawa Boné bergelar anumerta Matinroé riLarompong/ To Aggamette’-lah yang memperistrikan Wé Rakiya Karaéng Kanjénné anak dari La Maléwai Addatuang Sidénréng Matinroé riTanamaridié dan Wé Sabara/ Wé Rakiya Karaéng Kanjénné Arung Berru melahirkan anak dari suaminya yang bernama To Aggamette’ Ponggawa Boné/ Seorang bernama Taranatié yang kemudian menjadi Addatuang Sidénréng/ Seorang bernama To Appo’ yang kemudian menjadi Arung Berru/ Oleh karena Taranatie meninggal di usia muda, maka To Appo’-lah yang menjadi Addatuang Sidénréng/ Berkatalah rakyat Sidenreng: “Keturunan Puwatta’ Karaéng Massépé’ sudah datang untuk membesarkan Sidénréng/ Ketika Toriwettaé riLingkajo wafat, ia digantikan atas kehendak Puwatta’ Petta Torisompaé/ Penggantinya bernama To Dani Karaéng Galingkang Datu Citta, Datu Suppa’, Addatuang Sawitto, dan Arung Alitta/ Oleh karena ia menjadi Addatuang di Sidénréng sehingga otomatis ia memimpin empat Ajatappareng/ Inilah To Dani adalah putra dari La Pabila Datu Citta Karaéng Galingkang dan Wé Tasi’ Petta Maubengngé Datu Suppa’, Arung Alitta, Arung Rappeng/ To Dani kemudian memperistrikan bernama Wé Kacimpureng Da Ompo saudari perempuan Petta Torisompaé/ To Dani menjadikan Citta sebagai maharnya/ [90] Citta kemudian berstatus mahar kepada Bone, sehingga Citta menjadi milik Bone sepenuhnya/ Tidak lama perkawinan Wé Kacimpureng dan To Dani/ To Dani kemudian membuat pelanggaran terhadap Boné, dituduh bermaksud mengambil alih Boné dari tangan Torisompaé/ Ulah To Dani itu dilakukannya karena melihat Petta Torisompaé tidak memiliki anak yang pantas mewarisi takhtanya/ Sementara itu, To Dani menganggap istrinya juga berhak mewarisi/ Oleh karena itu ia bersiasat akan mengambil alih takhta dari iparnya dengan kekuatannya/ Begitulah hasrat To Dani/ Akan tetapi ia tidak menimbang-nimbang kekuatan Petta Torisompaé/ Itulah sebabnya Puwatta’ Petta Torisompaé membuat perintah untuk menyerang To Dani di Ajatappareng/ Di mana-mana saja To Dani berada di dalam wilayah Ajatappareng, maka di situlah pasukan Bone mengejarnya/ Pasukan To Dani mulai kewalahan sehingga ia melarikan diri ke utara ke tanah Mandar/ Rencananya nanti ketika ia berada di Mandar akan mengajak Mandar bergabung/ Namun orang Mandar menolak menerima dan memberi perlindungan To Dani karena takut kepada Petta Torisompaé, sebab ia sudah melakukan perjanjian di Lanriseng/ Pasukan Bone leluasa mengejar To Dani ke tanah Mandar sebab Mandar takut memberinya perlindungan/ Ketika pasukan yang mengejarnya tiba di Mandar, ia pun lari dan menyeberang ke Pulau Salemo/ Di Salemo-lah ia ditangkap oleh pasukan yang mengejarnya/ Ketika ditangkap, Ia kemudian digiring ke hadapan Puwatta’ Petta Torisompaé/ Adapun jawaban Puwatta’ Petta Torisompaé, mengatakan: “Cekiklah hingga mati, sebab tidak boleh diteteskan darahnya di Ajatappareng”/ Nama anumerta beliau ialah Matinroé riSalémo/ Itulah sebabnya sehingga kerajaan Ajatappareng mengalami kekosongan pemimpin/ Adapun yang mewarisi kekuasaan di Sidenreng ialah La Tenritippe’ disapa To Walennaé/ Kebangsawanan La Tenritippe’ ialah Arung Ujumpulu dan menjabat sebagai Pangépa’ di Soppéng/ Ia adalah anak dari Taranatié Daéng Mabéla Datu Pammana Mabbolabatué dan Wé Tenrikawareng I Da Page’ Datu Bulubangi/ Dari garis ibunyalah La Tenritippe’ To Walennaé pantas mewarisi Addatuwang Sidénréng/ Ia pandai bersyair di hadapan Petta Torisompaé/ Wé Tenrikawareng Datu Bulubangi adalah ibunda La Tenritippe’ To Walennaé/ Sementara itu I Da Page adalah anak dari Puwatta’ Wé Yabéng Petta Patémpuangngé Mula Tellu Latte’é di Sidénréng/ Wé Yabéng memang sebagai Addatuang Sidénréng, kemudian meninggalkan persekutuan Tellu Latte’é dan menyerahkan kepada jabatan Addatuang Sidenreng yakni saudara laki-lakinya [91] bernama La Makkaraka disapa To Wappo dan nama anumertanya Matinroé riPalopo/ Matinroé riPalolpo beristri di Gowa mengawini perempuan bernama Daéng Madongko/ Ia melahirkan La Suni Karaéng Massépé’ Toriwettaé riLingkajo/ Cerita dikembalikan kepada La Tenritippe’ To Walennaé/ Ia adalah anak pewaris Addatuang Sidénréng atas kehendak Petta Torisompaé/ La Tenritippe’ memperistri wanita bernama Wé Lipa Daéng Manangku Arung Berru Riaja, melahirkan anak bernama La Malewai/ Setelah La Tenritippe’ wafat, ia diberi gelar anumerta Matinroé riPamattingi/ Anaknya bernama La Maléwai kemudian mewarisi Addatuang ri Sidénréng/ La Maléwai menikah dengan wanita Makassar yang bernama I Sabaro putri dari Karaéng Karunrung Toménanga riUjuntana dari istrinya bernama Karaéng Balla’ Jawaya/ La Maléwai dan I Sabaro melahirkan anak perempuan bernama I Rakiya Karaéng Kanjénné/ Inilah yang mempersuamikan To Aggamette’ Arung Jaling Ponggawa Boné Matinroé riLarompong, melahirkan anak bernama To Wappo/ To Wappo yang menjadi Arung Berru menggantikan ayahnya yang memiliki gelar anumerta Matinroé riTana Maridié ri Berru/ Jabatan Addatuang beralih kepada To Wappo Arung Berru/ Hal ini berarti bahwa takhta Addatuang sudah berpindah kembali kepada pewarisnya yaitu To Appo/ Setelah To Appo wafat ia diberi gelar Matinroé riSumpang Minangaé/ Cerita dikembalikan kepada Puwatta’ Petta Torisompaé/ Adapun saudari perempuannya Puwatta’ bernama Wé Kacimpureng menikah dengan To Dani yang dinyatakan sebagait pewaris takhta/ Tetapi To Dani Matinroé riSalémo tidak mempunyai keturunannya/ Saudari perempuannya yang tertua adalah bernama Wé Tenriabang/ Inilah yang diberi warisan mahkota Marioriwawo/ Inilah saudari perempuannya yang dibawa serta menyingkir ke Jakarta ketika menyelamatkan diri dari Karaéng Gowa/ Wé Tenriabang yang mempersuamikan lelaki bernama La Mappajanci/ La Mappajanci yang juga dinamakan La Sulo dan disapa Daéng Matajang/ Ia melahirkan seorang anak perempuan bernama Wé Patéketana Daéng Singara/ We Patéketana mempunyai adik bernama Wé Lékke’/ Hanya dua saudari perempuan Puwatta’ Petta Torisompaé yang mempunyai anak, yaitu Wé Tenriabang Datu Marioriwawo yang hanya memiliki seorang anak perempuan bernama Wé Patékketana/ Wé Mappolobombang Maddanreng Palakka juga memiliki seorang anak lakilaki yang bernama [92] La Patau’ Matanna Tikka Walinonoé To Tenribali disapa Malaé Sanra/ Manakala Petta Torisompaé merasakan semua keadaan negeri dan kepemimpinannya telah stabil, maka sudah jelas pula pertimbangannya perihal siapa gerangan yang akan mewarisi harta dan kedudukan dalam kerajaannya di Bone/ Beliau mengundang semua negeri dan mengumpulkannya di Baruka Tellué Coppo’ di Cénrana/ Tidak lupa ia menyelenggarakan pesta keramaian/ Beliau kemudian mempersaksikan kepada raja-raja taklukannya, serta seluruh negeri yang dikuasainya/ Tidak terkecuali pejabat-pejabat Kompeni Belanda/ Beliau mengumumkan kepada seluruh hadirin dengan mengatakan: “Aku telah melunasi nazar, melepaskan ikrar/ Kalian telah menyaksikan pula aku memotong rambut, maka dengarlah wahai seluruh raja-raja sahabat, Gubernur Kompeni, serta para Panglima/ Ketahuilah kalian seluruh orang Bone, serta kalian para raja sahabat kerajaan Boné, begitu pula para sahabatku/ Adalah jelas keturunan Mappajung, apabila esok atau lusa ajalku telah tiba atas kehendak Allah Taala, maka aku persaksikan kepada kalian saudaraku, bahwa keponakankulah yang aku inginkan mewarisiku dan seluruh harta benda yang aku tinggalkan, selain yang tidak kuserahkan kepada istriku bernama I Mangkawani Daéng Talélé/ Sebab, aku dan istriku tidak memiliki keturunan/ Adapun keponakanku adalah anak dari Maddanreng Palakka yang bernama La Patau’ Matanna Tikka/ Kepadanyalah aku wariskan takhta Kerajaan Boné/ Seorang pula keponakanku, anak dari Datu Marioriwawo bernama Wé Pattékketana, dialah yang aku wariskan harta bendaku yang tidak menjadi bagian yang kuserahkan kepada istriku yang bernama Wé Mangkawani Daéng Talélé/ Berkatalah sang keponakan bernama La Patau’ Matanna Tikka: “Aku mendengar pesan Pamanku Petta Torisompaé atas kehendaknya kepadaku untuk mewarisi takhta kerajaannya yakni menaiki singgasana kerajaan Boné, sebagaimana yang telah disetujui oleh dewan Adat/ [93] Demikian pula yang telah diumumkan kepada orang banyak/ Terkait dengan hal itu, ada sesuatu yang akan kuucapkan serta kusampaikan kepada Hadat Bone, sebagaimana yang aku umumkan kepada rakyat banyak sebelum aku memangku tugas yang diwariskan Puwatta Petta Torisompaé kepadaku/ Kalian menjadi saksi atas kepewarisanku ini, kalian telah menyepakati bersama dan kalian membuat keputusan kepadaku/ Sepeti halnya yang dipahami orang banyak, Dewan Adat Bone pun kemudian menjawab: “Puwang, katakanlah agar rakyatmu mendengarkan/ Berkatalah Puwatta La Patau’: “Saya akan menyetujui permintaan dan menerima kesepakatan kalian orang banyak perihal yang diamanahkan Puwatta’ Petta Torisompaé, apabila kalian menyepakati dengan sebuah ketetapan yang sebenarnya/ Yakni, tidak ada yang boleh menjadi raja Bone berikutnya apabila bukan keturunanku/ Ketahuilah keturunanku adalah anak-cucu dari Mappajung, keturunannku tidak dapat dipilih dan dikukuhkan kedudukannya oleh keturunan raja bawahan/ Demikianlah pengumuman yang aku dititipkan kepada kalian semua rakyat/ Rakyat pun bersepakat mengaturkan sembah sambil berkata: “Tuan angin, kami daun pepohonan/ Ke mana kau berhembus/ ke situ kami mengarah/ Engkau membawa susah ataupun bahagia/ Adapun Puwatta’ Petta Torisompaé pada awalnya beliau sebagai datu di Marioriwawo dan Arung di Palakka, barulah kemudian menduduki takhta Mangkau’ setelah Puwatta’ Matinroé riBukaka wafat/ Sebab beliau disebut mewarisi takhta dari pamannya/ Beliau bersama Admiral Speelman merebut Sombaopu di Gowa pada tahun 1667 M pada masa pemerintahan raja Gowa yang bernama I Mallombasi Daéng Mattawang Karaéng Bontomangapé Sultan Hasanuddin Tominanga riBallapangkana/ Beliau menghubungkan persahabatan antara Bone dengan Kompeni Belanda hingga kemudian ia menekuk Gowa/ Kemudian tercipta Perjanjian Bungaya pada hari Jumat 18 November 1667 M/ Beliau berhasil meraih kembali kedaulatan dan kewibawaan kerajaan Boné/ Beliau lah yang memerdekakan Bone dan Soppeng, serta Luwu dan Wajo dari cengkeraman kuasa Gowa/ Beliau juga yang merebahkan kekuasaan kerajaan Gowa bersama Pajung Luwu pada masa pemerintahan Matinroé riTompo’tikka dan merebut tapal batas wilayah kuasa hingga [94] Gunung Lantimojong/ Beliau membangun kekuatan Bone serta mampu menguasai seluruh kerajaan Bugis/ Itulah sebabnya sehingga beliau diberi gelar ‘Petta Torisompaé’, oleh karena dialah yang mula disembah dan mendapat pengakuan dari Kompeni Belanda atas kedudukannya sebagai raja atas segala raja (Maharaja)/ Beliaulah Puwatta’ Arung Palakka yang kemudian membuat payung emas dan payung perak, serta payung Samparaja/ Kompeni Belanda kemudian menghadiahkan kepada Petta Torisompaé mahkota (sémbangeng) emas dan rantai sebagai tanda penghargaan Kompeni Belanda atas sumbangsih serta persahabatan antara kerajaan Bone dan Kompaeni/ Terbagilah wilayah kuasa, Bone sebagai penguasa agung di daratan, sedangkan Kompeni Belanda kuasa di lautan/ Begitulah persahabatan antara tanah Bone dan Kompeni/ Hanya saja, Puwatta Petta Torisompaé merasakan persatuan negeri belum solid karena belum membulatkan persatuan Tellué Cappagala (tiga kerajaan) yaitu Boné, Gowa, dan Luwu/ Oleh karena, beliau segera mengawinkan keponakannya yang bernama La Patau’ Matanna Tikka Walinonoé To Tenribali Malaé Sanra, anak dari saudarinya yang bernama Wé Mappolobombang dari suaminya bernama La Pakokoé To Angkoné Arung Timurung Tadampalié/ Beliau mengawinkan La Patau dengan Wé Ummu’ Arung Larompong putri Pajung Luwu La Settiaraja Matinroé riTompo’tikka dari istrinya Wé Dio Opu Daéng Masessi’ Petta I Takalara/ Pada tahun 1686 persekutuan Tellumpoccoé dikukuhkan kembali serta merangkul seluruh kerajaan bagian (lili) dan kerajaan sahabat (passeajingeng) Bone/ Wajo mengangkat dua orang dengan pakaian lengkap, Soppeng juga mengangkat dua orang berpakaian lengkap/ Ajatappareng dua orang bepakaian lengkap/ Massénrémpulu dua orang berpakaian lengkap/ Pitu Babamminanga tiga orang berpakaian lengkap/ Kaili, Buton, Tolitoli masing-masing tiga orang berpakaian lengkap/ Ajangngale’ dua orang/ Alauale’ dua orang/ Adapun isi kesepakatan Petta Torisompaé dan Datu Luwu bernama La Settiaraja Matinroé riTompo’tikka: “Apabila La Patau’ mujur sehingga memberikan anak kepada Arung Larompong, maka anaknya itulah yang akan mewarisi takhta kedatuan Luwu, darah yang berhak memakai mahkota dan duduk di bawah Payung, adalah anak pertama yang lahir, laki-laki, atau perempuan”/ [95] Datu Luwu menyetujui usulan itu/ Setahun setelah La Patau’ dinikahkan di Luwu, Puwatta’ Petta Torisompaé mengawinkan lagi keponakannya La Patau’ di Makassar dengan seorang putri bangsawan bernama I Mariyama Karaéng Pattukang, anak dari Raja Gowa I Mappadulung Daéng Mattimung disapa Sultang Abdul Jalil dari istrinya bernama Karaéng Lakiung/ Seluruh kerajaan besar, kerajaan bahagian, serta kerajaan sahabat Bone menghadiri lagi pestanya/ Adapun kesepakatan antara Puwatta’ Petta Torisompaé dengan Karaéng Gowa I Mappadulung Daéng Mattimung mengenai perkawinan La Patau’ dan I Mariyama yaitu: “Apabila ada anak lelaki yang terlahir, maka ia menjadi pewaris Karaeng Gowa/ Oleh karena itu, hanya anak dari Wé Ummu dari Luwu dan anak dari I Mariyama keturunan Gowa yang akan menjadi anak pewaris kerajaan Bone/ Hal itu didasari hanya dua istri La Patau yang diakui sebagai permaisuri Boné (arung makkunrai)/ Adapun istri-istri La Patau yang lainnya, walaupun darahnya adalah bangsawan sederajat (ana’pada) atau pewaris takhta, seluruhnya hanya diberi status céra’ dalam garis anak pilihan saja/ Ia dapat saja menjadi pewaris takhta, apabila anak pewaris yang menunjuk atau memilih saudara cera’nya/ Ia dapat menjadi pewaris takhta yang sah oleh kerena alasan tersebut/ Dikatakan demikian sebab jabatan raja dalam lingkup kerajaan Tellumpoccoé serta Tellué Cappagala tidak mendudukkan bangsawan cera’, dan tidak pula diwarisi oleh rajeng, kecuali kalau semua anak mattola sudah pupus dan tidak ada pula anak pilihan (ana’ angiléng). Maka, pilihan akan sampai pada bangsawan rajéng matasa’/ Demikianlah status bangsawan céra’ sebagai syarat sehingga dapat dipilih menjadi raja/ Pada pelaksanaan upacara perataan gigi (rigéso) keponakan Puwatta’ Torisompaé bernama Wé Patékketana Daéng Tanisanga Petta Majjappaé Datu Tellué Salassana, diundang lagi seluruh kerajaan beserta kerajaan kerabat Puwatta’ Petta Torisompaé/ Petta Torisompaé, sang Paman, memberikan Wé Pattékketana sebuah peti beserta harta benda seperti yang telah diumumkannya pada upacara pemotongan rambutnya/ Sang Ibunda juga memberikan Marioriwawo beserta isinya/ Ayahandanya pun turut memberikan kepadanya Tanété beserta isinya/ Adapun ketiga negeri beserta isinya, adalah istana Pattiro yang paling indah dipandang mata/ Sebab ada patung burung yang sedang bertengger di puncak pohon kelapa yang menjulang/ Istana di Mario juga sangat indah, menyerupai istana raja Padang/ Tiangnya terbuat dari kayu hitam yang berukir dan berwarna-warni/ Sebab, ketika Puwatta’ Petta Torisompaé menyingkir ke Jakarta ia juga membawa serta [96] adiknya bernama Wé Tenriabang Datu Marioriwawo/ Adiknya itulah yang kemudian mempersuamikan Karaéng Tanété bernama La Sulo Daéng Matajang/ Wé Tenriabang kemudian melahirkan Wé Pattéketana/ Adiknya itulah yang diikutkan ke Jakarta ketika ia menyingkir/ Apabila sang adik menangis, beliau berucap: “Adik, janganlah menangis/ Esok atau lusa kita mujur kembali ke tanah Bugis, akan kubuatkan istana seperti istananya Raja Padang”/ Adapun istana Tanete adalah yang paling besar dan kembar pula/ Bubungannya diatur delapan susun/ Pada waktu upacara potong gigi itulah diumumkanlah wasiat dan penyerahan warisan itu dipersaksikan kepada raja-raja: Tellumpocco, Lima Ajatappareng, Pitu Babamminanga, Lima Massénrémpulu, Tellu Batulappa, Sultan Buton, Rakyat Turaté, Rakyat Bukié/ Raja Gowa/ Cappagalaé, beserta seluruh kerajaan sahabat Boné, dan pejabat-pejabat Kompeni/ Suatu ketika Suro Luwu datang membawa lamaran Pangeran (ana’ mattola) Pajung Luwu bernama La Onro To Palaguna/ Puwatta’ Petta Torisompaé memberi jawaban kepada pembawa duta Pajung Luwu: “Wahai orang Ware, aku akan menerima lamaranmu apabila engkau melantik Wé Tékke’ di Luwu walaupun ia tidak memiliki keturunan, apatah lagi kalau memang ia mempunyai keturunan/ Jika nanti ia memiliki keturunan, maka anaknya itulah yang menjadi waris kedatuan Luwu/ Orang Ware’ pun menyanggupi ucapan Petta Torisompaé/ Maka Puwatta’ Matinroé riBontoala dan Matinroé riTompotikka membuat perjanjian perihal posisi Wé Pattékketana sebagi pewaris Datu Luwu hingga anak cucunya/ Orang Ware’ menyanggupinya dan disaksikan oleh Tellumpoccoé/ Perkawinan antara Wé Pattékketana dengan La Onro To Pallaguna pun dilangsungkan dengan mahar Sompa Toselli bernilai emas/ Keduanya kemudian didudukkan di atas pelaminan, diperinjakkan di atas tilam keemasan/ menumpuhkan kaki di tanah pusaka/ dibentangkan emas/ dan diperkunjungkan ke Ménrawé/ Wé Pattékketana kemudian melahirkan anak bernama Batara Tungke’ dengan nama Khutbah Sitti Patimah/ Siti Patimah kawin dengan mempersuamikan sepupu sekalinya bernama La Rumpammégga To Sappailé Cenning Luwu anak dari Wé Yasiya Opu Mpélai Lémolémo dari suami La Ummareng Opu Tomallinrung/ Wé Patimah melahirkan tiga orang anak/ Séorang bernama Wé Tenriléléyang/ Anaknya inilah sebagai pewaris takhta kedatuan Luwu/ Seorang bernama La Tenrioddang La Oddanréwu Daéng Mattinring sebagai pewaris takhta Tanété/ Seorang lagi yang bernama La Tenriangke’ Datu Wallié sebagai pewaris mahkota kedatuan Marimari/ Adapun Puwatta’ Petta Torismpaé La Tenritatta To Unru lebih banyak meluangkan waktunya di tanah Makassar/ [97] Tepat pada tanggal 5 April 1696 di Makassar Puwatta’ Petta Torisompaé La Tenritatta To Unru Daéng Sérang Arung Palakka Sultan Saaduddin berpulang ke haribaan Allah SWT di dalam istananya di Bontoala/ Duninya dimakamkan di Bontobiraéng berhadapan dengan makam Karaéngngé Sultan Hasanuddin/ Beliau diberikan gelar anumerta Matinroé riBontoala/ Adapun pewaris Petta Torisompaé sebagai Raja Boné adalah keponakannya yang bernama La Patau sebagaimana yang telah ia persaksikan dalam perjanjian (uluada)/ LA PATAU’ MATANNA TIKKA WALINONOÉ TO TENRIBALI [97.10] La Patau’ Matanna Tikka Walinonoé To Tenribali disapa Malaé Sanra menjadi Mangkau’ Boné menggantikan pamannya, Puwatta’ Petta Torisompaé/ Memang beliau yang telah diberi pesan sesuai perjanjian (uluada)/ Perjanjian itu kemudian dikukuhkan oleh Dewan Adat Boné/ Rakyat pun mengakui perjanjian kepewarisan itu/ Puwatta’ La Patau telah resmi menjadi Mangkau’ Boné/ Beliau adalah anak dari saudari kandung Puwatta’ Matinroé riBontoala yang bernama Wé Mappolobombang Da Ompo Wé Tenriwale’ Maddanreng Palakka Matinroé riAjaappasareng dari suaminya beranama La Pakokoé To Angkoné Tadampalié Arung Timurung disapa Macoméngngé/ Adapun Puwatta’ Wé Pattéketana Daéng Tanisanga, telah menerima warisan yang dijanjikan oleh Puwatta’ Petta Matinroé riBontoala, yaitu istana Pattiro beserta isinya/ Anaknya saudari Puwatta’ Matinroé riBontoala yang bernama Wé Tenriabang Da Emba dari suaminya bernama La Sulo La Mappajanci Daéng Matajang Karaéng Tanété juga diberi seluruh harta benda yang tersisa yang belum dibagikan kepada istri Puwatta Matinroé riBontoala bernama I Mangkawani Daéng Talélé/ Inilah Puwatta’ La Patau’ Malaésanra yang juga menjabat sebagai Ranreng Tuwa di Wajo yang ia warisi dari ayahandanya, Arung Timurung/ Beliau juga sebagai arung di Ugi dan ranreng di Tuwa/ Pada awalnya beliau merasakan kedudukannya masih belum stabil sebagai Mangkau Boné, karena masih banyak anak pewaris lain selain dirinya yang pantas menggulingkannya/ Jika pewaris lain itu memiliki kekuatan, [98] maka suatu waktu dapat saja menggulingkan dirinya/ Salah seorang yang dimaksudkan adalah La Pasompereng Petta I Téko, anak dari La Polédatu ri Jeppe’ dari istri sepupunya bernama Wé Tenrisénge’/ Adapun La Polédatu ri Jeppe’ bersaudara dengan La Tenribali Datu Soppéng Matinroé riDatunna/ La Polédatu anak dari La Maddussila Arung Mampu Mammésampatué dan istrinya Wé Tenrigella bersaudara dengan Datu Soppéng Béowé/ Adapun La Maddussila Arung Mampu Mammésampatué menjadi Arung Sijelling, anak dari Wé Tenripatuppu Arumponé Matinroé riSidénréng/ Sedangkan nama Wé Tenrisénge’ anak dari Wé Tenritana Massaolebba’é ri Mampu bersaudara dengan La Maddussila Arung Mampu Mammésampatué/ Wé Tenritana menikah dengan sepupu sekalinya bernama La Tenripeppang Lebbiwalié Arung Kaju, melahirkan Wé Tenrisengeng/ Adapun La Tenripeppang Lebbiwalié Arung Kaju adalah anak dari Wé Tenripatéya yang bersaudari dengan Wé Tenripatuppu Arumponé Matinroé riSidénréng/ Wé Tenripatéya mempersuamikan lelaki bernama La Tenriliyo Riléwoé Matinroé riAlepperenna, melahirkan anak bernama La Maddussila Arung Mampu Mammésampatué dan Wé Tenritana Massaolebba’é ri Mampu/ Adapun Wé Tenripatéya, dialah yang mempersuamikan lelaki bernama La Parénréngi Arung Marowanging, melahirkan La Tenripeppang Lebbiwalié Arung Kaju/ Sedangkan Wé Tenripatuppu, Wé Tenripatéya, dan Wé Tenriparola adalah anak dari La Pattawe’Arung Kaju Arumponé Matinroé riBettung dari istrinya bernama Wé Balolé I Da Palimpu Arung Mampu/ Wé Balolé I Da Palimpu Arung Mampu adalah anak dari La Ulio Boté’é Arumponé Matinroé riItterung dari istrinya sekaligus sepupu sekalinya bernama Wé Tenrigau’ Arung Mampu/ La Pattawe’ inilah yang menjadi sumber waris La Pasompereng Arung Téko, tidak lain adalah neneknya juga Puwatta’ La Patau Matanna Tikka/ La Pasompereng tidak berada di pulau [Sulawesi] ini, sebab ia berada di Timor Kupang oleh karena permintaan Kompeni Belanda kepada Petta Torisompaé untuk menaklukkan Timor/ Ketika La Pasompereng Petta I Téko sedang berada di Timor, pada saat itulah Puwatta’ Petta Torisompaé meninggal dunia pada tanggal 5 April 1696 M/ Ketika mendengar berita kematian [99] Petta Torisompaé, beliau pun kembali sebab sememangnya Petta Torisompaé yang memerintahkan ia pergi ke sana/ Saat berangkat ke Timor, ia dibekali pasukan serta bantuan wakil dari Gubernur Kompeni Belanda/ Hanya saja kredibilitas La Pasompereng jatuh di mata Kompeni Belanda, karena ketika ia berada di Timor pekerjaan dilakukannya hanyalah mencari-cari orang-orang Timor/ Binatang dijumpainya, binatang pula ditangkapnya/ Orang yang dijumpai, orang juga yang ditangkap/ Apabila berhasil menangkap orang, ia bawa pergi ke tanah Jawa untuk dijualnya/ Segala perbuatannya, kecil atau besar, semuanya dicatat oleh Kompeni Belanda yang kemudian dilaporkan kepada Petta Torisompaé/ Hanya saja, Petta Torisompaé sudah tidak ada lagi, maka kepada Puwatta’ Malaé Sanra dan Kompeni Belanda ia laporkan tindakan La Pasompereng/ Sebab, dahulu ketika Puwatta Petta Torisompaé masih hidup, saat itu Arung Téko sedang berada di Timor, Gubernur Belanda pernah bertanya kepada Petta Torisompae di Ujungpandang, “Siapakah gerangan yang pantas mewarisi Tuan kalau suatu waktu ajal sudah menjemput?” Jawaban Puwatta’ Matinroé riBontoala, “Ada keponakanku yang berada di Boné, ia menetap di Timurung/ Baik kiranya kalau ada kesempatan Tuan datang mengunjunginya”/ Setelah itu, Gubernur Kompeni Belanda benar-benar berkunjung ke Bone berjalan-jalan/ akan tetapi, hanya Hadat Tujuh (Adepitu) Bone yang menyambut Gubernur Kompeni Belanda itu/ Itulah sebabnya Puwatta’ Petta Torisompaé merasa malu kepada Gubernur Kompania Balandaé dan marah kepada keponakannya/ Hingga Puwatta’ Petta Torisompaé mengucapkan perkataan di hadapan Hadat Boné mengatakan: “Seandainya tidak terlanjur aku persaksikan La Patau’ sebagai orang yang akan mewarisiku setelah ajalku dijemput oleh Allah Taala, maka sudah tentu La Sompereng Arung Téko-lah yang aku inginkan kalian angkat menjadi raja Boné/ Sebab, dia memang sebagai anak pewaris yang paling dekat karena ia adalah cucu Mappajung sebelah-menyebelah/ Dia boleh pewaris di Soppéng”/ Berita itu rupanya sampai di telinga La Pasompereng, sehingga ia bergegas pulang ke Sulawesi/ Berita itu pulalah yang membuat hati La Patau selalu bimbang memikirkan jangan sampai suatu ketika La Pasompereng sudah kembali dan ingin menuntut takhta kerajaan Boné/ Tentu saja akan menjadi sebab terjadinya pertikaian, karena pada sisi lain ia adalah orang sewaan Kompeni [100] Belanda dan ia memiliki jasa baik/ Akan tetapi Puwatta’ Malaésanra juga belum tahu kalau nama Arung Téko telah cacat di mata Kompeni Belanda/ Hal itu baru ia ketahui ketika ada surat datang dari Kompeni Belanda yang menyampaikan lembar catatan perilaku La Pasompereng Arung Téko/ Perasaan Puwatta’ Malaésanra pun mulai ringan/ Saat itu Datu Soppéng bernama Puwatta’ La Tenribali Matinroé Datunna yang pernah diasingkan di Sanrangeng juga meninggal dunia/ Anaknya bernama La Tenrisénge’To Wésa yang menjadi pewaris/ Namun To Wésa telah meninggal dunia dan diberi gelaran Matinroé riSalassana/ Ketika To Wésa Matinroé riSalassana meninggal dunia, bukanlah anaknya dipilih menjadi pewaris, melainkan orang Soppéngngé pergi ke Boné meminta Puwatta’ La Patau’ berkenan memerintah menyandingkan Bone dan Soppeng/ Adapun Puwatta’ Malaésanra tidak mengiyakannya karena ada dua pihak yang menentang apabila ia memerintah Boné dan Soppéng sekaligus, yaitu La Pasompereng Arung Téko dan Daéng Mabani sebagai anak pewaris (Sullé Datu) Soppéng/ Adapun Puwatta’ La Patau’ Malaésanra, ia juga menjadi ranreng tuwa sebab warisnya dari ke-ranreng-an tuwa di Wajo adalah dari neneknya jalur bapaknya pada Arung Timurung/ Jadi, beliau menjalankan pemerintahan Ranreng Tuwa Wajo, menjadi Mangkau’ di Boné/ Oleh karena itu, beliau sekali sebulan mengunjungi Ujungpandang untuk menjaga kebaikan orang Wajo yang berdomisili di Ujungpandang/ Sebab orang Wajo mempunyai tanah tempat tinggal di Ujungpandang/ Beliau mengangkat Matowa menggantikan dirinya apabila ia tidak berada di tempat/ Ia mengangkat orang menjadi Matowa yang bernama Amanna Gappa dari kalangan orang Wajo sendiri/ Puwatta’ La Patau’ memberikan kewenangan kepada Amanna Gappa untuk menjaga kebaikan dan keburukan orang Wajo di Ujungpandang/ Amanna Gappa kemudian diberi jabatan menjadi Matowa Wajo/ Apabila Puwatta’ Malaésanra datang dari Boné berkunjung ke Ujungpandang, ia membuat pesta sabung ayam di Mallimongeng/ Seluruh raja di Sulawesi Selatan yang gemar menyabung ayam, pada waktu yang sama ia mempunyai urusan dengan Gubernur Kompeni Belanda, maka akan menyesuaikan kunjungannya dengan kedatangan Puwatta’ Malaésanra di Ujungpandang/ Sehingga dua urusan sekaligus selesai dalam sekali kunjungannya masing-masing/ Adapun Puwatta’ [101] Raja Bone La Patau’ yang diminta menjadi Datu Soppéng, tidak menerimanya sebab masih ada orang yang dituakan dan lebih pantas yaitu Wé Ada yang tidak lain saudari Datué Soppéng Matinroé riSalassana/ Oleh karena We Ada adalah anak dari Datué Soppéng Matinroé riDatunna sehingga resmilah ia menjadi Datu Soppéng/ Terlebih lagi, Puwatta’ Petta Torisompaé pernah memperistri Wé Ada namun tidak ada anaknya/ Adapun ibunda We Ada adalah bersaudari dengan ibundanya Puwatta’ Wé Tenrisui, ibundanya Petta Torisompaé, serta Puwatta’ I Bubungeng I Da Sajoi Datu Pattojo/ Ibundanya We Ada diperistri oleh Matinroé riDatunna, lahirlah Matinroé riSalassana dan Wé Ada/ Cerita surut kembali kepada Arung Téko yang bernama La Pasompereng/ La Pasompereng memperistri perempuan bernama Karaéng Ballakaérié saudari Karaéng Gowa Malawaka Daéng Matanré Karaéng Kanjilo Toménanga riPassirinna/ Ia melahirkan anak perempuan bernama Karaéng Pabinéang, yang kemudian diperistri oleh Tomarilaleng Pawélaiyé riKaruwisi, anak dari Opu Tabacina Karaéng Karuwisi dan Arung Ujung/ Adapun istri La Pasompereng Arung Téko dikabarkan melakukan perselingkuhan dengan Sullé Datué Soppéng bernama Daéng Mabani ketika sang suami pergi ke Timor/ Apabila waktu acara sabung ayam di Ujungpandang telah tiba, Daéng Mabani pun selalu hadir/ Hanya saja, kalau acara sabung usai, Daéng Mabani kemudian naik ke istana Gowa tempat Karaéng Ballakaérié tinggal/ Daeng Mabani tidak berada rumah penginapannya melainkan menginap di istana/ Di istana itulah keduanya antara Sullé Datué Daéng Mabani dan Karaéng Ballakaérié berjumpa/ Keduanya tidur bersama di istana/ Begitulah perilaku Karaéng Ballakaérié dan Daéng Mabani/ Kabar perselingkuhan itu diketahui pula Puwatta Malaé Sanra/ Manakala Arung Téko sudah tiba dari Timor, ia langsung masuk ke Bone untuk mendekatkan dirinya kepada Bone oleh karena Hadat Bone yang menyuruhnya/ Puwatta’ La Patau’ terkejut atas tindakan itu, karena mengira Arung Téko akan meminta hak kekuasaan di Bone/ Namun, Puwatta’ La Patau adalah pribadi yang sempurna pikirannya menjawab keinginan Arung Téko kalau memang akan mengambil mahkota kerajaan Bone/ Ketika terjadi pertemuan, Puwatta’ La Patau mengungkit kejadian perselingkuhan yang terjadi setiap kali berlangsung pesta sabung ayam [102] kepada Arung Téko/ Puwatta’ Malaésanra lebih awal membuka pembicaraan keduanya: “Apabila kita tidak mampu mengatur kehidupan rumah tangga sendiri, maka sudah tentulah kita tidak akan mampu mengatur sebuah negeri besar”/ Bertanyalah Arung Téko dengan berkata: “Mengapa Adinda berkata seperti itu kepadaku?”/ Beberapa saat Puwatta’ Malaésanra tidak memberikan jawaban/ Arung Téko pun mengulangi lagi pertanyaannya: “Mungkin Adinda mengetahui sesuatu yang terjadi dalam rumah tanggaku?”/ Tiga kali Arung Teko mengulang pertanyaannya, barulah Puwatta’ membuka jawaban: “Nantilah kalau Kakanda datang ke Gowa baru akan mengetahuinya sendiri/ Tanpa dijelaskan, engkau akan tahu sendiri jawabannya”/ Arung Téko kemudian diberitahukan perilaku istrinya serta lelaki yang berselingkuh dengannya/ Diberitahukan pula, apabila engkau akan menyaksikannya, maka datanglah ke Ujungpandang sekali dalam sebulan/ Saat aku datang mengunjungi orang Wajo, aku menyelenggarakan acara sabung ayam/ Acara sangat ramai karena para raja datang tergabung dalam acara sabung itu/ Adapun tanda-tandanya kalau lelaki itu datang, ada ayam yang aku kirim dan dibawa kepadamu/ Itulah pertanda kalau lelaki itu sudah datang/ Tetapi, kalau tidak ada ayam aku kirim, berarti lelaki itu pun tidak hadir”/ Setelah itu, Arung Téko meminta pamit kepada Puwatta’ Malaésanra dan bersiap-siap pergi ke Ujungpandang menemui istrinya/ Ketika tiba di Ujungpandang, Arung Téko pun langsung menuju rumahnya/ Ketika tiba di rumahnya, ia pun mencari istrinya, tetapi ia tidak menemukannya/ Beliau bertanya kepada orang seisi rumah: “Di manakah majikanmu?”/ Orang yang menjaga rumah pun menjawab: “Puakku’ berangkat ke istana”/ Dia bertanya lagi: “Apakah keperluannya?”/ Menjawab orang seisi rumah: “Kami tidak mengetahui, Puang“/ Maka, Arung Téko mengutus orang memanggil istrinya agar segera kembali ke rumah/ Akan tetapi, sang istri menolak pulang/ Berulang kali utusan Arung Téko datang memanggil, namun sang istri tidak mau kembali/ Sang istri tidak mau menatap wajah suaminya/ Oleh karena itu dengan jelas Arung Téko memastikan kalau sikap istrinya sesuai dugaannya/ Dia pun membenarkan perkataan yang pernah didengarnya dari Arumponé/ Tidak berapa lama berselang, Raja Bone pun menyelenggarakan acara sabung di Ujungpandang/ Hal yang ditunggu benar adanya/ Ada ayam yang dikirim Arumponé ke rumah Arung Téko/ Arung Téko pun mengetahui bahwa orang yang ditunggu-tunggu sudah datang/ [103] Pengikutnya pun sudah bersedia di jalan yang langsung menuju istana Gowa/ Acara sabung pun usai saat hari menjelang malam/ Adapun Puwatta’ Malaésanra dengan sigapnya segera menemui Gubernur Belanda di Ujungpandang meminta serdadu Kompeni Belanda agar segera melakukan antisipasi pada sore hari/ Sebab, sebentar lagi akan terjadi peristiwa pembunuhan di jalan menuju istana Gowa/ Barangsiapa yang melakukan pembunuhan, maka harus ditangkap bersama dengan seluruh pengikutnya dan dimasukkan ke dalam penjara/ Mereka harus dibelenggu dan jangan sekali-kali mengeluarkannya/ Tepat pada sore hari, para serdadu Kompeni Belanda pun sudah bersiaga dengan cara bersembunyi untuk berjaga-jaga untuk melumpuhkan kelompok penghadang yang tidak lain adalah Arung Téko dan pengikutnya/ Ketika pesta sabung sudah selesai, para penyabung pun membubarkan diri, tidak terkecuali Daéng Mabani/ Daéng Mabani berjalan bersamasama dengan pengawalnya langsung menuju istana Gowa/ Saat hari memasuki petang terjadilah peristiwa saling bunuh itu/ Daéng Mabani Sullé Datu Soppéng pun ditikam dan mati di tempat/ Pada saat itu pula Arung Téko bersama pengikutnya ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara/ Dia pun dibelenggu dan hubungannya dengan pihak luar diputus/ Pada masa yang sama perang semakin membara antara Kompeni Belanda dengan Inggris di wilayah barat/ Pulau Kalimantan berhasil direbut Inggris/ Mata-mata Inggris berhasil meloloskan surat kepada Arung Téko dan pengikutnya ke dalam penjara, yang menawarkan persekutuan untuk melawan Kompeni Belanda/ Pada sarat itu pihak Gubernur Inggris menjanjikan bantuan kepada prajurit Arung Téko untuk melawan Kompeni Belanda/ Surat itu diselipkannya pada rantang makanan yang dibawa kepada Arung Téko/ Surat itu ditemukan Arung Téko pada lapisan rantang terbawah/ Inggris menjanjikan Arung Téko bahwa, jika dia berkenan membantu pasukan Gubernur Inggris melawan pasukan Kompeni Belanda di pulau-pulau Sulawesi Selatan, maka Arung Téko akan diberikan jabatan pewaris singgasana menggantikan Petta Torisompaé sebagai raja diraja/ Adapun istri Puwatta’ Malaésanra meminta agar Arung Téko bersama pengikutnya diasingkan pada tempat yang membuatnya tidak dapat pulang kembali hingga mati/ Maka dipilihlah tempat pengasingan yaitu Ceylon atau ujung tanah Afrika Selatan/ Dibawalah Arung Téko bersama pengikutnya menuju ke Ceylon/ Di sanalah [104] bersama pengikutnya mereka meninggal satu per satu. Sebab, pulau itu memang merupakan tanah pembuangan orang-orang pesakitan terhadap Kompeni Belanda/ Kedua tanah itu adalah memang tanah rampasan Belanda ketika ia berlayar dari negeri Eropa menuju negeri Timur/ Puwatta’ Malaésanra pun merasakan takhta dan kedudukannya sudah stabil memerintah Boné/ Puwatta’ Wé Ada diberitakan meninggal dunia dan diketahui pula oleh Matinroé riMadello/ Datanglah orang Soppeng membawa diri menghadap kepada Boné, bermohon agar Puwatta’ Malaésanra berkenan memegang Soppéng dan Bone sekaligus/ Puwatta’ Malaésanra kali ini pun menerima permohonan orang Soppeng, sehingga ia menjadi Datu Soppeng sekaligus Mangkau’ di Bone/ Maka beliau menduduki dua takhta kerajaan sekaligus/ Namun ada permintaan Matinroé riMadello ketika masih hidup kepadanya, kiranya ia berkenan mengangkat Encik Camummu anak Malayu dari Matinroé riSalassana menjadi sullé datu (pangeran pewaris)/ Puwatta’ Malaésanra lahir pada tanggal 3 November tahun 1672/ Ia dilantik menjadi Arung Mangkau Boné menggantikan pamannya pada tahun 1698 H, dengan nama dalam khutbah Jumat ialah Sultan Muhammad Idris Adzimuddin/ Puwatta’ Petta Torisompaé mengawinkannya dengan putri Pajung Luwu Matinroé riTompotikka bernama Wé Ummu Arung Larompong/ Perkawinan itu merupakan hasil kesepakatan antara Puwatta’ Matinroé riBontoala dengan Matinroé riTompotikka untuk mengangkat anak sulung menjadi raja/ Datu Luwu mengiyakan hal itu/ Wé Ummu melahirkan anak dari suaminya Puwatta’ Malaésanra/ Seorang bernama Wé Bataritoja Daéng Talaga, inilah menjadi pewaris takhta Timurung dan Arung pula di Citta/ Wé Bataritoja kemudian disapa juga sebagai Datu Citta/ Anak berikutnya bernama Wé Patimanaware, dialah yang diberi tahta di Larompong yang kemudian disapa Opu Datu Larompong nama anumertanya adalah Matinroé riBolaukina/ Wé Bataritoja Daéng Talaga kemudian menjadi Datu di Luwu, sebagai Mangkau di Boné, dan sebagai Datu di Soppéng/ Adapun saudarinya yang bernama Wé Patimanaware’ diserahi takhta kerajaan Timurung, sehingga diberilah nama lengkap Wé Patimanaware’ Arung Timurung/ Wé Patimanaware’ kawin dengan mempersuamikan sepupu sekalinya yang bernama La Rumanga Daéng Soréang [105] bergelar Opu Janggo’ Patunru Luwu yang memiliki nama anumerta Pélaiéngngi Emponna/ Ia melahirkan anak, seorang bernama Wé Wale’ Daéng Matajang/ Seorang lagi bernama Wé Mane Daéng Masiang/ Seorang lagi bernama Amira/ Adapun Wé Wale’ Daéng Matajang, dialah yang mempersuamikan lelaki bernama La Tadda Opu Pawélaiyé riLémpa anak dari Opu Sangaji/ Opu Sangaji adalah saudara tiri sebapak Wé Ummu, yang ibunya bernama Opu Indo’na Tadda/ Adapun La Tadda sebagai Pallémpa Walénrang, dialah yang memperistri Wé Ulaweng Daéng Matajang Pallémpa Suli dan melahirkan anak perempuan bernama Wé Kambo’ Opu Daéna disapa Patiware’/ Wé Kambo inilah yang mempersuamikan paman sepupu ibunya yang bernama La Makkasau Arung Kéra yang menjadi dulung (panglima perang) Pitumpanuwa Wajo/ La Makkasau adalah anak dari Matinroé riMallimongeng dari istrinya bernama Sitti Habiba, cucu Tuanta Salama Gowa/ La Makkasau melahirkan anak laki-laki dan perempuan yang seluruhnya berjumlah sembilan orang: 1) La Mangile Daéng Patangnga menjadi Patunru Luwu; 2) Wé Biba Daéng Talebbi Opu Datu ri Luwu; 3) La Riwu To Paéwangi Palémpa Walénrang; 4) Wé Lija Daéng Rilembangi; 5) La Riwu; 6) La Ewa Opu Topalinrungi; 7) La Wakké Ambo’na Ribi Arung Kéra panglima Pitumpanuwa; 8) Wé Pada Daéng Maléla; 9) Wé Tenriaji Daéng Manajéng Matinroé riLompo Paccing/ Nama Wé Mané Daéng Masiang Matinroé riRampérampé, dialah yang menjadi Opu Datu di Luwu dan Arung di Larompong/ Dialah yang mempersuamikan La Tenripeppang Daéng Mpalié yang disapa juga La Patiware’ Pajung Luwu Matinroé riSabbamparu/ Lahirlah seorang perempuan bernama Wé Tenriawaru Sitti Hawa Pajung Luwu Matinroé riTengngana Luwu/ Inilah yang mempersuamikan sepupu dua kalinya bernama La Mappapoléonro Datu Soppéng Matinroé riAmala’na anak dari La Mappajanci Daéng Massuro Pollipué di Soppéng Matinroé riLaburau dari istrinya bernama Wé Tenriollé Datu Boli/ Sitti Hawa melahirkan anak dari suaminya bernama La Mappapoléonro yaitu La Tenrioddang La Oddanréwu Pajung Luwu Matinroé riKampobbaru/ [106] La Palettéi La Opu Letté Arung Larompong, Cenning Luwu, Datu Watu, Guttu Patallo Petta Dokongngé Datu Marimari, La Tinauleng Opu Mpélai Ngapa, Sumange’rukka Arung Berru-berru, La Saliu Sagariya Bajo Luwu Mpélaiéngngi Ujung, La Sessu’ Arung Galung, La Peppang Pabbicara Luwu, Wé Yadiluwu Hamida Opu Andi Guru Pajung Luwu Matinroéri-Temmalulu, Wé Sengngeng Opu Mpélai Bola Padangngé, Wé Tenriabang, Wé Tenriléleng I Da Tenrisukki Mpélaiyéngngi Tessililu, dan Wé Pancaitana Bungawalié Arung Akkampéng/ Adapun Wé Amira, dialah yang bernama Opu Mpélai Sabbé/ Ia yang mempersuamikan lelaki bernama La Kambau Maddika Buwa yang dibunuh dalam perang Lamunré, bertepatan peristiwa Wé Tenriléléang diturunkan dari takhtanya sebagai Datu Luwu/ Kudeta itu terjadi oleh karena perilaku La Tenrisessu’ Arung Pancana anak dari Wé Amira dan La Kambau Maddika Buwa/ Adapun anak Wé Amira yang bernama La Cella’ La Settiaraja sebagai Maddika Buwa bergelar anumerta Matinroé riPadakkaluwa, dialah yang pergi beristri di Pammana mengawini Wé Sompa Daéng ri Sunra Datu Pammana yang menjadi Pilla Wajo dengan gelar anumerta Matinroé riTétéaji/ Adapun Wé Sompa adalah anak dari La Gau’Arung Maiwa Datu Pammana dan sebagai Pilla di Wajo dari istrinya Wé Tenriabang Datu Watu Arung Pattojo Matinroé riGangkahénné’/ La Cella’ La Settiaraja dan istrinya Wé Sompa melahirkan anak bernama Wé Roba Datu Pammana, La Saddappotto Maddanreng Pammana, To Patarai Arung Lamunré, La Tampoké Opu Malolo pada tahun 1687 M/ Puwatta’ Petta Torisompaé mengawinkan lagi Puwatta’ Malaésanra di Makassar dengan perempuan bernama I Mariyama Karaéng Pattukanga anak raja Gowa, I Mappadulung Daéng Mattimung Toménangaé riLakiung/ Adapun kesepakatan Puwatta’ Matinroé riBontoala dan Toménanga riLakiung, bahwa yaitu anak yang lahir dari rahim I Mariyama dan Puwatta’ La Patau’ Matanna [107] Tikka Walinonoé akan mewarisi takhta Gowa/ Empat orang anak yang lahir, seorang perempuan, tiga laki-laki, yaitu Wé Yanébana I Da Patola atau I Mangurangi Karaéng Cempagaya nama Makassarnya, meninggal dunia sebelum bersuami/ Seorang laki-laki bernama La Pareppa To Sappéwali/ Seorang bernama La Paddasajati To Appaware’ disapa To Appamolé/ Seorang lagi bernama La Panaungi disapa To Pawawoi/ Dua laki-laki terakhir anak dari Puwatta’ La Patau’ ini disebut anak pewaris di Boné, Luwu, dan Gowa/ Ada pula anak bangsawan sederajat lain bernama La Temmassonge’ yang disapa La Mappasossong To Wappaséling, namun ia didudukkan sebagai bangsawan cera’ oleh saudara tiri lelakinya setelah Puwatta’ Malaé Sanra wafat/ Sehingga ia diberi status sebagai ana’ angilengngé (pangeran pilihan)/ Ia diposisikan sebagai pewaris takhta di Baringeng sehingga diberi gelar Datu Baringeng/ Hal itu terjadi karena hanya ada dua istri Puwatta’ La Patau’ yang diakui sebagai menantu dari Puwatta’ Petta Torisompaé/ Pengakuan itu didasari keinginan Puwatta’ Matinroé riBontoala agar kebangsawanan Boné tidak diturunkan derajatnya/ Oleh karena berawal dari Puwatta’ Manurungngé Matasilompo’é sampai pada Puwatta’ Malaésanra belum ada campur-baur kemurnian darah kebangsawanan yang menjadi Raja di Boné/ Belum pernah juga didudukkan bangsawan cera’ sebagai raja Bone/ Tidak pernah juga diwariskan takhta kepada bangsawan rajéng/ Oleh karena itu hanya enam anak dari Puwatta’ Malaésanra yang diakui oleh Puwatta’ Petta Torisompaé yang memenuhi syarat menjadi pewaris keturunan Raja Boné/ Adapun keturunan Wé Pattékkétana yang merupakan keponakan Puwatta’ Petta Torisompaé merupakan bangsawan sederajat (anaure pada) yang statusnya sama dengan keturunan La Patau’ Matannatikka Walinonoé, namun Puwatta’ tidak memberinya wasiat untuk bertakhta di Boné/ Hanya saja Wé Pattékketana mendapat warisan harta benda dari Puwatta’ Petta Torisompaé, selain ia mewarisi takhta kerajaan bagian (lili) yang diberikan yang diumumkan ketika upacara pemotongan giginya/ Yang diwariskan kepadanya adalah Pattiro beserta isinya karena di Pattiro sebagai tempat penampungan harta benda Puwatta’ yang akan diwariskan kepada Wé Pattékketana/ Ketika suro (utusan) Pajung Luwu datang membawa lamaran/ [108] Puwatta’ Petta Torisompaé memberitahukan kepada orang yang mengatakan, “Wahai orang Ware’, Aku akan menerima lamaranmu apabila engkau mengangkat Wé Pattékketana menjadi Datu di Luwu meskipun tidak mempunyai anak/ Terlebih lagi kalau ia mempunyai anak waris, maka ia akan mewarisi kedatuan Luwu secara turun-temurun/ Matinroé riTompotikka menyanggupinya, sehingga akan dinikahkan lagi antara Puwatta Malaésanra dengan Wé Ummu/ Ucapan yang diucapkan lagi Puwatta’ Malampé’e Gemme’na kepada Pajung Luwu Matinroé riTompotikka/ Oleh karena itu, tidak ada anak pewaris di Bone selain anak dari Wé Ummu bersaudara serta anak dari I Mariyama bersaudara/ Walaupun ada anak bangsawan lainnya boleh menjadi raja kalau anak pewaris (pattola) yang menunjuknya/ Ketika Puwatta’ Matinroé riBontoala sudah meninggal dunia, Puwatta’ Malaésanra menikah lagi yakni mengawini perempuan bernama Sitti Maémuna, putri Daéng Maréwa disapa I Lolo Kaluku riMaru dan menjabat sebagai Dala di Maru/ Puwatta’ Malaésanra memperistri juga Datu Baringeng bernama I Akiya/ Oleh karena tidak boleh menduakan bangsawan perempuan Boné sebagaimana ketetapan Petta Torisompaé, sehingga seluruh anaknya dari Datu Baringeng, diakui oleh Sitti Maémuna dan mereka diberi status darahnya sebagai bangsawan cera’/ Itulah yang dinamakan céra’ rimanessaé sengngeng ri mallinrungngé (bangsawan cera’, darah murni yang tersembunyi)/ Akan tetapi statusnya tidak disebut sebagai ana’ mattola (anak pewaris), kecuali sebagai ana’ angiléng atau anak pilihan/ Adalah seorang bernama La Mappasoré To Asipuang disapa To Laowé riBawéang, sebagai anak sulung/ Anak céra’ yang lain dari Puwatta’ To Tenribali Malaésanra adalah seorang bernama La Maggamette’ To Wappésona, inilah orang yang banyak perilaku salahnya terhadap orang Bone sehingga ia disuruh bunuh oleh saudara ayahnya bernama La Paddasajati To Appaware’/ Seorang lagi bernama La Temmassonge’ yang disapa La Mappasossong To Wappaséling/ Inilah yang diberi tempat di Baringeng oleh saudari seayahnya bernama Wé Bataritoja Daéng Talaga/ Dia diberi gelar sebagai Datu Baringeng/ Dia pula yang menjabat sebagai Ponggawa Boné atau Panglima Perang Bone pada masa pemerintahan We Bataritoja Matinroé riTippulunna/ We Bataritoja sangat menyenangi saudara tirinya itu sebab ia tidak memiliki anak/ La Temmassonge’ lah yang menjadi pewaris harta bendanya serta negeri miliknya yang diperoleh dari Puwatta’ La Patau’ Matannatikka/ [109] Seorang lainnya bernama La Pasarai To Pawelleri, inilah yang mati muda/ Puwatta’ Malaésanra juga memperistri Wé Rakiya putri dari Bantaeng, kemudian ia dudukkan sebagai dala di Bantaéng/ Dia melahirkan lebih tujuh orang anak, dua perempuan, enam laki-laki/ Adapun anak perempuan, seorang bernama Wé Bacina selaku anak sulung, namun masih kecil ia meninggal dunia/ Anak berikutnya juga mati ketika masih kecil/ Adapun anak laki-lakinya, seorang bernama La Pauséri To Mallimongeng/ Berikutnya bernama La Masettuang To Appé/ berikutnya bernama La Massangira To Patawari/ Berikutnya bernama La Makkarumpa’, masih kanak-kanak meninggal dunia/ Puwatta’ Malaésanra memperistrikan lagi Wé Biba perempuan dari Unynyié dan memberinya seorang anak laki-laki bernama La Tangkileng To Appangéwa, namun mati saat dilahirkan/ Puwatta’ Malaésanra memperistri lagi Wé Maisa perempuan dari Lémoape’ yang melahirkan dua orang anak/ Seorang bernama La Maddinusa disapa To Parelléi, dan seorang lagi lahir meninggal dunia/ Puwatta’ Malaésanra memperistrikan lagi wanita bernama Wé Léta perempuan dari Baloé/ Melahirkan seorang anak perempuan bernama Wé Célai/ Ada pula istri mainannya, namun bukanlah dirinya yang menikahinya, tetapi ia hanya menyuruh orang lain menikahinya/ Orang-orang dekatnya saja yang disuruh sebagai wakil dirinya yang menikahinya/ Sang Imam hanya menggunakan songkok miliknya atau talibennang (ikat pinggangnya), atau alat hisap rokoknya, tombaknya, mugnya, cerananya, kampuhnya, tempat sirihnya, cincinnya, yang menjadi penggantinya melakukan nikah/ Nama istri yang tidak jelas dinikahinya adalah: Wé Sangi orang dari Bikué, memberikannya seorang anak perempuan bernama Wé Cingkodo, namun mati muda/ Kedua Wé Sia memberinya seorang anak bernama Wé Maragellu I Da Malaka/ Ketiga Wé Sitti dari Palakka memberikannya seorang anak laki-laki bernama La Pawakkari To Appasallé, mati muda/ Keempat bernama Wé Najang To Soga, melahirkan seorang anak bernama La Wangié/ Kelima bernama Wé Caiya disapa To Baloé di kampungnya, memberikannya seorang anak bernama Wé Lollo/ Keenam bernama Wé Séiyo, melahirkan seorang anak [110] namun meninggal saat lahir/ Ketujuh bernama Wé Cimpau To Ucié, melahirkan seorang anak perempuan bernama Wé Mappaconga namun meninggal saat kanak-kanak/ Kedelapan bernama Wé Baya orang Bukaka, melahirkan seorang anak laki-laki bernama La Tongeng Datu Lisu/ Inilah yang menjadi pewaris di Soppéng menggantikan saudara ayahandanya/ La Tongeng memperistrikan Wé Yatu Datu Marioriawa, melahirkan seorang anak laki-laki bernama La Mappaiyo/ La Mappaiyo yang kemudian datang ke Pammana kawin dengan perempuan bernama Wé Tenridio anak dari La Gau’ Matinroé riTeppe’na yang kemudian menjadi Arung di Maiwa, Datu di Pammana dan Pilla di Wajo dengan istrinya bernama Wé Tenriabang Datu Watu Arung Pattojo Matinroé riPangkajénné’/ La Mappaiyyo inilah yang dibunuh oleh iparnya yang bernama La Tenridolo’To Lébaé/ Penyebab ia akan dibunuh karena tidak disukai sifat-sifatnya oleh iparnya sebab pendiriannya tidak tetap kepada rakyat/ Itulah sebabnya Raja Bone Matinroé riMallimongeng sebagai paman menyuruh keponakannya bernama Pammana membunuhnya/ La Tenridolo’ kemudian melarikan diri ke luar Selat/ Kemudian ia pergi ke Kamboja dan memperistri anaknya Raja Kamboja/ Dia melahirkan seorang anak laki-laki bernama Ambarala/ Ambarala inilah yang melahirkan anak bernama Raja Sitti/ Raja Sitti kemudian menikah dengan lelaki dari Hindi/ Dialah yang memperanakan lelaki bernama Nonci’ orang terkaya Singapura/ Kesembilan, bernama Wé Sitti, melahirkan seorang anak perempuan yang bernama Wé Benni/ Inilah Wé Benni mempersuamikan lelaki bernama La Mattugengkeng Daéng Mamoro Ponggawa Boné/ Dia melahirkan seorang anak perempuan bernama Wé Tenriawaru Arung Lémpang/ Wé Tenriawaru menikah dengan sepupu sekalinya bernama La Basoso To Wakkaoto, tidak lain adalah anak saudara laki-lakinya Wé Benni atau anak dari La Temmasonge’ Céra’é Rimanessaé Sengngeng Rimallinrungngé dari istrinya bernama Wé Mommo Sitti Aisa/ Wé Tenriawaru melahirkan anak lebih empat orang/ Inilah menaikkan derajat keturunan Wé Tenriawaru/ Banyak pula anak cucu La Temmassonge’ yang naik derajat darah bangsawannya menjadi raja bocco (kerajaan) di Boné, Wajo, Soppéng, Luwu, dan Ajatappareng/ Wé Benni inilah yang memiliki ibu bernama Sitti Kasumang anak dari Cilaongngé/ Kesepuluh, bernama Wé Saira Karobang, melahirkan seorang anak bernama Wé Selli/ [111] Kesebelas, bernama Wé Sanra orang Soppéng, memiliki seorang anak perempuan namun mati ketika masih anak-anak/ Kedua belas bernama Wé Ati, memiliki seorang anak bernama Wé Kima/ Ketiga belas, bernama Wé Rupi, melahirkan seorang anak namun mati saat lahir/ Adapun anak bangsawan sederajat Puwatta’ Matinroé riNagauleng yang menjadi bangsawan pewaris yaitu dua orang dari Luwu, Batari Toja Daéng Talaga dan Wé Patimanaware’/ Lima orang dari Gowa, akan tetapi hanya tiga orang saja laki-laki yang menjadi pewaris yaitu La Pareppa’To Sappéwali, La PaddasajatiTo Appaware’, dan La Panaongi To Pawawoi/ Adapun La Temmassonge’ mendapat status sebagai anak bangsawan pewaris yang terlindung (ana’ sengngeng mallinrung), sehingga beliau digelari Céra’i Rimanessaé Sengngeng Rimallinrungngé/ Setelah Petta Torisompaé wafat, barulah beliau diberi status anak pewaris/ Hanya Puwatta’ Matinroé riTippulunna yang mengesahkan status kebangsawanannya/ Tidak seorang pun saudaranya yang lain mengetahui hal itu kecuali Puwatta’ Matinroé riTippulunna/ Oleh karena La Temmassonge’ pula yang merawat Puwatta’ Matinroé riTippulunna ketika jatuh sakit/ Beliau pula yang menjadi pewaris seluruh dari Puwatta’ Matinroé riTippulunna, baik negeri, maupun harta benda Puwatta’ Matinroé riNagauleng/ Jadi, hanya itulah anak pewaris dari Puwatta’ Matinroé riNagauleng yang lahir dari istri Luwu dan istri dari Gowa/ Sebab, hanya keduanya saja yang disebut sebagai permaisuri Boné/ Sementara itu jumlah anak rajeng dan anak céra’-nya yang diketahui dengan jelas dua puluh sembilan (29) orang/ Dikisahkan bahwa Puwatta’ La Patau’ sangat tertib pada Ade’ Puraonroé (Ketetapan Hukum)/ Beliau sangat tidak menyukai apabila norma kebiasaan diubah-ubah/ Dia tidak menyukai pemadat/ Ada dua anaknya yang dihukum mati karena memadat/ Seorang ia bunuh sendiri dan seorang lagi diwakili orang lain membunuhnya/ Ketika masa pemerintahan Puwatta’ La Patau To Tenribali sebagai Mangkau’ Boné, Adat berdiri dengan mulia, tidak seorang pun penegak hukum yang berani mencoba bertindak curang yang melemahkan Hukum Kerajaan Bone/ Bayangkan saja, anak kandungnya sendiri dia jatuhi sanksi berat karena melakukan pelanggran hukum/ Beliau tidak memiliki rasa iba sedikit pun/ Dalam hal penegakan hukum, meskipun itu adalah anak kandung pewarisnya, [112] jikalau memang terbukti bersalah, maka dia perlakukan seperti rakyat biasa/ Semboyan beliau: “Jika engkau salah, maka salahlah dirimu/ Apabila engkau sudah benar, maka barulah kau sebagai anakku/” Oleh karena itulah selama Puwatta’ La Patau’ Mangkau’ di Boné dua kali hampir pecah perang dengan Gowa/ Pada pertengahaan masa jabatannya, Puwatta’ La Patau’ hampir saja perang dengan Raja Gowa yang tidak lain adalah mertuanya sendiri/ Peristiwanya pada tahun 1700 M dipicu oleh kasus terbunuhnya Sullé Datu Soppeng bernama Daéng Mabani Arung Balusu di Makassar/ La Patau mencurigai Karaéng Gowa, Sultan Abdul Jalil, mertua sendiri Puwatta’ La Patau’ atau ayahanda I Mariyama Karaéng Pattukanga sebagai penyokong La Pasompereng Arung Téko yang juga berniat untuk merebut mahkota Kerajaan Bone/ Adapun Daéng Mabani pada kejadian itu ia bertolak dari istana Karaéngngé menuju acara sabungan ayam/ beruntunglah Kompeni Belanda dengan sigap menengahinya sehingga perang besar tidak pecah/ Peristiwa yang kedua yaitu pada tahun 1709 M, ketika La Paddasajati To Appamole melakukan kesalahan terhadap Kerajaan Boné/ Dia kemudian datang meminta perlindungan diri kepada kakeknya Raja Gowa karena kesalahannya mendapat sanksi putus tenggorokan dari Ade’pitué dan Arumponé/ Perang Bone dan Gowa pun menyala, oleh karena Arumponé dan Ade’pitué memintah La Paddasajati To Appaware’ diserahkan, namun Karaéng Gowa menolak menyerahkan cucunya/ Dia lebih memilih berperang daripada cucunya dihukum mati atas kesalahannya/ Kedua belah pihak sedang dalam suasana memanas, tiba-tiba Karaéng Gowa meninggal dunia/ Oleh karena itu La Pareppa To Sappaéwali pun dilantik menjadi Karaéng Gowa menggantikan kakeknya/ Utusan Boné kemudian datang lagi meminta La Paddasaji To Appaware’ menyerahkan diri, namun La Pareppa’ menolak menyerahkan saudaranya/ Akibatnya, perang pecah kembali antara Boné dan Gowa, tidak lain antara Puwatta Petta La Patau’ dengan anaknya kandungnya sendiri bernama La Paraeppa’ To Sappéwali/ Perang meletus antara Gowa sebagai anak [113] dan Boné sebagai ayah/ Kedua belah pihak kemudian memadamkan api perangnya setelah Kompeni Belanda memberikan nasihat/ Inilah Puwatta’ La Patau’ sebagai Arumponé yang mengangkat Matowa khusus bagi orang Wajo yang bertempat tinggal di Makassar/ Matowa ini sebagai tempat bagi orang Wajo mengadu dan berlindung dalam suka dan duka/ Sebab Puwatta’ La Patau memang menjadi Ranreng Tuwa di Wajo yang ia warisi dari ibu dan ayahnya/ Itulah sebabnya ia memiliki tanah kekuasaan di Wajo/ Beliau melantik orang yang bernama La Patello Amanna Gappa sebagai Matowa untuk mengayomi rakyat Wajo yang berdomisili di Makassar/ Amanna Gappa diberi gelar Matowa Wajo/ Sebab, seluruh bangsa yang ada di tanah Makassar masing-masing memiliki kepala/ Suatu hari dalam tahun 1714 M Puwatta’ La Patau’ Mangkau’ Boné menggelar acara sabung di Cénrana dan mengundang seluruh Tellumpoccoé/ Hadir pula Arung Matowa Wajo, La Salewangeng To Tenriruwa, dan turut serta menyabung/ Ia mengikutkan keponakannya yang bernama La Maddukkelleng Daéng Simpawa Puwanna La Tobo Arung Pénéki/ Arung Matowa sendiri turut dalam pertaruhan yang melawan ayam milik Raja Bone/ Rupanya ayamnya Boné terbunuh setelah dipatuk oleh ayam milik Arung Matowa/ Itulah sebabnya prajurit Arumpone merasa malu karena ayam tuannya mati/ Tiba-tiba salah seorang anak bangsawan Boné memungut bangkai ayam Puwatta’ kemudian melemparkan kepada kerumunan orang Wajo/ Namun bangkai ayam itu pun menimpa tubuh Arung Matowa Wajo La Saléwangeng/ La Maddukkelleng pun marah karenanya kemudian mengamuk, lalu menikam orang yang melempar bangkai ayam/ Setelah menikam ia langsung melarikan diri sendirian pulang ke Wajo/ Beberapa hari kemudian, datanglah utusan Boné meminta Arung Matowaé menyerahkan orang yang membunuh di tempat sabungan/ Jawaban Arung Matowaé Wajo kepada Suro Boné berkata: “Orang yang dicari Bone sudah tidak ada lagi di Wajo, dia sudah menyeberang ke Kalimantan/ Itulah sebabnya sehingga La Maddukkelleng menyeberang ke Pasir/ Di sanalah La Maddukkelleng kemudian menjadi raja dan menjadi petualang bagi Tellumpoccoé Boné, Wajo, dan [114] Soppeng/ Tellumpoccoé hanya menantikan kepulangan La Maddukkelleng/ Pada tahun itu juga Puwatta’ La Patau’ Matanna Tikka Walinonoé To Tenribali Malaé Sanra Sultan Idris Adzimuddin Matinroé riNagauleng berpulang ke Rahmatullah/ Orang menggantikan beliau menjadi Raja Bone adalah anaknya yang bernama Bataritoja/ BATARITOJA DAÉNG TALAGA [114.6] Bataritoja Daéng Talaga sebagai pewaris Mangkau’ Boné menggantikan ayahandanya/ Beliau ditunjuk berdasarkan pesan Puwatta’ Matinroé riNagauleng/ Bataritoja juga menjabat sebagai Pajung Luwu dan Datu Soppéng/ Pada awalnya beliau mewarisi takhta Arung Timurung/ Setelah beliau memegang takhta di kerajaan Bone, Ia kemudian menyerahkan takhta Timurung kepada adiknya bernama Wé Patimanaware’ Arung Timurung sekaligus sebagai Datu di Citta/ Nama Khutbah Jumat Bataritoja Sultanah Zaenab Zakiyatuddin diresmikan pada tanggal 17 Agustus 1704 M/ Beliau dinikahkan dengan Sultan Sumbawa bernama Mas Madinah/ Namun perkawinannya itu tidak bertahan lama hingga bercerai karena sebab ia tak dikaruniai anak/ Perkawinan itu sesuai dengan pesan Puwatta’ Petta Torisompaé/ Bataritoja kemudian ditalak oleh Sultan Sumbawa pada tanggal 27 Mei 1708 M/ Sultan Sumbawa kemudian menikah lagi di Sidénréng memperistri I Rakiya Karaéng Kanjénné’/ Perkawinan itu membuat Raja Bone marah besar sehingga ia memecat Karaéng Kanjénné’ dari takhtanya ri Sidénréng/ Raja Bone memerintahkan pengasingan Karaéng Kanjénné’/ Karaéng Kanjénné’ berangkat ke Sumbawa dan melahirkan anak dari suaminya, Sultan Sumbawa/ Anaknya seorang perempuan bernama I Sugiratu/ Adapun Karaéng Kanjénné’ adalah anak pewaris dari La Maléwai Matinroé riTanamaridié ri Berru yang menjadi Arung Berru dan Addatuang Sidénréng dari istrinya benama I Sabaro anak dari Karaéng Karunrung Toménanga riUjuntana/ Bataritoja Daéng Talaga dilahirkan pada tahun 1668 M/ Beliau dilantik menjadi Raja Boné pada tanggal 19 September1714 M/ Oleh karena terpaan angin persengketaan politik begitu kuat menusuk di istana kerajaan Boné, maka Puwatta’ Bataritoja memikirkan meletakkan kekuasaan kepada saudara tirinya dari Gowa sekaligus meminta perlindungan kepadanya yang saat itu sedang memegang jabatan sebagai Somba Gowa, yaitu La Pareppa’ To Sappéwali/ Puwatta’ Bataritoja mempertimbangkan menyerahkan kuasa kerajaan [115] Boné kepada La Paddasajati To Appaware’ Arung Palakka/ Itulah sebabnya beliau meminta kesediaan para Ade’ Pitué agar menyetujui memilih La Paddasajati menjadi Raja Bone/ LA PADDASAJATI TO APPAWARE’ ARUNG PALAKA [115.5] Adalah La Paddasajati, nama bangsawannya To Appaware’, ia dilantik menjadi Mangkau’ Bone menggantikan saudari tirinya bernama Bataritoja/ La Paddasajati To Appaware’ disapa Puwanna Wé Mata, dengan namanya pada khutbah Jumat Sultan Sulaiman Muhiddin/ Beliau adalah putra Matinroé riNagauleng dari istrinya bernama Karaéng Patukanga/ Ketika Puwatta’ Matinroé riNagauleng menjabat Mangkau Boné, La Paddasajati pernah melakukan kesalahan terhadap adat Boné sehingga ia diancam hukuman mati/ Beliau takut kepada ayahnya sehingga ia melarikan diri dan meminta perlindungan kepada kakeknya di Gowa agar nyawanya dapat diselamatkan/ Atas perintah Puwatta’ Matinroé riNagauleng, Ia akan dijemput untuk ditangkap, akan tetapi kakeknya menolak menyerahkannya/ Hampir saja meletus perang antara Boné dan Gowa seandainya Kompeni Belanda tidak cepat menjadi penengah/ Puwatta’ Matinroé riNagauleng dikenal memiliki kepribadian yang disiplin dan menerapkan aturan adat secara ketat/ Meskipun anak kandungnya sendiri apabila melakukan kesalahan, maka ia akan memberinya sanksi hukum/ Meskipun sanksinya adalah hukuman mati, beliau tidak memiliki rasa iba pada siapa pun yang melakukan pelanggaran berat/ Setelah ayahnya wafat, La Paddasajati pun baru berani pulang ke Bone/ Hanya Wé Bataritoja yang mengembalikannya ke Boné dan melimpahkan takhta kerajaan Boné dan Soppéng pada tanggal 14 Agustus 1715/ Kesalahan yang pernah dilakukan La Paddasajati terhadap Boné dan Soppéng adalah pernah menyuruh membunuh La Cella’ yang merupakan Arung Ujumpulu sekaligus Datu Lamuru/ La Cella’ adalah anak dari La Maléwai Matinroé riTanamaridié sebagai Arung Ujumpulu, Arung Berru, dan Addatuang Sidénréng dari istrinya bernama Wé Karoro Datu Lamuru Maddanreng Pammana/ La Paddasajati menyuruh orang mencekik La Cella hingga mati, sehingga membuat Tellumpoccoé marah/ Matinroé riNagauleng kemudian memerintahkan menangkap La Paddasajati To Appaware’/ Adalah Puwanna I Mata dan Baginda Arung Matowa Wajo yang menjadi panglima yang menjalankan perintah itu/ La Paddasajati kemudian diasingkan ke Béula/ Dia tidak boleh kembali apabila bukan Tellumpoccoé yang mengampuninya [116] kemudian boleh pulang/ Di sanalah di Beula La Paddasajati berada/ Disebutkan kalau Arung Ujumpulu tidak nyata melakukan kesalahan lantas ia dikenai hukuman mati/ Oleh karena itu ia dipersalahkan tanpa pengampunan oleh Tellumpoccoé/ Di sanalah di Beula meninggal dunia sehingga diberi gelar anumerta yaitu Matinroé riBéula/ Adapun yang menggantikan dirinya menjadi Raja Bone adalah saudara kandungnya yang bernama La Pareppa’/ LA PAREPPA’ TO SAPPÉWALI [116.7] Nama La Pareppa To Sappéwali sebagai pelanjut Mangkau’ Boné menggantikan saudara kandungnya/ Inilah anak sulung Puwatta’ Matinroé riNagauleng dan I Mariyama Karaéng Pattukanga/ Pada tahun 1709 M La Pareppa To Sappéwali menerima jabatan Somba Gowa dan Datu Soppéng/ Beliau menerima mahkota kerajaan Gowa sebagai warisan dari kakeknya/ Namanya dalam khutbah Jumat yaitu Sultan Ismail/ Pada masa inilah beliau menjabat sebagai Karaéng Gowa, terjadi perselisihan sehingga ia berperang melawan ayahandanya sendiri yaitu Puwatta’ Matinroé riNagauleng/ Pasukan Gowa dikalahkan lagi oleh pasukan Bone yang tidak lain yang rajanya adalah ayahnya sendiri/ Pribadi La Pareppai To Sappéwali dipandang tidak melaksanakan fungsi kepemimpinannya dengan serius, sehingga pada tahun 1711 M ia diturunkan dari takhtanya sebagai Karaéng Gowa, Mangkau’ Boné, dan Datu Soppéng/ Ketika beliau wafat, ia kemudian diberi gelar anumerta bernama Matinroé riSombaopu/ Beliau mempunyai anak dari istrinya bernama Wé Gumittiri, melahirkan anak bernama La Muané/ Anaknya inilah yang kemudian menjadi Arung di Pattiro/ La Muané menikah dengan sepupu sekalinya bernama Wé Tenripakkemme’ Arung Majang anak dari Matinroé riMallimongeng dari istrinya bernama Sitti Habiba/ La Muane melahirkan anak lakilaki bernama La Pajarungi Daéng Malalengngi Arung Majang/ Anak La Muane Arung Pattiro yang lainnya bernama La Masellomo/ La Masellomo kemudian menjadi Ponggawa Boné yang bergelar Ponggawa Boné Laowé ri Luwu/ La Masellomo kemudian memperistri seorang perempuan benama Petta Batuputé dan melahirkan anak laki-laki bernama La Massompongeng/ La Massompongeng-lah yang kemudian menjadi Arung di Sumali/ La Masellomo beristri [117] lagi dengan mengawini Wé Camendini Arung Sumali, melahirkan anak bernama La Mappésangka Daéng Makkuling/ Inilah yang memperistri perempuan yang bernama Beccé’ Tanété Karaéng Bulukumba/ Tidak diketahui keturunannya/ La Masellomo menikah lagi ketiga kalinya dengan memperistri putri yang disapa Arung Tajong, dan melahirkan seorang anak bernama La Mappapenning To Appaimeng disapa Daéng Makkuling/ Daéng Makkuling memperistrikan keponakan sepupu sekali ayahnya yang bernama Amina Arung Takalara anak dari Matinroé riMallimongeng dari istrinya bernama Wé Mommo Sitti Aisa/ Melahirkan seorang anak bernama La Tenritappu To Appaliweng Daéng Palallo/ Seorang anak lagi bernama Wé Yalu Arung Apala/ Seorang lagi anak bernama Wé Oja/ Dan, seorang lagi anak bernama Wé Banrigau’/ Adapun saudari kandung La Masellomo adalah seorang perempuan bernama Wé Denradatu Sitti Amira Arung Palakka Matinroé riLana/ Wé Denradatu yang kemudian kawin di Makassar mempersuamikan lelaki bernama Makasumang/ Ia melahirkan anak bernama I Sugiratu/ Hanya saja We Denradatu bercerai dengan Makasumang/ We Denradatu menikah lagi dan melahirkan lagi anak bernama Wé Bessé’ Karaéng Léppangeng/ Maka, antara I Sugiratu dan Wé Bessé’ Karaéng Léppangeng adalah berasaudari kandung, yaitu dari ibu yang sama/ I Sugiratu Arung kawin dengan Arung Ujung anak dari Tomarilaleng Pawélaié ri-Karuwisi dari istrinya bernama Karaéng Pabbinéya/ Ia melahirkan anak bernama La Umpu Arung Téko dan Arung Ujung/ Wé Bessé Karaéng Léppangeng menikah yang mempersuamikan sepupu sekalinya bernama La Masompongeng Arung Sumali/ We Bessé melahirkan anak bernama Wé Rukia/ Wé Rukia mempersuamikan sepupu dua kalinya bernama La Umpu Arung Téko Arung Ujung/ Wé Rukia melahirkan anak bernama Wé Bau’ Arung Kaju/ Wé Bau’ kawin dengan sepupu dua kalinya yang bernama La Mappasessu’To Appatunru’ Arung Palakka anak dari La Tenritappu dari istrinya Wé Padauleng/ We Bau melahirkan anak bernama Wé Baégo Arung Macégé/ Wé Bessé’ Karaéng Léppangeng kawin dengan mempersuamikan To Appo Arung Berru Addatuang Sidénréng Matinroé riSumpang Binangaé/ We Bessé’ melahirkan anak laki-laki bernama To Appasawe’Arung Berru/ [118] To Appasawe’ Arung Berru memperistrikan Arung Paopao bernama Hatija anak dari La Maddussila To Wappangéwa Karaéng Tanété dari istrinya bernama Wé Séno Daru Citta anak dari Matinroé riMallimongeng dari istrinya Sitti Habiba/ To Appasawe’melahirkan anak dari istrinya bernama Arung Paopao, seorang laki-laki bernama Sumangerukka disapa To Patarai/ Sumange’rukka Wé Bau’ Arung Kaju adalah bersepupu sekali, karena antara Wé Rukiya dan To Appasawe’ Arung Berru adalah keduanya anak dari Karaéng Léppangeng; hanya saja dari ayah yang berbeda/ Sumangerukka menikah di Boné yang memperistrikan keponakan dari anak sepupunya yang bernama Wé Baégo Arung Macégé anak dari Wé Bau’ Arung Kaju dari suaminya bernama To Wappatunru’ Matinroé riLalebbata/ Sumangerukka melahirkan seorang anak perempuan bernama Wé Pada yang kemudian menjadi Arung Berru/ Seorang anak laki-laki bernama Singkerurukka yang kemudian menjadi Arung di Palakka dengan nama anumerta Matinroé riPaccing/ Setelah La Pareppa’ meninggal dunia kemudian diberi gelar anumerta yaitu Matinroé riSombaopu/ Nama yang mewarisi takhta kerajaan Bone dari La Pareppa’ adalah saudaranya bernama La Panaungi/ LA PANAUNGI [118.17] Namanya La Panaungi, disapa To Pawawoi mewarisi takhta Mangkau’ Bone menggantikan saudara laki-lakinya/ Beliau tiga orang bersaudara seayah dan seibu yang kemudian menjabat sebagai raja Bone dan Soppeng secara berturut-turut/ Beliau adalah anak dari Karaéng Pattukanga dan Puwatta Matinroé riNagauleng/ Mereka adalah cucu raja Gowa Toménanga riLakiung/ Tak diketahui hal apa-apa yang baik atau buruk selama masa pemerintahannya/ La Panaungi memperistri Sitti Hawa Daéng Manessa, anak dari To Ujuma/ Lahirlah anak yang bernama La Page’ Arung Mampu/ La Panaungi To Pawawoi lebih awal diangkat sebagai arung malolo (pangeran) Bone sebelum ia resmi menjadi Arumpone/ La Panaungi diambil dan diasuh oleh kakeknya yang bernama La Pariwusi Daéng Manyampa yang saat itu sedang menjabat sebagai Arung Mampu sekaligus Arung Matowa Wajo/ Nama anumerta La Pariwusi ialah Matinroé riBuluna/ Kepadanya kemudian diwariskan Mampu, Sijelling, dan Amali/ Itulah sebabnya La Panaungi To Pawawoi sebelum menjadi Arumpone beliau disapa Arung Mampu, Arung Sijelling, dan Arung Amali/ La Page’ Arung Mampu sebagai Arung Malolo Bone menikah dengan perempuan bernama [119] Wé Cenra Arung Bakung/ Lahirlah dua anak laki-laki/ Seorang bernama La Maddussila sebagai Arung Mampu, dan seorang lagi bernama La Pasampoi yang bergelar Arung Kading namun tidak disebutkan keturunannya/ La Page’ Arung Mampu Arung Malolo Bone beristri lagi dengan menikahi Wé Saloge’Arung Wétte’/ Ia melahirkan anak bernama La Mappaware’ Arung Tompo’bulu/ Seorang lagi anaknya bernama La Mappangara Arung Sinri Tomarilaleng Bone Pawélaié riSesso’é/ La Page Arung Mampu dan Wé Saloge’Arung Wétte’ melahirkan seorang anak perempuan bernama Wé Masi yang menjadi Arung Wétte’/ Wé Masi Arung Wéte’ kemudian menikah dengan To Tenri Tomarilaleng Pawélaié ri Kalukubodoé/ Dia melahirkan dua orang anak laki-laki/ Seorang bernama La Mappaware’ yang disapa Arung Tompo’bulu/ Seorang lagi bernama La Mappangara Arung Sinri Tomarilaleng Pawélaié ri Sesso’é/ La Mappangaralah yang melahirkan Haji Abdul Razak yang pada masa itu dikenal sebagai topanrita (pandita), pribadi yang berpengetahuan luas bagaikan lautan/Beliau merantau mempelajari ilmu Tarekat Khalwatiya yang lazim disebut Tarikat Ratiq/ Manakala Haji Kalula Muhammad Fadil Mahaguru Ratiq wafat, maka Haji Abdul yang dipilih menjadi menjai pimpinan Tarikat Khalwatiya/ Haji Abdul Razak inilah yang memperanakkan Haji Abdullah/ Ketika Abdul Razak meninggal dunia, maka jabatan pemimpin besar Tarikat Khalwatiyah berpindah ke anaknya yang bernama Haji Abdullah/ Kemudian menurun ke Haji Muhammad Saleh Daéng Situru dan Haji Muhammad Amin Daéng Manaba/ Manakala Haji Muhammad Abdullah meninggal maka ia digantikan oleh anaknya yang bernama Haji Muhammad Saleh Daeng Situru sebagai Penghulu Tertinggi/ Pada tanggal 28/29 Mei 1967 M Haji Daéng Situru meninggal dunia di Patté’né Maros, sehingga digantikan oleh saudaranya [120] bernama Muhammad Aming Daéng Manaba/ Kisah surut kembali kepada Tomarilaleng Pawélaié riKalukubodoé yang bernama To Tenri anak dari pasangan Wé Maésuri dan Petta To Bala Petta Pakkenyarangngé Jennang Boné/ Wé Maisuri adalah anak dari pasangan Wé Da Ompo dengan La Uncu Arung Paijo/ Sedangkan Petta Pakkenyarangngé anak dari Petta Ponggawa Dinrué ri Boné/ Wé Da Ompo bersaudara dengan Petta Ponggawa Dinrué ri Boné, anak dari ‘Puwatta Matinroé riBukaka/ Ibunda Wé Da Ompo adalah bernama Wé Mappanyiwi’ Arung Mare’/ Sedangkan ibunda Petta Ponggawa Dinrué bernama Arung Manajéng/ Sedangkan ibunda ‘Puwatta Arung Timurung Tadampali Macoméngngé ialah bernama Wé Hadija I Da Salé’ anak dari Arung Matoa Wajo bernama To Ali dengan Wé Jai/ Tadampalié-lah yang melahirkan ‘Puwatta Matinroé riNagauleng/ Sedangkan Matinroé riNagauleng-lah yang kemudian memperanakkan To Pawawoi/ Pada tahun 1724 La Panaungi melepaskan kekuasaannya di Bone dan Soppeng, kemudian digantikan oleh Bataritoja Daéng Talaga/ BATARITOJA [120.20] Bataritoja Daéng Talaga Datu Luwu, memangku kembali Mangkau’ Boné serta kedatuan Soppeng/ Ia menduduki lagi tiga kerajaan (tellu bocco) yaitu Luwu, Boné, dan Soppeng menggantikan saudara tirinya yang bernama La Panaungi To Pawawoi Matinroé riBiséi/ Puwatta Bataritoja memangku jabatan Mangkau’ Boné dan sebagai Datu Soppeng pada kali kedua/ Puwatta berencana mempersuamikan sepupu tiga kalinya yang bernama La Oki Daéng Manaséng di Ajattappareng/ Akan tetapi, Petta Janggo’ Arung Maiwa lebih dahulu menjemput sepupunya itu kemudian menikahkannya dengan anaknya yang bernama Wé Tungke’/ Itulah sebabnya ‘Puwatta batal mempersuamikan La Oki/ Pada tahun 1716 M Puwatta’ menikah dengan Arung Kaju bernama Daéng Mamutung/ Dalam tahun 1724 Masehi beliau diangkat kembali oleh rakyat Bone menjadi Mangkau’/ Inilah Mangkau’ [121] yang disebutkan sangat besar bantuannya terhadap Kompeni Belanda/ Oleh karena dari beberapa kerajaan tetangganya tidak bersimpati kepadanya/ Beliau pun lebih banyak waktunya menetap di Makassar, sehingga suaminya yang bernama Arung Kaju yang bertindak sebagai paddanreng (perwakilan) mewakili dirinya/ Hingga sang suami pun berencana melakukan kudeta untuk menggusur istrinya/ Setelah mengetahui tabiat buruk suaminya bernama Arung Kaju, amarah Puwatta Bataritoja pun memuncak/ Beliau kemudian mengusir suaminya, Daéng Mamutung meninggalkan negeri Bone, lalu menceraikannya/ Pada tahun 1735 M La Maddukkelleng Arung Pénéki Sultan Passéré’ mendarat dan hendak masuk ke kampung halamannya di Pénéki/ Padahal masa itu La Maddukkelleng tidak diperbolehkan menginjakkan kakinya di tanah Tellumpoccoé, apalagi pada masa itu Wajo berada di bawah kekuasaan kerajaan Bone/ Pada masa pemerintahan ‘Puwatta Petta Malampé’é Gemme’na, beliau telah membobol Tosora dan Bone menyita pusaka Wajo, sehingga status kerajaan Wajo berada di bawah kekuasaan Bone/ Adapun alasan La Maddukkelleng meninggalkan Wajo, sebab ia telah melakukan kesalahan terhadap Boné pada masa ‘Puwatta Matinroé riNagauleng/ La Maddukkelleng baru memiliki keberanian pulang ke Wajo ketika La Saléwangeng To Tenriruwa menjabat sebagai Arung Matoa Wajo/ Sementara itu, Arung Kaju yang juga telah diusir dari tanah Bone, rupanya secara diam-diam ia bersama dengan Karaéng Bontolangkasa pergi ke tanah Mandar untuk menunggu kedatangan La Maddukkelleng/ Karaéng Bontolangkasa juga membenci Karaéng Gowa karena menilainya bersahabat dengan Kompeni Belanda/ Maka, terciptalah persekongkolan antara Arung Kaju, Karaéng Bontolangkasa, dan La Maddukkelleng untuk membebaskan Wajo dari kuasa Bone/ Sementara itu, alasan Karaéng Bontolangkasa yang memilih bersekutu dengan Arung Kaju, Daéng Mamutung, karena bermaksud mengusir Kompeni dari tanah Bone dan Gowa/ Meskipun demikian, Arung Kaju dan Daéng Mamutung, memiliki pula rencana pribadi yang tersembunyi dalam persekongkolan itu, yakni akan merebut takhta kekuasaan Bataritoja, mantan istrinya/ Ketika ‘Puwatta Arumponé sudah mengetahui kalau La Maddukkelleng sudah kembali dan berada di Wajo, maka ia bergegas berangkat ke Ujungpandang untuk meminta perlindungan kepada Kompeni Belanda/ Pada akhirnya Boné diserang oleh pasukan La Maddukkelleng bersama dengan sekutunya, termasuk pasukan Karaéng Bontolangkasa/ Adapun Arung Kaju turut mengerahkan prajuritnya dari kalangan orang Boné/ Sementara itu Karaéng Bontolangkasa [122] ia mengerahkan pasukan dari kalangan orang-orang Makassar/ La Maddukkelleng Arung Singkang Arung Pénéki Sultan Paséré’ sendiri yang mengerahkan pasukan orang-orang Wajo, karena bermaksud membebaskan Wajo dari perbudakan Bone/ Pada akhirnya, takhta ‘Puwatta Bataritoja pun dapat direbut/ Boné sudah dikepung oleh musuh, kemudian dibakar/ Puwatta Bataritoja memang telah pergi meninggalkan Boné dan yang menuju Ujungpandang untuk mendapatkan perlindungan diri kepada Kompeni Belanda/ Setelah mengalahkan Boné, pasukan La Maddukkeleng pun meninggalkan Wajo/ Kerajaan Wajo yang sempat direbut oleh Torisompaé pada peristiwa Perang Tosora, pada akhirnya berujung bebas/ Kini Wajo sudah bebas dari perjajahan Boné dan Wajo mencapai kemerdekaannya kembali/ La Maddukkelleng pun dilantik menjadi Arung Matoa Wajo yang menggantikan pamannya/ La Maddukkelleng sebagai Arung Matoa Wajo kemudian berangkat ke Gowa menjemput orang yang bernama Sitti Napisa Karaéng Langélo yang disapa Wé Denradatu, saudara perempuan dari Karaéng Gowa bernama I Mallawa Gau’ Sultan Abdul Khair/ Sitti Napisa kemudian didudukkan sebagai Raja di Boné/ Akan tetapi Karaéng Langélo langsung diusir dari Bone dan pergi menyelamatkan diri kepada La Maddukkelleng Arung Matoa Wajo, dan menetap di sana/ La Oddanriwu’ Karaéng Tanété pun datang membawa pasukannya yang bermaksud pula mengambil-alih takhta Boné, karena beliau juga berkeinginan menjadi raja Boné/ Hanya saja ia tidak mendapat dukungan dari pihak Kompeni Belanda dan Karaéng Gowa/ Ia juga ditolak oleh Ade’ Pitu Boné/ Wé Bataritoja kemudian dikembalikan ke Bone atas kesepakatan Ade’ Pitu Boné untuk mengangkatnya kembali menjadi Mangkau’ Boné/ Beliau diantar ke Bone oleh Kompeni Belanda menuju Bone/ Disebutkan bahwa masa Puwatta Bataritoja sebagai Mangkau’ di Bone, ia mengutus Kadi Boné bernama Abdul Rasyid berangkat ke Mandar untuk menjemput orang bernama La Pamessangi untuk didudukkan pada singgasananya sebagai Arung di Bélawa Barat, Alitta, dan Suppa’/ La Pamessangi sebelumnya diusir oleh Karaéng Gowa, sehingga ia menetap dalam pengasingannya dan menikah di tanah Mandar/ Datanglah Kadi Bone yang bernama Abdul Rasyid yang diutus oleh Arumponé, Wé Bataritoja Arumponé/ Sang Kadi lebih dahulu singgah di Bélawa dan menyampaikan berita kepada Arung [123] Bélawa La Sipatu/ “Aku adalah Tuan Kadhi/ Aku diutus oleh Arumponé untuk pergi menjemput La Pamessangi di tanah Mandar”/ Menjawab Arung Bélawa, La Sipatu/ “Tuan Kadhi, sebaiknya Tuan bekerjasama dengan Bélawa/ Tinggallah sejenak Tuan Kadhi untuk dijamu di Bélawa/ Ia pun menyampaikan amanah yang diembannya dari Arumponé/ Terjadilah kesepakatan antara rakyat Bélawa dan Arung Bélawa mengutus Matoa Passéré Kannaé dan Matoa Paddékkoé bersama dengan Kadhi Boné pergi menjemput La Pamessangi di Mandar/ Setibanya di Balannipa, berkatalah Kadhi Bone kepada Arung La Pamessangi: “Aku diutus oleh Arumpone/ Beliau memerintahkanku untuk menjemput Tuan agar pulang ke Bone/ Matoa Belawa juga datang kemari bersamaku/ Semua pihak telah sepakat, termasuk tetangga sungaimu, nenekmu, para Matowa, untuk mengembalikanmu ke Bélawa untuk menghimpun kembali rakyatmu/ Diharapkan engkau dapat merajut kembali persatuan di antara mereka sehingga tidak lagi bercerai-berai/ Berkatalah ‘Puwanna La Raga: “Betapa senangnya aku, wahai Tuan Kadhi, karena Arumponé mengutus orang menjemputku/ Aku juga gembira karena Bélawa ingin mengembalikan aku ke tanah moyangku/ Hal yang paling menyenangkan diriku, wahai Tuan Kadhi, memang Karaéng Gowa yang mengusirku, namun Arumponé meraihku dan Bélawa mengiringiku/ “ Puwatta La Pamessangi Arung Suppa berkata klagi: “Bagaimana menurutmu Tuan Kadhi perihal rumah (makam) ibundanya La Raga yang belum selesai?/ Bukankah segala keputusan oleh Arumpone tergantung kepadamu?/ Kadhi Bone kemudian menjawab: ”Sebaiknya engkau menyelesaikan pembangunan rumah makam itu, setelah itu barulah kita berangkat kembali Bone/ Sebab, perjalanan menuju Bone sangatlah jauh/ Jadi, apabila urusanmu sudah rampung, maka barulah kita dapat berangkat ke Bone/” Setelah menyelesaikan rumah makam istrinya, La Pamessangi bersama Kadhi Bone pun bersiap-siap meneruskan perjalanannya menuju Bone/ Mereka singgah berlabuh dan bermalam di Jampué/ Pabbicara Suppa’ datang menyambutnya lalu menjemputnya masuk ke istana Suppa’/ La Pamessangi kemudian menempatkan seorang anaknya yang bernama La Sangka di Suppa’ menjadi sebagai Datu/ Setelah tiga malam di Suppa’ datanglah orang Alitta dan Pabbicara (Hakim) Suppa’ ke Alitta/ Maka, La Pamessangi menempatkan juga anaknya yang bernama La Posi menjadi Arung Alitta/ Setelah tiga malam di Alitta, beliau kemudian meneruskan perjalanannya menuju Bélawa/ Semalam tibanya di Bélawa, orang-orang Bélawa, orang Wattang, orang Timoreng pun berdatangan memberikan ucapan selamat kepadanya dan diberi jamuan sepuluh gantang beras dari tiaptiap kampung/ Setelah empat malam berada di Belawa, La Pamessangi mengucapkan perkataan kepada Bélawa “Ada hal yang akan aku sampaikan kepada kalian para orang Bélawa/ Adalah La Raga kuinginkan menjadi Arung Belawa Wattang (barat)/ Orang Bélawa pun menyetujuinya/ Sang Matowa kemudian berdiri dan berseru: ”Dengarlah kalian para orang Bélawa, yang tua, dan yang muda/ La Raga [124] telah diangkat menjadi Arung Bélawa Barat yang menjaga urusan pertanian orang Bélawa, menegakkan Hukum Adat Bélawa, Hukum kekal Negeri Belawa, Peraturan tapal batas tanah Belawa, serta Hukum Wari’ yang mengatur Tata Aturan Kebangsawanan Bélawa, serta nasihat hukum Sara’ Bélawa dan tetangga seberang sungainya/ Pada tahun 112 Hijriah La Raga pun dilantik menjadi Arung Bélawa/ Petta Matowaé kemudian meneruskan perjalanannya menuju Bone bersamasama dengan Kadhi Boné, Matoa Passéré (Pasir), pasukan anakarung (bangsawan)/ Mereka tiba dengan selamat/ Tubuh Puwatta’ Bataritoja sudah dimakan usia/ Tenaganya sudah berkurang/ Maka Petta Matowa bertanya kepada Puwatta’: “Siapakah gerangan yang akan mewarisi takhta Puwang apabila umur Puwatta’ sudah tiba?/ Puwatta’ kemudian menunjuk saudara laki-lakinya bernama La Temmassonge’ To Appaséling Ponggawa Bone/ Serta-merta Arung Kaju pun angkat bicara dan berkata: “Bone tidak boleh diperintah oleh seorang céra dan jabatan mangkau’ tak boleh diwarisi seorang rajéng“/ Manakala sidang Dewan Adat telah usai, Arung Baringeng segera turun ke ujung tangga menanti Arung Kaju turun/ La Temmssonge’ pun menikam Arung Kaju/ Arung Kaju pun meninggal di tempat/ Peristiwa itu kemudian dilaporkanlah kepada Puwatta’/ Berkatalah ‘Puwatta’ Bataritoja: “Mulutnya sendiri yang menyebabkan kematiannya, karena ia mengatakan Arung Baringeng sebagai bangsawan céra’/” Pada tahun 1749 ‘Puwatta’ Bataritoja wafat/ Beliau diberikan gelar Matinroé riTippulunna/ Beliau digantikan oleh saudaranya yang bernama La Temmassonge’ menjadi Raja Bone/ LA TEMMASSONGE’ [124] La Temmassonge’ alias La Mappasossong, disapa To Appaséling/ Gelar bangsawannya adalah Arung Baringeng/ Beliau sebagai Ponggawa Boné kemudian menjadi pewaris Mangkau Boné yang menggantikan saudara perempuannya bernama Matinroé riTippulunna/ Beliau juga pernah menjabat sebagai Tomarilaleng Bone/ Beliau adalah putra Puwatta’ Matinroé ri Nagauleng/ Status darah kebangsawanannya adalah anak pada dan status sengngeng dari kedua orang tuanya, namun beliau bukan sebagai anak pewaris karena ibunya tidak berstatus permaisuri Arumponé/ Maka dari itu, status to appaséling diistilahkan céra’i rimanessaé, sengngeng rimallinrungngé/ Hanya ada dua istri yang menyandang status sebagai arung makkunrai (permaisuri)/ Pertama, Wé Ummu Arung Larompong dari Luwu/ Kedua, Wé Mariyama Karaéng Pattukanga dari Gowa/ Itulah sebabnya ibunda Datu Baringeng tidak disebut namanya sebagai permaisuri dengan status bangsawan tinggi/ Berhubung karena anak pewaris mahkota Boné pada waktu itu memang sudah tidak ada lagi, sehingga beliau memiliki kepantasan menjadi pewaris pilihan (angiléng)/ Sebab, sesungguhnya hanyalah Puwatta’ Matinroé riTippulunna yang paling mengetahui [125] status darah La Temmassonge’/ Itulah sebabnya ‘Puwatta’ Matinroé riTippulunna berkenan dirawat oleh La Temmassonge’, karena hanya dia yang menjadi saudara terdekatnya/ Itulah yang menyebabkan banyak di antara para anakarung di Bone yang merasa dirinya dapat mewarisi mahkota, kemudian menganggap La Temmassonge’ tidak pantas menjadi arung Mangkau’ Boné karena ia bukan anak dari seorang arung makkunrai (permaisuri)/ Hanya saja para anakarung yang merasa dapat menjadi pewaris tidak menunjukkan penolakannya yang nyata terhadap La Temmasoonge’/ Tidak terkecuali dari pihak keluarga Arung Kaju yang telah dibunuhnya/ Mereka inilah yang hatinya paling menolak La Temmassonge’/ Itulah sebabnya sehingga jabatan kerajaan Bone mengalami kevakuman sekian lama sejak tahun 1749 M/ La Temmasonge’ datang menemui Kompeni Belanda untuk meminta dukungan/ Datang pula Arung Berru dan Addatuang Sidénréng yang bernama To Appo memberi dukungannya kepada La Temmssonge’ di hadapan Gubernur Belanda yang bernama Asmaun/ Mereka meminta agar menerima La Temmassonge’ menjadi Arumponé/ Oleh karena, Arumpone dan Addatuang Sidénréng adalah berbesanan/ To Appo kemudian berembuk dengan Dewan Adat Bone untuk mengembangkan payung putihnya di atas penyangganya/ To Appo juga mengagendakan Sidénréng menjadi kerajaan berdaulat, dan ingin menggantikan Soppeng dari status kerajaan (bocco) yang kemudian akan dialihkan kepada Sidénréng/ Tetapi cita-citanya belum tercapai sebelum ia meninggal dunia/ Adapun istri La Temmassonge’ yang tercatat sebagai permaisuri dalam kerajaan Bone adalah Wé Mommo Sitti Aisa, tidak lain cucu Tuwanta Salama’é dari Gowa/ Gubernur Belanda di Ujungpandang bernama Tuan Asmaun masuk ke Bone untuk memberi legitimasi kepada La Temmassonge’ sebagai Arung/ Itulah sebabnya siatuasi politik pelanpelan mulai kondusif dan tidak ada lagi gerakan penolakan dari pihakpihak yang ingin merebut jabatan dari tangannya/ Pada tahun 1752 M La Temmasonge’ baru dilantik sekaligus menetap di istana Boné/ Beliau juga dilantik menjadi Datu Soppeng/ Nama Islam beliau ialah Sultan Abdul Razak Jalaluddin sebagaimana yang dinaikkan di dalam khutbah Jumat/ Inilah Arumpone yang memiliki banyak anak, yaitu kurang-lebih 80 orang karena beliau mempunyai banyak istri/ Adapun istrinya yang menjadi arung makkunrai (permaisuri) hanyalah Wé Mommo Sitti Aisa, anak dari pasangan Maulana Muhammad dengan Arung Rappang cucu Tuanta Yusuf Salama’ dari Gowa/ Adapun anak kandung [126] La Temmasonge’ dari permaisuri bernama Wé Mommo Sitti Aisa yaitu La Baloso’, disapa To Akkaottong/ La Baloso’ kemudian menjadi Maddanreng Bone dan memperistri sepupu satu kalinya bernama Wé Tenriawaru Arung Lémpang putri dari saudara perempuan La Temmassonge’ bernama Wé Benni dan La Mattugengkeng Daéng Mamaro/ La Baloso kemudian melahirkan anak, seorang bernama La Sibengngareng yang kemudian menjadi Maddanreng Boné Mpélaiéngngi Bua/ Seorang anaknya bernama La Cua Arung Lémpang/ Seorang bernama La Balo Ponggawa Mpaélaiéngngi Patimpa’/ Seorang bernama Wé Da Raima/ Seorang bernama Wé Maukati yang menikah dengan La Sau Arung Kalibong/ Seorang lagi bernama Wé Tenripappang Pajjubaé yang menikah dengan sepupu sekalinya bernama La Maddinra Arung Rappeng Betti’é anak dari saudara seayah La Baloso bernama La Kasi Daéng Majarungi Puwanna La Tenro dengan Wé Tenriona Arung Rappeng/ Wé Tenripappang melahirkan La Tenritana Arung Rappeng yang kemudian menikah bersepupu yang bernama La Makkulawu Arung Gilireng/ Melahirkan anak lebih dari tiga orang/ Seorang bernama Wé Bangki Arung Rappeng/ La Gau’ Arung Pattojo Ponggawa Boné/ Wé Tenripasabbi Arung Rappeng/ La Palettéi Ponggawa Boné/ La Wawo/ La Mappajanci/ Wé Nunnu Arung Manisa Datu Pammana/ La Massaléwe’/ Wé Pana/ Wé Sompa Arung Bale’/ Wé Mappasabbi Arung Gilireng yang menikah dengan To Mallomo Cakkuridi Wajo, melahirkan La Tulung Cakkuridi Wajo/ Adik dari Wé Tenripappang Majjubaé bernama Wé Madilu Arung Bakung, dialah yang menikah dengan La Kuné Addatuang Suppa’ Arung Bélawa Orai’/ Lahirlah Wé Timé Addatuang Sawitto/ Wé Cindé Addatuang Sawitto Matinroé riPoléjiwa/ La Cibu Ponggawa Boné Addatuang Sawitto/ La Tenriléngka Datu Suppa’/ Wé Maddika/ Wé Tenrilipu Daéng Matanang Arung Kaju/ Wé Padauleng Arung Makkunrai Matinroé riSaodenrana/ Muhamma’ Saleng Arung Sijelling Arung Alitta/ Adik dari Wé Maddilu Arung Bakung bernama Wé Padauleng, dinamakan juga Wé Tenripada Arung Makkunrai Matinroé riSaodenrana kemudian menikah dengan sepupu sekalinya bernama La Tenritappu To Appaliweng Daéng Palallo/ La Tenritappu adalah anak dari pasangan Wé Amida Petta Matowaé Arung Takalara’ dengan [127] La Mappapenning To Appaware’ Daéng Makkuling anak dari pasangan La Massellomo Ponggawa Boné Laowé ri Luwu dengan Arung Tajong/ Sedangkan adik dari La Baloso To Akkaottong yang bernama Wé Pakkemme’, kemudian dilantik menjadi Arung Matajang/ Dialah yang menikah dengan sepupu sekalinya bernama La Muannéng Arung Pattiro anak dari pasangan La Pareppa’ To Sappéwali Matinroé ri Sombaopu dengan Wé Gumittiri/ Lahirlah La Pajarungi Daéng Mallalengi/ Adapun adik dari Wé Pakkemme’ yang bernama Wé Tenriollé’ Datu Boli, dialah yang menikah dengan La Mappajanci disapa Daéng Massuro/ Setelah memangku kedatuan Soppeng, beliau kemudian diberi nama sapaan Pollipu’é ri Soppeng Matinroé riLaburau. Ia adalah pasangan dari Wé Tenriléléang Pajung Luwu Matinroé riSoréang dengan La Mappasiling Arung Pattojo Matinroé riDuninna/ Pasangan Wé Tenriollé’ dan La Mappajanci kemudian melahirkan anak/ Seorang bernama La Mappapoléonro Datu Soppeng Matinroé riAmala’na/ Seorang bernama Wé Tenriampareng Arung Lapajung Datu Soppeng Matinroé riBarugana/ Perihal keturunan mereka diuraikan di dalam Lontara’ Attoriolong Luwu dan Attoriolong Soppeng/ Adapun adik Wé Tenriollé adalah bernama Wé Rana/ Wé Rana kemudian dilantik menjadi Ranreng Tua di Wajo/ Dialah yang mempersuamikan La Tongko Arung Pallékoreng, anak dari La Mappulana Arung Ugi dengan I Yabang/ Wé Rana melahirkan anak bernama Sitti Hudaiya yang menjadi pewaris ranreng tua di Wajo/ Sitti Hudaiya menikah dengan La Tenridolo Arung Telle’, melahirkan Amira/ Amira kemudian menjadi pewaris ranreng tua/ Amira menikah dengan La Pabéangi Petta Turubélaé putra dari pasangan Wé Tungke’ Majjubaé dengan La Cella’ Pattola Wajo/ Pasangan Amira dan La Pabéangi melahirkan anak/ Seorang bernama La Pawellangi Pajumpéroé yang menjadi ranreng tua, sekaligus menjadi Arung Matoa Wajo/ Adiknya Wé Rana ranreng tuwa Wajo bernama Wé Hamida, dialah menjadi Arung Takalara’ yang juga bergelar Petta Matowaé/ Wé Hamida kemudian menikahi keponakan dari sepupu sekalinya yang bernama La Mappapenning Daéng Makkuling, [128] disapa To Apparewe’, bergelar Ponggawa Boné Matinroé riTasi’na/ Lahirlah La Tenritappu Daéng Paliweng To Appalallo, nama anumertanya Matinroé riRompégading/ Inilah yang menikah dengan Wé Tenripada Wé Padauleng, putri dari saudara Wé Hamida yang bernama La Baloso Maddanrengé Boné dari istrinya bernama Wé Tenriawaru Arung Lémpa/ Adapun adiknya La Tenritappu bernama Wé Alu’/ Dialah yang diberi warisan sebagai Arung Apala/ Wé Yalu menikah dengan sepupunya bernama La Mappapoléonro Datu Soppeng Matinroé riAmala’na/ Nama-nama La Unru’ Datu Pattiro/ La Mataésso/ Wé Dédé/ Wé Tenrikawareng Arung Balusu’/ Seluruhnya tertuang di dalam Lontara’ Attoriolong Soppeng/ Setelah Wé Mommo Sitti Aisa meninggal dunia, maka La Temmassonge’ menikahi Sitti Habiba, tidak lain saudari kandung Wé Mommo Sitti Aisa/ Sitti Habiba melahirkan beberapa orang anak/ Seorang bernama La Massarasa, yang menjadi Arung Palléngoreng/ Selanjutnya bernama La Palagu yang menjadi Arung Naka, Arung Ugi’ juga, dan Dulung Awatangka, kemudian diangkat menjadi Arung Lamatti/ Selanjutnya bernama La Patonangi, menjadi Arung Amali/ La Palagu inilah yang memperistri Wé Kamummu Arung Bungkasa/ Anak berikutnya bernama La Makkasau Arung Kéra tinggal di Luwu menjadi Arung Kéra dan Dulung Pitumpanua/ La Makkasau beristri di Luwu menikah dengan Wé Kambo Opu Daénna Pattiware’ anak dari pasangan Wé Tenriwale’ Daéng Matajang Matinroé riLompo’ Paccing dan La Tenritada Pallémpa’ Walénrang anak dari La Rumanga Daéng Soréang Opu Janggo’ dengan cucu dari saudara kandung Matinroé riTippulunna yang bernama Wé Patimanaware’ Arung Timurung Opu Larompong Matinroé riBolaukina/ Pasangaan La Makkasau dan Wé Kambo melahirkan anak bernama La Riwu To Paéwangi Pallémpa’ Walénrang/ Wé Lisa Daéng Rilémbangi/ La Wéwang Opu To Palinrungi/ La Wakké Ambo’na Riba Arung Kéra Dulung Pitumpanua/ Wé Pada Daéng Mallélé/ Wé Tenriuji Daéng Tanujéng/ Wé Biba Daéng Talebbi’/ Seluruh keturunan dari adiknya La Makkasau [129] disebutkan di dalam Attoriolong Luwu dan (Attoriolong) Soppeng/ Disebut-sebut kalau La Makkasau memiliki anak yang banyak/ Anak berikutnya setelah La Makkasau bernama Wé Séno Datu Citta/ Wé Séno Datu Citta kemudian menikah di Tanété mempersuamikan La Maddussila disapa To Appangéwa, digelar Karaéng Tanété anak dari pasangan Wé Tenriléléang Pajung Luwu Matinroé riSoréang Tanété dari suaminya bernama La Mallarangeng To Pasamangi Datu Marioriawa Datu Lompulle’/ setelah Datu Citta wafat, ia diberi gelar Matinroé riBolaipina/ Pasangan Wé Séno dan La Maddussila melahirkan anak/ Seorang bernama La Bacuapi, disapa Daéng Mattinring/ Inilah yang menjadi Datu Citta dan menjadi Dulung Ajangngale’, nama anumertanya ialah Matinroé riKannana ri Léangléang pada masa peperangan antara Arumponé To Appatunru’ dengan Inggris di Rompegading tahun 1814/ Anak berikutnya setelah La Bacuapi bernama Wé Codai Arung Méru/ Anak berikutnya setelah Wé Codai bernama Wé Kajao Datu Cina/ Berikutnya setelah Wé Kajao bernama Wé Hatija Arung Paopao/ Inilah yang bersuami di Berru menikah dengan To Appasawe’ Arung Berru anak dari pasangan To Appo Arung Beru Addatuang Sidénréng Matinroé riSumpang Binangaé dan Bessé’ Karaéng Léppangeng/ Wé Hatija melahirkan Sumange’ Rukka disapa To Patarai, Arung Berru gelar kebangsawanannya/ To Patarai lahir pada masa Arumponé Matinroé riRompégading dihadang oleh Petta To Laoé ri Sigéri, karena Matinroé riRompégading hendak menyerbu La Wawo Addatuang Sidénréng/ Oleh karena itu, berkatalah Petta To Laoé riSigéri: “Berilah nama anakmu Sumange’ Rukka dengan sapaan To Patarai”/ Pasangan To Tenribalobo Daéng Niasi dan La Samalangi’ La Tenri Arung Baranti juga melahirkan anak dan memberinya nama La Patombongi Karaéng Bontotengnga/ Inilah Sumange’ Rukka Arung Berru yang beristri di Boné menikah dengan Wé Baégo Arung Macégé putri dari Arumponé bernama La Mappasessu’To Appatunru’ Matinroé riLalebbata dan Wé Bau Arung Kaju/ lahirlah Wé Pada Arung Berru dan Singkeru’ Rukka Arung Palakka/ [130] Adapun saudara kandung Wé Hatija adalah bernama La Patau Karaéng Tanété Mpélaingngi Musuna riTanété Matinroé riSalomoni/ Perihal yang jelas diketahui tentang dirinya adalah hanya putranyalah yang memperistri perempuan yang bernama Wé Pacu disapa Mabbola Jénné’é ri Tanété anak dari pasangan To Patarai Arung Lamunré dengan Wé Ninnong Arung Témpé/ Ia Melahirkan anak bernama La Cengnga/ La Paremma’ Petta Ajjalireng/ La Samalangi Karaéng Tompo’bulu’/ Nama La Cengnga kemudian yang memperistrikan Wé Dalauleng digelar Massao’ Lebbié anak dari La Pangoriseng Addatuang Sidénréng dan Wé Bangki Arung Rappeng/ Pasangan Wé Dalauleng dan La Cengnga melahirkan anak bernama Wé Dalaita/ Wé Dala Tongeng/ La Sappé Ile’ Datu Lolo/ Wé Dalaita kemudian menikah dengan La Wana anaknya Wé Nila Datu Kawerrang putri dari La Panguriseng Addatuang Sidénréng dengan La Sunra Karaéng Cenrapolé/ yang melahirkan anak lebih dari 3 orang/ Seorang bernama La Mappabéta/ Seorang bernama Ariya/ La Mappabéta kemudian menikah dengan Wé Mappasessu’ Datu Wallié gelarnya, anak dari pasangan Wé Tanri Arung Rappeng dengan La Maddukkelleng Cakkuridi Wajo/ Dia yang melahirkan seorang anak laki-laki bernama La Makkulawu bergelar Datu Bocco/ Dialah Cakkuridi Wajo yang pernah menjabat sebagai Kepala Daerah Paréparé dan Pinrang/ Dia juga pernah duduk sebagai anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat di Jakarta/ Wé Tanri pun bersuami menikah dengan La Pawélloi Datu Lanriseng Arung Jampu gelar jabatannya anak dari Wé Darawisa Arung Jampu Mabbola Sadaé dengan Wé Kosso’ Karaéng Allu/ Kemudian pasangan Wé Tanri dengan La Pawélloi Arung Jampu melahirkan anak/ Seorang bernama Asis yang disapa Bau’ Polo/ Selanjutnya Wé Séno bersuami di Mandar menikah dengan Maraddiya Majéné/ Wé Dalatongeng juga menikah dengan lelaki [131] yang bernama La Mappanyompa Arung Ujung/ ranreng tua Wajo anak dari pasangan Abdul Muttalib dengan Wé Panangareng Arung Témpé/ Pasangan Wé Dalatongeng Arung Témpé dengan La Mappanyompa melahirkan seorang putri bernama Wé Ninnong Ranreng Tuwa menikah dengan I Mallingkaang Karaéng Ribura’né anak dari pasangan Wé Batari Arung Berru dan La Mahemu Karaéng Baroanging/ Perkawinan Wé Ninnong dan I Mallingkaang melahirkan seorang anak bernama Wé Manawwara Bessé’ Témpé/ Seorang lagi bernama Baharuddin Karaéng Mandallé’ Bau Akkoténgeng/ Seorang lagi bernama Muhammading/ Seorang lagi bernama Wé Muddaria Karaéng Balasari/ Seorang lagi bernama Hasang/ Dan seorang lagi bernama Sulaémana/ La Sappaile’ kemudian menikah dengan sepupunya bernama Wé Halima anak dari La Patiroi Arung Soréang dan Wé Karasa/ Adapun La Patau adalah bersaudara juga dengan Wé Cadi/ Akan tetapi tidak disebutkan nama keturunannya/ Wé Cadi juga bersaudara dengan To Mago Petta Addéyangngé/ Dialah yang memperistrikan Wé Panido Arung Bila dan melahirkan La Mattalatta Arung Bila/ La Mattalatta yang kemudian menikah dengan sepupu sekalinya bernama Wé Makkullé Datu Wallié, lahirlah Wé Dennu Datu Bulubangi/ Wé Dennu-lah yang mempersuamikan lelaki yang bernama La Bodé Karaéng Jampa, tetapi ia tidak dikaruniai anak/ Adapun anak Wé Dennu adalah Wé Tawa Arung Léworeng/ Inilah yang menikah dengan La Marola/ Tidak disebutkan keturunannya/ Adiknya Wé Tawa bernama La Tenridolo Baso’ Bila, dialah yang menjabat Pangepa’ di Soppéng serta Datu Citta/ La Tenridolo memperistri Wé Dulung dan melahirkan Wé Sahia Arung Bila/ Wé Sahia menikah dengan Sikandare’ (Iskandar) sebagai Datu Larompong dan Datu Botto/ Wé Sahia disebutkan bersaudara juga dengan Wé Cakupeng/ Wé Cakupeng menikah dengan La Singke’ Pangulu Lompoé di Galung/ Wé Sahia juga bersaudara dengan Ali Arung Marioriawa/ Ali yang menikah dengan Wé Cella’ anak dari La Makkaraka dan Wé Lajé/ Wé Cakupeng bersaudara juga dengan Muhammad Tahir Arung Énrékeng/ Muhammad Tahir disebut menikah dengan Wé Tenridio anak dari La Wana Datu Soppeng dari istrinya bernama Isa’Arung Padali/ Muhammad Tahir Arung Énrékeng bersaudara juga [132] dengan Abdul Muin Datu Citta/ Abdul Muin Datu Citta yang kawin di Tanété memperistrikan anaknya La Baso’ Datu Tanété/ To Mago Petta Addéangngé bersaudara dengan Bessé Dangnga Petta Maloloé/ To Mago Petta Addéangngé bersaudara juga dengan Wé Patiku/ To Mago Petta Addéangngé bersaudara juga dengan Magamoé yang disapa To Sappéile’/ To Mago Petta Addéangngé bersaudara juga dengan To Aggamette’ Arung Léworeng Matinroé riSuppa’ riAlitta/ To Aggamette’ inilah yang memperistri Wé Puttiri disapa Daéng Risunra, dan menjabat sebagai Datu Bulubangi/ Wé Puttiri adalah anak dari pasangan Wé Jiba Datu Bulubangi dari suaminya bernama La Saliu’ Petta Kampongngé Arung Atakka/ Wé Puttiri melahirkan anak bernama Daéng Makkullé Datu Wallié Datu Bulu Bangi/ Daéng Makkullé menikah dengan sepupunya bernama La Mattalatta Arung Bila, melahirkan La Tenridolo Baso’ Bila/ Arung Léworeng memperanakkan lelaki bernama La Patau Petta Janggo’ Arung Léworeng/ Inilah yang melahirkan Wé Waru dan Wé Kacincing/ Wé Waru dan Wé Kacincing menikah dengan Baso Sidénréng yang bersaudara dengan To Aggamette’/ Arung Léworeng juga bersaudara dengan Wé Gogo, akan tetapi tidak disebutkan keturunannya/ Wé Séno juga bersaudara dengan Wé Soji Arung Tanété/ Wé Soji Arung Tanété kemudian menikah di Boné mempersuamikan La Makkawaru Arung Atakka yang menjadi Tomarilaleng Boné putra dari To Appo Addatuang Sidénréng dan Wé Panido Arung Atakka/ Wé Soji melahirkan Sumange’ Rukka Ambo’ Pacubeng Arung Tanété/ Wé Soji juga melahirkan anak yang bernama Pallawagau’Ambo’Pajjala Arung Atakka/ Sumange’rukka Ambo’ Pajjala menikah dengan Wé Tenrikawareng Arung Sao’lebbi Arung Balosu’ putri dari La Mappapoléonro Datu Soppéng Matinroé riAmala’na dan Wé Yalu’ Arung Apala saudara seayah-seibu dengan La Unru’ Datu Soppeng Matinroé riTengngana Soppéng/ Lahirlah anak bernama La Pasammula Badungngé digelar Arung Balosu’/ La Pasammula yang memperistri sepupu sekalinya bernama Wé Bonga Petta Indo’na I Lampoko putri dari pasangan La Unru’ Datu Sompeng dan Wé Mariama Pabbaju Lotongngé/ Wé Bonga Petta Indo’na I Lampoko melahirkan anak dari suaminya bernama Badungngé yang bernama Bau’ Baso’ Arung Balosu’ yang menjadi Sullé Datu Soppeng/ Adapun saudaranya La Pasammula Badungngé yang bernama [133] La Patongai kemudian menjadi Datu di Pattiro, kemudian memperistri Wé Panangngareng Datu Lompulle’ anak dari pasangan La Rumpang Mégga Dulung Ajangngale’, Datu Lamuru, Datu Marioriwawo, Karaéng Tanété dan istrinya yang bernama Wé Pancaitana Bungawalié Arung Akkampéng/ Pasangan Wé Panangngareng dan La Patongai melahirkan anak bernama La Onro Datu Lompulle’ yang kemudian menjadi Datu Soppéng/ Ia begelar Matinroé riGalung/ La Onro menikah dengan memperistri Wé Cacu Arung Ganra, yang juga menjadi Arung Bélawa putri dari To Lémpeng Arung Singkang Datu Soppeng Matinroé riLarompong dan Sitti Tahira Pattola Wajo/ Wé Cacu dan suaminya bernama La Onro kemudian melahirkan anak/ Seorang bernama La Pabéangi Arung Ganra yang menjadi Sullé Datu di Soppéng/ La Pabéangi menikahi sepupu sekalinya yang bernama Wé Tenrisui Sitti Saénabe’ Arung La Pajung Datu Soppéng anak dari Wé Panynyiwi Pattola Wajo Arung Singkang dan La Walinono Datu Botto/ Seorang lagi bernama Wé Saji Datu Madello yang kemudian menikah dengan La Téngko Manciji’ Wajo Arung Bélawa Alau, putra dari La Tune’ Mangkau’ Arung Béttémpola dan istrinya bernama Sompa Ritimo Arung Pénrang/ Seorang lagi bernama La Rumpang Datu Pattiro, yang memperistri Wé Bubé Datu Suppa’, tidak mempunyai anak pewaris mahkota/ La Pabéangi menikah lagi dengan perempuan yang bernama Wé Tappa/ Lahirlah La Makkulawu, yang kemudian menjadi ranreng di Talotenreng/ La Onro menikah lagi dengan perempuan bernama Wé Dulung, melahirkan La Cubeng yang menjadi Pangulu Lompo di Galung/ La Cubeng-lah yang memperistrikan Wé Mudé saudari perempuannya La Sanang Arung Lompéngeng yang digelar Jenderal Lompéngeng/ Seorang anak lagi La Temmassonge’ dan Sitti Habiba bernama La Pottokati Datu Baringeng, Ponggawa Boné, dan Arung Attang Lamuru; dialah yang menikah dengan putri dari Karaéng Agang Pancaé dan Karaéng Popo/ La Pottokati melahirkan anak, seorang bernama Sitti Hawa Arung Ujung/ Seorang bernama La Tadampare’To Appotase’Arung Ujung/ Sitti Hawa kemudian menikah dengan sepupu sekali bernama La Gau’ Ambo’ Pacubéng Arung Tanété yang [134] bersaudara seibu dan sebapak dengan Sumange’ Rukka Ambo’ Pajjala, anak dari pasangan Wé Soji Arung Tanété dan La Makkawaru sebagai Tomarilaleng Boné/ Pasangan Wé Sitti Hawa dan Pallawa Gau’ Ambo’ Pacubeng melahirkan anak bernama La Tadampare’ alias La Ténréngeng To Appatase’ Arung Ujung/ To Appatase’ kemudian menikah dengan Hidayatullahi Colli’ Pujié Arung Pancana putri dari pasangan La Rumpang Mégga Karaéng Tanété Matinroé riMuttiara dan Colli’ Pakué Daéng Tarappeng/ Colli’Pujié dan To Appatase’Arung Ujung melahirkan anak/ Seorang bernama Wé Gading Arung Atakka/ Seorang bernama La Makkarumpa’ Arung Ujung/ Seorang bernama Wé Tenriollé’ Arung Tanété/ Adapun saudara Wé Sitti Hawa Arung Ujung yang lain adalah seorang bernama La Kaseng Arung Raja, dan seorang lagi bernama La Supu’ Arung Suli/ Wé Gading Arung Attaka kemudian menikah dengan La Sibengngareng anak dari La Pado Arung Lompéngeng, melahirkan seorang anak bernama La Padduppa Arung Ujung/ Tidak disebutkan siapa-siapa keturunannya/ Wé Tenriollé’ Datu Tanété menikah dengan sepupu sekalinya bernama La Sangaji Datu Bakke’ putra dari La Pattola Datu Bakke’ dan Wé Pada Datu Mario Attassalo/ Wé Tenriollé’ dan La Sangaji Datu Bakke’ melahirkan anak/ Seorang bernama Wé Pancai’tana Bungawalié Datu Tanété/ Seorang bernama Wé Pattékke’tana Tonra Lipué Arung Lalolang/ Seorang bernama La Tenrisessu’ Rajamuda Datu Bakke’/ Mengenai keturunan Wé Pancai’tana tidak diketahui dengan jelas karena tidak diuraikan di dalam silsilah/ Wé Pattékke’tana Tonra Lipué Arung Lalolang disebutkan menikah dengan La Mappa Arung Pattojo anak dari pasangan La Sunra Karaéng Cenrapolé dan Wé Nila Datu Kawerang/ Wé Pattékke’ Tanatonra Lipué dari suaminya bernama La Mappa Arung Pattojo kemudian melahirkan anak/ Seorang bernama La Unru Suléwatang Tanété/ Seorang bernama Wé Tenriamina/ Kemudian La Tenrisessu’ Raja Muda Datu Bakke’ menikah dengan sepupu sekali dengan Wé Bubé Arung Panincong putri dari pasangan La Malleléang Datu Marioriawa Attassalo dengan Wé Pabuka Arung Panincong/ [135] Wé Bubé Arung Panincong dan La Tenrisessu’ Raja Muda Datu Bakke’ melahirkan anak/ Seorang bernama Baso Jayalangkara Datu Tanété/ Seorang bernama Besse’ Panincong Datu Panincong/ Seorang bernama Wé Cano/ Seorang bernama Wé Suhera Datu Bakke’/ Raja Muda Datu Bakke’ kemudian menikah dengan Wé Daruma Petta Indo’na Cella’, melahirkan anak perempuan bernama Wé Mastura Petta Karaéng/ La Temmassonge’ Arumponé menikah lagi dengan Sitti Sapia anak dari Arung Létta, kemudian melahirkan seorang anak laki-laki yang bernama La Kasi Daéng Majarungi disapa Puwanna La Tenro yang disebut Ponggawa Boné/ Puanna La Tenro menikah dengan Wé Tenriabéng Datu Watu Arung Pattojo Matinroé riPangkajénné’ anak dari Wé Tenriléléang Datu Luwu Matinroé riSoréang dari suaminya bernama Arung Pattojo Matinroé riDuninna/ Pasangan Wé Tenriabang dan Puanna La Tenro melahirkan anak, seorang bernama Wé Muané dan seorang lagi bernama La Tatta Petta Ambarala Ambo’ Pagalu/ Wé Muané kemudian menikah dengan To Sibengngareng Arung Alitta anak dari Arung Alitta dan Wé Tenriangka/ Wé Muané dan To Sibengngareng melahirkan anak/ Seorang bernama La Dadang/ Seorang bernama La Paduppai/ Seorang lagi bernama Wé Nado/ Wé Léwa Arung Alitta menikah dengan La Rumangi Karaéng Bara Pattola anak dari Wé Ninnong Arung Témpe dan La Patarai Arung Lamunré/ Wé Léwa dan Karaéng Bara Pattola melahirkan anak bernama La Pamessangi disapa Petta Toa/ Dialah yang memperistri sepupu sekalinya berstatus bangsawan cera’ yang bernama Wé Maragau’ Daéng Nadi nama kanak-kanaknya anak dari Petta Datu Jampué dan Wé Kutana/ Wé Maragau’ adalah anak bangsawan céra’ dari La Pawélloi Peta Datu Jampué/ Pasangan Wé Maragau’ dengan Petta Towa ri Rangngaméa melahirkan anak bernama Wé Patima Arung Lénrang/ Wé Maragau’ kemudian menikah lagi dengan La Badé Karaéng Jampu anak dari Wé Pasullé Addatuang Sawitto dengan La Gau’ Arung [136] Pattojo Ponggawa Boné/ Arung Lénrang dan La Badé Karaéng Jampu melahirkan anak bernama Wé Darawisa disapa Mabbola Sadaé bergelar Arung Naga sebagai Karaéng Jampu/ Mabbola Sadaé menikah dengan I Koso Karaéng Allu, kemudian melahirkan anak bernama La Pawélloi/ La Pawélloi menikah dengan sepupu dua kalinya bernama Wé Tenri anak dari Wé Dalaintang dan To Sangkawana, lahirlah Wé Parénréngi Bau Ila/ Wé Parénréngi mempunyai adik bernama Asise’ Bau’ Polo/ Adapun La Tatta Petta Ambarala ia menikah dengan seorang putri keturunan Melayu bernama Enci’ Sitti Mainong, lahirlah La Maddiolo gelarnya Daéng Pabéta/ La Maddiolo-lah yang melahirkan anak bernama Bumihari/ Bumihari kemudian menikah dengan Enci’ Sainal Abidin/ La Maddiolo memiliki adik perempuan bernama Enci’ Bala, Enci’ Johar Manikan, dan adik perempuan bungsunya bernama Enci’ Cahaya/ La Pakamonri menikah lagi, lahirlah anak yang bernama La Kangko Petta Naba/ La Kangko kemudian menikah di Galésong memperistri I Jaléha Daéng Jénné’, melahirkan dua anak laki-laki/ Pertama, bernama Tuan Panji/ Kedua, bernama Enci’ Padu Salahuddin Daéng Patangnga, melahirkan satu anak laki-laki dan dua anak perempuan/ Anak laki-laki bernama Enci’ Abdul Karim Daéng Pasau’/ Sedangkan yang perempuan bernama Enci’ Kébo’ dan Enci’ Inong Daéng Nona/ Selanjutnya, La Kasi Puanna La Tenro beristri lagi di Rappeng mengawini Wé Tenriona Arung Rappeng anak dari Wé Seppu Arung Rappeng dari suaminya yang bernama La Cella’ Datu Bongngo Arung Gilireng/ Lahirlah anak yang bernama La Maddinra Arung Rappeng Betti’é/ La Maddinra kemudian menikahi sepupu sekalinya bernama Wé Tenripappang Majjubaé anaknya La Baloso Maddanreng Boné dan Wé Tenriawaru Arung Lémpa, melahirkan seorang anak perempuan bernama Wé Matana Arung Rappeng/ Wé Matana yang kemudian menikah dengan sepupu sekalinya bernama La Makkulawu Arung Gilireng anak dari La Cano Arung Gilireng Lampé Uttu dan Wé Mappanynyiwi’ [137] Daéng Takénnang Datu Lagosi/ Wé Renrittana Arung Rappeng dan La Makkulawu Arung Gilireng melahirkan beberapa orang anak/ Seorang bernama Wé Bangki Arung Rappeng/ Seorang bernama La Gau’ Ponggawa Boné Arung Pattojo/ Seorang bernama Wé Tenripasabbi Arung Gilireng/ Seorang bernama Wé Nunnu Arung Manisa Datu Pammana/ Seorang bernama La Palettéi Ponggawa Boné/ Seorang bernama Wé Sampa Arung Bale’/ Seorang bernama La Wawo/ Seorang bernama Wé Panna/ Seorang bernama La Mappajanci/ Seorang bernama La Massaléwe’/ La Temmassonge’ Arumponé kemudian beristri lagi menikah dengan Wé Salima Ajappassélé, melahirkan anak perempuan bernama Wé Nimé/ Selanjutnya Wé Nimé menikah dengan Datu Béngo, lahirlah La Dekké Daéng Silasa yang diberi gelar Petta Békka’é/ Petta Békka’é menikah dengan Karaéng Sombaé bernama Wé Cibollo, melahirkan La Mapparéwe’ Daéng Pakkuling Datu Béngo/ Silsilah mengenai keturunan La Temmassonge’ kita akhiri dulu sampai di sini/ Kisah selanjutnya akan disebutkan di dalam lontara yang lain/ Pada hari Senin tanggal 29 Jumadiul Akhir 1122 Hijriah ‘Puwatta’ La Temmassonge’ Arumponé memerintahkan untuk mencatat di dalam lontara perihal wasiat yang menjelaskan pemberian yang diserahkan kepadanya oleh Matinroé riTippulunna semasa hidupnya/ Kemudian mempersaksikannya kepada Kompeni Belanda sebagai harta kepemilikannya sebelum meninggal dunia/ Adapun pemberian Puwatta’ Matinroé riTippulunna yang diwariskan kepadaku sebagai hak milikku secara pribadi adalah Baringeng/ Amali/ Pattiro/ Paddakkalaé ri Bantaéng/ Beliau menyerahkan kepadaku semenjak aku berada di Kessi’/ Sedangkan warisan yang ditinggalkan yaitu Timurung/ Masé/ Palléngoreng/ Tuwa/ Séra/ Ugi’/ Citta/ Lapajung/ Tellu Latte’é/ dan demikian pula Ta’/ Demikianlah kandungan pesannya/ Adapun Tuwa aku serahkan kepada Wé Rana/ Sedangkan Citta aku serahkan kepada Wé Séno/ Adapun Majang aku berikan kepada Wé Pakkemme’/ Adapun Palléngoreng kuserahkan kepada La Sarasa/ Sedangkan Ugi’ kuserahkan kepada La Pallaguna/ dan Kera kuserahkan kepada La Makkasau/ [138] Adapun Takalara’ (Takalar) aku serahkan kepada Wé Amida/ Sedangkan Timurung dan Naka inilah yang akan kujadikan jaminan untuk biaya perawatan/ Barang siapa yang merawatku maka dialah yang berhak memilikinya apabila ajalku nanti telah tiba/ Itulah sebabnya, pada masa putra dari pasangan Wé Tenrisui Datu Marioriwawo dan La Pottobune’ To Léba’é Arung Tanatengnga Addatuang Laumpulle’menjadi Arumponé dicatatlah di dalam Lontara’ Soppeng maupun dalam Lontara’ Boné bahwa: “Sungguh Agung negeri Boné, Marioriwawo tanah kelahiran Sang Emas, Laumpulle’ asal-usul darah emas; Tanété sumber perkerabatan; dan Soppeng tempat menaruhkan pilihan/ [antahi]/ Pada tahun 1775 M Arumponé bernama La Temmassonge’ disapa La Mappasossong To Appaséling, digelar Arung Baringeng, nama dalam khutbah Jumat Sultan Abdul Razak Jalaluddin, pun wafat dalam umur 80 tahun/ Nama anumertanya adalah Arumponé Matinroé riMallimongeng/ Adapun orang yang menggantikan beliau menjadi Arumponé yaitu cucunya yang bernama La Tenritappu/ LA TENRITAPPU [138.20] Namanya La Tenritappu disapa To Appaliweng digelar Daéng Palallo menjadi Mangkau Boné berikutnya menggantikan kakeknya yang bernama La Temmassonge’ Arumponé Matinroé riMallimongeng/ Ia adalah cucu dari Arumponé Matinroé riSombaopu dari jalur ibunya yang bernama Wé Hamida Arung Takalara’ digelar Petta Matowaé/ Adapun Wé Hamida tidak lain adalah putri dari Matinroé riMallimongeng dari istrinya yang bernama Wé Mommo Sitti Aisyah/ Inilah permaisuri (arung makkunrai) dari Matinroé riMallimongeng/ Sedangkan dari jalur ayahnya yaitu Arumponé bernama La Pareppai disapa To Sappéwali yang bersaudara seayah dengan Matinroé riMallimongeng, sebab keduanya merupakan putra dari Puwatta’ Matinroé riNagauleng namun lain ibu/ Adapun Matinroé riSombaopu Karaéng Somba Gowa sekaligus menjadi Arung Mangkau’ Boné dan menjadi Datu Soppeng/ Dialah yang menikah dengan Wé Gumintiri, kemudian lahirlah [139] anak yang bernama La Messellomo Ponggawa Boné Laoé riLuwu/ La Massellomo menikah dengan Arung Tajong, lahirlah anak yang bernama La Mappapenning To Apparéwe’ Daéng Makkoling/ Selanjutnya, La Mappapenning kawin dengan memperistri anak kemanakan sepupu sekali ayahnya yang bernama Wé Hamida Arung Takalara’/ Dari hasil perkawinannya itu kemudian melahirkan empat anak, seorang lakilaki dan tiga orang perempuan/ Seorang bernama La Tenritappu Daéng Palallo, dialah yang menjadi Arumponé/ Seorang bernama Wé Alu’ Arung Apala/ Seorang bernama Wé Banrigau’ Daéng Marowa/ Seorang bernama Wé Oja/ Adalah La Temmassonge’ yang dipilih kemudian dilantik menjadi Arung Arumponé pada tanggal 4 Juni 1775 M/ Arumponé inilah yang istananya berkedudukan di Rompégading/ Dialah Arung Mangkau’ Boné yang pernah berperang dengan Addatuang Sidénréng bernama La Wawo, karena La Wawo bersiasat melepaskan Sidénréng dari keterikatannya dengan Boné/ La Wawo merasa tidak sanggup lagi memberi upeti (sebbukati) kepada Bone/ Maka dari itu Bone menyerang Sidénréng/ Addatung Sidénréng La Wawo kemudian pergi menghadap kepada Karaéng Tanété dengan memecahkan gelas sembari berkata, “Takkan muncul walau hanya semata jarum jejak anak cucunya bagi yang berniat jahat pada Tanété”/ Ia (La Wawo) lalu meminta kepada Karaéng Tanété untuk membantunya membendung Arumponé bersama dengan pasukannya di wilayah Tanété/ Sebab, bilamana Karaéng Tanété mampu membendung maka Boné tidak dapat sampai ke Sidénréng/ Untuk urusan itu, La Wawo bersedia menyiapkan dua jenis ubba’ (bahan peledak) yaitu ubba’ putih dan ubba’ hitam yang dibutuhkan oleh Karaéng Tanété/ Pasukan Arumponé pun dihadang oleh Karaéng Tanété bersama Petta To Laoé riSidénréng/ Tiga tahun lamanya peperangan itu berlangsung/ Namun Bone bersama Samparajaé tak pernah mampu melewati Sungai Ségéri/ Maka dari itulah To Maraja Kompeni Belanda yang bernama Tuan Wilbey Jacobson menasihati kedua pihak, sehingga pasukan Boné mundur/ Setelah peperangan itu selesai datanglah Addatuang Sidénréng La Wawo membawa 40 orang Batulappa 20 orang Kassa untuk diserahkan kepada Karaéng sebagai tebusan harga ubba’ yang terpakai selama perang berlangsung/ Dalam masa pemerintahan La Tenritappu, bertepatan kedatangan [140] Inggris pada tahun 1814 M untuk berkuasa/ Adalah La Tanritappu Arumponé yang memperistri sepupu sekalinya bernama Wé Padauleng yang kemudian menjadi permaisuri (arung makkunrai) di Bone/ Wé Padauleng adalah anak dari La Baloso, saudara kandung ibunya dan Wé Tenriawaru Arung Lémpang/ Wé Padauleng Bungarusié dan La Tenritappu melahirkan beberapa orang anak/ Pertama, bernama La Mappasessu’ To Appatunru’, yang kemudian menjadi putra mahkota Boné/ Kedua, bernama Wé Manératu Arung Data/ Ketiga, bernama La Mappasiling Arung Panynyili’/ Keempat, bernama La Tenrisukki’ Arung Kajuara/ Kelima, bernama Wé Kalaru Arung Palléngoreng/ Keenam, bernama Mamuncaragi/ Ketujuh, bernama La Tenribali Arung Ta’/ Kedelapan, bernama La Mappawéwang Arung Lompu Anréguru Anakarung ri Boné/ Kesembilan, bernama Paremmarukka Arung Karella/ Kesepuluh, bernama La Tenripage’Arung Paroto Ponggawa Boné Matinroé riLau Appasareng/ Kesebelas, bernama La Pattuppubatu Arung Tonra/ Dikisahkan nama La Mappasessu’ disapa To Appatunru’ menikah dengan Wé Bau’ Arung Kaju anaknya Wé Rukiya dengan suaminya bernama La Umpu Arung Téko/ Lahirlah Wé Baégo’ Arung Macégé/ Dia kemudian menikah di Barru mempersuamikan sepupu sekali ibunya bernama Sumange’ Rukka To Patarai Arung Berru/ Lahirlah Wé Pada Arung Berru dan Singkeru’ Rukka Arung Palakka/ Adapun La Tenrisukki’ Arung Kajuara To Malompo ri Boné menikah dengan sepupu sekalinya bernama Wé Tenrilipu Wé Maddika Daéng Matanang Arung Kaju/ Inilah yang kemudian melahirkan Wé Tenriawaru Pancaitana Bessé’ Kajuara/ Adapun Daéng Matanang adalah anak dari Wé Madilu yang bersaudara kandung dengan arung makkunraié (permaisuri) Wé Padauleng, La Kuné Datu Suppa’ Arung Bélawa Orai’/ La Mappawéwang Arung Lompu Anréguru Anakarung ri Boné [141] menikah dengan Wé Tabacina Bau’ Cina Karaéng Kajénné’ anak dari pasangan Wé Mundaria Mappalakkaé Ranreng Talotenréng dan La Pasanrangi Petta Cambangngé Arung Malolo Sidénréng/ Pasangan Wé Bau’ Cina dengan Petta Anréguru Anakarungngé melahirkan anak/ Seorang bernama La Parénréngi Arung Mpogi’/ Dialah yang menikah dengan sepupu sekalinya bernama Wé Tenriawaru Pancaitana Besse’ Kajuara putri dari Wé Tenrilipu Wé Maddika Daéng Matanang dengan sepupu sekalinya yang bernama La Tenrisukki’Arung Kajuara Tomalompo ri Boné/ Anak berikutnya, lahirlah La Parénréngi To Accalo Petta Cambangngé Arung Amali Tomarilaleng Boné, ia juga disebut Ranreng Talotenréng Wajo/ Anak berikutnya setelah To Accalo bernama Sitti Saira Arung Lompu/ Anak berikutnya bernama Wé Rukka/ Anak berikutnya bernama Wé Ciciba, inilah yang menikah dengan La Pangérang Arung Cimpu/ Kita kembali pada saudara perempuan La Tenritappu yang bernama Wé Alu’ Arung Apala/ Dialah yang melahirkan anak bernama La Unru Datu Pattiro Datu Soppéng Matinroé riTengngana Soppéng dari pernikahan dengan sepupu sekalinya bernama La Mappapoléonro Datu Soppéng Matinroé riAmala’na/ Seorang bernama La Mataesso Sullé Datu di Soppeng Matinroé riLawélareng/ Seorang bernama Wé Tenrikawareng Arung Saolebbi’ Arung Balosu’/ Seorang bernama Wé Dédé, meninggal ketika masih kecil/ La Unru Datu Pattiro kemudian menikah dengan Wé Sélima Pabbaju Illo’é, anak dari Wé Mariama Pabbaju Lotongngé dan La Pédé’ Daéng Mabéla Pabbicara Sidénréng/ Dia melahirkan anak, seorang bernama Baso Sidénréng Petta disapa Ambo’na Saléngké’/ Dan seorang lagi bernama Wé Bonga Petta Indo’na I Lampoko/ Baso Sidénréng beristri di Léworeng, menikahi dua perempuan bersaudara secara berturut yaitu Wé Waru dan saudara perempuannya yang bernama Wé Kaccicing putri dari La Patau Petta Janggo’ Arung Léworeng/ Pasangan Wé Waru dan Baso Sidénréng melahirkan anak, seorang bernama La Saléngké’/ Kemudian pasangan Wé Kaccicing dan Baso Sidénréng melahirkan anak, seorang [142] La Pallogé/ Seorang bernama Wé Jennang/ Dan seorang lagi bernama Wé Takka/ Adalah Wé Tenrikawareng Arung Balusu’ yang menikah dengan Sumange’ Rukka Ambo’ Pajjala Arung Tanété anak dari Wé Soji Arung Tanété dan La Makkawaru Arung Atakka To Marilaleng Boné/ Wé Tenrikawareng kemudian melahirkan dua anak laki-laki/ Seorang bernama La Patongai Datu Pattiro/ Seorang bernama La Pasammula disapa Bandungngé/ La Patongai Datu Pattiro menikah dengan sepupu satu kalinya bernama Wé Pannangareng Datu Lompulle’, anak dari pasangan Wé Pancaitana Arung Akkampéng dengan La Rumpang Mégga Karaéng Tanété/ Pasangan Wé Panangngareng La Patongai Datu Pattiro melahirkan anak bernama La Onro Datu Lompulle’/ Selanjutnya La Pasammula Badungngé menikah dengan sepupu satu kalinya bernama Wé Bonga Petta Indo’na I Lampoko saudara kandung perempuannya Baso Sidénréng/ Pasangan Wé Bonga dengan Badungngé melahirkan anak/ Seorang bernama Bau’ Baso’ Arung Balusu’ yang menjadi Sullé Datu di Soppéng/ Seorang bernama Sitti Hawa/ Seorang lagi bernama Wé Mira Sullé Datué Arung Balusu’ Bau’ Baso’ yang menikah dengan sepupu sekalinya bernama Wé Nebbu Petta Indo’na Mata, anak dari Baso Sidénréng dan Wé Waru/ Pasangan Wé Nebbu dengan Sullé Datué Bau’ Baso’ Arung Balusu’ melahirkan anak, seorang bernama Wé Mata/ Seorang bernama Mahemude’ Petta Bau’/ Seorang bernama Wé Bessé’/ Sitti Hawa kemudian menikah dengan La Cakkudu Petta Amparita anak dari pasangan La Panguriseng Addatuang Sidénréng dengan Wé Bangki Arung Rappeng/ Pasangan Wé Sitti Hawa dan La Cakkudu Petta Amparita melahirkan anak, seorang anak laki-laki bernama La Pasanrangi Datu Tanrung/ Wé Takka kemudian menikah dengan La Dasanréseng Datu Lamuru anak dari pasangan Jayalangkara Datu Lamuru dengan Wé Tellongeng, melahirkan anak bernama Wé Sengngeng/ Wé Sengngeng kemudian menikah dengan La Sanna Arung Lompéngeng putra dari La Page’Arung Lompéngeng dan Wé Bonga, lahirlah anak bernama Wé Asia/ Wé Asia yang kemudian menikah dengan La Coppo’ Daéng Mangottong anak dari La Massakkireng Arung Macégé dan Sitti Amina Arung [143] Palléngoreng/ Kemudian Wé Janna menikah dengan La Pasammula Datu Lompulle’ Ranreng Talotenréng Arung Matoa Wajo Matinroé riBatubatu anak dari La Patongai Datu Laumpulle’ Ranreng Talotenréng dan Bessé’ Arawa/ Pasangan Wé Janna dan La Pasammula melahirkan lagi anak bernama La Mappé Datu Marioriawa/ Selanjutnya La Mappé menikah dengan sepupu sekalinya bernama Wé Bessé’ putri dari Sullédatué Arung Balusu’ dan sepupu sekalinya bernama Wé Nebbu Petta Indo’na Mata/ Pasangan Wé Besse’ dan La Mappé melahirkan anak perempuan bernama I Sa’Arung Padali/ Wé Mata menikah dengan sepupu sekalinya bernama La Pasanrangi Datu Tanrung anak dari pasangan Sitti Hawa dan La Cakkudu Petta Amparita/ Wé Mata dan La Pasanrangi Datu Tanrung kemudian melahirkan anak, seorang bernama La Badu/ Seorang bernama Wé Sélo/ Wé Sélo kemudian menikah dengan La Jojo Arung Berru Karaéng Lémbapparang anak dari pasangan Wé Batari Arung Berru dengan Mahemude’ Karaéng ri Baroanging/ Wé Sélo melahirkan anak bernama Wé Tenri/ Selanjutnya La Onro Datu Lompulle’ menikah dengan Wé Cacu Arung Ganra dan Arung Bélawa Orai’ putri dari pasangan Wé Sitti Tahira Pattola Wajo dean To Lempéng Arung Singkang dan Datu Soppéng dan Luwu/ Pasangan Wé Cacu dan La Onro melahirkan anak, seorang bernama Wé Soji Datu Madello/ Seorang bernama La Pabéangi Arung Ganra/ Seorang bernama La Rumpang Datu Pattiro Ranreng Talotenréng/ Wé Soji Datu Madello menikah dengan La Téngko Manciji Wajo Arung Bélawa Alau putra dari La Tune’ Arung Béttempola dan Somparitimo’ Arung Pénrang/ Wé Soji dan La Téngko kemudian melahirkan anak, seorang bernama La Cella’/ Seorang bernama Wé Tenri Arung Bélawa/ Seorang bernama Wé Panagngareng Datu Madello/ Seorang lagi bernama La Patongai Datu Doping/ La Pabéangi Arung Ganra kemudian menikah dengan sepupu sekalinya yang bernama Wé Tenrisui Pattola Wajo putri dari pasangan [144] La Walinono dan Datu Botto/ Wé Tenrisui dan La Pabéangi Arung Ganra melahirkan anak, seorang bernama La Wana Arung Ganra/ Seorang bernama La Jémma Datu Lapajung/ Seorang bernama Wé Adiluwu Datu Watu/ Seorang bernama Sitti Tahira Pattola Wajo Datu Mallanroé/ Inilah yang menikah dengan sepupu tiga kalinya bernama La Badu, namun ia tidak memiliki anak kemudian bercerai/ La Wana menikah dengan sepupu tiga kalinya yang bernama I Sa’Arung Padali anak dari La Mappé dan Wé Bessé’/ Kemudian La Mappé menikah lagi dengan Wé Cingka anak dari La Jalanté’ Jénérala Témpé/ lahirlah La Mori/ I Sa’ melahirkan anak dari suaminya bernama La Wana Arung Ganra/ Seorang bernama La Walinono Arung Lalebbata/ Seorang bernama Wé Tenridio Datu Lompulle’/ Seorang bernama Galébe’/ Seorang lagi bernama Abu Baénada/ Selanjutnya, Wé Adiluwu menikah dengan sepupu sekalinya bernama La Mangkona Datu Marioriase’ anak dari La Wawo Datu Botto dan Wé Tenriléléang Datu Marioriwawo/ Wé Adiluwu melahirkan anak dari suaminya dengan La Mangkona/ Seorang bernama La Sade’/ Seorang bernama Wé Tenriabéng/ Seorang bernama Wé Tenriangka/ Seorang bernama Wé Cacu/ Seorang bernama Wé Pakkemme’/ Adapun nama La Rumpang Datu Pattiro, disebut dua menikah yang keduaduanya adalah perempuan bangsawan sengngeng (murni), namun ia tidak mendapatkan ana’ pada (bangsawan murni)/ Dia menikah dengan Wé Bubé Datu Suppa, tetapi ia tidak melahirkan anak/ Ia kemudian menikah lagi dengan Wé Radéng Wé Maranyala, ia juga tidak memperoleh anak/ La Onro Datu Laumpulle’ beristri lagi dengan menikahi Wé Dulung/ Lahirlah La Cubeng yang kemudian menjadi pangulu lompo di Galung/ La Cubeng menikah dengan Wé Mundé, saudara perempuannya Jénérala Lompéngeng anak dari La Page’Arung Lompéngeng dan Wé Bonga/ Wé Mundé’ dari suaminya La Cubeng melahirkan anak/ Seorang bernama La Singke’/ Seorang bernama Wé Suki/ Seorang Sitti Saléha/ Dan seorang lagi bernama La Mahmud/ La Rumpang kemudian menikah lagi dengan Wé Tappa/ Lahirlah seorang anak laki-laki bernama La Makkulawu/ Demikianlah kisah mengenai keturunan [145] Wé Alu’Arung Apala/ Wé Alu’ Arung Apala bersaudara kandung dengan Wé Banrigau’Arung Tajong/ Keduanya adalah saudarinya La Tenritappu/ Banrigau’ Arung Tajong menikah dengan La Tenrigangka Arung Ujung anak dari Tomarilaleng Pawélaié riGowa dan Sitti Amina Karaéng Sombaopu Karaéng Tallo/ Dia melahirkan seorang putra yang bernama La Tenriwari/ Wé Banrigau’ kemudian bersuami lagi di Wajo yang menikah dengan La Sampenné Petta La Battowa Cakkuridi Wajo Arung Liu anak dari La Raullangi’To Saddapotto Daéng Lebbi Arung Bénténg dengan La Tenriampa Arung Singkang/ Perkawinan Wé Banrigau’ dengan Petta La Battowa kemudian melahirkan anak, seorang bernama Wé Sawe’ Arung Liu/ Seorang bernama La Olling Maddanreng Boné/ Seorang bernama Wé Sikati Andi Incé/ Wé Sikati Arung Palippung kemudian menikah dengan La Sampo Arung Mpugi’ Arung Bélawa anak dari La Mappulana Arung Mpugi’ dan Wé Bakke’ Datu Kawerang/ Pasangan Wé Sekati dan La Sampo melahirkan anak/ Seorang bernama La Rappeng Arung Lau Arung Mpugi’ Maddanreng Boné, ia juga menjadi sullé ranreng di Tuwa pada masa pemerintahan sepupu satu kalinya yang bernama Wé Hudaiya menjabat sebagai ranreng tuwa/ Seorang bernama La Maggalatung Daéng Mpalié Arung Palippung/ Wé Busa Arung Bélawa kemudian menikah dengan La Tompi Arung Béttémpola Matinroé riWajo anak dari La Sengngeng Arung Bettémpola Matinroé riSalawa’na dari istrinya yang bernama Wé Mappangindeng Arung Macanang/ Wé Busa Arung Bélawa Petta Walu’é melahirkan anak dari suaminya bernama La Tompi Arung Bettémpola/ Seorang bernama La Paramata La Tatta Rajadéwa Arung Béttémpola/ Seorang bernama La Tune’ Mangkau’ alias La Tune’ Sanging Arung Béttémpola Matinroé riTancung/ Wé Kalaru Arung Béttémpola menikah dengan La Patongai Datu Laumpulle’ Ranreng Talotenréng anak dari Wé Mundaria Mappalakkaé dan Petta Cambangngé Arung Malolo Sidénréng/ [146] Wé Kalaru dan La Patongai Datu Laumpulle’ melahirkan anak, seorang bernama La Mangkona disapa Toa Rao, digelar Pajumpungaé, menjadi Datu di Alau Wajo dan Arung di Pallipu/ La Rappeng Arung Mpugi’ Sullé Ranreng Tuwa menikah dengan Wé Bessé’ disapa Daéng Talébang, sebagai Arung di Pénrang, anak dari Wé Baji Datu Bulubangi dan La Saliu Petta Kampongngé Arung Atakka/ Wé Bessé’ dari suaminya yang bernama La Rappeng Maddanreng Boné melahirkan anak, seorang perempuan bernama Sompa Ritimo Arung Pénrang Matinroé riCinnotabi/ Sompa Ritimo’ menikah dengan mempersuamikan sepupu sekalinya bernama La Tune’ Mangkau’ Arung Béttémpola anak dari Wé Busa Petta Walu’é dengan suaminya La Tompi Arung Béttémpola Matinroé riWajo/ Sompa Ritimo melahirkan enam orang anak dari suaminya La Tune’ Sangiang/ Anak pertama bernama La Gau’ yang menjadi pewaris sebagai Ranreng Béttémpola Wajo/ Inilah yang memperistrikan Wé Tenrisampéang Denrawalié Arung Patila anak dari Wé Baru Arung Patila dari suaminya yang bernama La Sadapotto Maddanreng Pammana/ Wé Tenrisampéang melahirkan anak dari suaminya La Gau’ seorang laki-laki bernama La Jemerro’/ Inilah yang menjadi Paddanreng Béttémpola/ Anak berikutnya setelah La Gau bernama La Céngké Manciji Wajo/ Anak ketiga bernama La Téngko Arung Bélawa Alau juga Manciji Wajo/ anak keempat bernama La Jolo’, inilah yang diangkat menjadi Datu Patila/ Seorang anak bernama La Mamu, inilah yang sebut Puwatta Petta ri Ugi’/ Seorang bernama La Coméng/ Dan anak yang keenam bernama Wé Galo, inilah diangkat menjadi Arung Liu/ Wé Galo Arung Liu kemudian dijodohkan dengan sepupu satu kalinya bernama La Mangkona To Rao Pajumpongaé/ mereka tidak memilik anak dari hasil perkawinannya itu/ Pajumpongaé kemudian menikahi sepupu satu kalinya dari pihak ibu bernama Wé Nyili’timo’ Arung Baranti anak dari La Panguriseng yang bersaudara seayah dengan La Patongai Datu Loumpulle’/ Keduanya adalah putra dari Petta Cambangngé Arung Maiwa Arung Malolo Sidénréng/ Namun Pajumpongaé belum juga memperoleh anak/ [147] Kita mengakhiri silsilah keturunan Wé Sikati Petta Eccé’/ Adapun saudara perempuannya yang bernama Petta Iccu’/ Dialah yang menikah dengan La Maréwangeng To Tenriangka gelarnya/ Opu Baramamasé sapaannya/ Melahirkan anak laki-laki bernama La tassala/ Dialah Manciji di Wajo/ Kemudian La Tassala menikah dengan Bessé’ Sampéang Arung Patila adalah putri Matoa Tampangeng dari hasil perkawinan dengan saudara perempuannya Arung Bénténg La Sengngeng/ Lahirlah Wé Baru Arung Patila/ Wé Baru mempersuamikan lelaki bernama La Sadapotto Maddanreng Pammana anak Wé Sompa Datu Pammana dari suami pertamanya yaitu La Cella’ Maddika Bua Matinroé riPadangkaluwa/ Wé Baru Arung Patila melahirkan anak perempuan dari suaminya bernama La Sadapotto yang bernama Wé Tenrisampéang Denrawalié/ Wé Tenrisampéang inilah yang menikah dengan sepupu tiga kalinya bernama La Gau’ Arung Béttémpola, kemudian melahirkan anak bernama La Jamero’ Ranreng Béttémpola/ Sampai di sinilah dikisahkan keturunan saudara perempuan Arumponé La Tenritappu/ Arumponé inilah yang menetap di dua istana secara silih berganti yaitu istana Rompégading dan istana di Boné/ Pada akhirnya beliau wafat di Rompégading pada tahun 1812 M, sehingga beliau diberi gelaran Matinroé riRompégading/ Orang yang menggantikan La Tenritappu menjadi Arumponé adalah anaknya yang bernama La Mappasessu’/ LA MAPPASESSU’ TO APPATUNRU ARUNG PALAKKA [147.21] Namanya La Mappasessu’ disapa To Appatunru’ sebagai bangsawan pewaris Palakka, kemudian menjadi Arung Mangkau’ Boné yang menggantikan ayahandanya pada tahun 1812 M/ Namun pelantikannya baru dilakukan pada tahun 1814 M/ Beliau memiliki saudara lebih tujuh orang yang ayahnya bernama La Tenritappu Mantinroé ri Rompégading dari istrinya bernama Wé Padauleng Arung Makkunrai Matinroé riSaodenrana/ Pada masa beliau menjabat sebagai Arumponé, bangsa Inggris datang menancapkan kekuasaannya di Sulawesi Selatan/ Inggris kemudian mengutus Arung Mampu bernama Daéng Riboko untuk menjemput Sudang serta pusaka kerajaan Gowa yang lain dari tangan Arumponé, karena pada waktu itu Sudang dan pusaka kerajaan Gowa lainnya berada di tangan Arumponé/ Hingga pada batas masa itu, Arumponé yang memegang benda-benda pusaka Gowa karena memang Ia berkehendak menjadi Raja Gowa/ Sebab, beliau memang merupakan darah keturunan dari Karaéng Gowa yang bernama Matinroé [148] riSombaopu/ Lagi pula, pada masa itu memang banyak orang Gowa yang bermukim di pegunungan telah mengabdi kepada Arumponé/ Demikianlah alasannya sehingga Arumponé, La Mappasessu’, bersikukuh untuk menjadi Raja Gowa/ Lagi pula situasi pada waktu itu memang belum ada pewaris yang pasti menjabat sebagai Karaéng Gowa/ Memang sudah tertulis dalam aturan kerajaan Gowa yang berlaku yang dipegang teguh oleh masyarakat Gowa bahwa “Barang siapa yang memegang harta benda kerajaan Gowa, maka dirinyalah sebagai Karaéng Gowa/ Walaupun sudah jelas siapa Karaéng Gowa yang sah, akan tetapi kalau pusaka (arajang) kerajaan tersebut belum berada di tangannya, maka dia tidak memiliki legtimasi sebagai penguasa/ Itulah sebabnya, pada masa Matinroé ri Rompégading ketia ia masih hidup Arung Mampu Daéng Riboko datang menemui Arumponé atas perintah Tuan Besar kerajaan Inggris yang bernama Residen Philips/ Pada saat itu Arumponé bersikeras tidak menyerahkan Sudang bersama dengan benda-benda kerajaan lainnya/ Hal itulah yang menjadi sebab sehingga Arumponé dengan Inggris berperang/ Arumponé memusatkan pertahanannya di Rompégading/ Maka Inggris kemudian menyerang Rompegading dengan pasukan bersenjata lengkap/ Namun pada akhirnya Boné berhasil diduduki oleh Inggris sebab kekuatannya yang lebih besar/ Peristiwa itu menyebabkan sehingga istana Rompégading dibakar oleh pasukan Inggris/ Pada akhirnya Rompégading pun bobol/ Arumponé kemudian memilih pulang ke Boné dan menetap di Lalebbata/ Adapun Arumpone kemudian memilih menyerahkan Sudang dan benda-benda kerajaan Gowa kepada Datu Soppéng Matinroé riAmala’na/ Kemudian Matinroé riAmala’na-lah yang melanjutkan untuk menyerahkannya kepada Arung Mampu/ Arung Mampulah yang kemudian menyerahkan pusaka itu kepada Kompeni Inggris pada tanggal 4 Juni 1814 M/ Selanjutnya, benda-benda Kerajaan Gowa tersebut diserahkan kepada Baté Salapang oleh Panglima Besar sekaligus Panglima Perang Inggris yang menaklukkan Rompégading yang bernama [Tuan Nigtingale]/ Pada tahun 1816 M Gobernamen Belanda mengambil alih kembali kuasa di Makassar/ Pada tahun itu juga nama Arumponé sudah dinaikkan dalam khutbah Jumat yaitu Sultan Muhammad Ismail Muhtajuddin/ Arumponé La Mappasessu’ inilah yang menikah dengan Wé Bau’ Arung Kaju dalam status hubungan bersepupu dua kali/ Wé Bau’ adalah anak dari Wé Rukiya dari suaminya yang bernama La Umpu Arung Téko/ Dialah yang melahirkan [149] seorang anak perempuan bernama Wé Baégo Arung Macégé/ Pada tahun 1823 M Arumponé La Mappasessu’ wafat dan diberi nama anumerta Matinroé riLalebbata/ Wé Baégo Arung Macégé bersuami di Berru dengan Sumange’ Rukka To Patarai Arung Berru, anak dari Arung Berru To Appasawe’ dan Wé Hatija Arung Paopao cucu dari La Maddussila Karaéng Tanété dan Wé Séno Datu Citta/ Pasangan Wé Baégo dan Sumange’ Rukka To Patarai Arung Berru kemudian melahirkan anak, yang sulung bernama Wé Pada yang menjadi Arung Berru/ Anak kedua bernama Singkeru’ Rukka yang menjadi Arung mewarisi takhta Palakka/ Wé Pada Arung Berru kemudian bersuami di Gowa menikah dengan I Mallingkaang Karaéng Katangka yang ketika menjadi raja Gowa disapa Patimatare’/ I Mallingkaang adalah anak dari pasangan I Kumala Karaéng Gowa Tuménanga ri Kakoasanna dengan Wé Séno Karaéng Lakiung/ Dari suaminya bernama Patimatare’ To Menanga riKalabbiranna, Wé Pada kemudian melahirkan dua belas orang anak/ Anak pertama bernama I Makkulawu Daéng Parani Karaéng Lémbaparang/ Anak kedua bernama I To Patarai Karaéng Pabbundukang/ Anak ketiga bernama I To Gellangi Karaéng Silaja/ Anak keempat bernama Wé Batari Daéng Marennu Arung Berru/ Anak kelima bernama Wé Bau’, meninggal ketika masih bayi/ Anak keenam bernama Wé Biba Karaéng Bontosuji, tidak disebutkan siapa keturunannya/ Anak ketujuh bernama I Butaita Karaéng Mandallé’/ Anak kedelapan bernama I Mangiru Daéng Mangémba Karaéng Manjalling/ Anak kesembilan bernama Wé Sugiratu Andi Baloto Karaéng Tanété/ Anak kesepuluh bernama Sitti Hatija Daéng Singara’Arung Rijello/ Anak kesebelas bernama Sitti Rugaiya Karaéng Langélo/ Anak keduabelas bernama I Mangimangi Daéng Mattutu Karaéng Bontonompo/ Kini kisah surutkan kembali kepada anak La Makkulawu yang bernama Daéng Parani Karaéng Lémbaparang/ Inilah yang menjadi Karaéng Gowa dan setelah wafat ia bernama To Ménanga riBundu’na/ Beliau beristri di Alitta menikah dengan Wé Tenripaddanreng Wé Bungasingkeru’ Wé Cella’Arung Alitta Karaéng Bainé, anak dari La Parénréngi [150] Arumponé Matinroé riAjabbénteng dari istrinya yang bernama Wé Tenriawaru Pancaitana Bessé’ Kajuara Arumponé Matinroé ri Majennang Suppa’/ Wé Cella’ dan suaminya La Makkulawu Karaéng Lémbaparang melahirkan anak/ anak pertama bernama La Pangiriseng Bau’ Tondéng Petta Alitta/ Anak kedua bernama La Mappanyukki Datu Lolo Suppa’/ La Panguriseng Petta Alitta menikah dengan sepupu sekalinya bernama Wé Séno Karaéng Lakiung anak dari Wé Batari Arung Berru dari suaminya yang bernama I Mahmud Karaéng Baroanging/ Adapun Wé Séno dan suaminya bernama La Panguriseng Arung Alitta melahirkan beberapa anak/ Anak pertama bernama Wé Cella’ Karaéng Lakiung/ Anak kedua bernama Wé Saripa Karaéng Pasi/ Selanjutnya La Mappanyukki menikah bersepupu sekali dengan Wé Madilu yang bergelar Karaéng Bontomasuji anak dari I Sugiratu Andi Baloto Karaéng Tanété dan suaminya bernama La Parénréngi Karaéng Tinggimaé/ Perkawinan mereka belum membuahkan anak lantas Wé Madilu meninggal dunia/ La Mappanyukki menikah lagi dengan I Wé Batari anak dari Gellarang Tombolo Baté Salapangngé Gowa dari istrinya yang bernama I Cingkogo, melahirkan anak bernama La Pangérang Arung Macégé/ La Mappanyukki kemudian menikah lagi di Massépé dengan Wé Bessé’ Petta Bulo anak dari La Saddappotto Addatuang Sidénréng dan istrinya bernama Wé Béda Addatuang Sawitto/ Perkawinan Wé Bessé’ Bulo dan La Mappanyukki melahirkan anak, pertama bernama Abdullah Bau’Massépé/ Anak kedua bernama Wé Rakiya Bau’ Baco’ Karaéng Balla’tinggi/ Anak ketiga bernama Wé Bulaéng/ Manakala Bessé’ Bulo meninggal, La Mappanyukki menikah lagi dengan sepupu satu kalinya bernama I Manéné Karaéng Balla’sari anak dari I Magguliga Andi Bangkung Karaéng Popo dari istrinya yang bernama I Nako Karaéng Panakkukang/ Pasangan I Manéné dengan La Mappanyukki melahirkan anak/ pertama bernama Wé Tenripaddanreng/ [151] Anak kedua bernama I Parénréngi/ Anak ketiga bernama I Appo/ Anak keempat bernama I Sawe’/ Ada lagi anak lahir dari istrinya ini/ Wé Batari Daéng Marennu Arung Berru menikah dengan sepupu satu kalinya bernama I Mahemude’ Karaéng ri Barowanging, anak dari I Manginyare’ Karaéng Lémbaparang dan istrinya bernama I Woja Karaéng Balla’sari/ Pasangan Wé Batari Daéng Marennu Arung Berru dan I Manginyari Karaéng Lémbaparang melahirkan/ anak pertama bernama I Jojo Kalamullahi Karaéng Lémbaparang Arung Berru/ Anak kedua bernama I Kumala Karaéng Cenrapolé/ Anak kelima bernama Wé Séno Karaéng Lakiung/ Anak keenam bernama I Saribanong Karaéng Tanété Arung Berru/ Anak ketujuh bernama I Mallingkaang Karaéng Ribura’né/ I Jojo Kalamullahi Arung Berru menikah dengan Wé Ica Arung Manisa/ La Saddappotto Addatuang Sidénréng dan istrinya Wé Béda Addatuang Sawitto/ I Jojo Arung Berru kemudian melahirkan seorang anak laki-laki bernama La Saddappotto/ La Jojo kemudian beristri lagi di Soppeng Riaja menikah dengan anaknya La Énra Arung Soppéng Riaja/ Dia melahirkan anak laki-laki bernama La Makkasau/ I Jojo menikah lagi di Soppéng dengan Wé Sélo anak dari La Pasanrangi Datu Tanrung dari istrinya bernama Wé Mata/ Sehingga lahirlah anak yang bernama Wé Tenri/ Adapun I Kumala Karaéng Cenrapolé menikah dengan sepupu satu kalinya bernama I Séno Karaéng Lakiung anak dari I Sugiratu Andi Baloto Karaéng Tanété dan suami sepupu tiga kalinya bernama La Parénréngi Karaéng Tinggimaé/ Pasangan Wé Séno dengan Karaéng Cenrapolé melahirkan/ anak pertama bernama I Manggabarani/ Anak kedua bernama Singkeru’ Rukka/ Anak ketiga bernama Sumange’ Rukka Karaéng Mangépé Arung Berru/ Anak keempat bernama Wé Oja meninggal saat masih bayi/ Selanjutnya Wé Séno Karaéng Lakiung menikah lagi dengan La Panguriseng Wé Cella’ Arung Alitta/ Pasangan Wé Séno dengan La Pangurriseng melahirkan anak/ Anak pertaman bernama Wé Cella’ [152] Karaéng Lakiung/ Anak kedua bernama Wé Saripa Karaéng Pasi/ I Mallingkaang Karaéng Ribura’né menikah dengan Wé Ninnong Ranreng Tuwa Wajo anak dari La Mappanyompa Ranreng Tuwa Wajo Arung Ujung dari istrinya yang bernama Wé Dalatongeng Arung Témpé/ Pasangan Wé Ninnong dan I Mallingkaang melahirkan anak/ Seorang bernama Wé Munawwara Bessé’ Témpé/ Seorang bernama Baharudding Bau’ Akkoténgeng Karaéng Mandallé/ Seorang bernama Mahemude’/ Seorang bernama Wé Mundari Karaéng Balasari/ Seorang bernama Hasang Karaéng Ribura’né/ Seorang lagi bernama Sulaémana/ I Sugiratu Andi Baloto menikah dengan La Parénréngi Karaéng Tinggimaé anak dari I Manggabarani Karaéng Mangépé Arung Matowa Wajo dari istrinya yang bernama Wé Dalawéttoing Karaéng Kajénné/ Pasangan I Sugiratu dan La Parénréngi ini kemudian melahirkan anak/ seorang bernama Wé Madilu Daéng Bau’/ Seorang bernama I Séno Karaéng Lakiung/ Wé Madilu menikah dengan sepupu satu kalinya bernama La Mappanyukki Datu Lolo di Suppa’, namun ia tidak memperoleh anak/ Wé Séno menikah bersepupu sekali dengan Kumala Karaéng Cenrapolé, yang nama-nama anak keturunannya sudah disebutkan/ I Magguliga Andi Bangkung Karaéng Popo menikah dengan sepupu satu kalinya bernama Wé Patimabanri Wé Banrigau’ Arung Timurung anak dari Singkeru’ Rukka Arung Palakka Arumponé Matinroé riPaccing dari istrinya bernama Sitii Saira Arung Lompu/ Pasangan Wé Banrigau’ dan Karaéng Popo melahirkan anak bernama Wé Suttera Arung Palakka, namun meninggal ketika masih bayi/ Setelah Matinroé riBolampare’na meninggal, maka Karaéng Popo menikah lagi dengan I Nako Karaéng Panakkukang anak dari I Mappatunru’ Karaeng Ribura’né dari istrinya yang bernama I Patimasang Daéng Ngasséng/ Pasangan I Nako Karaéng Panakkukang dan I Magguliga Karaéng Popo melahirkan anak bernamaI Manéné/ I Manéné kemudian menikah dengan sepupu satu kalinya bernama La Mappanyukki, sudah disebutkan juga lebih awal silsilahnya/ [153] Adapun I Mangimangi Daéng Mattutu Karaéng Bontonompo menikah dengan I Wé Kunjung Karaéng Tanatana anak dari I Nyu’la Daéng Tappa’ Manyoro’(W)atang Boné dari istrinya yang bernama Wé Patimasang cucu dari Arumponé Matinroé riLalebbata/ Pasangan I Kunjung Karaéng Tanatana dan I Mangimangi Daéng Matutu Karaéng Bontonompo ini kemudian melahirkan anak/ Anak pertama seorang laki-laki bernama La Ijo Daéng Mattawang Karaeng Lalolang/ Anak kedua seorang perempuan bernama I Maisa Karaéng Rappocini/ Anak ketiga seorang perempuan yang bernama I Patimasang Karaéng Panaikang/ Diceritakan bahwa I Mangimangi Daéng Matutu Karaéng Bontonompo inilah yang ketika dilantik menjadi Somba di Gowa dipakaikan tudung Lalang Sipué’ pada tanggal 4 Januari 1937/ Ketika itu yang menjadi Warené Tomaraja bernama Tuan Boselawure (Boslaar)/ dan dihadiri oleh Tellumpoccoé/ Limaé Ajatappareng/ Massénrémpulu/ Cappa’ Galaé/ Hadir pula Sultan Butong/ Setelah tiga hari setelah ditudungi Lalang Sipué’ tepatnya pada tanggal 7 Januari 1937 putri Ratu Belanda Wilhelmina yang bernama Putri Yuliana menikah dengan seorang bangsawan Jerman bernama Perisi Bérenare’ dari tanah Deutschland/ Dengan demikian, para utusan masingmasing kerajaan (boccoé) tinggal menunggu hari pelaksanaan upacara pernikahan tersebut karena mereka hendak menyerahkannya langsung ke Tomarajaé kado ucapan selamat kepada mempelai/ I La Ijo Daéng Mattawang Karaéng Lalolang menikah dengan Daéng Tujing/ Beliau juga mengawini Daéng Ngai/ I La Ijo lah yang menggantikan ayahandanya menjadi Karaéng Gowa/ Dalam masa periode kekuasannya bertepatan bangsa kita memasuki yang namanya kemerdekaan/ Selanjutnya I Mainang Karaéng Rappocini menikah dengan I Pabiséi Daéng Paguling, dia tidak lain adalah paman sepupu satu kali ayahnya Karaéng Katapang Karaéng Tomailalang Lolo ri Gowa anak dari I La Oddanrieu Karaéng Bontolangkasa’ Tomailalang Toa Gowa dari istrinya yang bernama I Makkalaru Karaéng Cempagaya/ Pasangan I Mainang dengan I Pabiséi Daéng Paguling melahirkan anak/ Seorang bernama I La Oddanriwu Karaéng Tukajannanga/ Seorang bernama I Mahmud [154] Karaéng Bontonompo/ Seorang bernama I Patau, inilah yang menjadi anggota TNI/ Seorang lagi bernama Karaéng Rappocini/ Selanjutnya I Patimasang Karaéng Panaikang menikah dengan saudaranya I La Pabiséi Daéng Paguling yang bernama I Paturungi Daéng Riyo Karaéng Baramamasé/ Dia melahirkan anak, yang pertama seorang laki-laki bernama I Dulung Karaéng Karuwisi/ Inilah yang memperistri sepupu satu kalinya bernama Karaéng Rappocini/ Anak kedua seorang perempuan bernama I Toga Karaéng Mangarabombang, inilah yang mempersuamikan sepupu satu kalinya bernama I La Oddanriwu Karaéng Tukajannanga/ Sekian diceritakan perihal keturunan Arumponé Matinroé riLalebbata/ Adapun orang yang menjadi Arumponé berikutnya yaitu saudara perempuannya Matinroé ri Lalebbata bernama Wé Mané WÉ MANÉ ARUNG DATA SULTANAH SAIYARAH JATUDDIN [154.13] Wé Mané Arung Data menjadi Arung Mangkau’ menggantikan saudara kandungnya yang bernama La Mappasessu’ To Appatunru’ Arumponé Matinroé riLalebbata/ Pada tahun 1824 M nama beliau dinaikkan dalam khutbah Jumat yaitu ‘Puwatta’ Wé Mané Sultan Saiya Rajatuddin/ Pada masa pemerintahannya sebagai raja Bone Belanda datang lagi berkuasa/ Gubernur Belanda lalu mengajak Arumponé untuk memperbaharui isi “Perjanjian Bongaya” terutama pasal tentang kesepakatan antara ‘Puwatta’ Petta To Risompaé dengan Belanda, yakni kedua belah pihak akan bersahabat dalam pemerintahan untuk mengayomi rakyat/ Inilah Arumponé yang sangat patuh menjalankan syariat Islam sampai ia mendalami yang namanya ilmu tasawwuf/ Dia pun dihadiahi sebuah ilmu (daéra) oleh gurunya yang bernama Syekh Ahmad, yang mampu menembus Tambora yang disebut ALIF PUTIH (Alipu Puté)/ Itulah yang mendasarinya beliau bersikeras menolak memperbaharui Perjanjian Bungaya tersebut/ Hingga mengakibatkan Boné diserang oleh pasukan Goverenmen Belanda pada tahun 1825 M/ Nanti pada tanggal 7 Agustus 1825 Boné dan Gowa baru bersepakat untuk menjadi sekutu Bond Genoschap dengan Belanda sebagai realisasi pembaharuan Perjanjian Bungaya/ Inilah Mangkau’ yang tidak disebutkan keturunannya karena beliau tidak pernah disebutkan mempunyai suami sampai dia wafat pada tahun 1835 M/ Nama anumertanya ialah Matinroé riKessi’/ Orang yang menjadi Arumponé berikutnya adalah saudara kandungnya yang bernama La Mappasiling/ LA MAPPASILING SULTAN ADAM NAJAMUDDIN [155] La Mappasiling sebagai Mangkau’ Bone berikutnya yang menggantikan saudari perempuannya bernama Wé Mané Arung Data Matinroé riKessi’/ Beliau membuat hubungan antara Bone dengan Goverenamen Belanda kembali cair/ Nama beliau dinaikkan khutbah yaitu Sultan Adam Najamuddin/ Adapun orang yang menjadi penengah sehingga Bone dan Governamen Belanda berdamai adalah orang yang bernama La Mappangara Arung Sinri, anak dari Wé Masi Arung Wette’ dari suaminya yang bernama To Tenri Tomarilaleng Pawélaié riKalukubodoé/ Ibunda La Mappangara adalah cucu dari La Maggamette’ Arung Sinri/ Setelah ayahandanya wafat, La Mappangara kemudian menggantikan posisi ayahnya pejabat Tomarilaleng Boné/ Nama anumerta La Mappangara Arung Sinri adalah Matinroé ri Sesso’é/ Ketika menjabat sebagai Tomarilaleng Boné La Mappangara membangun kembali hubungan baik antara Bone dengan Goverenamen Belanda/ Sebagaimana halnya yang telah disepakati oleh ‘Puwatta’ Petta To Risompaé sebelum adanya perjanjian antara Boné pada tanggal 13 Agustus 1835 M/ Perjanjian tersebut disahkan ditandatangani di Ujungpandang pada tahun 1835 M/ Kunjungan kedua belah pihak silih berganti antara Arumponé dengan Goverenamen Belanda/ Hingga suatu ketika Arumponé La Mappasiling ditemani oleh Tomarilalengngé Arung Sinri yang datang khusus ke Ujungpandang untuk mengunjungi wilayah kekuasaan Bone/ Beliau mempereratkan hubungan persaudaraan antara Bone dengan Goverenamen Belanda yang berkuasa di Celebes bagian Selatan yang bernama Tuan De Geras/ To Marilalengngé La Mappangara Arung Sinri inilah yang menikah dengan saudara perempuan Arumponé bernama Wé Kalaru Arung Palléngoreng/ Namun tidak diketahui anak yang lahir dari perkawinannya itu/ Demikian pula halnya dengan Arumponé La Mappisiling Arung Panynyili, tidak disebutkan nama permaisurinya serta anak keturunannya/ Kisahnya persis dengan saudarinya, Wé Mané Matinroé riKessi’/ Puwatta’ La Mappasiling Arung Panynyili’ wafat pada tahun 1845 M, kemudian diberi gelar anumerta Matinroé ri Salassana/ Dewan Adat Boné yang disebut Arung Pitué melakukan musyawarah untuk mencari putra mahkota, pewaris pilihan, keturunan Mappajung yang dapat menggantikan sebagai Raja Bone/ Para anggota Adae’ Pitué [156] Bersepakat memilih keturunan Mappajung/ Maka dipilihlah kemanakannya, anak saudaranya yang bernama La Parenréngi/ LA PARÉNRÉNGI SULTAN MUHAMMAD SALEH MAHYUDDIN [156.3] La Parénréngi sebagai Arung Mpugi’ dan Arung Lompu kemudian menjadi Mangkau’ yang menggantikan pamannya Matinroé riSalassana saudara ayahnya/ La Parénréngi adalah anak dari La Mappaéwa Arung Lompu Tomalompo Boné yang bersaudara kandung dengan Matinroé riSalassana/ Keduanya adalah anak dari Matinroé riRompégading dan ibunya bernama Wé Tabacina yang biasa disapa Bau’ Cina Karaéng Kanjénné’/ Wé Tabacina adalah anak dari La Pasanrangi Petta Cambangngé Arung Maiwa Arung Malolo Sidénréng dari istrinya yang bernama Wé Mundaria Mappalakkaé Arung Méngé Ranreng Talotenréng/ Mappalakkaé dan Petta Cambangngé melahirkan beberapa anak/ Seorang bernama La Patongai Datu Lompulle’ Ranreng Talotenréng/ Dialah yang dipersiapkan menjadi putra mahkota di Sidénréng/ Hanya saja ia terlibat perang dengan saudaranya yang bernama La Panguriseng, sehingga hak kekuasaannya pada Sidénréng dirampas/ Seorang bernama La Unru Arung Ujung/ Seorang bernama Wé Tabacina Karaéng Kanjenné’/ Seorang bernama Wé Batari, akan tetapi ia meninggal saat masih bayi/ Bau’ Cinalah yang menikah dengan La Mappaéwa Arung Lompu Tomalompo Boné, melahirkan La Parénréngi/ Dialah yang dipilih menjadi Arumponé/ Seorang bernama To Appalo Petta Cambangngé Arung Amali Tomarilaleng Boné dan sebagai Makkedang Ranreng Talotenréng/ Seorang bernama Wé Rukka/ Seorang lagi anaknya bernama Sitti Saira Arung Lompu, inilah yang mempersuamikan anak kemanakan dari sepupu satu kalinya yang bernama Singkeru’rukka bergelar Arung Palakka setelah wafat Matinroé riPaccing/ Sitti Saira kemudian melahirkan anak bernama Wé Pati[ma] Banri Arung Timurung/ La Parénréngi inilah ketika menjadi Arumponé ia masih didampingi oleh pamannya yang bernama La Mappangara Arung Sinri/ Beliau dinaikkan namanya dalam khutbah Jumat yaitu Sultan Muhammad Saleh Mahyuddin/ Tomarilaleng Boné yang bernama Arung Sinri telah berjasa menjadi penengah sehingga tercipta hubungan baik antara Arumponé dengan Goverenamen Belanda/ Pada akhirnya [157] Goverenamen Belanda benar-benar menujukkan persahabatannya sebagai wujud perdamaian antara Boné dan Goverenamen Belanda oleh karena kemurahan hati Tomarialaleng La Mappangara Arung Sinri/ Adalah Gobverenamen Belanda yang berkedudukan di Ujungpandang datang secara khusus berjalan-jalan mengunjungi wilayah pemerintahan Boné/ Hal itu sebagai balasan sikap baik Matinroé riSalassana yang dahulu pernah berkunjung ke Ujungpandang melihat wilayah kekuasaan Bone oleh karena membaiknnya persaudaraan antara Goverenamen Belanda dengan Boné/ Karena kemurahan hati Arung Sinri, La Mappangara To Marilaleng Boné, sehingga Arumponé menyambut baik Goverenamen Belanda Tuan De Peres yang datang ke Bone tahun 1846 M/ Akan tetapi, tak seorang pun yang dapat menduga akhir dari suatu perebutan/ Seperti kata leluhur “piring saja terkadang saling gesek di tempatnya tanpa ada yang menggerakkannya”. Demikian pula halnya La Parénréngi Arumponé dengan Goverenamen Belanda, hubungannya keduanya tidak dapat kekal selamanya/ Sehingga tidak lama berdamai, keduanya kembali bertentangan/ Tomarilalengngé menjadi tumbalnya, kemurahan hatinya tak mampu lagi mendamaikan kedua belah pihak yaitu Arumponé dan Goverenamen Belanda/ Persaudaraan keduanya berubah menjadi perselisihan/ Itulah sebabnya Tomarilaleng Boné yang bernama Arung Sinri memilih jalannya sendiri selagi ruang terbuka lebar/ Beliau datang menghadap kepada Arumponé untuk mengundurkan diri dari jabatan Tomarilaleng Bone/ Sementara pihak Arumponé pun dengan hati yang jernih mengikhlaskan permintaan sang paman/ Pada akhirnya Arung Sinri mundur dari jabatan Tomarilaleng Boné pada tahun 1849 M/ Setelah memangku tugas yang sangat berat, beliau pun saling berikhlas dengan keponakannya/ Maka Arung Sinri berangkat ke Ujungpandang/ Beliau datang [158] menghadap ke pejabat Gubernur Belanda di Ujungpandang yang bernama Tuan De Peres untuk meminta perlindungan dan berharap agar ia diizinkan berdomisili di dalam wilayah kekuasaan Gubernur Belanda/ Permohonan Arung Sinri pun diterima/ Ia diberi kebebasan memilih tempat yang paling diinginkan dalam wilayah kekuasaan Gubernur Belanda/ Pada akhirnya Arung Sinri memilih tanah Marusu’/ Ketika Belanda dan Arung Sinri bersepakat, maka Arung Sinri pun berpamitan kepada Gubernur Belanda untuk kembali ke Boné mengemas barang-barangnya/ Beliau mengajak orang-orang yang sepaham dengannya, begitu pula sanak saudaranya yang ingin ikut pindah bersama dengannya/ Setelah semuanya siap, maka ia pun menemui keponakannya untuk memohon diri untuk pindah tempat tinggal/ Arumponé pun mengizinkannya/ Maka, berangkatlah Arung Sinri La Mappangara meninggalkan tanah kelahirannya negeri para leluhurnya/ Ia pergi meninggalkan tanah Boné melintas Lappariaja, menyusuri area perburuan rusa moyangnya, memotong pegunungan/ Hingga kemudian ia menuruni tanah datar Maros tempat yang telah diberikan oleh Gubernur Belanda/ Tempat itu dinamakan Sesso’é/ Ia bersama dengan pengikutnya pun berhenti di tempat itu/ Beliau kemudian memberikan bagian kepada semua pengikutnya/ Beliau memetakan tanah lalu membagi-bagikan sebagai sumber kehidupan bagi masing-masing keluarga/ Pada akhirnya Arung Sinri bersama dengan pengikutnya bertempat tinggal di Sesso’é/ Beliau Arung Sinri dan pengikutnya sangat taat menjalankan syariat agama/ Mereka pun merasa tenang dalam menjalankan ibadah kepada Allah Taala/ Mereka pun memilih salah satu tarekat untuk dijadikan jalan untuk sampai kepada Allah Taala, yaitu Tarekat Khalwatiyah/ Tarikat inilah menjadi wadah dalam memahami kebenaran dan ke-Esa-an Allah Taala/ Arung Sinri kemudian menemui Penghulu Tarekat Khalawatiyah di Barru yang bernama Puan Kalula Haji Muhammad Fadil/ Dialah yang memberikan tuntunan dan jalan yang lurus dan membawa kebaikan bagi kehidupan dunia serta [159] keselamatan di akhirat kelak/ Adapun keturunannya pada masa kini yang silih berganti menjadi Halifah Tarekat Khalwatiyah/ Pada tanggal pada tanggal 16 Februari 1857 Puwatta’ Arumponé La Parénréngi wafat, kemudian diberi gelar Matinroé riAjabbénténg/ Adapun yang menjadi Arumponé berikutnya yang menggantikan beliau adalah istrinya sekaligus sepupu satu kalinya bernama Tenriawaru/ TENRIAWARU PANCAITA BESSÉ KAJUARA ZULTANAH UMMUL HADI [159.7] Tenriawaru Pancaitana disapa Bessé’ Kajuara menjadi Mangkau’ berikutnya dengan menggantikan suaminya/ Beliau dan suaminya menikah dengan status bersepupu satu kali/ Namanya dalam khutbah Jumat adalah Zultanah Ummul Hadi/ Ayahnya dan ayah suaminya bersaudara kandung seayah seibu/ Ayahanda Tenriawaru bernama Matinroé riRompégading, dan ayah suaminya (Matinroé riAjabbénténg) adalah La Mappawéwang Arung Lompu Anréguru anakarung Boné yang menikah dengan anaknya Mappalakkaé dari suaminya yang bernama Muhammad Rasyid Petta Cambangngé Arung Malolo Sidénréng dan sebagai Arung Maiwa/ Lahirlah Matinroé ri Ajabbénténg/ La Mappawewang Arung Lompu bersaudara kandung seibu seayah dengan La Tenrisukki Arung Kajuara Tomalompoé ri Boné/ Dialah yang memperistri sepupu satu kalinya dari pihak ibunya bernama Tenrilipu Wé Andika Daéng Matanang, anak dari pasangan Wé Madilu Arung Kaju dan La Kuné Arung Bélawa Orai’ Datu Suppa’ Addatuang Sawitto/ Lahirlah Wé Tenriawaru Pancaitana Bessé’ Kajuara Arumponé/ Pada masa Wé Tenriawaru Boné kembali berselisih dengan Belanda/ Penyebabnya karena Belanda selalu berusaha untuk memperbaharui kembali “Perjanjian Bungaya” dengan alasan untuk mencegah renggangnya hubungan persaudaraan Boné dengan Kompeni Belanda/ Sebagaimana jalan yang ditempuh oleh para leluhur kita/ Menurut Belanda bahwa, kebaikan Boné tidak terpisahkan dengan Kompeni Belanda/ Akan tetapi Sang Mangkau’, Bessé’ Kajuara, bersikukuh menolak/ Karena di balik itu anak kemanakan dari sepupu sekalinya, bahkan sudah menjadi iparnya juga, yang sangat berambisi untuk menjadi Arumponé/ Sepupunya tersebut datang menemui ke Gubernur [160] Belanda untuk meminta perlindungan dengan harapan dapat memperoleh dukungan dari Gubernur Belanda dalam mewujudkan ambisinya/ Karena, sejak wafatnya Matinroé riAjabbénténg, dia memang sudah berharapharap agar dirinyalah yang ditunjuk oleh Dewan Adat Boné untuk menjadi pengganti Arung Mangkau’ Boné/ Maka dari itulah ia datang meminta dukungan kepada Belanda agar rencananya tersebut dapat memperoleh dukungan/ Orang yang dimaksud adalah Singkeru’ Rukka Arung Palakka anak dari Wé Baégo Arung Macégé dari suaminya bernama Sumange’ Rukka To Patarai Arung Berru, cucu Matinroé riLalebbata/ itulah sebabnya antara Boné dan Kompeni Belanda kembali bermusuhan/ Arumponé pun melawan atas dukungan pamannya, saudara kandung ibunya, yang bernama La Cibu Tolébaé Ponggawa Boné Addatuang Sawitto/ Sementara di pihak Arung Palakka yang bernama Singkeru’ Rukka didukung oleh Gubernur Belanda/ Akhirnya, pada bulan Desember tahun 1859 M Bone pun diserbu/ Adalah Tuan Jenderal bernama Van Switen sendiri bersama Tomaraja Gubernur Belanda yang bermarkas di Ujungpandang bernama Tuan Djensin terlibat langsung dalam penyerangan Boné/ Sementara itu, Arung Palakka berada di belakang pasukan perang Kompeni Belanda/ Arumponé bermarkas di Bulu Pasémpe’/ Akhirnya Boné kemudian dibakar oleh Goverenamen Belanda, oleh karena pasukan perang Kompeni Belanda memang lebih tangguh dibandingkan dengan Pasukan Boné/ Ketika Arumponé mengetahui kalau lawannya semakin kuat, maka untuk mencegah jatuhnya korban yang lebih banyak lagi, maka terpaksa beliau menyatakan menyerah kepada pasukan Belanda/ Wé Tenriawaru Bessé’ Kajuara pun mengundurkan diri kemudian meninggalkan jabatannya sebagai Arumponé/ Beliau kemudian pergi ke Ajattappareng dan menetap di sana/ Ketika dalam perjalanannya, ia singgah beristirahat di Poléjiwa, datanglah Petta Tolébaé La Cibu Addatuang Sawitto Ponggawa Boné menjemput keponakannya itu kemudian berkata kepada, dengan ucapan: Wahai Bessé’, janganlah engkau berdiam di situ diterpa sinar matahari dan dihembus angin/ [161] Masuklah engkau memilih tempat di dalam/ Setelah kakimu tersandung di antara ketiga negerimu barulah engkau boleh berhenti/ Tinggallah menetap dan menikmati hasil bumimu/ Semoga engkau hidup sejahtera/ Engkau menyantap nasimu yang pulen/ meminum airmu yang sejuk/ engkau dijamu oleh saudaramu/ Pilihlah ketiga negerimu: Suppa’, Sawitto, dan Alitta”/ Ketika perasaannya mulai stabil, Bessé’ Kajuara pun meninggalkan Poléjiwa/ Dia pun singgah di Alitta/ Ia meninggalkan seorang anak yang bernama Wé Cella’ yang juga bernama Wé Bunga Singkeru’ alias Wé Tenripaddanreng/ Anak beliau tinggal pada Petta Pabbicara Allita/ Sementara beliau sendiri meneruskan perjalanannya menuju Suppa’/ Di sanalah di Suppa’ ia tinggal menjadi Jennang Suppa’/ Beliau juga diberi jabatan sebagai Pabbicara Suppa’ (Hakim) sampai akhir hayatnya/ Setelah beliau wafat maka diberilah gelar Matinroé riMajennang/ Wé Tenriawaru melahirkan anak dari hasil perkawinannya dengan Matinroé riAjabbénténg/ Seorang bernama Sumange’rukka/ Anaknya ini meninggal di medan perang ketika ibunya dibawa lari menyingkir ke Ajattappareng/ Anak kedua bernama Wé Sékati, dialah yang menjadi Arung di Ugi’ mewarisi takhta ayahnya/ Namun meninggal sebelum menikah/ Anak ketiga bernama Wé Bué, dialah yang mewarisi Suppa’/ Anak keempat bernama Wé Cella’ yang juga bernama Wé Tenripadareng atau Wé Bunga Singeru’/ Dialah kemudian yang bersuami di Gowa menikah dengan I Makkulawu Karaéng Lémbaparang anak dari Karaéng Gowa I Mallingkaang Karaéng Katangka/ Dia juga yang bernama Patimatare’ Toménanga ri Kalabbiranna dan istrinya bernama Wé Pada Arung Berru Karaéng Bainé ri Gowa/ Setelah meninggal diberi nama anumerta To Ménanga riKalabbiranna/ Orang yang menjadi Karaéng Gowa adalah Karaéng Lémbaparang sementara Arung Alitta menjadi Karaéng Bainé/ Sehingga bersatulah antara [162] Alitta dan Gowa/ Pasangan Arung Alitta dan Karaéng Gowa melahirkan dua orang anak laki-laki / Seorang bernama La Pangoriseng Bau’ Tondéng/ Dialah yang menjadi Arung Alitta/ Seorang lagi bernama La Mappanyukki, inilah yang menjadi putra mahkota di Suppa’/ La Panguriseng kemudian menikah dengan sepupu satu kalinya bernama Wé Séno Karaéng Lakiung anak dari Wé Batari Arung Berru, saudaranya Karaéng Sombaé dari suaminya yang bernama I Mahmud Karaéng Baroanging/ Pasangan Wé Séno Karaéng Lakiung dan La Panguriseng Arung Alitta melahirkan anak/ Anak pertama bernama I Saripa Karaéng Pasi/ Anak kedua bernama Wé Cella’ Arung Lakiung/ Kedua bersaudara tersebut tidak menikah kemudian meninggal dunia/ La Mappanyukki kemudian menikah dengan sepupu satu kalinya bernama Wé Madilu Petta Daéng Bau’ anak dari Wé Sungiratu Andi Baloto Karaéng Tanété dari suaminya bernama La Parénréngi Karaéng Tinggimaé Datu Suppa’/ Datu Lolo Suppa Andi Mappanyukki tidak memiliki anak hingga Wé Madilu meninggal dunia/ La Mappanyukki kemudian beristri lagi di Gowa menikah dengan anak Gallarang Tombolo, melahirkan seorang anak laki-laki bernama La Pangérang/ Manakala Wé Pancaitana Bessé’ Kajuara sudah meninggalkan kerajaan Boné, maka Gubernur Belanda langsung mengangkat raja sebagai penggantinya/ Orang yang menggantikan Wé Pancaitana menjadi Arumponé adalah anak dari sepupu satu kalinya bernama Singkeru’ Rukka/ SINGKERU’ RUKKA ARUNG PALAKKA SULTAN AHMAD MATINROÉ RITOPACCING [162.24) Singkeru’ Rukka digelar Arung Palakka kemudian menjadi Arung Mangkau’ berikutnya/ Beliau adalah anak dari Wé Baégo Arung Macégé dari suaminya yang bernama Sumange’ Rukka To Patarai Arung Berru, cucu dari La Mappasessu’To Appatunru’Arumponé Matinroé riLalebbata/ Dialah Arumponé yang disebut juga pernah menjabat sebagai Arung Bulobulo/ Dialah Arumponé yang terpilih menjadi Mangkau’ hanya karena kehendak Gubernur Belanda, dan bukan keinginan dari Dewan Adat serta bukan kesepakatan dari para Arung Pitué Boné/ Jabatan Arumponé yang disandang Singkeru’ Rukka hanya berstatus sebagai pinjaman dari Belanda/ Karena memang dialah [163] yang menjadi pendukung Gubernur Belanda datang ke Boné untuk menyerang Matinroé riMajennang/ Pada tanggal 13 Februari 1860 M dia menandatangani kontrak singkat dari Gubernur Belanda perihal kedudukannya pada Kerajaan Boné yang berstatus pinjaman kepadanya/ Oleh karena dia secara nyata benar-benar sangat menginginkan jabatan sebagai Raja Bone/ Nama beliau disebutlah di dalam khutbah Jumat yaitu Sultan Ahmad/ Beliau wafat pada tahun 1871 M dan diberi gelar anumerta Matinroé riTopaccing Dialah yang memperistri kemanakannya atau anak dari sepupu satu kali ibunya bernama Sitti Saira Arung Lompu yang bersaudara dengan Matinroé riAjabbénténg/ Matinroé riAjabbénténg adalah anaknya La Mappawéwang Arung Lompu Anréguru Anakarung ri Boné dari istrinya yang bernama Wé Tabacina Karaéng Kanjénné’/ Pasangan Sitti Saira dengan Arung Palakka melahirkan bernama Wé Patibanri Arung Timurung/ Dia inilah yang menikah dengan sepupu satu kalinya bernama I Magguliga Andi Bangkung Karaéng Popo/ I Magguliga adalah anak dari Wé Pada Arung Berru dan Karaéng Gowa Toménanga riKalabbiranna/ Wé Patibanri kemudian melahirkan anak perempuan bernama Wé Suttara Arung Apala/ Arung Palakka kemudian menikah lagi dengan I Kalessong Karaéng Langélo saudari perempuannya La Makkarumpa’ Karaéng Tallo’ atau anak dari I Dékko Karaéng Lakiung dan suaminya yang bernama I Robbo Paherudding Karaéng Katapang Tomailalang Toa ri Gowa/ Pasangan I Kalessong Karaéng Langélo dan Arung Palakka melahirkan anak bernama La Pawawoi Karaéng Ségéri/ Arung Palakka kemudian menikah lagi dengan seseorang yang bukan bangsawan yaitu bernama I Nata I Jo’ro, lahirlah La Pananrang yang kemudian menjabat sebagai pangulu joa’ di Boné/ Selanjutnya Arung Palakka menikah lagi dengan Arung Patingai, lahirlah Wé Suka Arung Data/ Wé Suka inilah yang kemudian menikah dengan La Mallarangeng Daéng Mapata Arung Mellé anak dari La Makkarodda Anréguru Anakarung ri Boné dengan Wé Kasumang/ Wé Kasumang sendiri adalah anak dari To Accala’ Petta Cambangngé Arung Amali To Marilaleng Boné/ Wé Suka melahirkan La Maddapi Arung Poncéng/ La Mappédapi yang menikahi Daéng Tapuji anak dari La Baso’ Daéng [164] Sitaba Arung Poncéng/ La Mappédapi melahirkan anak/ Seorang bernama La Patarai, dan seorang lagi bernama É Nona/ La Patarai kemudian beristri di Wajo dengan menikahi perempuan yang bernama Wé Tépu anak dari Arung Béttémpola La Makkaraka dan istrinya bernama Wé Lajé Petta Eccé’ yang disapa Wé Tapu/ Wé Tapu melahirkan anak dari suaminya bernama La Patarai/ Seorang bernama Wé Ratna/ Seorang bernama La Takdir/ Seorang bernama Mégawati dan masih ada anaknya yang lain/ Adapun Wé Nona kemudian bersuami di Paréparé yang menikah dengan La Déwa anak dari Wé Rella dan suaminya yang bernama La Makkawaru/ Selanjutnya La Pananrang Pangulu Joa menikah dengan Wé Saripa, melahirkan seorang anak laki-laki bernama La Maddussila Daéng Paraga yang menjabat Tomarilaleng Bone sekaligus Makkedangngé Tana Bone/ Inilah yang memperistri sepupu satu kalinya bernama Petta Tungke’ Bessé’ Bandong putri dari La Pawawoi Karaéng Ségéri dan Daéng Taméné/ Lahirlah anak yang bernama Amrullah/ Adapun saudara kandung seayah dan seibu La Pananrang adalah bernama La Mappasissi/ La Mappasissi inilah yang menikah dengan Daéng Taunga, lahirlah La Mappasoré Arung Ta’/ La Mappasoré-lah yang menikah dengan Wé Balobo Daéng Masua’/ Pasangan La Mappasoré dan Wé Balobo melahirkan anak, pertama bernama La Mappasara’ Suléwatang Palakka/ Kedua bernama La Madi kepala polisi/ Ketiga bernama La Paturusi yang menjadi seorang pegawai/ La Pananrang bersaudara kandung seayah dan seibu dengan Arung Kalibo Wé Butta/ Inilah yang menikah dengan paman sepupu dua kali ayahnya yang bernama La Tépu Arung Kung anak dari La Patiroi dan Petta Unga cucu dari pasangan La Temmupage’ dan Wé Sitti/ Pasangan Wé Butta Arung Kalibo dan Arung Kung melahirkan anak laki-laki bernama Ali Arung Cénrana/ Selanjutnya, Ali Arung Cénrana menikah dengan Wé Habe’Arung Kalibo Arung Asali dan melahirkan anak/ Seorang bernama Wé Manuware’/ Seorang bernama La Sitambolo’/ Seorang bernama Arase’ Suléwatang Mampu/ [165] Ali Arung Cénrana menikah lagi dengan Bessé’ Tadde’ Arung Tanété anak dari Wé Maddo Petta Opu Daéng Manati Arung Itterung dan La Mappapenning Arung Panynyili’ sekaligus Arung Mario/ Selanjutnya pasangan Wé Taddé’ Arung Tanété dan Ali Arung Cénrana melahirkan seorang anak laki-laki bernama La Sulolipu Suléwatang Lamuru Tomarilaleng Boné/ La Sulolipu kemudian beristri di Soppeng menikah dengan Wé Cacu putri dari La Mangkona Datu Marioriwawo Arung Matoa Wajo dan istrinya bernama Wé Madilu Datu Watu/ Pasangan Wé Cacu dan La Sulolipu melahirkan anak/ Pertama, bernama Wé Tenrisui Sitti Saénabe’/ Anak kedua bernama La Pabéangi/ Selanjutnya Wé Tenrisui menikah dengan Asis Bau’ Polo anak dari Wé Tenri dan La Pabéangi Datu Lanriseng Arung Jampu/ Kemudian La Pabéangi menikah dengan sepupu satu satu kalinya yaitu Wé Tenriléléang yang bersaudara dengan Wé Cecu anak dari Wé Tenriabéng dan La Patétténgi Datu Suppa’/ Adapun yang menjadi Arumponé berikutnya adalah Wé Banrigau’ menggantikan ayahandanya/ WÉ BANRIGAU’ [165.19] Wé Banrigau’ Patimabanri menjadi Arung Mangkau’ Bone menggantikan ayahandanya/ Nama Wé Banrigau disebutkan dalam khutbah Jumat yaitu Sultanah Fatimah/ Beliau juga disapa Wé Patimabanri Datu Citta/ Pada tahun 1879 M ia menikah dengan sepupu satu kalinya bernama I Magguliga Andi Bangkung Karaéng Popo anak dari Wé Pada Daéng Talélé Arung Berru dan I Mallingkaang Karaéng Gowa Tuménanga riKalabbiranna/ Wé Patimabanri melahirkan anak/ Pertama bernama Wé Suttara Arung Apala/ Setelah perkawinan Arumponé dengan Daéng Sérang Karaéng Popo, beliau kemudian diberi jabatan sebagai Arung Palakka oleh istrinya/ Ketika Arumponé meninggal dunia pada tahun 1895 beliau diberi gelar anumerta Matinroé riBolampare’na/ Setelah upacara pemakaman Matinroé ri Bolampare’na dilakukan, Karaéng Popo pun menyampaikan keinginannya kepada Dewan Adat Bone agar dirinya dapat dipilih mewarisi takhta Arumponé menggantikan istrinya/ [166] Meskpiun dia sangat berambisi menjadi Mangkau’ Boné, namun ia dihalang-halangi oleh iparnya yang bernama La Pawawoi Karaéng Ségéri yang pada masa itu sedang menjabat sebagai Tomarilaleng Boné/ Semasa hidup Matinroé riBolampare’na dengan status sebagai istrinya, Karaéng Popo ini memang telah banyak melakukan tindakan yang tidak terpuji terhadap rakyat Boné, antara lain membiarkan para pengikutnya berbuat kejahatan/ Misalnya, melakukan tindakan sewenang-wenang kepada rakyat Boné/ Itulah sebabnya Dewan Adat Boné bersama dan Ade’ Pitué bersepakat memilih putrinya Matinroé riBolampare’na yang bernama Wé Bessé’ Suttera Bau’ Boné Arung Apala/ Pada masa itu, Daéng Bau’ Boné baru berumur tiga belas tahun/ Akan tetapi Tomaraja Gubernur Belanda di Ujungpandang yang bernama Tuan Braan Manrist, pada waktu itu tidak menyetujui hasil kesepakatan Dewan Adat Boné/ Pihak Belanda mengkhawatirkan potensi timbul persekongkolan antara Gowa dan Bone untuk bersatu kekuatan melawan Kompeni Belanda/ Dengan demikian Tomaraja Goverenamen Berlanda yang bernama Tuan Braan Manrist kemudian datang langsung ke Boné melakukan pertemuan dengan Arung Pitué bersama dengan Dewan Adat Boné/ Pada akhirnya mereka bersepakat menjadi Arumponé adalah Tomarilaleng yakni saudara seayah Matinroé riBolampare’na yang bernama La Pawawoi/ LA PAWAWOI [166.26] Namanya La Pawawoi, Karaéng Ségéri sebagai gelar kebangsawanannya/ Beliau dilantik menjadi Mangkau’ menggantikan saudara perempuannya, Wé Banrigau’ Matinroé ri Bolampare’na/ Hubungan keduanya adalah bersaudara lain ibu, namun satu ayah/ La Pawawoi adalah putra dari Matinroé riPaccing dan Karaéng Langélo/ Pada masa itu Karaéng Ségéri sudah lemah karena usianya sudah tua, akan tetapi dia melakukan banyak pengabdian kepada Gubernur Belanda/ Selain itu ia juga banyak memberikan bantuan dan kebaikan terhadap orang-orang kulit putih yang dia lakukan ketika [167] fisiknya masih kuat dalam usia muda/ Pada tahun 1859 M dia bersama-sama dengan Gubernur Belanda membakar dan menyerang Turaté/ Setelah kembali dari perang pada tahun 1865 M kemudian orang tuanya mewarisinya jabatan sebagai dulung ajangngale’ di mana Gubernur Belanda telah memberi persetujuannya/ Persetujuan itu kemudian dilaporkan kepada raja Boné yang pada masa itu yang menjadi Mangkau’ adalah saudara perempuannya yang bernama Wé Patima Matinroé riBolampare’na/ Selanjutnya, La Pawawoi diangkat menjadi Tomarilaleng Boné setelah melakukan penyerangan dan pembakaran Turaté/ Karena beliau banyak melakukan kebaikan terhadap Kompeni Belenda, sehingga Kompeni Belanda lalu meminta persetujuan dari ayahnya ketika akan diangkat menjadi Karaéng Ségéri/ Saat itu dia diangkat menjadi Karaéng untuk wilayah kekuasaan Pétoro’ Pangkajénné’/ Rupanya Karaéng Bontobonto Maira membangun serangan sebagai perlawanannya terhadap Goverenamen Belanda/ Sehingga Goverenamen Belanda meminta kembali Karaéng Ségéri untuk datang meredam keributan yang dilakukan oleh Karaéng Bontobonto itu/ Karaéng Ségéri pun datang memberikan bantuan kepada Goverenmen Belanda/ Mereka bersama-sama menyerbu kemudian membakar dan menyerang Karaéng Bontobonto hingga menaklukkannya/ Pada tahun 1868 M Karaéng Bontobonto memulai melakukan pemberontakan, dan baru berhasil dipadamkan pada tahun 1877 M/ Pada tahun inilah barulah dinyatakan bahwa Gubernur Belanda berhasil memadamkan pemberontakan Karaéng Bontobonto/ Sebagai balas jasa terhadap Karaéng Ségéri atas kebaikan dan pertolongannya yang telah ditunjukkannya, maka Goverenamen Belanda menganugerahinya Bintang Emas yang berukuran besar serta kalung yang diberi nama De Grote Gouden Ster Voor Trounen en Verdienste/ Selanjutnya Dewan Adat bersama dengan Arung Pitué Boné dan Arumponé beserta Kompeni Belanda bersepakat mengusir Karaéng Popo meninggalkan tanah Boné/ Karaéng Popo kemudian kembali ke Gowa, pada waktu yang sama putrinya yang bernama Wé Suttara Arung Apala pun wafat pada tahun 1903 M/ Pada tanggal 16 Februari 1896 M [168] Arumponé bersama dengan Goverenamen Belanda melakukan kontrak dan pembaharuan Perjanjian Bungaya/ Itulah sebabnya Goverenamen Belanda merasa memiliki hubungan persaudaraan yang erat dengan Boné/ Akan tetapi, baru setahun setelah Perjanjian Bungaya tersebut diperbaharui, Beliau mencari cara untuk melanggar isi kontrak yang telah diperbaharui/ Adapun pembaruan Perjanjian Bungaya selesai dilakukan pada tanggal 16 Februari 1896 M/ Karaéng Ségéri mengaggap dirinya dilangkahi, sehingga beliau mulai menebar teror ke kerajaan-kerajaan tetangganya termasuk rakyatnya sendiri/ Dia memerintahkan membakar Singkang/ Dia menyerang Arung Pénéki La Oddang Datu Larompong karena menganggap Arung Singkang menghalangi-halanginya memperdagangkan garam miliknya masuk ke Pallime’/ Dia juga turut campur dalam persengketaan antara Luwu dan Enrékang/ Dia melakukan tindakan sewenang-wenang pada beberapa kerajaan tetangganya/ Dia juga mengabaikan dua tiga permintaan Gubernur Belanda dan menghalangi-halangi perintah Belanda/ Ia juga melakukan perbuatan yang bukan hasil kesepakatan dengan Dewan Adat dan Arung Pitué Boné/ Hal yang dilakukannya hanya berdasarkan kehendaknya sendiri/ Akibatnya, rakyat Boné sangat menderita/ Tidak ketinggalan perlakuan tak pantas dari orang-orang kepercayaannya yang menyebabkan Gubernur Belanda memberikan nasihat/ Namun dia mau memperdulikannya/ Pada masa pemerintahan Tuan Krussen sebagai Tomaraja Gubernur Belanda di Ujungpandang tepatnya pada tahun 1904 Masehi, Gubernur Belanda akan menarik pajak retribusi pelabuhan di Ujungpandang/ Akan tetapi, Raja Bone memveto keinginan Gubernur Belanda tersebut/ Gubernur Belanda juga meminta untuk mendirikan loji di Bajoé dan Pallime’ dan menawarkan kepada Arumponé mendapat bayaran yang pantas dari para pedagang yang datang dan pergi/ Akan tetapi, Arumponé menolak semua permintaan Gubernur Belanda tersebut/ itulah sebabnya pihak Belanda merasa malu sebab sudah dua tiga permintaannya ditolak/ Akan tetapi Arumponé justru memerintahkan menarik pajak bagi seluruh orang Bone yang berada tanah rantau di luar dari negeri Bone/ [169] Gubernur Belanda berkali-kali memberi peringatan dan telah banyak kali memberi nasihat, akan tetapi Arumponé tidak juga mengindahkannya/ Akhirnya Gubernur Belanda tidak mampu lagi memberikan pandangan, lagi pula ia merasa malu sebab dua tiga permintaannya telah ditolak/ Akhirnya pada tahun 1905 M Boné diserang oleh pasukan Belanda langsung di bawah komando Kolonel van Humen, panglima perang Belanda/ Boné kemudian dibakar oleh pasukan Belanda/ Pada akhirnya, Arumponé menderita kekalahan dari lawannya/ Arumponé kemudian mengalihkan pertahanannya ke Bulu Pasémpe’ dan membawa serta harta bendanya/ Pasukan Belanda terus-menerus mengejarnya, sehingga Arumponé melarikan diri ke wilayah Pitumpanua yang memang masih merupakan kekuasaannya kerajaan Boné pada masa itu/ Adapun panglima perang (ponggawa musu) Bone yaitu anak kandung Arumponé sendiri yang bernama La Patiwiri disapa Baso Hamid/ Sementara itu terdapat pimpinan-pimpinan prajurit yaitu Ali Arung Cénrana, La Massakkirang Arung Céppaga, La Mappasoré Dulung Ajangngale’, La Nompo’ Arung Béngo Suléwatang Sailong, La Page’ Arung Labuaja/ Arumponé bersama dengan Petta Ponggawaé kemudian membuat benteng pertahanan di Kompengngé/ Ketika serdadu Belanda tiba di hadapan pertahanan pasukan Bone, maka berkobarlah perang antara kedua belah pihak/ Pasukan Bone bertempur habis-habisan menghadapi tekanan serdadu Belanda/ Pertempuran baru berhenti setelah Petta Ponggawaé tewas dalam peperangan/ Dikisahkan bahwa, sejak bulan Juli tahun 1905 Masehi Belanda mulai melakukan serangan kepada Bone/ Pusat pertahanan Boné pun berhasil dibobol kemudian dibakar oleh Serdadu Belanda pada tanggal 30 Juli 1905 Masehi/ Pada tanggal 2 Agustus 1905 Masehi Arumponé mengundurkan pertahanannya ke wilayah Pasémpe’ oleh karena ibukota pemerintahannya di Watampone Bone telah diduduki oleh pasukan Belanda/ Pasukan Belanda kemudian mengarahkan serangannya lagi ke Pasémpe’, tetapi Arumponé sudah tidak ditemukan lagi oleh musuhnya di Pasémpe’/ [170] Arumponé lebih dahulu mengundur ke wilayah Pitumpanua dan di sanalah membuat benteng pertahanan/ Pusat pertahanan diletakkan pada Kompéngngé dengan membuat bentengnya di kampung Batu/ Pada bulan September tahun 1905 M Arumponé bersama pasukannya tiba di Pitumpanua/ Akan tetapi, jejak keberadaannya selalu terlacak oleh lawan sehingga pasukan Belanda dengan mudah selalu mengikuti arah pelariannya/ Tanggal 18 November 1905 Masehi, prajurit Boné dan Serdadu Belanda sudah berhadap-hadapan dan perang berkobar kembali/ Kedua belah pihak, pasukan perang Arumponé dan pasukan perang Serdadu Goverenamen Bélanda kemudian saling serang/ Kedua belah pihak berperang habishabisan mengeluarkan kemampuannya/ Namun, pada akhirnya Petta Ponggawaé Bone yang tidak lain adalah anak kandung Arumponé bernama La Patiwiri Baso’ disapa Abdul Hamid tewas dalam perang/ Arumponé kemudian mengambil pilihan untuk menyerah oleh karena hanya kepada anaknyalah yang menjadi tumpuan harapannya bertahan/ Arumponé ditawan dan dibawa ke Paréparé/ Di sanalah di Paréparé beliau diangkut menggunakan kapal perang Belanda menuju Betawi/ Setelah sampai di Tanah Jawa, beliau ditunjukkan sebuah tempat pengasingannya yaitu di Bandung/ Kisah dan masa pemerintahan La Pawawoi Karaéng Ségéri pun dinyatakan berakhir di Boné/ Pada waktu Arumponé diasingkan ke Bandung Gubernur Bandung tidak langsung melakukan penggantian Karaéng Ségéri sebagai Arumponé, sehingga jabatan Arumponé hanya dijalankan oleh Dewan Adat bersama dengan Arung Pitué/ Barulah pada tanggal 2 Desember 1905 Masehi Puncak Pimpinan Kompeni Belanda di Jakarta memutuskan, bahwa kerajaan Tellumpoccoé di Sulawesi Selatan yaitu Boné, Wajo, Soppéng digabung dalam satu kesatuan kekuasaan di bawah langsung Gubernur Belanda dengan status Afdeeling, yaitu Afdeeling Boné dengan ibukotanya berkedudukan di Pompanua/ Adapun kepala Afdeeling berkedudukan di Pompanua disebut [71] Asisten Resident/ Afdeeling Boné kemudian dibagi menjadi lima bagian, masing-masing bagian berstatus sebagai Onder Afdeeling yang kepalanya disebut Tuan Pétoro/ Ada yang disebut Pétoro Besar yaitu Asisten Resident/ Ada pula yang disebut Petoro Tengah yang bernama Controleur; dan ada pula yang disebut Petoro Kecil yang bernama Gerahebber atau Aspirat Cotroleur/ Tiga tingkat di atas posisi kepangkatan tersebut semua diduduki oleh Belanda/ Sedangkan jabatan di bawahnya dapat diduduki oleh penduduk pribumi bagi yang berpendidikan tinggi misalnya jabatan Handshape atau Bestur Assistant yang disingkat menjadi B.A./ Tingkatan di bawahnya disebut Hulp Bestus Assistant yang disingkat menjadi H.B.A./ Afdeeling Boné dibagi menjadi lima bagian dan terdapat pimpinannya masing-masing yaitu: 1. Onder Afdeeling Bone Utara/ Ibukotanya berkedudukan di Pompanua/ Ibukota dari Onder Afdeeling dipimpin langsung oleh Tuan Pétoro Besar 2. Onder Afdeeling Bone Tengah/ Ibukotanya berkedudukan di Watamponé yang dipimpin oleh Pétoro Tengah yang disebut Controleur Petoro Boné/ 3. Onder Afdeeling Bone Selatan/ Ibukotanya berkdudukan di Mare/ yang dipimpin Pétoro Kecil yang disebut Aspirant Controleur atau Gerahebber. 4. Onder Afdeeling Wajo/ Ibukotanya berkedudukan di Singkang/ Sebab sebelum masuknya Belanda ibukotanya berkedudukan di Tosora/ Wajo dipimpin oleh Pétoro Tengah sebagai Controleur Pétoro Wajo/ 5. Onder Afdeeling Soppeng/ Ibukotanya berkedudukan di Watassoppeng yang dipimpin oleh Pétoro Tengah yang disebut Controleur Pétoro Soppeng/ [172] Kisah diulang kembali/ Alasan mengapa Arumponé bersama pasukannya berperang habis-habisan dengan mengambil posisi pertahanan Pitumpanua, oleh karena Pitumpanua memang masih merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Boné/ Bone telah menempatkan panglima perang (dulung) untuk mengawasi keamanan, jalannya pemerintahan, dan pengabdian Pitumpanua terhadap Bone/ Wilayah yang tergabung dalam Pitumpanua: Pertama, Kéra/ Kedua Bulété/ Ketiga, Léworeng/ Keempat, Lauwa/ Kelima Awo/ Keenam Tanété/ Ketujuh, Passelloreng/ Setelah Boné kalah maka Belanda mengambil alih Pitumpanua/ Belanda kemudian menyerahkann kepada Wajo dengan pemberian status sebagai lili atau kerajaan bawahan/ Akan tetapi, Pitumpanua secara khusus menjadi lili passéajingeng (kerajaan kerabat bawahan)/ Adapun kedudukan arung dalam hal ini dulung adalah sebagai lili dari Wajo/ Demikianlah siatuasi kerajaan Boné semenjak Karaéng Ségéri tertangkap dan diasingkan, hanya Dewan Adat dan Ade’ Pitu yang menjalankan roda pemerintahan/ Akan tetapi, sejak Belanda mengambil alih kekuasaan, Dewan Adat hanya berstatus sebagai pengawas saja, karena kekuasaan dan pemerintahan setiap hari seluruhnya dijalankan oleh Goberenamen Belanda yang disebut Tuan Pétor atau Controleur/ Demikianlah jalannya roda pemerintahan pada wilayah Tellumpoccoé/ Adapun di Boné tidak ada lagi yang disebut Arung Mangkau’ atau Arumponé/ Meskipun demikian, kerajaan Wajo tetap memiliki Arung Matoa yang berfungsi sebagai penyambung lidah Goverenamen Belanda dengan rakyat/ Demikian pula halnya Soppeng, tetap ada jabatan kedatuan Soppeng/ Khusus di dakam kerajaan Boné, hanyalah Tomarilaleng yang ditugaskan pengganti Mangkau’ untuk menerima perintah Goverenamen Belanda/ Kebijakan pertama yang dikeluarkan oleh Goverenamen Belanda adalah keamanan negeri/ Tak seorang pun penduduk yang diperbolehkannya memiliki senjata atau peralatan perang lainnya, sehingga semua bedil harus dilucuti dan diserahkan kepada Belanda/ Serta-merta Goverenamen Belanda pun merasakan keamanan sudah bebas dari ancaman musuh musuhnya/ Sisa-sisa prajurit Arumponé yang berada di dalam wilayah Tellumpoccoé seluruhnya pun dnyatakan telah tunduk/ Maka, Belanda pun kemudian menagih upeti dari rakyat per kepala masing-masing tiga ringgit/ [173] Uang tagihan itu disebut sebbukati atau upeti sebagai biaya atas kerugian perang, baik kerugian harta benda, biaya pengobatan, maupun tebusan nyawa tentara Goverenamen Belanda yang mati/ Setelah menarik upeti (sebbukati) dari Tellumpoccoé dan seluruhnya telah diterima oleh tangan Belanda, Belanda kemudian memulai memberlakukan program kerja paksa bagi kaum laki-laki untuk membuat jalan raya/ Adapun umur bagi kaum laki-laki yang menjadi patokan yakni dimulai dari anak-anak yang sudah mengerti cara berpakaian, sampai pada umur enam puluh tahun/ Seluruhnya diwajibkan mengikuti kerja paksa tanpa pandang bulu, kecuali orang buta tidak dilibatkan/ Jadwal kerja paksa terbagi empat siklus dalam setahun/ Satu siklus mencakup tiga bulan lamanya/ Hanya satu jumatan (tujuh hari) waktu beristirahat pada setiap satu siklus/ Jika seseorang tidak sanggup bekerja, maka ia akan dikenakan wajib membayar sebanyak dua belas ringgit dalam setahun/ Paling sedikit ia harus dibayar seperempat tahun dengan harga tiga ringgit/ Semua penduduk khususnya kaum laki-laki wajib memiliki surat tanda penduduk (sure’ pabbanua) sebagai identitas penduduk pribumi/ Demikianlah cara-cara pemerintahan Belanda terhadap program kerja paksa (jamang kasiwiyang)/ Apabila seseorang sengaja meninggalkan pekerjaannya, lantas tidak pula membayarnya, maka ia dianggap melakukan pelanggaran berat/ Hal itu berakibat orang itu akan dikenakan hukuman kurungan penjara/ Hasil penarikan pajak atau upeti perseorangan itu, kemudian diperuntukkan untuk membayar gaji para pegawai Belanda/ Setelah kedudukannya di Tellumpoccoé dianggap cukup kuat, maka Goverenamen Belanda memindahkan ibukota Afdeeling ke Watamponé sekaligus Pétoro’ Besar juga berkedudukan di Watampone/ Pengerjaan jalan raya yang dilakukan secara kerja paksa yang menghubungkan antar wilayah Tellumpoccoé sudah selesai pula/ Assistant Resident Bone kemudian tinggal menetap di Boné, sedangkan Onder Afdeeling Awamponé dan Onder Afdeeling Attamponé hanya diperintah oleh Pétoro Kecil saja/ Sementara itu, Gerahebber yang bertugas menjaga bekas Pétoro Besar/ Assistant Resident berposisi di Watamponé, sementara Pétoro Besar sudah berkedudukan sebagai Tomaraja di Ujuppandang/ Ketika Goverenamen Belanda merasakan kedudukannya sudah aman di wilayah Tellumpoccoé, maka La Pawawoi Karaéng Ségéri segera dipindahkan ke Jakarta atau Betawi/ Di sanalah beliau tinggal menetap hingga ajalnya tiba, yaitu pada tanggal 11 November 1911 M/ Itulah sebabnya beliau diberi gelar anumerta [174] Matinroé riJakaretta/ Pada tahun 1976 Masehi beliau diangkat menjadi Pahlawan Kemerdekaan Indonesia sebagai Pahlawan Nasional, sehingga makamnya dimasukkan dalam kompleks pemakaman para pejuang yang gugur dalam medan perang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia/ Tempat itu bernama Makam Pahlawan Kalibata di Jakarta/ Tidak diketahui dengan jelas siapa sesungguhnya putra mahkota yang akan menjadi pengganti La Pawawoi, karena anaknya hanyalah La Patiwiri yang disapa Baso’ Abdul Hamid/ Ketika beliau masih berada di Boné, beliau memang telah mengusulkan kepada Dewan dan Arung Pitué untuk mengumumkan kepada seluruh rakyat, bahwa jika suatu saat ajalnya telah tiba, maka anaknyalah yang bernama La Patiwiri menggantikannya sebagai Arumponé/ Akan tetapi, memang beliau mujur, tetapi juga sial, karena La Baso’ tewas terbunuh oleh tentara Belanda dalam perang di Kompéngngé/ Itulah sebabnya Matinroé riJakaretta dengan segera mengibarkan bendera putih karena putranya semata wayangnya yang menjadi Panglima Perang telah gugur/ Hanya itu putranya yang dicatatkan lahir dari istrinya yang bernama Wé Karibo/ Wé Karibo sendiri adalah cucu dari Arumponé yang berasal dari Berru/ Hanya Wé Karibo yang berstatus sebagai permaisuri (arung makkunrai) di Boné/ Manakala Matinroé riJakaretta menjabat sebagai Mangkau’ Boné, maka La Baso’ kemudian diangkat menjadi Ponggawa Boné/ Dialah yang memimpin seluruh dulung pammusu’ (komandan pasukan perang) kerajaan Boné/ La Baso’ Abdul Hamid kemudian dinikahkan dengan Wé Cenra Arung Cinnong anak dari La Mauséreng Arung Matuju dan istrinya yang bernama Wé Biba Arung Lanca/ Pasangan Wé Cenra dan La Baso’ kemudian melahirkan yang bernama La Pabbénténg Daéng Palawa/ Dialah yang kemudian diangkat menjadi pewaris Arung Macégé/ Karaéng Ségéri kemudian menikah lagi dengan memperistri sepupu satu kalinya bernama Wé Manuwware’ putri dari pasangan Wé Habe’ Arung Ajjalireng dan Arung Cénrana/ Selanjutnya, Karaéng Ségéri menikah lagi dengan Daéng Taméné yang juga cucu dari Mangémpang Berru/ Perkawinannya ini kemudian melahirkan anak perempuan bernama Wé Tungke’ Bessé’ Bandong/ Daéng Tanéné-lah sebagai istri yang ikut serta mendampingi Karaéng Ségéri ketika beliau diasingkan di Bandung/ Wé Tungke’ Bessé’ Bandong lalu menikah dengan sepupu satu kalinya bernama La Maddussila yang [175] disapa Daéng Paraga putra dari pasangan La Pananrang, Pangulu Jowa’ di Boné dan Wé Saripa/ Wé Saripa adalah bersaudara seayah dengan Matinroé riJakaretta/ Pasangan Bessé’ Bandong dengan La Maddussila Daéng Paraga Tomarilaleng Boné kemudian melahirkan anak yang bernama Amirullah/ Disebutkan bahwa pada masa La Pabbénténg Arung Macégé sebagai Arumponé, nama Daéng Paraga diangkat menjadi pejabat Makkedantana Boné/ Setelah Makkedantana wafat, Bessé’ Bandong kemudian menikah lagi sepupu dua kalinya bernama I La Ijo Daéng Mattawang Karaéng Lalolang Sombaé ri Gowa anak dari I Mangimangi Daéng Mattutu Karaéng Bontonompo dari istrinya yang bernama Karaéng Tanatana/ Adapun anaknya Karaéng Ségéri dari istrinya yang berasal dari Sunda bernama Wé Patima adalah bernama La Mappagau’/ Dialah yang melahirkan La Makkulawu Suléwatang Pallime’ dan satu orang lagi bernama Wé Habe’Arung Ajangngale’/ Dialah yang menikah dengan Ali Arung Cénrana, anak dari La Tépu Arung Kung dan Wé Butta Arung Kalibong/ Wé Habe kemudian melahirkan seorang anak bernama Wé Manuware’ dan seorang lagi bernama Sitambolo’/ Keduanya pernah menjabat sebagai Suléwatang Mampu/ Selama pengasingan Karaéng Ségéri Matinroé riJakaretta, pihak yang menjalankan roda pemerintahan di Bone ialah Dewan Adat bersama dengan Arung Pitué/ Mereka ini juga yang melakukan perjanjian kontrak dengan Goverenamen Belanda dengan memperbaharui Perjanjian Bungaya yang disepakati sejak tahun 1667 M/ Selama 26 tahun lamanya Boné tidak memiliki Arung/ Hanya Arung Pitué yang menjadi penyambung lidah Goberenamen Belanda kepada rakyat Boné/ Setelah Goverenamen Belanda semakin kuat menancapkan kuasanya di Boné, barulah ia menyetujui untuk mengembalikan kedaulatan kerajaan Boné/ Maka Dewan Adat bersama Arung Pitué bersepakat mengangkat seorang pakkatenning ade’ di Boné/ Mereka kemudian menunjuk salah seorang putra mahkota dari bangsawan murni yang berhak mewarisi jabatan Arumponé/ Dialah orang yang bernama La Mappanyukki/ LA MAPPANYUKKI’ [176.1] La Mappanyukki Datu Lolo Suppa’, dikenal juga dengan nama Datu Silaja/ Ketika perang Gowa meletus pada tahun 1906 Masehi, beliau bersama ayahandanya yang bernama I Makkulawu Karaéng Lémbaparang Karaéng Gowa kukuh melawan Governamen Belanda/ Peristiwanya terjadi satu tahun setelah Raja Bone, Karaéng Ségéri, ditangkap dan diasingkan ke Bandung tahun 1905. Perang Gowa ini meletus karena Governamen Belanda beralih target dari Boné kepada Gowa/ Matinroé riJakaretta bersepupu satu kali dengan Sombaé Gowa/ Pada masa itu La Mappanyukki menjabat sebagai Datu Lolo Suppa’, sedangkan saudaranya yang sulung bernama La Panguriseng menjabat sebagai Datu Alitta/ Karena ayah beliau adalah Karaéng Gowa, maka kerajaan Suppa’ dan Alitta menenggelamkan diri ke dalam perang Gowa untuk membantu ayahnya/ Sebab lain Gowa diserang, karena Governamen Belanda menuduh Kamondan Pasukan Perang Arumponé yang bernama La Page’ Arung Labuaja bersembunyi di Gowa/ Akan tetapi, sebenarnya Governamen Belanda hanya mencari gara-gara supaya terjadi peperangan dan dapat menaklukkan Dua Bocco Cappagala atau dua kerajaan utama di Sulawesi Selatan/ Sebab, hanya dua kerajaan yang disegani oleh Kompeni yaitu Bone dan Gowa saja/ Karena kedua negeri ini memiliki pasukan yang tangguh dan didukung peralatan perang yang memadai/ Jika kedua Bocco Cappagala tersebut dapat dikuasai lebih awal oleh Belanda, maka kerajaan-kerajaan lainnya dapat ditundukkan dengan mudahnya/ Setelah Governamen Belanda menduduki ibukota kerajaan Gowa, Karaéng Somba dan pasukannya kemudian melarikan diri ke Ajattappareng/ Ia tidak ingin meninggalkan wilayah kerajaan Suppa’ dan Alitta, sebab kedua wilayah itu adalah daerah kekuasaan kedua anaknnya dari pihak Karaéng Bainé/ Di sanalah Karaéng Gowa berperang habis-habisan, hingga ia tewas bersama dengan anaknya bernama La Panguriseng Datu Alitta/ Itulah sebabnya beliau diberikan nama Karaéng Somba Ilangnga Toménanga riBundu’na/ Adapun La Mappanyukki Datu Suppa’ kemudian ditawan oleh serdadu Kompeni Belanda yang kemudian diasingkan ke Ujungpandang/ Selanjutnya dari Ujungpandang ia dibawa menyeberang ke Selayar/ [177] Demikianlah sehingga La Mappanyukki kemudian digelar juga dengan nama Datu Silaja oleh Kompeni Belanda/ La Mappanyukki inilah yang menjadi Mangkau’ Boné menggantikan pamannya atau sepupu satu kali dari garis darah ayahnya/ Karena dialah yang jelas asal-usulnya sehingga kemurnian darahnya tidak perlu diragukan lagi/ Yang jelas bahwa, dia adalah keturunan dari Mappajungngé, berdarah murni dari keturunan Matinroé riNagauleng/ Darah kebangsawanan La Mappanyukki dari kedua belah pihak berasal dari Matinroé riRompégading/ Dari pihak ayahnya yaitu Karaéng (Sombaé) di Gowa sedangkan ibunya adalah keturunan dari Matinroé riAjattappareng dan Matinroé riMajennang/ Oleh karena itu, Ade’ Pitué bersama dengan Arung Pitué tidaklah keliru apabila menjatuhkan pilihannya kepada beliau/ Ibunya La Mappanyukki bernama Wé Cella’, disapa juga dengan nama Wé Bunga Singkeru’/ Disapa juga dengan nama Wé Tenripaddanreng Arung Alitta/ Wé Tenripaddanreng adalah putri dari La Parénréngi Matinroé riAjabbénténg dan Wé Tenriawaru Pancaitana Bessé Kajuara Arumponé Matinroé riMajennang/ Sedangkan ayahnya bernama La Makkulawu Karaéng Lémbaparang Somba ri Gowa Tumenanga riBundu’na/ Dia juga yang bernama Somba Ilangnga/ La Makkulawu adalah anak dari Wé Pada Arung Berru dengan Patimatare’ Gowa Karaéng Gowa yang bernama I Mallingkaang Karaéng Katangka Toménanga riKalabbiranna/ Adapun Wé Pada Arung Berru, beliau adalah putri dari Wé Baégo Arung Macégé dan Sumange’ Rukka To Patarai Arung Berru/ Wé Baégo sendiri adalah putri dari La Mappasessu’ To Appatunru’ Arumponé Matinroé riLalebbata/ Sedangkan Matinroé riLalebbata adalah anak dari Matinroé ri Rompégading/ Demikianlah silsilah keturunan La Mappanyukki dan susunan keturunannya sebagai Arumponé/ Tidak ada lagi putra mahkota yang lain yang melebihi derajat kebangsawanannya/ Meskipun demikian, Arung Macégé yang bernama La Pabbénténg Daéng Palawa tetap tidak sudi menerimanya, karena dirinya adalah putra kandung dari La Patiwiri Baso Hamid/ Pada hari Kamis tanggal 2 April 1931 M bertepatan dengan 31 Syawal 1249 Hijriah [178] La Mappanyukki dilantik menjadi Mangkau’ Boné/ Namanya pun disebut dalam khutbah Jumat dengan nama Sulan Ibrahim Ibnu Sultan Husain/ Pelantikannya itu sezaman dengan pemerintahan Tuan H. J.J. Caron yang menjabat sebagai Gubernur Belanda (Tomaraja) di Sulawesi Selatan sekaligus menjadi Tomaraja Betawi/ Seluruh perwakilan rajaraja besar diangkat menjadi maddanreng oleh Governamen Belanda/ Anggota persekutuan Tellumpoccoé semuanya hadir/ Begitu pula dengan Baté Salapang semuanya juga datang mewakili Karaéng Sombaé karena jabatan Somba pada masa itu masih kosong/ Cappagalaé juga datang, namun Pajung Luwu diwakili oleh anaknya yang bernama La Jémma/ Sultan Buton juga mengirim perwakilan karena Sultan sudah dimakan usia/ Hadir pula Ajattappareng bersama dengan lili passéajingengnya/ Massénrémpulu/ Batupapeng/ Arung-Arung Tomarajaé/ Sangalla’/ Méngkéndé’/ Makalé/ Raja-raja Mandar Pesisir, Babaminangana dan Ulunna Salu/ Berru/ Tanété/ Serta semua negeri Makassar yang termasuk dalam kekuasaan Governamen Belanda/ Tomaraja Sulawesi Selatan yang berkedudukan di Ujungpandang bernama Tuan H.J.J. Caron juga hadir. Pada acara pelantikan La Mappanyukki’ itu diserahkan juga kepadanya pusaka-pusaka kerajaan (arajang) Boné yang dahulu menjadi milik Puatta’ Petta Torisompaé/ Inilah nama benda-benda pusaka Boné peninggalan dari Puatta’ Petta Torisompaé: 1. Latoliya : bessi (tombak) 2. Latalaga : bessi (tombak) 3. Sempussadaé 4. Latéyariduni : pedang/tatarappeng (keris) 5. Lamakkawa : pedang/tatarappeng (keris) 6. Laulaménréli : keris pribadi Petta Torisompaé 7. Pappadulué: badik 8. Orosadaé/rilamada 9. Samparajaé: bendera 10. Limassilangngé: bendera 11. Gurudaé: bendera 12. Ulabalué: bendera 13. Lamangottong: bendera 14. Pakkancalaé: Rambut Petta Torisompaé [179] 15. Pajumpulawengngé: kain giling merah, pemberian dari Goverenamen Belanda sebagai tanda persaudaraan. 16. Pajung Salakaé: Kain giling putih 17. Pajung Toaé: kain giling kuning 18. Kolaraé : Dua buah mahkota emas pemberian dari Goverenamen Belanda 19. Timpo Salakaé: Kotak perak berisi dua surat berisi teks Perjanjian antara Petta To Risompaé dengan Admiral Speelman 20. Denroraé: Ikat pinggang/ Konon katanya jika hujan tak kunjung turun di Mangkasa (Makassar) maka dibawalah ikat pinggang itu ke padang dan hujan pun segera turun 21. Toappaéwa: pedang bersepuh emas 22. Toamessing: pedang bersepuh emas 23. Lapasseri: pedang bersepuh emas 24. Laméngngala: pedang persepuh emas 25. Lapapokki’:pedang bersepuh emas 26. Bessi sikoi’: Tombak beruntai 27. Kaliyao/alabu/ kain 28. Kasiri Pakkangngé: Keris panjang 29. Paddesa padaé/ 30. Pusaka dari Palakka: Kajaoé Tuppu batué Apung babaé Apung mataé Mappajungngé 31. Genrang Lamarronrong: genderang milik Petta Mappajungngé: Cella’ Riatau (bendera merah) Cella’ Riabéo (bendera merah) 32. Penopang Bendera Samparajaé: -Tali satu utas/ satu untai pasangananya/ Daéng bainé -Genderang dua pasang Semua benda itu termasuk rupa-rupa benda arajang milik kerajaan Boné yang ditemukan pada tahun 1860 M yang berada di tangan Arung Padali Arung Matoa Wajo menamakan dirinya Batara Wajo Matinroé riTengngana Témpé/ Tuan Jendral Van Zuiten yang memerintahkan untuk mengambilnya/ Orang yang datang mengambilnya adalah La Ewe’ Arung Tanété, putra dari Karaéng Bungoro dan Sulewatang Macégé yang bernama La Gurida/ Pusaka itu dibawa pergi ke Bone kemudian diserahkan kepada Arumponé yang bernama Singeru’ Rukka Arung Palakka Matinroé riPaccing/ Benda-benda pusaka ini juga yang diterima oleh La Mappanyukki ketika beliau dilantik menjadi Arung Mangkau’ Boné sebagai simbol pengukuhan bagi dirinya sebagai Arumponé oleh pihak Pejabat [180] Governamen Belanda di Ujungpandang yang bernama Tuan H.J.J. Caron/ Manakala telah dikukuhkan, beliau La Pawawoi Karaéng Ségéri kemudian meminta istana kepada Tomarajaé untuk kediaman sebagai Mangkau’ Boné/ Beliaulah yang diasingkan atas perintah Tomarajaé setelah penaklukan Boné oleh Governamen Belanda pada tahun 1905 M/ Kedudukan beliau sebagai Raja Bone dan permintaannya tersebut disetujui oleh Tomarajaé/ Setelah istana tersebut dikembalikan kepada Boné, maka Arumponé pun membangunnya menjadi baruga sebagai tempat menerima para sahabat dari Arung Pitué yang menjadi pemimpin perwakilan rakyat Boné/ Beliau sebagai Arumponé dikenali sangat memegang teguh pada pelaksanaan Syariat Agama Islam/ Dia juga memiliki hobi bersenangsenang melalui permainan yang disebut pacuan kuda/ Inilah Arumponé yang menjadi pelindung bagi Matoa Wajo yang bernama La Oddang Datu Larompong, yang kemudian digantikan oleh kemenakannya yang bernama La Mangkona Datu Marioriwawo/ Pada masanya menjabat sebagai Mangkau’ Boné, suatu waktu datang Gubernur Jenderal Belanda Batavia bernama G.G. van de Jange yang diberi status sebagai perwakilan Ratu Belanda di tanah Hindia Belanda datang berjalan-jalan di Sulawesi Selatan/ Sang Gubernur Batavia terus masuk ke Boné dan bermalam, kemudian meneruskan perjalanannya ke tanah Luwu mengelilingi wilayah pemerintahan Tomarajaé di Sulawesi Selatan/ Pada masa La Pawawoi sebagai Arumpoé inilah kemudian Arung Macégé yang bernama La Pabbénténg Daéng Palawa, putra dari La Patiwiri Baso’ Abdul Hamid dan Wé Cenra Arung Cinnong, melakukan kesalahan besar karena membunuh sepupu satu kalinya yang bernama Daéng Patombong/ Daéng Patombong adalah saudara kandung La Samballogé Daéng Manabba’ Suléwatang Palakka/ Oleh karena La Pabbénténg dianggap telah melanggar hukum, maka Arumponé kemudian memanggil putranya bernama La Pangérang yang pada waktu itu sedang menjabat sebagai Bestuur Assistant atau Handshape di Gowa untuk menggantikan La Pabbénténg sebagai Arung Macégé/ [181] Dialah La Pangérang yang selalu mewakili Arumponé apabila ada tugas untuk bepergian jauh sedang Arumponé berhalangan. Dalam masa kekuasaan Arumponé ini kemudian terjadilah peristiwa Perang Dunia II di Eropa/ Belanda diduduki oleh Jerman bertepatan setelah selesainya perayaan pesta pernikahan putri Ratu Belanda yang bernama Princes Juliana yang menikah dengan Prins Bheenheard yang merupakan lelaki bangsawan Jerman. Pernikahannya terjadi pada tahun 1938 M/ Tiga hari sebelum acara pernikahan Yuliana, Karaéng (Somba) Gowa I Mangimangi Daéng Matutu Karaéng Bontonompo dilantik menjadi Raja Gowa/ I Mangimangi adalah paman atau saudara dengan ayanya Arumponé La Mappanyukki/ Satu tahun kemudian yaitu pada tahun 1939 M Belanda diduduki oleh Jerman/ Ratu Wilhelmina bersama dengan keluarganya bersama dengan perangkat-perangkat adatnya melarikan diri ke Inggris untuk menyelamatkan diri/ Di sanalah di Inggris sang Ratu meneruskan dan menjalankan roda pemerintahannya di Hindia Timur termasuk Indonesia. Pusat pemerintahan Belanda ditempatkan pula di Inggris. Beliau memiliki pemahaman agama yang tinggi mengikut pada ajaran Rasulullah Nabi Muhamad/ Itulah sebabnya beliau sebagai Arumponé yang membangun masjid raya di ibukota Boné, Watamponé, yaitu pada tahun 1941 M/ Setelah masjid raya itu selesai dibangun oleh Arumponé, kemudian beliau mengundang Tuan Residentis Beslaar meresmikan pembangunan masjid itu. Hingga akhirnya pada tanggal 8 Desember 1941 M/ Indonesia juga merasakan yang namanya Perang Dunia Kedua/ Jepang bersama Jerman dan Italia yang bersekutu kemudian datang ke Indonesia/ Telah datang pula Belanda bersama dengan negara-negara kecil lainnya di Eropa/ Masa beliau sebagai Mangkau’ Bone, terjadi peristiwa menyerahnya Belanda kepada tentara Jepang tahun 1942 M/ Akhirnya dinyatakanlah Tomaraja Governamen Belanda yang menjadi perwakilan Ratu [182] Belanda di Batavia yang bernama G.G. Mr. Tjards van Slarkenborg Stoshwer bersama dengan Panglima perang serdadu Belanda di Hindia Belanda bagian timur bernama Generaal Terpaten takluk/ Semua aparat kerajaan Ratu Belanda seperti Jennang dan Suléwatang diusir oleh bangsa Jepang/ Tanpa pengecualian mulai dari jennang (aparat kerajaan) sampai pedagang/ Setelah seluruh orang-orang Belanda diusir Jepang secara resmi berkuasa di tanah Hindia Belanda Bagian Timur/ Juga disebutkan bahwa pada masa memuncaknya peperangan antara Jepang dengan Belanda, Governamen Belanda meminta kepada seluruh raja-raja yang termasuk dalam daftrar pemerintahannya, agar mereka memiliki semangat untuk melakukan perlawanan kepada pihak lawan dari Governamen Belanda yaitu Bangsa Jepang/ Maka bersatulah seluruh raja-raja masing-masing mengutus satu orang dari kerabat dekatnya yang tertua untuk melawan musuh Belanda/ Arumponé sendiri menunjuk putranya yang bernama La Pangérang Arung Macégé/ Dia juga yang memimpin pasukan anakarung Boné yang ikut menyerang musuh Belanda/ Mereka itulah yang disebut Hand Wacht pada setiap Afdeeling/ Pada setiap Onder Afdeeling jabatan tersebut disebut Staad Wacht/ Setelah peperangan selesai/ Mereka kembali ke negerinya karena mereka tidak ikut diusir sebagaimana halnya dengan serdadu Belanda/ Dalam masa pemerintahan Arumponé inilah Jepang resmi berkuasa/ Akhirnya Arumponé berganti nama dalam bahasa Jepang disebut Sutyoo/ Ade’é (dewan adat) bernama Sutyoo Bairi/ Arung lilié disebut Guntyoo/ Kepala kampung disebut Santoyo/ Kekuasaan Controleur Pétoro Belanda juga diganti oleh Jepang yang disebut Bunken Kanrikan/ Jabatan Pétoro Battoa: Assitent Resident disebut Kan Kanrikan/ Sedangkan kedudukan Tomarajaé di Ujungpandang [183] yaitu Residen Gubernur disebut Mansi Butyookan/ Hanya tiga setengan tahun Jepang berkuasa, akan tetapi rakyat sangat merasakan penderitaan dan kemiskinan/ Baik dalam hal pakaian maupun makanan/ Dengan demikian, setelah Jepang merasa kekuatan pasukan perangnya semakin lemah dan tidak memiliki kemampuan untuk menambahnya, maka dari itulah ia meminta bantuan rakyat dengan harapan bahwa ada yang memiliki keinginan dan keikhlasan hati membantu Jepang untuk bersama-sama melawan Amerika dan Inggris/ Pasukan pribumi Jepang itu disebut dengan nama Heihoo/ Di Jawa kemudian disebut dengan nama Pembela Tanah Air (PETA)/ Pada tahun 1945 Jepang menyerah dan menjadikan Bangsa Indonesia memperoleh kemerdekaan yang diproklamirkan di Jawa oleh Ir. Soekarno/ Setelah Jepang mundur dari kekuasaannya/ Ia kemudian mengangkat Arung Macégé menggantikan posisi Jepang sebagai Ken Kanrikan/ Demikian, seluruh posisi yang dijabat oleh Jepang dalam pemerintahan diserahkan kepada orang pribumi/ Adalah La Mappanyukki kemudian menjadi Mangkau’ Boné, sementara itu Arung Macégé La Pangéran ditunjuk menjadi wakil rakyat dari Sulawesi Selatan dan Dr. Ratulangi dari Sulawesi Utara yang berangkat ke Jawa untuk membahas penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia/ Bahkan, Arung Macégé bersama dengan Dr. Ratulangi masih berada di Jawa, saat bangsa Jepang dijatuhi bom atom oleh pesawat terbang milik Amerika Serikat/ Itulah yang menyebabkan Jepang segera menyerah pada tanggal 15 Agustus 1945 M/ Kemudian Pemerintah Negara Jepang menyatakan dengan resmi penyerahannya kepada Sekutu/ Perang pun berhenti/ Beliau La Mappanyukki masih menjabat sebagai Mangkau’ Boné ketika Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan dan diumumkan ke seluruh dunia yaitu [184] pada tanggal 17 Agustus 1945/ Bapak Ir. Soékarno dan Bapak Drs. Muhammad Hatta sendiri atas nama bangsa Indonesia dalam memproklamirkan kemerdekaan Indonesia/ Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, rakyat hidup bersatu, begitu pula dengan pemerintah dan rakyat bersatu padu/ Akan tetapi, manakala tentara Sekutu yaitu tentara Australia datang hendak melucuti tentara Jepang, rupanya tentara Belanda ikut membonceng di belakang tentara Australia tersebut/ Pasukan Belanda datang dengan persiapan senjatanya yang lengkap bersama dengan panglima pasukan perangnya/ Mereka mengajak Bangsa Indonesia agar mereka mau menerima Belanda kembali berkuasa di tanah air/ Belanda menginginkan agar rakyat Indonesia menolak kemerdekaan yang telah diraihnya karena menurutnya bangsa Indonesia belum pantas meraih yang namanya kemerdekaan/ Alasannya karena masih banyak rakyat bodoh dibandingkan dengan mereka orang yang berpendidikan/ Oleh karena Belanda banyak memberi iming-iming janji manis, sehingga banyak orang yang dulunya sudah berjanji ingin menegakkan kemerdekaan Indonesia akhirnya hatinya kembali goyah/ Pendapat mereka, apabila mengikut kepada pihak yang ingin menegakkan kemerdekaan pasti akan merasakan penderitaan yang amat sangat/ Bahkan mereka juga dapat menjadi korban oleh siksaan serdadu Belanda/ Jika mengikut kepada pihak Belanda, maka tengggorokannya akan merasakan lebih enak, walaupun hatinya picik/ Adalah seorang utusan dari perwakilan Ratu Belanda yang bernama Dr. H.J. van Mook yang menjadi Lt. G.G. Hindia Belanda datang menemui Arumponé/ Dia berharap agar Arumponé bersedia menerima kembali sekutu Belanda yang disebut NICA (Nederland Indishe Civil Adminitration), dan berharap agar mereka dapat memperbaharui perjanjian yang telah disepakati mulai dari Perjanjian Bungaya [185] sampai pelantikannya menjadi Arumponé/ Dia mengatakan bahwa Arung Macégé La Pabbénténg Daéng Palawa yang tadinya telah berbuat kesalahan di Boné karena membunuh sepupu satu kalinya bernama Daéng Patombong kini telah bebas dari hukumannya/ Dia langsung menjatuhkan pilihannya dan berkata,/”Jika Arumponé memilih untuk mengikuti pihak yang menegakkan kemerdekaan/ maka pilihan saya adalah memilih untuk mengikut ke sekutu Belanda yang disebut NICA/ Karena La Pabbénténg memang sudah memastikan bahwa Arumponé pasti ikut menegakkan kemerdekaan/ Keinginan La Pabbénténg mengikut ke NICA bermula karena ia ingin menunjukkan penolakannya yang dilakukannya pada waktu yang lalu menerima La Mappanyukki masuk berkuasa di Boné/ Dengan demikian NICA pun berjanji kepadanya dan berkata, “Jika La Mappanyukki berpihak pada mereka yang ingin menegakkan kemerdekaan, berarti dia meninggalkan kekuasaanya di Boné/ Akhirnya utusan NICA menghadap kepada Arumponé untuk memperjelas pendidiran La Mappanyukki/ Pada sisi lain La Mappanyukki pun mengingat penyiksaan yang dilakukan oleh Belanda kepada dirinya dan orang tuanya/ Akhirnya Arumponé menetapkan pilihannya yaitu berpihak kepada penegakan Kemerdekaan Indonesia/ Disebutkan bahwa sekutu Belanda yang bernama NICA didirikan di Australia negera di mana perwakilan Ratu Belanda menyelamatkan diri/ Adapun penggagasnya yaitu utusan dari Suléwatang Belanda yang bernama Lt. G.G. H.J. van Mook/ Dialah yang memerintahkan kepada sisa-sisa serdadu Belanda yang telah diusir oleh Jepang untuk kembali melakukan serangan/ Keberpihakan Arumponé sudah jelas/ Dia berpihak pada orang yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia/ Meskipun sudah banyak pula orang yang meninggalkan Ade’é bersama dengan Arung Pitué lalu kemudian mereka kembali mengabadi ke NICA/ Hanya Arumponé bersama dengan anaknya yang bernama [186] La Pangérang Arung Macégé yang memasang badan untuk membela kemerdekaan tersebut/ Arumponé pun akhirnya memutuskan akan meninggalkan Boné, sehingga dikumpulkanlah Dewan Hadat dan Arung Pitué beserta Arung Lilié dengan maksud untuk melakukan serah terima jabatan raja Boné/ Selama lima belas tahun lamanya La Mappanyukki menaungi tanah Boné/ Beliau dilantik pada tanggal 2 April 1931 Masehi dan meninggalkan istana kekuasaannya di Boné pada tanggal 14 April 1946 M/ Beliau kemudian kembali ke rumah kediamannya di Jongaya Makassar/ Ketika berjalan menuju rumahnya, rupanya NICA sedang membuntutinya karena ditakutkan jangan sampai banyak orang yang ikut serta dibelakangnya sehingga ia dapat menghimpun banyak orang menjadi mendukungnya/ Itulah sebabnya NICA kemudian mengeluarkan surat keputusan untuk mengasingkannya bersama-sama dengan anaknya La Pangérang/ La Mappanyukki dan La Pangérang kemudian diasingkan ke Tana Toraja pada bulan November 1946 M/ Beliau baru pulang lagi ke rumah kediamannya setelah kemerdekaan Indonesia diakui oleh Ratu Belanda yang bernama Ratu Juliana pada tanggal 27 Desember 1949 M/ Satu tahun setelah penyerahan takhta kerajaan Belanda dari Ratu Wehelmina kepada anaknya bernama Ratu Juliana/ Anak La Mappanyukki dari istrinya kesayangannya bernama Wé Madilu, yang bernama Daeng Bau belum memiliki anak kemudian meninggal dunia/ Wé Madilu Daéng Bau’ adalah putri dari Wé Sugiratu Andi Baloto Karaéng Tanété, saudara seayah seibu dengan Karaéng Gowa Toménanga riBundu’na bernama I Makkulawu Daéng Parani Karaéng Lémbaparang/ Ayah dari La Mappanyukki bersaudara dengan yang bernama La Parénréngi Karaéng Tinggimaé Datu Suppa’/ Setelah Daéng Bau’ meninggal dunia, La Mappanyukki kemudian beristri lagi menikah dan I Bodi Daéng Taco putri dari Gellarang Tombolo’ Baté Salapang Gowa/ Beliau kemudian melahirkan seorang anak laki-laki bernama La Pangérang/ Dialah, La Pangérang, [187] yang ikut diasingkan bersama dengan ayahandanya dan ditempatkan di Rantépao Tana Toraja/ Ketika Daéng Taco meninggal dunia, La Mappanyukki beristri lagi dengan menikahi sepupu tiga kalinya bernama Wé Bessé’ Petta Bulo putri dari Wé Béda Addatuang Sawitto dan La Saddapotto Addatuang Sidénréng/ Pasangan Wé Bessé’ dan La Mappanyukki kemudian melahirkan anak/ Anak pertama, bernama Abdullahi Bau’ Massépé/ Anak kedua, bernama I Rukiya Karang Ballatinggi Addatuang Ssawitto/ Anak ketiga, bernama Wé Passullé Datu Bulaéng/ Setelah Petta Bulo meninggal dunia, La Mappanyukki kemudian beristri lagi dengan menikahi sepupu satu kalinya bernama I Manéné, putrinya I Nako Karaéng Panakukang dan I Magguliga Daéng Sérang Karaéng Popo yang bersaudara kandung seayah seibu dengan Somba Gowa/ Pasangan I Manéné dan La Mappanyukki kemudian melahirkan anak lebih dari tiga orang/ Anak pertama, bernama Wé ‘Tenripaddanreng Bau Pada/ Anak kedua, bernama La Parénréngi/ Anak ketiga, bernama To Appasawe’/ Anak keempat, bernama To Appo/ dan beberapa lagi anak yang lainnya/ Adapun anaknya La Mappanyukki yang bernama La Pangérang, dialah yang pernah menjabat sebagai Arung Macégé/ Pada zaman pemerintahan Jepang La Pangérang diangkat menjadi Kanrikan di Boné yang serupa tetapi tak sama dengan yang disebut Pétoro Battowa (Assistant Resident) pada masa pemerintahan Belanda/ Pada masa persiapan kemerdekaan dia ditunjuk bersama dengan Dr. Ratulangi pergi ke pulau Jawa untuk menyusun konsep teks proklamasi kemerdekaan/ Sekembalinya dari pulau Jawa, dia kemudian diasingkan bersama dengan orang tuanya ke Tana Toraja/ Setelah Indonesia merdeka La Mappanyukki pun dikembalikan ke Boné dan menjabat sebagai Bupati Kepala Daerah Kabupaten Bone Lama yang wilayahnya meliputi wilayah Tellumpoccoé/ Selanjutnya Beliau kemudian dikirim ke Ujung Pandang menjadi Resident berpasangan dengan Karaéng Pangkajénné bernama Burhanuddin bertepatan pada masa Lanto Daéng Paséwang menjadi Gubernur Sulawesi Selatan/ Setelah [188] masa jabatan Lanto Daéng Paséwang berakhir, La Pangéran kemudian menjadi pejabat Gubernur/ Demikianlah sampai akhir masa jabatannya/ Beliau disebut dengan nama singkatan Daéng Rani/ Daéng Rani kemudian menikah dengan sepupu sekalinya yang bernama Petta Lebba anak dari La Panguriseng saudara La Mappanyukki dari istrinya yang bernama I Puji/ Pasangan Petta Lebba dan La Pangérang kemudian melahirkan anak/ Anak pertama, bernama Abdullah Petta Nyonri’/ Anak kedua, bernama Wé Cina I Maryama/ Anak ketiga, bernama Wé Tongeng/ anak keempat bernama I Raleng/ Anak kelima, bernama Wé Tongeng/ Anak keenam, bernama I Kénnang, inilah yang menikah dengan I Mahmud Karaéng Bontonompo putri dari I Patimasang Karaéng Panaikang dan I Pabiséi Daéng Paguling Karaéng Katapang/ La Pangérang kemudian beristri lagi yang menikah dengan I Suruga Daéng Karaéng putri dari Karaéng Parigi/ Beliau melahirkan seorang anak perempuan bernama Daéng Gaga dan anak laki-laki bernama Daéng Tadaé/ Sedangkan anaknya yang bernama Bau’ Massépé dialah yang menjadi Datu Suppa’/ Namun, pada masa perang kemerdekaan pada tahun 1947 Masehi ia turut terbunuh oleh serdadu Belanda yang bernama Kapten Westerling sebagai bagian dari korban 40.000 jiwa/ Daeng Tadaé inilah yang menikah dengan Wé Soji Petta Kanjénné putri dari Wé Panangareng dan La Mangilé/ Datu Kanjénné dan Bau’ Massépé kemudian melahirkan anak/ Seorang bernama La Kuné/ Seorang bernama La Pasemmangi/ Seorang bernama Wé Dalauleng/ Seorang bernama Wé Dalauleng/ Adapun anak dari La Mappanyukki dari istrinya yang bernama Bessé’ Bulo yang bernama I Rakiya Bau’ Baco Karaéng Balla’tinggi, dia yang menjadi Addatung Sawitto/ Dia kemudian mempersuamikan kemanakan sepupu satu kalinya yang bernama La Makkulawu, putra dari pasangan Wé Mappasessu’ Datu Wallié dan La Mappabéta/ Pasangan Karaéng Balla’tinggi dan La Makkulawu kemudian melahirkan anak/ Seorang bernama Wé Nimé/ Seorang bernama Wé Béda/ Seorang bernama Wé Nénéng/ Seorang bernama Wé Tanri/ Seorang bernama Sawérigading/ La Makkulawu inilah yang kemudian menjadi Cakkuridi Wajo yang mempertahankan kemerdekaan di tanah Wajo/ [189] Peristiwa perang berulang lagi karena agresi Belanda kedua, meskipun demikian pasukan Indonesia belum terdesak/ Justru pasukan Belanda kemudian dapat dipukul mundur sehingga semua rakyat selamat dari pembunuhan dan keadaan menjadi aman/ Itulah sebabnya beliau selamat dari siksaan serdadu Belanda/ Setelah kemerdekaan mendapat pengakuan, La Makkulawu kemudian menjadi Bupati Kepala daerah Kabupaten Parepare lama, setelah Kabupaten lama dipecah menjadi kabupaten Barru/ La Makkulawu lagi yang menjadi Bupati Kepala Daérah Tingkat II Kabupaten Pinrang/ Pada waktu Tentara Korem IV Mappésonaé mengalami keributan, La Makkulawu dipindahkan ke Ujung Pandang di Kantor Gubernur Sulawesi Selatan/ Setelah kekakacauan PKI pemerintahan sudah aman, dan sudah ada yang namanya Pemilihan Umum, La Makkulawu kemudian terpilih sebagai utusan dari Pinrang/ Kemudian beliau ke Jakarta menetap hingga akhir masa jabatannya/ Adapun anak La Mappanyukki dari istrinya yang bernama Wé Manéné Karaéng Balasari sebagai permaisuri (arung makkunrai) di Boné adalah yang bernama Wé ‘Tenripaddanreng, inilah yang bersuami di Luwu menikah dengan La Jémma yang juga bernama La Patiware’ Opu To Mappaméné Warawaraé/ Beliau sebagai Pajung Luwu putra dari pasangan Pajungngé Luwu Matinroé riBirittana dan La Tenriléngka To Pasappaile’ Cenning ri Luwu/ Wé Tenripaddanreng dan La Jémma kemudian melahirkan anak/ Seorang putra bernama Baso’ Boné Jémma Barué/ Adapun Wé Tenripaddanreng kemudian menjadi opu datu (permaisuri) Luwu/ La Jemma sebagai Datu Luwu inilah yang juga masuk dalam kelompok pejuang kemerdekaan Indonesia dan berperang melawan serdadu NICA, namun beliau tertangkap/ Maka dari itulah dia dijatuhi hukuman dan diasingkan selama 20 tahun/ Akan tetapi, belum genap 20 tahun di tempat pengasingannya, kemerdekaan Indonesia pula telah diakui, sehingga dia pun kembali ke negerinya/ Hanya saja, beliau hanya menetap di Ujungpandang/ Nanti setelah beliau diangkat menjadi Bupati Kepala daerah Tingkat II [190] Kabupaten Luwu Lama barulah ia kembali menetap di Luwu hingga akhir masa jabatannya/ Setelah itu ia kembali lagi ke Ujung Pandang/ Di sanalah ia menetap hingga menemui ajalnya/ Beliau lalu dimakamkan di kompleks pemakaman para pahlawan yang memperjuangkan kemerdekaan yaitu Makam Pahlawan Panaikang/ Maka dari itulah, beliau diberi gelar Matinroé riAmaradékangenna/ Demikianlah suka dan duka yang dialami oleh La Mappanyukki semasa hidupnya bersama dengan anak cucunya dan rakyatnya/ Orang yang menggantikannya menjadi Arumponé setelah ia meninggalkan Boné adalah yang bernama La Pabbénténg/ LA PABBÉNTÉNG [190.10] La Pabbénténg, disapa Petta Lawa, Arung Macégé gelar kebangsawanannya, pewaris Mangkau’ Boné/ Dia adalah Putra dari La Patiwiri Baso’ Abdul Hamid Ponggawa Boné Létte’é riMusu Balanda ri Kompongngé Pitumpanua, dari istrinya yang bernama Wé Cenra Arung Cinnong/ Karena tidak ada lagi putra mahkota setelah Andi Mappanyukki yang berhak mewarisi jabatan Arumponé selain La Pabbénténg Petta Lawa Arung Macégé/ Dia menjadi Arumponé semata-mata karena kehendak NICA yang mengusulkan kepada Dewan Hadat Boné dan Arung Pitué/ Maka resmilah La Pabbénténg Petta Lawa menjadi Arumponé karena Dewan Hadat dan Arung Pitué menerimanya/ Selain itu, La Pabbénténg memang sangat menginginkan jabatan sebagai Arumponé/ Dai selalu mengikut di belakang serdadu NICA apabila mereka sedang berjalan-jalan keliling berpatroli/ Dia kemudian diberi pangkat sebagai Kapitan Panca Kapten Tituleur/ Setelah beliau menjadi Arumponé pangkatnya kemudian dinaikkan menjadi Kolonel/ Kedudukannya itu persis sama dengan neneknya yaitu Arumponé Matinroé riPaccing/ Beliau juga datang dan merapatkan diri kepada Governamen Belanda dengan maksud untuk membuat Arumponé Wé Tenriawaru Pancaitana Bessé’ Kajuara dan Governamen Belanda salin berselisih/ Ternyata usaha Arumponé Sinkeru’ Rukka membuahkan hasil/ Pada masa itu terjadi perselisihan antara Arumponé Bessé’ Kajuara dengan Governamen Belanda/ Sehingga Boné memudian diserang dan diduduki oleh Belanda/ Setelah Boné ditaklukkan dan dibakar, maka [191] Bessé Kajuara meninggalkan Boné, kemudian pergi ke Ajattappareng, sehingga Arumponé Matinroé riPaccing pun berhasil menjadi Raja Boné/ Jabatan sebagai Arumponé sesungguhnya hanyalah sebagai pinjaman dari Governamen Belanda/ Itulah yang diwarisi oleh Matinroé riBetawi/ Demikian pula halnya dengan La Pabbénténg Petta Lawa/ Ia juga datang kepada NICA dan mengabdikan dirinya dengan harapan bahwa apabila La Mappanyukki meninggalkan kerajaannya maka dialah yang diangkat/ Karena memang itulah yang menjadi keinginannya/ Jadi perilaku tersebut dapat disebut sebagai perilaku warisan yakni sebuah strategi yang menular dari neneknya turun sampai kepada cucunya/ Sebab, setelah Matinroé riBolampare’na wafat maka Dewan Hadat dan Ade’ Pitué telah sepakat untuk mengangkat Arung Apala/ Akan tetapi, keputusan itu dihalangi oleh Matinroé riJakaretta/ Pada waktu La Mappanyukki akan diangkat menjadi Arung di Boné (Arumponé)/ Salah seorang dia antara anggota Dewan Adat Boné mempersoalkan asal keturunan La Mappanyukki di Boné yaitu Arung Macégé La Pabbénténg Paetta Lawa/ Alasannya, karena dialah mengaku sebagai ahli waris yang paling dekat dengan La Pawawoi Karaéng Ségéri Matinroé ri Jakaretta/ Akan tetapi sebelum terjadinya Perang Dunia II La Pabbénténg melakukan kesalahan terhadap Kerajaan Boné maupun kepada Governamen Belanda karena melakukan pembunuhan atas nama siri’/ Akan tetapi orang yang dibunuhnya bukanlah si pelaku/ Orang yang dibunuhnya tersebut bernama Daéng Patombong/ Maka dari itulah Dewan Adat Boné bersama dengan Governamen Belanda telah sepakat untuk melepaskan statusnya sebagai Arung Macégé kemudian ia diasingkan keluar dari negerinya/ Ia baru kembali dari pengasingannya setelah memasuki zaman pendudukan Jepang/ Ketika La Pabbénténg dalam pengasingannya, La Pangérang kemudian diangkat menjadi Arung Macégé yang ia jabat sampai pengasingannya bersama ayahnya ke Tana Toraja. Pada masa La Pabbénténg menjadi Arumponé seluruh perangkat Adat Boné telah lengkap/ Tomarilaleng Boné yang bernama La Maddussila Daéng Paraga diangkat menjadi Makkedangngétana di Boné/ Kemudian La Sulolipu Suléwatang Lamuru diangkat menjadi Tomarilaleng Boné/ Setelah merasakan seluruh aparat pemerintahannya sudah lengkap, beliau kemudian pergi Sidénréng beristri dengan menikahi Wé Dalauleng Petta Baranti [192] putri dari pasangan Wé Bunga dan La Pajung Tellulatte’ Sidénréng, cucu Addatuang Sidénréng dari pihak ibunya; atau cucu Addatuang Sawitto dari pihak ayahnya/ Setelah Arumponé selesai menikah di Sidénréng, NICA kemudian menyuruh Arumponé untuk membentuk persekutuan raja-raja se-Sulawesi Selatan/ Setelah seluruh arung tersebut benar-benar telah mendukung NICA, sehingga dibentuklah sebuah organisasi persekutuan antar raja-raja di Sulawesi Selatan yang disebut Hadat Tinggi/ Arumponé yang menjadi ketuanya, sedangkan wakilnya adalah Sombaé Gowa bernama I La Ijo Daéng Matoa Karaéng Lalolang/ Sama seperti di Bali yang disebut Taruman Agung adalah organisasi persekutuan antar rajaraja Bali/ Yang menempati jabatan Hadat Tinggi adalah Gubernur NICA/ Dialah yang mengambil alih kewenangan dari Dewan Hadat raja-raja di Sulawesi Selatan/ Karena NICA ingin membentuk sebuah kelompok persekutuan yang besar yang dibangun oleh NICA-Belanda/ Dia (La Pabbénténg) inilah yang menjadi Arumponé pada waktu NICA- Belanda mengadakan sebuah pertemuan yang ramai di Malino yang disebut Konferensi Mukhtamar Malino/ Lt.G.Aj.Dr.Hj. van Mook sendiri yang memerintahkannya sekaligus menjadi ketua/ Seluruh perwakilan rakyat di Sulawesi diundang hadir, begitu pula perwakilan Sunda Kecil, serta perwakilan Maluku/ NICA berkehendak membentuk sebuah negara di dalam Negara Indonesia yang disebut Negara Indonesia Timur/ Seperti telah disebutkan bahwa sebelum beliau diangkat menjadi Arumponé, memang dia selalu datang mendekatkan dirinya kepada NICA-Belanda/ Dia memang sudah diberi pangkat oleh Governamen NICA yaitu jabatan Komisaris Polisi Dedef Klas yang ditugaskan untuk menumpas seluruh kekuatan di dalam Boné yang akan mencoba mendirikan satu organisasi persekutuan yang menuntut Kemerdekaan Indonesia/ Setelah diangkat menjadi Arumponé dan pangkatnya naikkan menjadi Kolonel [193] Tiluler/ Beliau juga dilantik menjadi Ketua Hadat Tinggi pada tanggal 12 November 1948 M/ Gubernur Belanda di Ujuppandang yang bernama Dr. Liong Caset sendiri yang menyerahkan tugas pemerintahan Sulawesi Selatan kepada Arumponé sebagai Ketua Hadat Tinggi/ Hadat Tinggi ini menduduki satu bagian atau satu bidang jabatan pemintahan di dalam Negara Indonesia Timur yang dibentuk oleh NICA-Belanda/ Umur NIT tidaklah lama, yakni hanya bertahan sampai pada tanggal 27 Desember 1949 M/ Hal itu dikarenakan Ratu Belanda bernama Ratu Yuliana sudah resmi mengakui kemerdekaan bagi Bangsa Indonesia dengan nama Indonesia Serikat/ Hanya satu tahun lamanya bertahan kemudian nama Indonesia Serikat pun mati/ Menyusul pula nama Indonesia timur -Hadat Tinggi juga ikut mati/ Setelah kemerdekaan Indonesia Serikat diakui oleh Belanda, ketika memasuki tahun 1950 M muncullah kekacauan Politik sebuah peristiwa di wilayah pemerintahan Indonesia Serikat di Jakarta yang berusaha mengganti bentuk negera/ Mereka ingin mengubah nama Republik Indonesia Serikat menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia/ Akhirnya lawan-melawan pun muncul kembali/ Sebab ada juga pihakpihak yang menginginkan yang disebut Negara Islam Indonesia/ Akhirnya persatuan dan kesatuan Indonesia, keutuhan Indonesia terpecah kembali/ Tatanan pemerintahan pun menjadi rusak/ muncullah yang disebut Gerakan Pemuda yang dicetuskan oleh mereka yang tergabung dalam kelompok pejuang yang menegakkan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 – 1949 M/ Adalah orang-orang telah diasingkan dan dipenjara dan dianiaya, serta orang-orang yang kerabatnya telah dibunuh oleh kawanan orang-orang yang telah memihak kepada NICA sebagai orang mendukung kembalinya Belanda memerintah di Indonesia/ Sehingga banyaklah orang yang ditangkap, bahkan ada yang langsung dibunuh/ [194] oleh Gerakan Pemuda/ Bahkan Arumponé La Pabbenténg sendiri juga termasuk garis merah bagi target Gerakan Pemuda/ Dalam kurun waktu tahun 1950 M ia mengundurkan diri sebagai Arumpone/ Ia kemudian berangkat ke tanah Jawa bersama istrinya dan di sanalah hidup menetap/ Demikian pula halnya dengan Dewan Adat Boné mereka juga telah meninggalkan jabatannya lalu pergi mencari penghidupan di negeri lain dan sebagai cara untuk menyelamatkan jiwanya/ Dalam kurun waktu tahun 1950 M seluruh arung telah melepaskan jabatannya masing-masing kemudian mencari sumber penghidupan yang lain/ Ada juga yang meninggalkan jabatannya kemudian pergi ke tempat lain menyelamatkan diri dari ancaman penyiksaaan para kaum pemuda/ Apalagi jika dia memiliki utang darah di masa lalu/ Pada masa bubarnya seluruh raja-raja tersebut dapat dikatakan bahwa tatanan pemerintahan mengalami kerusakan, bahkan keadaan sama halnya dengan tidak ada yang namanya pemerintah/ Karena orang-orang sudah saling memangsa seperti ikan (sianré baléni)/ Tidak ada lagi tempat untuk mengadu bagi orang-orang yang lemah, dan tidak ada lagi yang menjadi penghalang bagi orang-orang yang kuat/ Roda pemerintahan hanya dikendalikan oleh Gerakan Pemuda/ Orang-orang yang dulunya pernah berjuang menegakkan kemerdekaan semuanya telah kembali dari Tanah Jawa/ Mereka hendak melakukan tindak balas dendam kepada orangorang yang telah membencinya karena tidak menginginkan kemerdekaan karena lebih memilih berpihak kepada NICA-Belanda/ Seluruh bentukan NICA telah berantakan seperti Hadat Tinggi/ Negara Indonesia Timur pun sudah tidak ada lagi/ Bermunculanlah yang namanya partai yaitu suatu bentuk organisasi persatuan dari kalangan kaum cendikia/ Terdapat juga satu organisasi bagi orang-orang yang tiba-tiba ingin menjadi Tentara Nasional, tetapi belum mendapat perhatian dari pemerintah/ Mereka itulah kemudian masuk bersembunyi di hutan kemudian membentuk gerombolan bermacam-macam faksi/ ada yang disebut TKR, ada yang disebut KGSS, ada yang disebut H.I., dan sebagainya/ Telah datang pula orang yang bernama Kahar Muzakkar dari tanah Jawa yang mendukung [195] organisasi kelompok orang-orang yang berbasis di hutan/ Pada masa itu kemudian hutan menjadi ramai, tetapi di tengah kampung menjadi sepi/ Partai politik tumbuh menjamur di kota/ Rakyat telah memilih salah satu Partai Politik sebagai sandaran, antara lain Partai Masyumi, Partai PNI, PKI, dan lain sebagainya/ Pada masa itu pula La Pangérang, putra La Mappanyukki dipulangkan ke Bone untuk menjabat sebagai Bupati Kepala Daerah Hukum Kabupaten Bone/ Jabatan yang dulunya disebut Afdeeling berganti nama menjadi Kabupaten Bone yang meliputi Tellumpoccoé/ Pada waktu itu yang menjadi pelaksana pemerintahan dijalankan oleh Arung Lili dan Kepala Kampung/ Pemerintahan pada waktu itu berjalan dua muka/ Di dalam hutan juga demikian, gerombolan terbagi dua karena Kahar Muzakkar telah keluar dari gerembolan lalu mendirikan Negara Islam di dalam Negara Indonesia yang disebut Darul Islam dan gerombolannya yang bernama Tentara Islam Indonesia, yang disingkat menjadi DI/TII/ Itulah sebabnya sehingga dikatakan bahwa rakyat sedang bermuka dua/ Apabila rakyat tidak menurut pada perintah dari hutan yaitu cara pemerintahan dari DI/TII milik Kahar Muzakkar maupun TKR milik Hamid Ali dan Usman Balo, maka rakyat langsung disembelih seperti ayam/ Akhirnya banyak orang yang merantau (mallékke’ dapureng) meninggalkan kampung halamannya, terutama orang-orang kaya dan orang yang memiliki lahan yang luas/ Itu disebabkan karena hanya orang-orang kaya saja yang menjadi sasaran dari kelompok orang yang bergerilya di hutan/ Pihak pemerintah tidak berdaya, karena tidak mampu mengendalikan perilaku dana tata cara gerombolan di hutan/ Tidak seberapa lama La Pangéran menetap di Boné, kemudian dikembalikan ke Ujung Pandang/ Pada masa itu Kabupaten Boné terbagi menjadi tiga [196] Kewedanan/ Tidak lama setelah menetap di Ujung Pandang La Pangérang/ kemudian diangkat menjadi Residen mendampingi Gubernur Lanto Daéng Paséwang yang berpasangan dengan Burhanuddin Karaéng Pangkajenné’/ Setelah masa jabatan Gubernur Lanto Daéng Paséwang berakhir, maka dialah La Pangérang Daéng Rani yang ditunjuk menjadi Gubernur Sulawesi menggantikan Daéng Paséwang/ Setelah masa jabatannya berakhir ia juga telah pensiun/ Pada masa Pangérang Daéng Rani menjadi Gubernur Sulawesi dibagi menjadi dua provinsi yaitu Propinsi Sulawesi Utara dan Propinsi Sulawesi Selatan/ Kewedanan diangkat menjadi Kabupaten/ Akhirnya pecahlah bekas Afdeeling Boné menjadi tiga Kabupaten. 1. Kabupaten Bone ibu kotanya Watamponé 2. Kabupaten Wajo ibu kotanya Singkang 3. Kabupaten Soppeng ibu kotanya Watassoppéng Pembagian menjadi tiga kabupaten tersebut merupakan realisasi pelaksanaan undang-undang no.4 tahun 1957 sebagai pembubaran daerah Bone Lama meliputi daerah Bone Baru ialah Zelfbestuur atau Swapraja Bone/ Itulah Kabupaten Bone Baru dengan Ibu Kota Watampone/ LA MAPPANYUKKI’ [196.23] Pada waktu itu Puwatta’ La Mappanyukki kembali ke Boné menjadi Bupati Kepala daerah Kabupaten Bone/ Namun dia tidak lagi berstatus sebagai Arumponé, hingga akhir masa jabatannya ia diberi pensiun/ Setelah itu ia kembali ke rumah kediamannya di Boné dan di Jongaya/ Beliau menemui ajalnya umur 82 tahun pada tanggal 18 April 1967 di Jongaya/ Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Panaikang/ lalu diberi gelar Matinroé riAmaradékangenna/ Semoga selamat/ Tiada daya dan kekuatan dari kami/ [197] Untuk merealisasikan Undang-Undang Daerah tahun 1957 Nomor 4 agar roda pemerintahan berjalan lancar, maka Kabupaten Bone dibagi atas 21 kecamatan. Tiap-tiap kecamatan diperintah oleh seorang camat. 1. Kecamatan Ulaweng ibu kotanya Taccipi 2. Kecamatan Mare’ ibu kotanya Mare 3. Kecamatan Salomékko ibu kotanya Tangka-Tangka 4. Kecamatan Lamuru ibu kotanya Lalabbata 5. Kecamatan Tellusiattingngē ibu kotanya Tokaséng 6. Kecamatan Lappariaja ibu kotanya Leppangang 7. Kecamatan Sibulué 8. Kecamatan Cina 9. Kecamatan Kahu 10. Kecamatan Bontocani 11. Kecamatan Libureng 12. Kecamatan Tonra 13. Kecamatan Kajuara 14. Kecamatan Duaboccoé 15. Kecamatan Barebbo’ 16. Kecamatan Tanété Riattang 17. Kecamatan Palakka 18. Kecamatan Ponré 19. Kecamatan Ajangngale’ 20. Kecamatan Cénrana 21. Kecamatan Awamponé ibu kotanya ibu kotanya ibu kotanya ibu kotanya ibu kotanya ibu kotanya ibu kotanya ibu kotanya ibu kotanya ibu kotanya ibu kotanya ibu kotanya ibu kotanya ibu kotanya ibu kotanya Pattiro Bajo Tanété Palatta’é Pammusureng Camming Bulu-Bulu Bojo Uloé Apala Watamponé Palakka Bakungngé Pompanua Cénrana Maccope’ SUSUNAN RAJA-RAJA BONE [198] Inilah teks tentang silsilah raja-raja Bone: 1. Matasilompo’é Manurungngé riMatajang memperistri Wé Tenriwale’ Manurungngé riToro’/ Melahirkan anak bernama La Ummasa/ 2. La Ummasa mewarisi ayahnya/ Saudari La Ummasa bernama Wé Pattanra Wanuwa mempersuamikan lelaki bernama La Pattikkeng Arung Palakka dan melahirkan anak bernama La Saliu/ 3. La Saliu, disapa Petta Kerrampéluwa’, mewarisi takhta pamannya yakni saudara laki-laki ibunya/ Dia memperistri sepupu sekalinya bernama Wé Tenriroppo Arung Pattiro, melahirkan anak bernama Wé Tenrigau’/ 4. Wé Tenrigau’, disapa Daéng Marowa, bergelar Bissu riLalempili’ Makkalempié, nama anumertanya Mallajangngé riCina/ Dialah yang mempersuamikan lelaki bernama La Tenribali Arung Kaju dan melahirkan anak bernama La Tenrisukki’/ 5. La Tenrisukki’, disapa Mappajungngé, mewarisi takhta Bone dari ibunya/ Dialah yang memperistri sepupu sekalinya bernama Wé Tenrisongké, melahirkan anak bernama La Ulio/ 6. La Ulio, disapa Boté’é, mewarisi takhta Bone dari ayahandanya/ Dialah yang memperistri sepupu sekalinya bernama Wé Tenriwéwang, disapa Denraé, melahirkan anak bernama La Tenrirawé/ 7. La Tenrirawé, disapa Bongkangngé, mewarisi takhta dari ayahnya, Matinroé riGucinna/ Dia mewariskan takhta Bone kepada adiknya yang bernama La Icca’/ 8. La Icca’ mewarisi saudaranya/ Dia memperistri janda dari saudara kandungnya yang bernama Wé Tenripakkiu Arung Timurung/ Dia melahirkan anak bernama La Tenripale’To Akkeppéyang/ La Icca’ memiliki nama anumerta Matinroé riAddénénna/ Dia digantikan oleh La Pattawe’/ 9. La Pattawe’, disapa Daéng Soréang, Arung Palenna sapaan kebangsawanannya/ Mewarisi keponakan anak sepupu sekalinya, atau anak saudara kandung seibu-sebapak dari Mappajungngé yang bernama La Panaungi To Pawawoi Arung Palenna dari istrinya bernama Wé Tenriésa Arung Kaju/ Inilah yang memperistri keponakan anak sepupunya bernama Wé Balolé I Da Palimpu Arung Mampu Massalassaé/ La Ulio Boté’e Arumponé Matinroe riItterung dan Wé Tenrigau’Arung Mampu [199] melahirkan anak yang bernama Wé Tenripatuppu/ 10. Wé Tenripatuppu, disapa I Da Dussila, mewarisi takhta Bone dari ayahnya bernama La Pattawe’ Matinroé riBettung/ Inilah yang mempersuamikan To Riléwoé Arung Sijelling Matinroé riSidénréng/ Orang yang mewarisi takhtanya adalah sepupunya yang bernama La Tenriruwa/ 11. La Tenriruwa Arung Palakka mewarisi takhta dari sepupunya, La Pattawe’ Matinroé riSidénréng/ La Tenriruwa adalah anak dari saudari seibu-sebapak Matinroé riGucinna dan Matinroé ri-Addénénna, yaitu Wé Lémpe’ dari suami bernama La Saliu Arung Palakka/ La Tenriruwa inilah disebut yang mula memeluk agama Islam/ Ia memperistri sepupunya bernama Wé Baji Lébaé ri Marioriwawo/ Ia melahirkan anak perempuan bernama Wé Tenrisui Datu Marioriwawo/ Adapun nama Wé Baji, adalah bersaudara seibu sebapak dengan Wé Lémpe’ yang ibunya bernama Wé Tenripakkuwa dan suami bernama La Makkarodda La Tenribali Datu Soppéng Mabbéluwa’é/ Wé Tenri mempersuamikan La Potobune’ Arung Tanatengnga dan Datu Lompulle’, melahirkan anak lebih tiga orang/ Seorang bernama La Tenritatta To Unru, seorang bernama Wé Tenriabang Da Emba Datu Marioriwawo, dan Seorang bernama Wé Tenriwale’ Da Umpu Mappolobombang Maddanreng Palakka/ Pengganti Matinroé riBantaéng sebagai pemangku takhta kerajaan Bone adalah sepupunya yang bernama La Tenripale’/ 12. La Tenripale’, disapa To Akkeppéang, sebagai pewaris takhta dari sepupunya bernama La Tenriruwa Matinroé riBantaéng/ Inilah yang menjadi Mangkau’ yang lebih banyak masa tinggalnya di Gowa daripada di Boné, dan di Makassar pula ia meninggal dunia sehingga diberi gelar anumerta Matinroé riTallo/ Inilah anak dari La Icca’ Matinroé riAddénénna dari istrinya yang bernama Wé Tenripakkiu Arung Timurung/ Saudara Matinroé riTallo yang bernama Wé Tenrijello’ Makkalarué Arung Timurung yang [200] mempersuamikan keponakan dari sepupu sekalinya yang bernama La Pancai To Pataka disapa Lampé Pabbekkeng Arung Kung, anak dari Wé Tenriparola dari suaminya bernama La Mallalengeng To Alaungeng Arung Sumali/ Wé Tenrijello’ melahirkan dua orang anak laki-laki yang kemudian menjadi pewaris mahkota kerajaan Bone/ Seorang bernama La Maddaremmeng/ 13. La Maddaremmeng menjadi pewaris Raja di Bone menggantikan keponakannya bernama La Tenripale’ To Akkeppéyang Matinroé riTallo/ La Maddaremmeng-lah yang menikah di Wajo memperistri anaknya Arung Matowa Wajo bernama Wé Hadija I Da Sélle’/ Beliau melahirkan seorang laki-laki bernama La Pakokoé To Wangkona Arung Timurung, disapa Macoméngngé Tadampalié/ La Maddaremmeng ditawan oleh raja Gowa dan ia asingkan ke Sanrangeng dalam Perang Islam (Musu Selleng)/ Arung Timurung Tadampalié memperistrikan Wé Tenriwale’ Mappolobombangngé Maddanreng Palakka, dan melahirkan seorang anak laki-laki bernama La Patau Matanna Tikka Walinonoé To Tenribali Malaé Sanra/ Dialah yang kembali ke Boné/ Ketika beliau wafat, ia diberi gelar anumerta yaitu Matinroé riNagauleng/ Yang menggantikan La Maddaremmeng sebagai Raja Bone adalah saudara kandungnya bernama La Tenriaji/ 14. La Tenriaji, disapa To Senrima/ Beliau ditawan oleh Karaéng Gowa dan diasingkan di Siang/ Di sanalah beliau menghembuskan nafas terakhirnya sehingga diberi nama anumerta Matinroé riSiang/ Ketika La Tenriaji ditawan oleh Karaéng Gowa mengakibatkan terjadinya kekosongan raja di Bone, sebab rakyat Bone tidak mau lagi mengangkat arung (raja)/ Memang ada raja yang ditunjuk oleh raja Gowa yaitu Karaéng Sumanna, akan tetapi ia tidak mampu menjalankan pemerintahan di Bone/ Karaéng Gowa menunjuk dan mengangkat lagi seorang yang bernama To Bala yang kebangsawanannya dari Arung Tanété Riawa untuk menjadi jennang di Boné/ To Bala disapa juga dengan nama Petta Pakkanyarangngé; dia adalah putra Ponggawa Dinrué dari Bone/ Dialah yang membangkitkan lagi perlawanan rakyat Bone, sebab tujuh belas tahun lamanya dijajah Gowa/ Pada akhirnya To Bala mati terbunuh oleh pasukan Makassar/ Itulah sebabnya Boné menjadi jajahan Gowa/ Orang yang menggantikan To Bala sebagai jennang di Bone adalah La Sékati Arung Amali/ La Sékati pengganti jennang di Boné mewarisi To Bala/ Keadaan rakyat Bone semakin berat akibat tekanan orang Makassar/ [201] Arung Palakka To Unru kemudian meninggalkan Bone dan merintis kerjasama dengan Kompeni Belanda untuk melepaskan Bone dari genggaman Gowa/ Oleh karena itu Bone semakin mendapatkan tekanan dari Karaéng Gowa/ Ketika Arung Palakka tiba di Buton setelah pulang dari pengembaraannya di tanah Jawa, Raja Gowa tiba-tiba membebaskan La Maddaremmeng dan mengembalikannya dengan cepat ke istana Bone/ 15. La Maddaremmeng menjadi Raja Bone/ Bone memiliki status sebagai kerajaan lili (bahagian) dari Gowa/ Tibalah Petta Malampé’é Gemme’na dan pasukannya yang beriringan dengan prajurit Kompeni Belanda/ Perang kemudian berakhir dengan kemenangan Petta Malampé’é Gemme’na, sehingga ia berhasil membebaskan dan menegakkan kembali wibawa Bone dari pendudukan Gowa/ Arung Palakka pun berangkat ke Bone untuk menemui Raja Bone, La Maddaremmeng/ Perjumpaan itu serta-merta La Maddaremmeng menyerahkan mahkota Bone kepada Arung Palakka/ Namun, Arung Palakka Petta Malampé’é Gemme’na menolak menerimanya pada saat itu/ Ketika La Maddaremmeng wafat kemudian ia diberi gelar Matinroé riBukaka/ Arung Palakka yang disapa La Tenritatta barulah kemudian menggantikan almarhum menjadi raja Boné/ 16. La Tenritatta, disapa To Unru, Arung Palakka sapaan kebangsawanannya/ Petta Malampé’é Gemme’na nama panggilannya, Petta To Risompaé nama kebesarannya/ Beliau adalah anak dari Wé Tenrisui Datu Marioriwawo dan ayahnya bernama La Potobune’ Arung Tanatengnga dari kedatuan Laumpulle’/ Petta To Risompaé tidak mempunyai anak karena mandul/ Hanya saudari yang memiliki anak/ Seorang bernama Wé Tenriabang Datu Mariorowawo, ia mempersuamikan lelaki bernama La Sulo Daéng Matajang Karaéng Tanété/ Seorang bernama Wé Tenriwale’ Mappolobombang Maddanreng Palakka yang mempersuamikan lelaki bangsawan Timurung bernama La Pakkokoé To Angkoné Arung Timurung Macoméngngé Tadampalié Ranreng Tuwa Wajo, anak dari Arumponé La Maddaremmeng Matinroé riBukaka dari istrinya yang bernama Wé Hadija Dasale’Arung Mpugi/ Inilah Arung Palakka yang bersama dengan Admiral Spelman berhasil melumpuhkan Sombaopu dan membuat Karaéng Gowa bertekuk lutut/ Beliau berhasil menegakkan kembali kedaulatan negerinya dengan memerdekakan kerajaan Boné/ Beliau berhasil memancarkan marwah diri orang Bone/ Setelah Puwatta’ Petta Toriompaé wafat, beliau diberi gelar anumerta Matinroé riBontoala/ Orang yang mewaris Arung Palakka sebagai Raja Bone adalah La Patau’/ [202] 17. La Patau Matanna Tikka Walinonoé To Tenribali Malaésanra/ Ia juga sebagai ranreng di Tuwa Wajo/ Ia adalah anak dari Wé Tenriwale’ Da Umpu Mappolobombang Maddanreng Palakka Matinroé riAjaappasareng dari suaminya bernama La Pakkokoé To Angkonéng Arung Timurung Macoméngngé Ranreng Tuwa Tadampalié/ La Patau menikah di Luwu yang memperistri putri Datu Luwu, La Settiaraja Matinroé riTompotikka, dari istrinya Opu Daéng Massiseng Matinroé Takalara/ La Settiaraja melahirkan seorang anak bernama Wé Ummu Arung Larompong/ Seorang lagi bernama Wé Patimanaware’ Arung Timurung/ Wé Ummu Arung Larompong, kemudian melahirkan anak bernama We Bataritoja Daeng Talaga, dan seorang lagi bernama La Temmassonge’ Arung Baringeng/ La Patau Malaé Sanra menikah lagi di Gowa dengan memperistri putri Raja Gowa Mappadulung Daéng Mattimung yang bernama I Mariyama Karaéng Patukanga/ Perkawinannya ini melahirkan seorang anak bernama La Pareppai To Sappéwali/ Seorang bernama La Paddasajati To Appaware’/ Seorang lagi bernama La Panaungi To Pawawoi/ La Patau dilantik menjadi Mangkau’ di Boné pada tahun 1698 M/ Setelah beliau wafat ia diberi gelar anumerta Matinroé riNagauleng/ La Patau ini juga menjadi Datu Soppéng/ Nama yang menggantikan beliau sebagai Raja Bone adalah anaknya dari istri Wé Ummu Arung Larompong yaitu bernama Bataritoja/ 18. Bataritoja Daéng Talaga sebagai pewaris takhta kerajaan Boné menggantikan ayahanya/ Bataritoja Daéng Talaga sekaligus juga sebagai Datu Soppéng dan Pajung di Luwu/ Beliau menjadi Mangkau’Bone pada tanggal 19 September 1714 M/ Sesuai dengan wasiat Petta Torisompaé, maka beliau kemudian dikawinkan dengan Sultan Sumbawa bernama Mas Madina pada tanggal 17 Desember 1704 M/ Beliau kemudian bercerai pada tanggal 23 Mei 1708 M, salah satu sebabnya karena mereka tidak memperoleh anak/ Tidak lama beliau memangku takhta Mangkau’ Kerajaan Bone, kemudian mengalihkannya kepada saudara sebapaknya yang bernama La Paddasajati/ 19. La Paddasajati disapa To Appamolé, menjadi pewaris takhta kerajaan Boné menggantikan saudari perempuannya dari garis bapak/ La Paddasajati juga menjadi Datu Soppéng/ Inilah anak Matinroé riNagauleng dari istrinya bernama I Mariyama Karaéng Pattukanga putri Karaéng Gowa/ To Appamolé juga menjadi Arung di Palakka/ Beliau dilantik menjadi Raja Bone pada tanggal 14 Agustus 1715 M/ Ia melakukan tindakan salah terhadap Soppéng/ [203] Ia melakukan pelanggaran terhadap Tellumpoccoé karena menghukum cekik Arung Ujumpulu Datu Lamuru yang bernama La Cella’/ Itulah sebabnya utusan Arung Matowa Wajo bernama La Saléwangeng To Tenriruwa datang memberikan nasihat kepada keputusan Tellumpoccoé/ Namun, ketika utusan Arung Matowaé pulang, beliau membunuh dua orang kerabatnya tanpa diketahui kesalahannya/ Maka Tellumpoccoé sepakat menangkap Arumponé dan Datu Soppéng itu/ Orang yang diperintahkan bernama Cambang Laikang untuk mengasingkannya ke Béula/ Di tempat pengasingan itulah beliau tinggal sampai meninggal dunia/ Beliau kemudian diberi gelar Matinroé riBéula/ Yang menggantikan La Paddasajati sebagai Raja Boné adalah saudaranya bernama La Pareppai/ 20. La Pareppai To Sappéwali sebagai pewaris Mangkau’ di Bone menggantikan saudaranya, La Paddasajati/ Beliau juga sebagai Datu Soppéng dan Karaéng Gowa/ Dialah yang memperistri Arung Tajong, melahirkan La Masellomo Ponggawa Boné yang pergi ke Luwu/ La Masellomo yang disebut memperistri Arung Tajong dan melahirkan anak laki-laki bernama La Mappapenning To Apparéwe’ Daéng Makkuling Ponggawa Boné/ Anak perempuannya bernama Wé Denradatu Arung Palakka Matinroé riLana/ Perkawinan pertama Wé Denradatu, menikah dengan Karaéng Tallo kemudian melahirkan anak bernama Wé Sugiratu/ Wé Sugiratu kemudian menikah dengan Arung Ujung, melahirkan La Umpu Arung Téko/ Wé Denradatu menikah pada kali kedua dan melahirkan anak bernama Wé Bessé Karaéng Léppangeng/ Wé Bessé Karaéng Léppangeng menikah dengan La Masompo Arung Sumali, melahirkan anak bernama Wé Rukiya/ Wé Rukuya menikah dengan sepupu dua kalinya bernama La Umpu Arung Téko, melahirkan Wé Bau Arung Kaju/ Wé Bessé menikah dengan Arung Berru Addatuang Sidénréng yang bernama To Appo, melahirkan anak bernama To Appasawe’/ To Appasawe’ yang memperistrikan Arung Paopao, melahirkan seorang anak lakilaki bernama Sumange’rukka To Patarai Arung Berru/ La Pareppa To Sappéwali meninggal dunia kemudian diberi nama anumerta Matinroé riSombaopu/ Yang mewarisi takhta kerajaan Boné adalah saudara kandung La Pareppa sendiri yaitu La Panaungi/ [204] 21. La Panaungi To Pawawoi menjadi pewaris Mangkau’ di Boné menggantikan saudara kandungnya, La Pareppa/ La Panaungi memperistri Wé Sitti Hawa Daéng Manessa, putri To Ujuma, melahirkan anak bernama La Page’ yang bertahta sebagai Arung Mampu dan Arung Sijelling, pernah menjadi pangeran (arung lolo) di Bone/ Ia juga bertakhta di Amali sebelum menjadi Raja Bone/ Setelah La Panaungi To Pawawoi wafat, ia kemudian diberi gelar anumerta Matinroé riBiséi/ Pengganti La Panaungi sebagai Raja Boné, dipilih kembali saudari tiri perempuan sebapaknya yang tertua bernama Wé Bataritoja/ 22. Wé Bataritoja Daéng Talaga sebagai pewaris Mangkau’ Boné/ Beliau menjabat Raja Bone pada kali kedua, dilantik pada tahun 1724 M/ Periode keduanya memerintah inilah ia menghadapi banyak perkara rumit yang menimpa kerajaan Bone/ Ia menghadapi pemberontakan dari Arung Pénéki/ Kedudukannya dirampas dan disuruh mengembalikan pusaka orang Wajo yang dahulu disita oleh Petta Torisompaé pada peristiwa penaklukan Tosora/ La Maddukkelleng kemudian melantik Sitti Napisa Karaéng Langélo anak dari Karaéng Gowa I Mallawanau menjadi Raja Bone/ Sitti Napisa adalah anak dari Matinroé riSombaopu/ Akan tetapi rakyat Bone berhasil menggulingkan dan mengusirnya pulang/ Arumponé pergi mencari perlindungan kepada Kompeni Belanda di Ujungpandang/ Datang juga La Tenrioddang Karaéng Tanété mengukuhkan juga dirinya sebagai Arumponé, namun tidak dituruti oleh Kompeni dan Arung Pitué serta Hadat Boné pun menolaknya/ Setelah pihak-pihak yang bersiasat mengambil tahta Bone secara sepihak, sudah surut dan situasi politik sudah meredah, maka Bataritoja Daéng Talaga dibawa pulang ke istana Boné/ Beliau wafat pada tahun 1749 M dan diberi gelar anumerta Matinroé riTippulunna/ Orang yang mewarisi Bataritoja sebagai raja Boné adalah saudara lelakinya bernama La Temmassonge’/ 23. La Temmassonge’disapa dengan nama La Mappasossong To Appaséleng Arung Baringeng/ Dia juga pernah menjadi Ponggawa Boné/ Dia menjadi pewaris sebagai arung (raja) di Boné menggantikan saudari perempuannya bernama Matinroé riTippulunna/ Pada awalnya, ketika beliau ditunjuk sebagai pengganti Raja Bone, Arung Kaju mengucapkan nada protes, dengan berkata: Negeri Bone telah menetapkan tidak boleh dipimpin oleh rajeng dan tidak mempertuankan bangsawan céra’/ La Temmassonge’ merasa dipermalukan dengan perkataan itu, sehingga ia turun ke tanah menunggu Arung Kaju/ Ketika Arung Kaju sudah menuruni tangga, serta-merta ia menikamnya dan berujung mati/ Orang-orang pun naik [205] atas istana melaporkan peristiwa itu kepada Arumponé/ Adapun jawaban Arumponé, mengatakan: “Mulut Arung Kaju sendiri yang membunuhnya”/ Sebab, La Temmassonge’ mengucapkan kata terlebih dahulu sebelum menikam Arung Kaju, Engkau menuduhku anak céra’? Apakah kau kira juga perasaanku damai setelah engkau membunuh saudaraku?/ Sememangnya kabar yang umumnya diketahui kalau La Temmassonge’ disebut sebagai anak céra’ dari ayahnya yaitu Matinroé riNagauleng/ Namun saudari perempuannya yaitu Matinroé riTippulunna yang hanya tahu mengenai darah ‘sengngeng’ La Temmassonge’/ Orang lain tidak ada yang tahu tentang hal itu/ Oleh karena itu, La Temmassonge’ dikenali statusnya sebagai “céra’i rimannessaé, sengngengngi rimallinrungngé”/ Oleh karena itu banyakana’karung(bangsawan) Boné menganggapnya tak pantas menjadi Raja Boné/ Pada awalnya dia dikenali hanya sebagai ana’céra’, sementara wari’ negeri Bone tidak membolehkan bangsawan céra’, tidak pula memantaskan kerajaan dipimpin bangsawan derajat darah rajeng/ Oleh karena itu, hanya Kompeni Belanda dan To Appo yang menyokong La Temmassonge’ sehingga ia dapat mengukuhkan kedudukannya sebagai Raja Boné/ Pada awalnya ketika menjabat Raja, ia berlindung pada Kompeni Belanda, sebab orang Bone belum bersedia menerimanya/ Baru pada tahun 1752 M barulah beliau datang ke Bone dan dilantik menjadi Arumponé/ Oleh karena beliau memiliki banyak istri dan anak lebih 80 orang, maka istri yang dipilihnya menjadi permaisuri (arung makkunrai) yaitu Wé Mommo Sitti Aisa/ Ketika Wé Mommo meninggal dunia, ia kemudian memperistrikan saudari sendiri Sitti Aisa bernama Sitti Habiba, cucu dari Tuwanta Salama di Gowa/ Namun yang menjadi anak pewarisnya adalah anak dari permaisuri Wé Mommo Sitti Aisa/ Adalah anaknya bernama La Baloso/ La Baloso yang memperistri sepupu sekalinya bernama Wé Tenriawaru Arung Lémpa[ng], anak dari Wé Benni Daéng Mabette’ dan suami Mattugengkeng Daéng Mamaro/ La Baloso melahirkan anak bernama Wé Padauleng dan Wé Tenripada/ Adapun saudari perempuan La Baloso yang bernama Wé Hamida Arung Takalara Petta Matosaé, dialah yang mempersuamikan keponakan dari sepupu sekalinya bernama La Mappapenning To Apparéwe’ Daéng Makkoling/ Wé Hamida kemudian melahirkan lelaki bernama La Tenritappu/ Pada tahun 1775 M La Temmassonge’ meninggal dunia, kemudian diberi nama anumerta Matinroé [206] riMallimongeng/ Pengganti La Temmassonge’ sebagai Raja Bone yaitu cucunya bernama La Tenritappu/ 24. La Tenritappu To Appaliweng Daéng Palallo sebagai pewaris Mangkau’ Boné/ Beliau dilantik sebagai Raja Bone pada tanggal 4 Juni 1775 M/ Dia memperistri sepupu sekalinya bernama Wé Padauleng, melahirkan anak lebih lima orang/ Seorang bernama La Mappasessu’To Appatunru’/ Seorang bernama Wé Mané/ Seorang bernama La Mappasiling/ Seorang bernama La Mappawéwang/ Seorang bernama La Tenrisukki’/ La Tenritappu meninggal dunia pada tahun 1812 M/ Yang menggantikan La Tenritappu sebagai Raja Bone adalah anaknya bernama La Mappasessu’ To Appatunru’/ 25. La Mappasessu’ To Appatunru’ sebagai pewaris Mangkau’ Boné menggantikan ayahnya bernama Matinroé riRompégading pada tahun 1812 M/ La Mappasessu’ memperistrikan sepupu tiga kalinya bernama Wé Bau Arung Kaju, melahirkan Wé Baégo Arung Macégé/ Wé Baégo kemudian mempersuamikan Sumange’ Rukka To Patarai Arung Berru, melahirkan Singkerurukka Arung Palakka dan Wé Pada Arung Berru/ La Mappasessu’ meninggal dunia pada tahun 1823 M, kemudian diberi gelar anumerta Matinroé riLalebbata/ Yang menggantikan menjadi Raja Bone adalah saudara perempuannya bernama Wé Manératu Arung Data/ 26. Wé Manératu Arung Data/ Mattola Mangkau’ di Boné menggantikan saudaranya bernama Matinroé riLalebbata pada tahun 1823 M/ Manératu meninggal dunia pada tahun 1835 M dan diberi gelar anumerta Matinroé riKessi’/ Yang menggantikan sebagai Raja di Bone adalah saudara laki-lakinya bernama La Mappasiling Arung Panynyili’/ 27. La Mappasiling Arung Panynyili menjadi pewaris Mangkau’ Bone menggantikan saudarinya bernama Matinroé riKessi/ La Mappasiling dilantik pada tahun 1835 M dan meninggal dunia pada tahun 1845 M/ Beliau diberi gelar anumerta Matinroé riSalassana/ Yang menggantikan sebagai raja Bone adalah keponakannya bernama La Parénréngi Arumpugi/ 28. La Parénréngi Arumpugi menggantikan saudara kandung ayahandanya/ Beliau adalah anak dari La Mappawéwang Arung Lompu dari istrinya bernama Bau Cina anak dari La Pasanrangi dan Wé Mundariya/ La Parénréngi menikah dengan sepupu sekalinya bernama Pancaitana Bessé’ Kajuwara, anak dari La Tenrisukki’ dan Wé Madika Daéng Matana Arung Kaju/ La Parénréngi meninggal dunia pada tanggal 16 Februari 1857 M dan diberi gelar anumerta Matinroé riAjabbénténg/ Yang menggantikan beliau menjadi Raja Boné adalah istrinya bernama Wé Pancaitana Wé Tenriawaru Bessé’ Kajuwara/ 29. Wé Pancaitana Wé Tenriawaru Bessé’ Kajuwara sebagai pewaris tahta Mangkau’ di Bone menggantikan suaminya/ Wé Pancaitana melahirkan anak bernama Wé Pellang Arung Alitta/ [207] Wé Pancaitana meninggal di Suppa’ dan diberi nama anumerta Matinroé riMajennang/ Yang menggantikan sebagai Raja Bone ialah bernama Singkeru’ Rukka Arung Palakka/ 30. Singkeru’ Rukka Arung Palakka sebagai pewaris Raja Bone/ Status kerajaan Bone pada masanya hanyalah kerajaan pinjaman dari Kompeni Belanda/ Beliau dilantik pada tanggal 13 Februari 1860 M/ Beliau meninggal dunia pada tahun 1871 M dan diberi gelar anumerta Matinroé riPaccing/ Yang menggantikan sebagai Raja Bone adalah anak perempuan dari permaisurinya bernama Sitti Saira Arung Lompu bernama Wé Patimabanri Wé Banrigau’ Arung Timurung/ 31. Wé Patimabanri Wé Banrigau Arung Timurung menjadi pewaris Mangkau’ Bone menggantikan ayahandanya/ Wé Patimabanri meninggal dunia pada tahun 1896 M/ Yang menggantikan beliau sebagai Raja Bone adalah saudara laki-laki seayahnya yang bernama La Pawawoi/ Wé Patimabanri diberi nama anumerta Matinroé riBolampare’na/ Yang menggantikan sebagai Raja Bone bernama La Pawawoi Karaéng Ségéri/ 32. La Pawawoi Karaéng Ségéri sebagai pengganti raja Bone yang mewarisi saudari perempuannya bernama Matinroé riBolampare’na/ La Pawawoi adalah anak dari Matinroé riPaccing dari istrinya bernama I Kaloso Karaéng Langélo/ La Pawawoi Karaéng Ségéri memperistri anaknya Arung Mangémpang dari Bérru, kemudian melahirkan anak bernama La Patiriwiri Baso’ Abdul Hamid yang menjadi Ponggawa Boné/ La Patiriwiri memperistri Wé Cenra Arung Cinnong, melahirkan La Pabbénténg Daéng Palawa Arung Macégé/ La Pawawoi dilantik menjadi Raja Bone pada tahun 1896 M/ Beliau diasingkan ke Bandung oleh Belanda pada tahun 1905 M/ Beliau wafat di Betawi pada tahun 1911 M dan diberi gelar anumerta Matinroé riJakaretta/ Yang menjadi Raja Bone selanjutnya ialah La Mappanyukki/ 33. La Mappanyukki menjadi pewaris Mangkau’ Bone pada tanggal 2 April 1931 M hingga memasuki zaman kemerdekaan Indonesia/ Beliau wafat pada tanggal 18 April 1967 M dan diberi gelar anumerta Matinroé riAmaradékangenna/ Yang menggantikan menjadi Raja Bone ialah La Pabbénténg Daéng Palawa/ 34. La Pabbénténg Daéng Palawa Arung Macégé dilantik menjadi Raja Bone oleh Gubernur Belanda (NICA) pada tahun 1947 M/ Beliau mengakhiri masa jabatannya sampai pada tanggal 27 Desember 1949 M ketika suasana kemerdekaan Indonesia sudah stabil/ *** KERAJAAN-KERAJAAN KERABAT BONE MAMPU [1] Kita memulai kisah sejarah Mampu/ Semoga aku tidak berdosa dan semoga aku tidak kualat mengisahkan nama-nama orang agung/ Merunutrunut keturunan orang mulia dan menjadikan leluhur di Mampu sebagai bunga bibir/ Semoga mulut ini tidak terbelah, menyebutkan keturunan dari Mangkau’/ Semoga pula aku tidak berdosa menyapa nama-nama tunas bangsawan yang mulia/ Adapun asal-usul Manurungngé di Mampu yakni berasal dari puncak gunung yang disebut Lapakkanréawang/ Pada suatu hari, terjadilah guntur, kilat, dan tanah pun bergoyang; disertai pula suasana alam gelap gulita yang berlangsung selama tujuh hari/ Tiba-tiba terlihatlah dua orang, seorang laki-laki dan seorang perempuan yang sedang duduk/ Yang lakilaki bernama Guttu Tellemma dan yang perempuan bernama Wé Sinrang Langi’/ Konon, kedua orang itu bersaudara kandung/ Tujuh hari kemudian, terjadi lagi peristiwa yang sama/ Muncul lagi guntur, kilat, angin topan dan disertai gempa bumi/ Secara tiba-tiba tampak lagi dua orang yang sedang duduk di puncak gunung, seorang perempuan dan seorang laki-laki/ Konon keduanya disebut bersaudara kandung juga/ Yang perempuan bernama Wé Sengngeng Talaga dan yang laki-laki bernama La Paturungi/ Manakala penduduk Mampu sudah mengetahui berita kehadiran kedua pasang orang asing itu, sehingga tiap-tiap keluarga silih berganti datang menjenguknya/ Segenap penduduk pun menyampaikan kehendaknya dengan berkata: “Kami akan angkat Tuan menjadi raja”/ Hanya saja, penduduk Mampu tidak juga bersatu pandangan, sebab ada yang ingin menempatkannya sebagai arung di Mampu Riaja, sedangkan yang lainnya ingin menempatkan di Mampu Rilau/ Kedua pihak pun masing-masing membuatkan istana, walaupun mereka belum jua menemukan titik temu/ Pada akhirnya, penduduk Mampu bersepakat mengawinkan antara Barat (Riaja) dan Timur (Rilau)/ Penduduk Mampu kemudian datang menemui kedua pasang orang itu dan menyampaikan perkataan kepadanya dengan ucapan: ”Sebaiknya kalian yang Timur dan yang Barat menjadi pasangan suami-istri saja/ Semoga kemujuran datang, sehingga kalian masingmasing dapat melahirkan anak/ Anak yang lahir itulah kemudian kita akan menikahkan lagi”/ Rakyat Mampu pun kemudian datang menjemput kedua pasangan itu dengan persembahan sekapur sirih/ Adapun Puwatta’ Guttu’ Tellema, dialah yang memperistri Puwatta’ Sengngeng Talaga saudara perempuan Rilau (Timur)/ Dia yang kemudian melahirkan seorang anak laki-laki bernama Oddampéro/ Oddampérolah yang kemudian dilantik oleh rakyat Mampu menjadi arung/ Setelah itu wujudlah perjanjian antara rakyat Mampu dengan Puawatta’ Manurungngé/ Rakyat Mampu berkata: “Anaknya Puwang yang kami pilih menjadi arung/ Kami akan mengerjakan sawah sepetak dan mendirikan sebuah istana untuknya/ Jika ia sudah berdaun, maka barulah kami akan berlindung di bawahnya/ Namun, apabila beliau wafat, maka orang mampu yang memiliki harta peninggalannya/ Jika ia membawa kerbau, maka kami membantu menggiringnya/ Jika ia membawanya masuk, maka kami juga membantu menariknya/ Puwatta’ Manurungngé kemudian menjawab: “Wahai rakyat Mampu, engkau telah mengangkat anakku menjadi rajamu, maka janganlah engkau meragukannya, agar ia tidak juga meragukanmu/ [2] Bersinarlah bagaikan cahaya rembulan, kemilau laksana bintang/ Rebah saling menopang dan kalian tidak mengincar pusaka/” Rakyat Mampu pun berkata lagi: “Tuan tidak menginginkan harta kami yang sedikit ini, apabila khilaf kita saling mengingatkan/” Puwang Manurung kembali berucap, “Apabila raja khilaf, maka ingatkanlah”/ Berkata lagi rakyat Mampu: “Apabila hamba berbuat salah, maka maafkanlah”/ Puwang Manurung berkata lagi: ”Wahai kalian, janganlah memandangku seperti obor, putus tali, dan patah bajak; kita tidak boleh pula saling menaruh curiga”/ Rakyat Mampu berkata lagi: ”Ada tiga sebab kematian bagi kami sebagai tau décéng di Mampu”/ Pertama, menginjak-injak kehormatan negeri/ Kedua, membunuh sesama/ Ketiga, mengudeta negerinya sendiri/ Ada tiga penyebab sehingga seseorang dapat dihukum mati/ Pertama, menjatuhkan wibawa (payung) raja/ Kedua, melanggar hukum kekal negeri/ Ketiga, bersekongkol dengan pihak luar/ Ada tiga hal pula yang menjadi pantangan raja/ Pertama, meninggalkan istananya/ Kedua, menggadaikan negerinya/ Ketiga, menolak diperingati ketika melakukan pelanggaran/ Demikianlah kontrak perjanjian antara Raja dan rakyat Mampu/ Perjanjian itu hanya dapat rusak apabila langit runtuh dan bumi hancur/ Barang siapa yang mengingkari janji, maka dia tidak akan mendapatkan kebaikan dunia, hingga anak dan cucunya/ Kontrak perjanjian itu kemudian disepakati dan berterima bagi kedua belah pihak/ Setelah itu, Puwatta’ Oddang Patara pun didudukkan di atas singgasananya/ Beliaulah yang kemudian membuka negeri Tanriwara, Céppaga, Ilapanyula’ beserta kampung-kampungnya/ Adapun saudara perempuan Puwatta’ Guttu’ Tellemma yang bernama Wé Sinrang Langi’, dialah yang menikah dengan raja Mampu Rilau yang bernama La Paturungi/ Pasangan ini kemudian melahirkan anak bernama Wé Lélé Ellung/ Pada akhirnya kedudukan Puwatta’ Oddang Patara sebagai Arung Mampu sangat kokoh/ Hubungan mereka sesama bersaudara yakni Puwatta’ Manurung Mampu Riaja dan Mampu Rilau sekaligus besanan/ Maka, terjadilah hubungan besan antara saudara kandung Puwatta’ Riaja bernama Guttu Tellemma dan Wé Sinrang Langi/ Berbesanan pulalah sesama saudara kandung antara Puwatta Rilau yaitu Sengngeng Talaga dan La Paturungi/ Kemujuran pun diraih oleh kedua orang bersepupu karena mereka dikarunahi anak, yakni lahirnya empat orang anak/ Anak sulung bernama La Urenriwu/ Anak berikutnya bernama La Uluwongeng/ Anak kedua dari terbungsu bernama Wé Lettépapi/ Anak bungsu bernama Apung Mangénré’/ [3] Seiring berjalannya waktu, anak-anak mereka pun tumbuh dewasa/ Puwatta’ La Urenriwu bersama saudara kandungnya bernama La Uluwongeng, merekalah yang kemudian menjadi raja di Latappareng/ Sementara itu Oddang Patara menjadi raja di Awampulu selama dua puluh sembilan tahun/ Ketika tanaman padi di Lapanyula’ sudah tumbuh merata, maka Puwatta’ La Urenriwu bersama La Uluwongeng dan Wé Lettépapi pun keluar menyuruh rakyatnya untuk menuainya/ Namun Puwatta’ Oddang Patara bersama istri dan anak bungsunya yang bernama Apung Mangénré’ tertimpa musibah, dikarenakan konon katanya, bahwa pada zaman dahulu ketika Lapanyula’ akan dicabut bibit padinya, seharusnya diserahterimakan di kampung Tanriwara, barulah kemudian boleh dibawah ke Lapanyula’/ Begitu pula tata cara sesuai tradisinya apabila padi yang telah dipanen akan dinaikkan di rumah/ Adapun ketiga Puwatta’ yaitu La Urenriwu, La Turumpongeng dan Wé Lettépapi, merekalah disebut berhasil selamat dari musibah/ Merekalah yang kemudian pergi menuju wilayah timur dan membuka Tellangngé di Lompo’/ Mereka pula yang menjaga Laséro’ dan mengurus Lau Lompo’ (Timur Lompo’)/ Bahkan, mereka jugalah yang mengolah Lalleppang/ Adapun Puwatta’ Wé Lettépapi, dialah yang berangkat ke arah selatan membuka Sijelling/ Sementara itu Puwatta’ La Turumpongeng, dialah yang pergi membuka Kalowaja/ Kita kembali pada kisah Puwatta’ La Urenriwu setelah ia membuka Tellangngé/ Dialah yang menjadi Arung Mampu/ Dia pula yang beristri di Awamponé menikah dengan Wé Samakella anak dari Manurung Babauwaé/ Dia melahirkan empat orang anak/ Anak sulung bernama La Pariwusi/ Anak kedua bernama Wé Sengngempulu/ Anak ketiga bernama Wé Samaulu/ Dan anak bungsunya bernama Wé Temmarowé/ Adapun Puawatta’ La Patiwusi adalah putra sulung dari Puwatta’ La Urenriwu/ Dialah yang kemudian diangkat sebagai Arung Sijelling, dia pula yang mewarisi jabatan Abbilabbilang (ilmu astronomi dan astrologi)/ Dialah kemudian menetapkan siklus hari pasar yang tidak bertentangan dengan pantangan-pantangan kerajaan/ Adapun Puwatta’ Wé Sengngempulu, dialah yang bertakhta di Mampu Riaja dan dia pula yang mewarisi jabatan Macowaé di Tudangngé/ Dia juga menjadikan gunung sebagai tanah garapan pertanian yang tidak ditentang oleh Acowang dan tidak dihalangi oleh kerajaan/ Adapun Puwatta’ Wé Samaulu, dialah yang menjadi Arung Mampu Riawa dan dia pula yang diserahi jabatan sebagai hakim (pabbicara)/ Dia menjadikan danau sebagai sumber penghidupan yang tidak halau oleh Acowang dan tidak dihalangi oleh kerajaan/ Adapun Puwatta’ Wé Temmarowé mewarisi takhta di Kung/ Dialah yang mempersuamikan Arung Otting yang disapa Loppokallonna Passikki/ Dialah yang mewarisi tanah padang/ Sumber penghasilannya adalah kayu panaki yang tidak dihalangi oleh Acowang dan tidak ditentang oleh kerajaan induk/ Demikianlah, sehingga ia menggabungkan Waji’ masuk ke dalam wilayah Kung/ Waji’ menjadi sebuah wanuwa namun tidak saling bercampur Acowang, dan mereka berempat pun tidak saling mengerdilkan/ [4] Puwatta’ La Urenriwu tidak mengira kalau ia bakal memiliki tambahan anak lagi, tetapi rupanya istrinya melahirkan lagi seorang anak lakilaki/ Anak itu kemudian diberinya nama La Manussa/ Berkatalah Puwatta’: Tidak ada lagi negeri yang dapat aku wariskan untuk tempatmu bertakhta, wahai Anak/ Maka, hal yang dapat kuwariskan adalah turunlah membuat istana panjang (massaolampé) untuk mendampingi kakakmu dan engkaulah disebut Tau Tongeng Karajaé (Orang Benar di Mampu)/ Engkaulah yang memiliki istana kembar itu/ Kakakmu boleh makan apabila kamu yang mengunyahnya/” Dialah La Manussa yang menjadi nenek moyang oleh Tau Tongeng Karaja di Mampu, dan dia pulalah yang mewariskan istana kembar kepada anakcucunya/ Itulah sebabnya terdapat empat istana di Mampu/ Sebuah di Kung, sebuah di Mampu Riawa, sebuah di Mampu Riaja dan sebuah lagi di Sijelling/ Kisah beralih kepada Puwatta’ yang bernama Wé Sengngempulu/ Dialah yang bertakhta di Mampu Riaja dan dia pula yang menikah di Cinnotabi mempersuamikan lelaki bernama La Patiroi/ Dia melahirkan dua orang anak laki-laki/ Anak sulungnya bernama La Tenribaba, disapa La Tenribali/ Anak bungsunya bernama La Tenritippe’/ La Tenritippe’-lah yang mula membuka Pénrang/ La Tenritippe’ pula yang kawin di Lagosi memperistri sepupu satu kalinya bernama Wé Tenrigau’ yang kemudian menjabat sebagai Maddanreng di Mampu Riaja/ Dialah yang melahirkan seorang anak laki-laki bernama La Potto disapa To Sawédi/ Inilah yang bertahta di Mampu Riaja/ Puwatta’ Wé Sengngempulu yang bertakhta di Mampu Riaja dan dibuatkan pula istana (salassa) di Mampu dan Lompo’/ Adapun anak sulung dari Puwatta’ Wé Sengngempulu ialah bernama La Tenribabba/ Dia yang mula menjabat raja di Wajo yang memakai gelar Batara Wajo/ Dia kemudian merubah namanya menjadi La Tenribali/ Anak laki-laki Wé Samakella bernama La Rajalangi Datu Babauwaé, dialah yang pergi ke Cinnotabi memperistri Wé Tenrisui/ Dia melahirkan tiga orang anak/ Anak sulung bernama La Patiroi disapa To Bonga, kemudian menjadi Arung Connotabi/ Anak tengah, bernama La Pawawoi disapa To Pasampoi/ Anak bungsunya bernama La Patongai/ La Patiroi menikah dengan sepupunya yang bernama Puwatta’ Wé Sengngempulu di Mampu Riaja yang disapa Wé Tenriwawo/ Lahirlah Puwatta’ La Tenribabba dan Puwatta’ La Tenritippe’/ Adapun Puwatta’ To Pasampoi, dialah yang pergi ke Lagosi memperistri Wé Teppéréna, kemudian lahirlah Puwatta’ Wé Tenrigau’/ Maka, terjadilah pernikahan antarsepupu yaitu Puwatta’ Wé Tenrigau’ dan Puwatta’ La Tenritippe’/ Keduanya kemudian melahirkan anak bernama Puwatta’ La Potto To Sawédi yang menjadi Arung Mampu Riaja/ Inilah pula sebagai pewaris kekal tahta di Mampu Riaja dan Lagosi/ Pada saat itulah antara Lagosi dan Mampu Riaja kembali menjadi kerajaan kembar/ [5] Puwatta’ La Tenritippe’ disebutkan menikah lagi di Bola memperistrikan Wé Tenrirawé/ Beliau melahirkan tiga orang anak/ Dengan demikian, Puwatta’ La Potto bersama dengan sudara-saudaranya telah mempersatukan Mampu dan Bola/ Itulah sebabnya, orang dari Bola dan orang dari Wakké disebut sebagai orang dari bakul sendiri, tidak dinilai ada yang kurang jikalau mereka mengambil sesuatu/ Kalau ada yang sobek, maka akan dijahit, lalu ditamballah yang bocor, dan ditutuplah yang berlubang/ Hanya satu nama yang lazim disebutkan, walaupun sebenarnya ada dua negeri/ Adapun mengenai hubungan Mampu dan Connotabi/ Jikalau api di Mampu padam karena kehabisan kayu bakar, maka mereka leluasa pergi ke Cinnotabi mengambil api/ Sebaliknya, jika tiang rumah orang Cinnotabi patah, maka mereka leluasa ke Mampu Riaja mengambil kayu/ Konon, menurut kisah leluhur, apabila asap tebal muncul di Mampu, maka orang Cinnotabi akan menoleh ke timur, ia pun bergegas dengan melintasi Solo’/ Sebaliknya, apabila orang Mampu menoleh ke arah barat, lantas melihat asap tebal di Cinnotabi, maka orang Mampu akan datang bergegas melalui Unynyi/ Puwatta La Potto To Sawédi Arung Mampu Riaja beristri di Bunné yakni menikah dengan Datu Bunné yang bernama Wé Cingkodo putri dari La Tenribabareng dari istrinya yang merupakan cucu dari Tompo’é ri Baringeng/ Dia melahirkan tiga orang anak/ Anak sulungnya bernama Wé Tenrisumpala, mewarisi jabatan Maddanreng Sijelling/ Anak keduanya bernama La Tenriwésa yang ditunjuk menjadi Arung Mampu Riaja/ Anak bungsunya bernama La Tenriumpu yang menjadi Datu Bunné/ Adapun Puwatta’ La Tenriwesa beristri di Patila yang menikahi Wé Mange’ disapa I Da Teppura anak dari Datu Patila/ Dia melahirkan seorang anak laki-laki bernama To Sengngeng/ To Sengngeng kemudian menjadi Arung Mampu Riaja/ Dialah juga yang membangun istana (sallasa) di Mampu Riawa/ Dia kemudian beristri di Sijelling menikahi Wé Tenrilallo disapa I Da Tenriwali, melahirkan anak empat orang/ Anak sulung bernama La Tenriliyo yang disapa To Riléwoé, Arung Sijelling, gelar anumertanya adalah Matinroé riAlepperenna/ Dialah yang menjadi Arung Mampu Riaja/ Anak keduanya bernama Wé Tenricalla, yang menjadi Arung Mario/ Anak bungsunya bernama Wé Tenrilélé, yang menjadi Arung Panning, namun ia meninggal dunia/ Akhirnya Sijelling dan Panning menyatu/ Adapun Puwatta’ La Tenriliyo disapa To Riléwoé, dia pergi beristri di Boné mengawini Wé Tenripattuppu Arumponé [6] Matinroé ri Sidénréng nama anumertanya/ Perkawinannya melahirkan empat orang anak/ Anak sulungnya bernama La Maddussila yang kemudian menjadi Arung Sijelling, nama anumertanya adalah Mammésampatué/ Anak keduanya bernama Wé Tenritana disapa Massao Lebba’/ Anak ketiga bernama Wé Palettéi disapa Massao Bessi/ Anak bungsunya meninggal ketika masih kanak-kanak/ Adapun Puwatta’ La Maddussila Mammésampatué menjadi Arung Mampu dan Arung Sijelling/ Dialah yang menikah di Soppeng memperistrikan Wé Tenrigella yang tidak lain adalah saudari perempuan Datu Soppéng bernama Béowé/ Perkawinannya pun membuahkan anak/ Anak sulungnya bernama La Tenribali Datu Soppeng, nama anumertanya Matinroé riDatunna/ Anak kedua bernama La Mappolédatu ri Jeppe’/ Adapun Puwatta’ La Tenribali sebagai Arung Sijelling, dia menikah di Soppeng memperistrikan sepupu satu kalinya bernama Wé Bubungeng disapa I Da Sajo putri dari saudari Datu Soppéng Béowé bernama Wé Baji Lebaé Datu Marioriwawo/ La Tenribali kemudian melahirkan Petta Matinroé riMadello Arung Sijelling/ Selanjutnya Matinroé riMadello-lah yang menyerahkan Sijelling kepada Matinroé riNagauleng/ Adapun Puwatta’ Wé Tenritana Massaolebba’é di Selatan, ia menikah di Kaju mempersuamikan La Tenripeppang Lebbi Walié di Kaju anak dari Wé Tenrisengngeng Matinroé riSanrangeng/ Wé Tenrisengngeng yang kawin di Jeppe’ menikahi sepupu sekalinya yang bernama La Mappolédatu putra dari Puwatta’ Mammesampatué dari istrinya yang bernama Wé Tenrigella/ Dialah yang kemudian melahirkan anak/ Anak pertama, bernama La Pariusi Daéng Manyampa yang menjadi pewaris Arung Mampu dan Arung Matowa Wajo/ Anak keduanya bernama Passaléppangngé/ Anak ketiganya bernama Pattottongngé/ Anak keempatnya bernama Pallémpaé/ Anak kelimaanya bernama Mappaloé/ Anak keenamnya bernama La Pasompereng yang kemudian menjadi Arung Téko/ La Pasompereng kemudian menikah di Makassar memperistri Karaéng Balla’kaérié dan melahirkan anak/ Seorang anaknya bernama Wé Yama dan seorang lagi bernama Wé Yalima/ Wé Yalima kemudian diperistri oleh Karaéng Gowa Karaéng Tallo’ Toménanga riPasi dan melahirkan anak yang bernama I Baba Karaéng Tallo’ bersaudara/ Adapun saudara perempuan Puwatta To Riléwoié yang bernama Wé Tenripada, ia menikah di Amali mempersuamikan orang yang bernama Daéng Tallé dan melahirkan seorang anak bernama La Tenriléwo/ [7] La Tenriléwo kemudian menjadi pewaris Arung Amali dan Mampu Riaja/ Inilah yang kemudian beristri di Otting menikahi Wé Bulutana Arung Otting dan Arung Palongki, melahirkan Petta Wé Tenro nama anumertanya Matinroé riSung Saona/ Dialah yang mempersatukan kerajaan ayah dan ibunya yakni Otting, Palongki, dan Mampu Riaja/ Dia pula menjabat sebagai maddanreng di Kung/ Memang dia menikah, namun tidak memiliki anak sehingga pupuslah keturunan Puwatta’ Wé Tenro/ Puwatta’ La Tenriléwo jugalah yang melahirkan Puwatta’ To Ati nama anumertanya Matinroé riKalumpang yang ibunya berasal dari kalangan tau décéng (orang baik-baik)/ Dia inilah kemudian yang melahirkan Puwatta’ La Tujuwongeng/ Adalah Puwatta’Wé Tenro yang mengislamkan orang Mampu Riaja, akan tetapi To Wattongeng justru menggalang gerakan penolakan menerima ajaran Islam/ Akan tetapi, pada akhirnya Puwatta’ Wé Tenro memaafkan To Ati saudara laki-lakinya yang lain ibu itu/ Sebagai pengganti raja di Mampu Riaja, maka Wé Tenro menawarkan Petta Ati untuk menjadi arung, namun Petta To Ati menolak tawaran itu/ To Ati berkata: ”Mampu Riaja memang milik kamu juga, aku merasa berat untuk menerimanya”/ Petta To Ati berkali-kali ditawari menjadi arung oleh rakyat Amali, sebab konon katanya dia adalah ahli zikir (passikki’)/ tetapi dia tetap menolak/ Nanti setelah To Wattongeng Suléwatang Mampu Riaja berkata: “Bersedialah, karena penduduk Amali mengharapkanmu/ Untuk sementara aku yang menjadi puang (raja) oleh karena saat ini aku masih menjabat sebagai Arung Mampu Riaja/ Pada akhirnya rakyat Amali pun menyepakatinya/ Matinroé riKalumpang bersepupu dua kali dengan Suléwatang To Wattongeng/ Demikianlah sehingga Puwatta’ To Ati berada di Amali ketika pasukan Makassar meraih lagi kemenangan di medan laga/ Parajurit Makassar berhasil lolos dari mata tombak I La Sekati/ Amali pun jatuh ke tangan musuh/ Kekuatan Boné baru bangkit ketika di bawah kekuasaan Petta Malampé’é Gemme’na setelah kembali dari Jakarta/ Petta Matinroé riBuluna kemudian mengambil kembali Amali dan Mampu Riaja yang sudah lepas genggaman dan kuasa dari Makassar/ Akhirnya Amali dan Mampu Riaja menegakkan kembali persatuannya sesuai perjanjian mereka/ Ketika Petta To Ati wafat dia diberi gelar Matinroé riKalumpang/ Selanjutnya, Petta Matinroé riBuluna bernama La Pariusi Daéng Manyampa menjadi Arung Mampu Riaja sekaligus sebagai Arung Amali menggantikan sepupu dua kalinya/ La Pariusi disebut bersepupu dua kali dengan Petta Matinroé riSanrangeng serta Petta Wé Tenro/ Konon ceritanya, ibunda Puwatta’ To Sengngeng adalah berasal dari Patila/ Puwatta’To Sengngeng yang disebut menikahi Wé Mallarangeng putri dari kalangan tau décéng di Mampu Riaja, kemudian melahirkan putri bernama Wé Katutu/ Wé Katutu kemudian bersuami di Lompulle’ [8] menikah dengan To Lébaé anak dari Datu Lompulle’/ Dialah yang melahirkan To Paséllé/ To Paséllé kemudian yang menikah di Palongki memperistri perempuan yang bernama Wé Temmaokka putri Arung Palongki/ Perkawinan itu melahirkan To Attongeng bersaudara/ To Attong kemudian menjadi Suléwatang Mampu Riaja dan mempunyai anak yang bernama I La Pateppa/ To Attongeng yang memegang jabatan Sulewatang ketika Mampu Riaja ditaklukkan oleh Gowa/ Petta Wé Tenro yang disebut mengislamkan orang Mampu Riaja/ To Attongeng pula yang melahirkan Sulwétang yang bernama Puwanna La Ompé di Mampu Riaja/ To Attongeng inilah pula yang menggalang penolakan terhadap Islam, sehingga ia dibawa ke Bone/ Tujuh tahun lamanya ia melakukan negosiasi barulah ia meninggalkan Boné dan kembali menetap di Mampu/ Kemudian ia diserang penyakit dan penyakitnya itulah yang membawanya/ Konon kata orang, dia disantet karena ia dianggap orang berilmu dan pintar/ Demikianlah sebagian dari kisah tentang kerjaan Mampu/ Kisah panjangnya terdapat dalam Lontara Attoriolong Kerajaan Mampu mengalami dua kali masa sulit sehingga bunyi genderangnya tak berbunyi/ Pertama, pada masa pengasingan istri dari Puwatta La Potto bernama Wé Tenriwéwang, karena saudara laki-lakinya bernama La Matareng jatuh cinta kepadanya/ Itulah sebabnya orang Wajo dan orang Mampu bersepakat untuk mengasingkan Puwatta’ Makkunraié (Sang Putri) setelah disisihkan pula warisan sebagai miliknya/ Sebagai siasat, maka dikatakan kepadanya kalau dia akan dibawa pada acara makan-makan pada suatu tempat/ Namun pada saat sebagian dari mereka sedang makan-makan bersama tepatnya di muara Sungai Cenrana, maka pada saat itulah perahu pun didorong dan kemudian dilayarkan/ Pada akhirnya perahunya kemudian terdampar di bagian timur yaitu Mataanging/ Di sanalah di kampung Mataanging tempat di mana ia terdampar, ia pun bersuami serta melahirkan anak/ Singkat cerita, setelah anaknya lahir, tumbuh dan sudah menginjak usia remaja/ Suatu ketika ia turun bermain-main di tanah, di kala itu ia berkelahi dengan sepupunya/ Sepupunya melepaskan perkataan yang menyebutkan kalau ibu sang anak itu adalah orang Bajo, yakni orang yang tak dikenali asal-usulnya/ Sang Anak pun kemudian datang menemui ibunya menanyakan perkataan yang didengarkannya, katanya:” Orang dari manakah gerangan engkau, wahai Puang? Maka berkatalah Petta Makkunraié, dengan perkataan seperti ini: “Saya orang Mampu, tetapi ibuku orang Pénrang”/ Maka, dengan segera saja ia bersama anaknya bersiap-siap pulang dengan berlayar ke Ajattasi (daratan sebelah barat laut)’/ Akhirnya mereka pun berlayar menuju ke arah barat tepatnya di Ajattasi’/ Setelah beberapa hari dalam pelayarannya membawa misi mencari negeri asal-usul keturunannya, maka perahunya pun tiba di Bulobulo/ Dari Bulobulo kemudian ia mengarahkan perahunya berlayar menunju utara ke Akkotengeng/ Selanjutnya dari Akkoténgeng perahunya diarahkan lagi ke arah barat menuju Ujungngé yang berada di sebelah selatan Pénéki/ Di sanalah kemudian berlabuh serta menambatkan perahunya/ Barangbarang muatan perahunya juga disimpan di sana/ Lama-kelamaan perahu tersebut lapuk dan berserakan, maka disebutlah tempat itu Batumani/ Ketika berjalan menuju Mampu, ia pun menemukan rumah orang tuanya/ Kedatangan Puwatta’ dari pengasingannya itu serta-merta membuat orang Mampu menemukan kembali Sang Putri/ Itulah sebabnya sehingga genderang Mampu kembali berbunyi/ Tiga puluh tahun lamanya penduduk Mampu dirundung kedukaan karena Puwatta’ sang Putri diasingkan selama tiga puluh tahun/ Setelah sang Putri kembali, maka anaknyalah yang diberi kewenangan memilih tempat tinggal/ Adapun tempat yang dipilihnya yaitu Mariyo/ Setelah beberapa lama hidup di Mariyo, beliau kemudian lalu berpindah ke Ara/ [9] di sebelah barat Tosora/ Tiga tahun lamanya di Ara ia kemudian berpindah ke timur dan membuka Pénéki/ Ketika Mampu ditaklukkan oleh Boné juga menjadi sebab genderang Mampu tidak berbunyi beberapa lama/ Adapun gong dan gederang Mampu tersebut dibawa ke barat di Tosora/ Konon kabarnya, pada masa Puwatta’ Matinroé riBuluna menjadi Arung Mampu, Petta Malampé’é Gemme’na berkata: “Barang siapa yang dapat memberikan nasihat kepada saya maka dialah yang akan menjadi arung lebih dahulu/ Meskipun hanya ia berstatus lili passéajingeng/ Apabila memang ia mampu memberi manfaat kepada Bone, maka sudah tentu saya tidak akan memutuskan urat lehernya/ Jika mereka kembali, maka dia akan mendapatkan belas kasih dari Bone/ Saat dini hari tiba pasukan Bone mulai bergerak sambil menyanyikan lagu perang ossong. Menjelang terbitnya fajar pasukan orang Bone pun telah mencapai di Bénténg/ Pada saat matahari bergerak naik, Puwatta’ Mampu pun sudah berada di puncak di benteng/ Orang Mampu Rilau kemudian melakukan pembakaran/ Wilayah yang mula menjadi sasaran gempuran adalah Lagowari/ Konon katanya, Puwatta’ Matinroé riBuluna lolos dari tebasan coccorang (pedang panjang) karena ada seseorang dari kalangan anakarung Mampu Riaja bernama La Majennang yang merupakan cucu langsung Sulewatang To Wattongeng, dengan sigat ia menarik La Majennang turun ke dasar benteng/ Kemudian orang itu menyampaikan kepadanya:” Tuan, Kalau Tosora bobol, sudah tentu kau pun mati, maka penduduk Mampu tidak akan berdaya lagi”/ Ketika Puwatta’ hendak melepaskan tembakan bedil, tiba-tiba muncul seseorang yang menyebutkan dirinya sebagai jowa dari Mampu dan segera menggantikan posisi Puwatta’ di tempatnya berdirinya/ Kemudian orang (jowa) itulah yang terkena tembakan coccorang/ Pada saat gempuran itu pula Tosora ditaklukkan/ Pasukan Bone kemudian kembali ke negerinya di Bone/ Genderang yang disebut Mula Manurung Mampu pun mulai berbunyi kembali dengan variasi bunyi gong, gendang, dan tejjong yang terdengar dengan tujuh kali berubah bunyi dalam sehari/ Gong ini memang sudah berada di Mampu Riaja sejak berdirinya/ Manakala Wajo ditaklukkan lagi oleh Petta Matinroé riBontoala, maka seluruh benda-benda tradisi kerajaan Mampu pun dikembalikan semula/ Ketika Petta Matinroé riBuluna pulang ke Mampu, maka ia langsung mengangkat La Majennang menjadi hakim (pabbicara)/ Meskipun baru berumur dua puluh dua tahun, ia sudah menjadi hakim di Mampu dan Boriko/ Pada tanggal 11 Sya’ban 1094 Hijriah, Puwatta’ To Risompaé menaklukkan Cilellang/ Tujuh malam setelah mengalahkan Cilellang, berkatalah Puwatta’ Arung Mampu Riaja Matinroé riBuluna di hadapan Puwatta’ Petta Malampé’e Gemme’na: “Kehendak Tuan pada tanah di Ware’ adalah benar/ Saya berharap Tuan dapat melebarkan tanah Buriko hingga berbatasa dengan Paitumpanuwa dan Ware’/ Sebab itulah menjadi batas tanah Mampu di sisi utara/ Apabila kami diperkenankan, maka saya berharap orang Mampu segera bermukim dan berkumpul-kumpul di sana/“ Menjawablah Puwatta’ To Risompaé dengan berkata,/ “Baik kiranya Accowang Mampu duduk bersama dengan Luwu dan menyampaikan hal itu kepadanya, sebab kita bersiap-siap kembali pulang ke Bone”/ Maka Datanglah Datu [10] Luwu di Kung/ Petta Torisompaé yang mengukuhkan yang disebut passikki/ Beliau juga mengukuhkan perjanjian antara Mampu dan Sidenreng yang telah dilakukan pada masa lalu yaitu pada saat kunjungan Néné’allomo yang bernama La Pagala yang digelar To Pasamai/ Beliau dikenali sebagai Hakim Jujur (Pabbicara Malempu’é) Sidenréng, telah datang ke Cénrana untuk menyerakan harga kura-kura milik Datu Luwu yang konon katanya mengeluarkan kotoran berupa emas/ Konon Datu Luwu hendak menukarkannya dengan sarung/ Namun Néné’allomo mau mengembalikan benda itu kepada Datu Luwu/ Kasus ini akan menjadi perkara terjadinya perang/ Maka, Opu Daleng segera meninggalkan Mampu pada malam hari, kemudian ia turun menuju Kung dan mengambil posisi pertahanan di Paopao/ Setelah itu, Néné’allomo pun berangkat/ Tiga malam lamanya berada di Mampu kemudian ia dibawa pergi ke Ugi/ Di sanalah ia menaiki perahu dan segera bergegas menuju Sidénréng/ Pada bulan itu juga Sidenreng diserang lagi oleh Luwu/ Sudah berulang kali Datu Luwu melancarakan serangan kepada Sidénréng, akan tetapi tak pernah dapat membobolnya/ Hal itu disebabkan karena pasukan Cenrana tidak bergabung, sebab mereka khawatir kalau Mampu akan bergerak pula ke Sidenreng, dan Mampu akan menyerang pasukan Cénrana dari arah belakang/ Pada akhirnya Sidénreng baru dapat ditaklukkan setelah terjadi perjanjian persekutuan antara Luwu’ dan Wajo untuk menggempur Sidénréng secara bersama-sama/ Pada waktu itu Nacaé pun tiba dari Buton/ Itulah sebabnya Datu Luwu berucap kepada Wajo dengan perkataan: ”Kita serang Mampu lebih awal karena dialah yang selalu mengkandaskan serangan Luwu/” Puang Rimaggalatung Arung Matowa Wajo kemudian berkata/ ”Benar sekali ucapanmu wahai Opu, oleh kerajaan kita bersaudara, maka raga ini pum bersaudara”/ Maka diperintahkanlah Arung Pénrang sekaligus Arung Matowa Wajo yaitu Puang Rimaggalatung berangkat ke Mampu untuk menemui kerabatnya/ Berkatalah Puang Rimaggalatung kepada Arung Mampu: “Hal yang terbaik menurut pandanganku, kita ini sebagai orang yang lemah ibarat angin dan sampah; sementara orang yang kuat ibarat ese’ (kayu perata tanah) dan salaga (bajak),/ Kalau ia rebah maka ia pun memanjang/ Adapun persahabatanmu dengan Sidénreng tidak ada yang bisa memisahkanmu/” Arung Pénrang kemudian menyebarang ke Mampu dan disambut oleh Arung Mampu Riaja/ Adapun yang dilakukan orang-orang Mampu adalah memilih anggota prajurit handalnya sebanyak tujuh ratus kepala, lalu mereka berbondong-bondong mengantarnya pergi ke barat di Sidénréng/ Adapun Nene’allomo disebut tidak memiliki anak sebab hanya ada satu orang anaknya, akan tetapi ia sudah hukum mati/ penyebabnya adalah konon katanya anaknya itu berperilaku buruk ketika berada di tengah persawahan/ Suatu ketika anak Néné’allomo hendak menangkap burung bangau, maka ia pun melemparnya dengan gagang bajak-bajak milik penduduk Sidenreng/ Namun bajak itu tidak dikembalikan pada tempatnya semula/ Pada keesokan harinya ketika para petani hendak membajak sawah, mereka pun tidak menemukan bajaknya itu/ Mereka segera menemui Néné’allomo melaporkannya kejadian itu/ Seketika itu pula Ia langsung menghukum mati anaknya/ Kita kembali pada kisah Opu Daleng/ Dialah yang beristri di Boné yang menikah dengan perempuan bernama Wé Tenrigella saudara perempuan dari Arumponé Mulaié Pajung/ Opu Daleng kemudian melahirkan anak enam orang/ Anak sulungnya bernama Wé Tenrigau’Arung Kung/ Inilah yang menikah bersepupu satu kali dengan La Ulio yang disapa Boté’é, [11] Arumponé Matinroé riItterung gelar anumertanya, kemudian melahirkan dua orang anak/ Anak sulungnya bernama Wé Balolé disapa Daéng Palippu/ Seorang bernama Sangkuru Dajeng disapa Petta Battowaé, dialah yang memerintah di Kung/ Adapun Wé Balolé, dia menikah dengan Arung Kaju bernama La Pattawe’ disapa Daéng Soréyang dan nama anumertanya Arumponé Matinroé riBettung yang bersepupu dengan Matinroé riItterung/ Pernikahan antar paman dan kemanakan tersebut kemudian melahirkan tiga orang anak/ Anak sulungnya bernama Wé Tenrituppu disapa I Da Dussila, nama anumertanya ialah Arumponé Matinroé riSidénréng/ Seorang lainnya bernama Wé Tenripatéya disapa I Da Jai, dialah yang menjadi Arung Kaju/ Wé Tenrituppu menikah dengan mempersuamikan Arung Parebbo/ Adapun anak bungsunya ialah bernama Wé Tenriparola/ Adapun Wé Tenripatéya. Dialah yang menikah dengan lelaki yang bernama La Parénréngi Arung Marowanging/ Pasangan ini melahirkan enam orang anak, tiga orang laki-laki dan tiga orang perempuan/ Anak sulungnya bernama Wé Jai yang menjadi pewaris Arung Kung dari paman orang tuanya yang bernama Petta Maloppoé/ Sedangkan Wé Tenriparola kemudian menikah dengan La Mallalengeng To Alaung Arung Sumali, melahirkan dua orang anak/ Anak sulungnya bernama La Pancai disapa To Pataka dan bergelar Lampé Pabbekkeng/ Anak bungsunya bernama Wé Tenribéréseng/ Puwatta’ Lampé Pabbekkeng kemudian beristri di Kaju menikahi Wé Jai Arung Kung/ Hanya saja pasangan ini tidak memiliki anak kemudian bercerai/ Kekuasaan atas kerajaan Kung memang telah direbut oleh Puwatta’ Lampé Pabbekkeng, oleh karena ia mengakui kalau Petta Maloppoé telah mewariskan kepadanya/ Petta Lampé Pabbekkeng kemudian beristri lagi di Timurung menikahi sepupu satu kali ibunya yang bernama Wé Tenrijello’ disapa Makkalarué/ Beliau melahirkan empat orang anak/ Anak sulungnya bernama La Maddaremmeng, nama anumertanya Matinroé riBukaka/ Inilah yang kemudian menjadi Arumponé yang bermaksud menegakkan hukum syariat Islam di kerajaan Bone/ Akan tetapi, ibundanya sendiri menolaknya, sehingga terjadilah persengketaan antara ibu dan anak/ Sang Ibu dalam hal ini Arung Pattiro kemudian melarikan diri ke Gowa untuk mendapatkan perlindungan dari Karaéng Gowa/ Itulah sebabnya sehingga Boné diserbu lagi oleh pasukan Makassar yang menyebabkan kekalahan Arumponé Puwatta’ La Maddaremmeng lalu tertawan/ Anak keduanya bernama La Tenriaji yang bergelar To Senrima yang menjadi Arung Kung/ Anak ketiga bernama Wé Tenriampareng yang menjadi Arung Cellu/ Anak bungsunya bernama Wé Tenriabéng yang menjadi Arung Mallari/ Adapun anak yang bernama La Tenriaji Arung Kung, dialah yang kemudian digantikan oleh anaknya bernama La Pabbéle’ Matinroé riBatubatu/ Selanjutnya, ia digantikan oleh anaknya bernama Daéng Manessa, kemudian digantikan lagi oleh anaknya bernama La Malagenni gelar Anumertanya Matinroé riPaopao/ Puwatta’ La Tenriaji To Senrima inilah yang kemudian menggantikan [12] Puwatta’ Matinroé riBukaka sebagai Arumponé/ Dialah yang melanjutkan perjuangan Bone, akan tetapi ia pun dikalahkan lagi oleh lawannya/ Puwatta To Senrima pun turut ditawan oleh Karaéng Gowa, kemudian ia diasingkan ke Sanrangeng di Siang/ Di sanalah beliau hidup menetap hingga wafat, sehingga beliau diberi gelar Matinroé riSiang/ Adapun Puwatta’ Matinroé riBukaka yang bernama La Maddaremmeng, beliau beristri di Wajo menikah dengan Wé I Da Sale’ Ranreng riTuwa dan Arung Ugi’, anak dari Arung Matowa To Allinrungi Matinroé riCénrana dari istrinya bernama Wé Jai Ranreng Tuwa dan Arung Ugi’/ La Maddaremmeng melahirkan seorang anak laki-laki yang bernama La Pakkokoé To Wangkonéng Macoméngngé Tadampalié Arung Timurung/ Dialah yang kemudian beristri di Palakka menikah dengan perempuan yang bernama Wé Tenriwale’ Mappolobombangngé disapa I Da Ompo yang menjadi Maddanreng Palakka, nama anumertanya Matinroé riAjaappasareng di Cénrana/ Pasangan ini melahirkan anak laki-laki bernama La Patau’ Matanna Tikka Walinonoé disapa To Tenribali Malaé Sanra, dan gelar anumertanya Matinroé riNagauleng/ Kisah lengkap tentang keturunan La Patau’ dicatatkan di dalam Attoriolong Boné dan Attoriolong Soppeng/ Adapun saudara perempuan Wé Tenriparola atau ibu dari Puwatta’ Lampé Pabbekkeng, yang sulung bernama Wé Tenripattuppu yang kemudian menjadi Arumponé menggantikan ayahnya bernama Matinroé riSidénréng/ Wé Tenripattuppu kemudian menikah dengan La Paddippu Arung Parebbo kemudian melahirkan seorang anak laki-laki bernama La Passorong/ La Passorong kemudian memperistri Wé Tasi’ Arung Kung dan Arung Mario, melahirkan anak yang bernama La Toge’ Matinroé riButtué/ La Togé’ kemudian beristri di Bulu menikah dengan Wé Pasao, lahirlah anak yang bernama Wé Kalépu/ Wé Kalépu kemudian bersuami di Kading dan melahirkan anak perempuan/ Anak perempuannya inilah yang menikah dengan La Malagenni Matinroé riPaopao/ Perkawinan antara Matinroé riSidénréng dan Arung Parebbo kemudian berujung perceraian/ Itulah sebabnya sehingga Matinroé riSidénréng menikah lagi di Mampu Sijelling dengan To Riléwoé/ Pasangan ini kemudian melahirkan empat orang anak/ Anak pertama bernama La Maddussila Mammésampatué/ Anak kedua bernama La Pai/ Anak ketiga bernama Wé Palettéi/ Anak keempat bernama Wé Renrittana/ Wé Renrittana kemudian bersuami di Kaju menikah dengan La Tenriwari Lebbi Wallié ri Kaju, melahirkan anak bernama Wé Sengngeng/ Wé Sengngeng kemudian yang menikah dengan sepupu satu kalinya bernama La Polédatu riJeppe’, melahirkan Petta I Téko yang diasingkan oleh Kompeni Belanda ke Séilong (Sealand)/ Petta I Téko bersaudara lebih dari tiga orang/ Petta I Téko inilah kemudian yang melahirkan Karaéng Tallo’ dan Arung Mampu Riawa bersaudara/ Cukup sampai di sini dulu kisah ini karena silsilah Mampu dan Boné sudah bertemu dan anakcucunya sudah bersebar/ SIJELLING [13] Memulai kisah sebahagian Arung Sijelling/ Arung Sijelling yang bernama La Séwali, inilah yang menikah dengan Wé Kébo/ Perkawinan ini melahirkan seorang anak perempun yang bernama Wé Pucé yang menjadi pewaris takhta di kerajaan Otting/ Wé Pucé kemudian menikah dengan sepupu satu kalinya bernama La Majelling dan melahirkan seorang anak laki-laki yang bernama La Tenriappéang/ La Tenriappéang inilah yang menjadi Arung di Sijelling/ La Tenriappéang menikah dengan Wé Tobo saudari perempuan Arung Panning dan melahirkan anak dua orang/ Seorang bernama La Suji, dan seorang lagi bernama Wé Sengngempulu/ La Suji inilah yang menjadi Arung Sijelling yang diberi gelar Puwatta’ ri Pappolo/ Dialah yang mula membuka Lalempulu/ Dia dikenal jujur, dan dia pula yang memperluas wilayah kerajaan Panning hingga Cénrana, Botto, Mario, dan Cinennung/ Dia pula yang menaklukkan Limampanuwaé Rilau dan Limampanuwaé Riaja/ Dialah yang menjabat sebagai Arung Sijelling sebelum ditaklukkkan oleh Boné/ Masa pemerintahan Puwatta’ La Suji, sikap Patangkaié kukuh menjadi bagian dari kerajaan Mampu/ Mereka kemudian mengikat perjanjian dengan menanam batu (mallamumpatu) di Tone’é/ Empat raja di Mampu melakukan musyawarah yaitu Mampu Riawa, Mampu Riase’, Patangkaié dan Sijelling untuk mengukuhkan perjanjian persaudaraan mereka berempat/ Berkatalah Petta Puwatta’ ri Pappolo bernama La Suji: ”Barang siapa yang mengingkari perjanjian ini, maka ia akan ditindih batu/ Sijelling sebagai pemegang bilabila (panji-panji) dan tidak terhalang oleh Accowang dan tidak dicegah oleh kerajaan induk/ Mereka berkumpul di Lopoélo tepatnya di Bung Mémmana’é (Sumur Beranak)/ Mampu Riaja tak terhalang oleh Accowang dan pusaka/ Apabila Kung berkehendak di medan laga, maka tidak dihalangi oleh Accowang dan tidak dihambat oleh kerajaan induk/ Hanya satu hukum bagi mereka berempat/ Hanya dua yang terpisah yaitu rumah dan sawahnya/ Mereka mengerjakan kebiasannya atau tradisinya masing-masing/ Perihal hubungan dengan pihak luar haruslah sepengatahuan bersama oleh keempat-empatnya/ Adapun kandungan perjanjian (akkuluadangeng) oleh Tau Tongeng Karajaé di Mampu: “Jika di antara empat arung ada yang sakit, maka kita berama-sama saling menjenguk, saling sembur obat, saling pijat, hingga menyembuhkan/ Apabila ada salah satu di antara yang menolak pengobatan kami atau meninggalkan ucapan kami, maka ia akan dijadikan palili (bawahan)/ Di antara kita tidak ada yang saling mengincar pusaka kerajaan, tidak menginginkan harta sedikit kami/ Jika ada salah ucap, maka ia dimaafkan/ Hal yang sama berlaku juga bagi palili kita bersama/ Apabila raja berbuat khilaf, maka ia segera diperingatkan/ Bulan bersinar, bintang pun gemerlap, dan cahanya berkilau/” Ada tiga pantangan bagi seorang arung sehingga ia harus pergi meninggalkan istananya/ Pertama, menggadaikan negerinya/ Kedua, memakan dengan sembunyi (korupsi)/ Ketiga, Ia menolak dinasihati/ Tiga penyebab kematian bagi seseorang/ Pertama, melanggar ketetapan hukum/ Kedua, membunuh sesamanya/ Ketiga, Ia mengudeta (merebut) kekuasaan/ Ada tiga sebab hukuman mati (putus urat tenggorokan)/ Pertama, melanggar tatanan adat/ [14] Kedua, merobohkan payung kerajaan/ Ketiga, berkhianat dengan bekerjasama dengan musuh luar/ Perjanjian ini diketahui Dewata dan disaksikan oleh Yang Tak Tampak/ Perjanjian itu dilakukan pada empat istana di Lalempulu/ Konon istanaistana itu dibuat oleh ahli pembuat rumah dengan jumlah empat puluh orang tiap dua petaknya/ Konon katanya, pada masa Puwatta’ La Suji menjadi Arung Mampu, rakyat Mampu hidupnya tidak berkekurangan/ Suasana kampung penduduknya sangat ramai dan hewan-hewan peliharaan hidup serta sehat-sehat semua/ Tidak ada pula orang dihinggapi penyakit cacar (kapennang)/ Tidak ada lagi bayi yang lahir mengalami kecacatan/ Tidak ada pula telur ayam yang gagal menetas/ Termasyhurlah kejujuran penduduk Mampu, baik yang di Barat (Riaja), maupun yang di Timur (Riawa)/ Hingga, Nene’allomo pun diperintahkan untuk menguji kejujuran segenap rakyat Mampu/ Sebab, konon kejujuran orang-orang Mampu sebanding dengan kejujuran rakyat Sidénréng/ Itulah sebabnya kemudian Addaowang menyuruh menguji dengan memesan mencari sebiji telur yang gagal menetas (amporo) dari Mampu/ Katanya ia hendak menjadikannya sebagai obat, sebab di Sidenreng tidak ada telur yang gagal menetas ketika ayam mengeraminya/ Tiga malam lamanya sang Suro berada di Mampu, barulah ia berhasil menemukan satu butir telur amporo di Ajjalireng/ Telur amporo itu kemudian diantar naik ke istana untuk dipersaksikan/ Sang Raja pun merasa sangat malu/ Setelah beberapa saat kemudian barulah beliau berkata: ”Wahai Suro, berangkatlah/ Ketika sang utusan itu sudah pergi, serta-merta Arung Mampu mengumpulkan seluruh penduduk Mampu/ Sang raja beralih ucap kepada Arung Sijelling beserta lilinya: “Wahai Arung Sijelling, ingatkanlah aku kalau pernah berbuat tidak adil kepada salah seorang penduduk Mampu, atau sebaliknya aku perlakukan terlalu manis/ Raja Mampu jug berkata: “Ada baiknya kalian kembali ke negerimu masing-masing untuk saling mengingatkan, baik sesama orang tua, orang muda, laki-laki maupun perempuan/ Barangkali ada salah satu di antaranya kalian yang dapat menasihati diriku, itulah yang dapat memperbaiki negeri Mampu”/ Tiba-tiba Permaisurinya sendiri berkata: “Pada bulan lepas, Saya melihat Puwang berjalan-jalan di pekarangan rumah, lalu engkau memberi makanan kepada ayam/ Kalau ayam milikmu sendiri engkau memanggilnya, namun kalau ayam milik rakyat Mampu justru engkau mengusirnya/ Seketika itu pula Petta menengadah kemudian berkata/ “Adalah Dewata yang menjadi saksi, Aku tidak akan lakukan hal seperti itu lagi/ Sebab, sesungguhnya Arung itu, segala harta bendanya adalah milik rakyatnya jua/ Di kemudian hari keadaan penduduk Mampu kembali hidup sejahtera/ Konon pada masa pemerintahan Puwatta’Arung Mampu La Suji, kerajaan Mampu mengalami peristiwa peperang dan takluk dari Bone/ Tiga tahun lamanya berperang barulah dapat ia dapat dilumpuhkan oleh pihak musuh/ Puwatta’ La Suji beristri di Timurung dan melahirkan anak bernama To Tadampare’ yang kemudian menjadi Arung Sijelling/ Seorang lagi anaknya yang bernama Wé Putti’ kemudian menjadi Maddanreng Sijelling/ Wé Putti’ kemudian menikah dengan lelaki yang bernama La Tenriumpu disapa Mallangkanaé/ Ia melahirkan anak laki-laki bernama La Pélo disapa To Sangiang yang kemudian menjadi Datu di Kawerang/ Puwatta’ La Pélo beristri di Timurung menikahi sepupu satu kalinya yang bernama Wé Pancijireng, melahirkan dua orang anak/ Anak sulungnya bernama La Paturungi yang menjadi Datu di Kawerang/ Adapun anak bungsunya bernama La Tonrokeng yang menjadi Maddanreng Kawerang/ La Tenribokoreng Arung Timurung kemudian beristri di Kakalowaja [15] menikahi perempuan yang bernama Wé Bomporeng, cucu dari La Turumpongeng yang selamat dari malapetaka Mampu (Nasesaé Lebbo)/ Pasangan ini melahirkan anak tiga orang/ Anak sulungnya bernama La Pabbolong, dialah yang menjadi Arung Timurung/ Anak kedua bernama Wé Pancijireng, dialah yang menikah dengan sepupu sekalinya bernama Petta La Pélo To Sangiyang Datu Kawerang dan melahirkan La Paturungi dan La Mattonrokeng/ Puwatta’ La Tenribokoreng, ia juga sebagai cucu dari Puwatta’ La Urenréwu yang bersaudara kandung dengan Puwatta’ La Turumpongeng Nasésaé Lebbo/ Puwatta’ La Paturungi kemudian turun ke Luwu manikah dengan mempeistri saudara perempuan Datu Luwu bernama Sagaria/ Dia ang melahirkan beberapa orang anak, akan tetapi yang ditulis di dalam surat ini hanyalah yang menjadi arung di Tana Ugi yang bernama Puwatta’ To Wawo Datu Kawerang/ To Wawo inilah yang menurunkan generasi Datu Kawerang secara berkelanjutan/ Putta’ To Wawo kemudian beristri di Bunné menikah dengan Wé Tenripakkeda saudara perempuan Datu Bunné Mabbessié/ Kita kembali kepada kisah Puwatta’ La Tenribabbareng Arung Timurung/ Setelah Puwatta’ Risalonro ditinggal mati oleh ibunya Puwatta’ La Pélo, kemudian beliau beristri lagi dengan mengawini orang Malaka di Bengo yang bernama Datu Maputé ri Béngo/ Perkawinannya ini kemudian melahirkan anak yang bernama Puwatta’ Wé Cingkodo/ Puwatta’ Cingkodo kemudian mempersuamikan La Potto To Sawédi Arung Mampu Riaja dan melahirkan tiga orang anak/ Anak sulungnya bernama Wé Tenrisumpala yang bersuami di Awamponé dan melahirkan I Da Malaka/ Anak kedua bernama La Wésa yang menjadi Arung Mampu Riaja/ Anak bungsu bernama La Tenriumpu yang menjadi pewaris Datu Bunné/ La Tenriumpu kemudian menikah di Timurung dengan memperistri Wé Tenribau Maddanreng Timurung atau saudara perempuan ibunya Maccipo’é/ Pasangan Puwatta’ La Tenriumpu dan Wé Tenribau melahirkan dua orang anak/ Anak sulungnya bernama La Tenrigégo’ disapa Mabbessié yang menjadi pewaris Datu Bunné/ Anak bungsunya bernama Wé Tenriakkeda yang menikah dengan sepupu dua kalinya bernama Oputta’ To Ancé’/ Puwatta’ Mabbessié yang bersama-sama dengan saudari perempuannya berbagi kekuasaan di Bunné, oleh karena negerinya telah dijajah oleh Gowa sehingga ia tidak sanggup lagi menjalankan tugasnya/ Puwatta Mabbessié tidak mampu memenuhi beban yang ditanggungnya/ Itulah sebabnya ia kemudian berkata kepada saudari perempuannya dan kepada iparnya: “Menurut hemat saya, sebaiknya kita berdua berbagi kuasa pada kerajaan Bunné/ Adapun pihak yang utama yaitu para anakarung Bunné tetap dibenarkan kehendaknya”/ Demikianlah sehingga bersepakatlah antara kedua bersaudara kandung/ Maka bakul yang dibawa ke Bunné sebanyak sepuluh buah bakul dijunjung, sepuluh juga penjunjungnya/ Adapun Puwatta’ Mabbessié memiliki anak pewaris yang tak terhitung jumlahnya/ Puwatta’ To Ancé’ menikah dengan Wé Tenriakkemmi dan melahirkan tiga orang anak/ Anak bungsunya bernama La Wawo, dialah yang menyandang gelar kedatuan di Bunné Riawang dan menjadi pula sebagai Datu Kawerang/ Anak tengahnya bernama Wé Tenriséno/ Inilah yang [16] yang menjadi Maddanreng Boné/ Anak sulungnya bernama Wé Tenriollé/ Adapun Petta La Wawo Datu Bunné Riawang, dia masuk ke Wajo menikah dengan memperistrikan saudara perempuan Arung Matowa Wajo Mpélaiéngngi Musuna/ Dia kemudian melahirkan seorang anak laki-laki yang bernama Masagalaé yang menjadi Datu di Kawerang/ Masagalaé kemudian menikah di Akkoténgeng memperistri Wé Rica saudara perempuan dari La Paddengngeng Arung Akkoténgeng/ Pasangan ini kemudian melahirkan anak bernama Wé Jai/ Dialah yang menggantikan ayahnya sebagai Datu Bunné dan Datu Kawerang/ Wé Jai bersuami di Pammana menikah dengan La Tenrisémpe’ To Saburoé Maddanreng Kawerang yang tidak lain adalah sepupu dua kalinya juga/ La Tenrisémpe’ bersaudara kandung dengan Datu Pammana Matinroé ri Labéngi/ Pasangan yang menikah bersepupu dua kali tersebut kemudian melahirkan tiga orang anak, dua perempuan dan seorang laki-laki bernama La Tatta/ La Tatta yang kemudian menjadi Datu Bunné dan Datu Kawerang/ Sedangkan saudara perempuannya bernama Wé Taniné yang kemudian menggantikan ayahnya menjadi Maddanreng Kawerang/ Adapun Puwatta’ La Tatta tidak diketahui siapa keturunannya dalam golongan darah murni/ Puwatta Wé Tana menikah di Gilireng mempersuamikan sepupu dua kalinya bernama La Paéjé Arung Gilireng dan Karaéng Akkoténgeng/ Dia melahirkan dua orang anak/ Anak perempuan bernama Wé Tenriawaru, inilah yang menikah dengan To Tenri/ Anak yang laki-laki dinamakan La Baso’/ Cerita kita surutkan kembali kepada Puwatta’ Wé Putti’/ Wé Putti’ kawin di Timurung mempersuamikan sepupu satu kalinya bernama Petta La Orowané Arung Timurung Mappalo Ulawengngé, anak putra dari Arung Lotong Arung Timurung dan Wé Temmangedda Arung Tingelli/ Seorang anaknya bernama La Tenritébba’ To Wadeng Arung Timurung/ Seorang lagi bernama Wé Tenrilékke’/ Seorang lagi bernama Wé Tenribau Maddanreng Timurung/ Manakala To Palettéi mengundurkan diri dari tahtanya, maka To Maccipo’é yang mengantikannya menjadi Arung Timurung/ La Gima To Palettéi kemudian menikah di Pammana memperistrikan Wé Tenripaséling Tudang Céra’é yang merupakan saudara perempuan dari Datu Pammana Massora Séwalié/ Tudang Céra’é yang menjabat sebagai Maddanreng Pammana/ Dia melahirkan anak laki-laki bernama Malotongngé Maddanreng Lolo di Pammana/ Dia juga melahirkan Wé Tenrisajo/ Mallotongngé Maddanreng Pammana kemudian menikah dengan saudara perempuannya Datu Galung, melahirkan anak laki-laki bernama La Kebbéyang Daéng Pattikkeng/ Inilah yang memperistri Wé Tenribokoreng Datu Bulubangi putri dari Wé Mappnynyiwi Datu Bulubangi dan Daéng Mabéla Datu Pammana/ Pasangan ini melahirkan dua orang anak, seorang bernama La Barisiang Matinroé riTémpé dan seorang lagi bernama Wé Tenriakkoreng Matinroé riLaboso/ Wé Tenrisajo menikah dengan lelaki yang bernama Mabbuncu Mpulawengngé Maddanreng Laumpulle’/ Dialah yang melahirkan [17] anak yang bernama Wé Tenriliweng/ Wé Tenriliweng kemudian kawin di Sailong memperistrikan anaknya La Malalaé Maddanreng Sailong/ Dialah yang mengolah sawah yang dinamakan Latemmampisé/ Lahirlah Oputta’ To Pajung di Popanuwa/ To Palettéi kemudian kawin lagi dengan memperistrikan sepupu satu kalinya bernama Joré Lawulu, melahirkan sembilan orang anak/ Anak pertama bernama La Pasampoi To Panaungi Arung Sijelling, yang menikah di Bakke’ dengan Wé Mattengnga Émpong/ Inilah yang melahirkan Colli’ Pujié Arung Sijelling/ Colli’ Pujié kemudian bersuami di Mario dengan lelaki yang bernama To Alagenni, melahirkan Wé Tenrilallo bergelar I Da Tenriwale’ Arung Sijelling/ Inilah yang menjadi Maddanreng dan beristana di Mampu Riawa/ Dia juga menempati istana (salassa)/ Wé Tenrilallo menikah di Kung Riaja dengan mempersuamikan La Temmatekko, lahir Wé Tenriwale’ I Da Wanuwa yang menjadi Arung Mampu Riawa/ I Da Wanua kemudian menikah di Lompéngeng mempersuamikan lelaki yang bernama La Pakkanrébuleng, melahirkan La Wanuwa Puwanna Sitampé/ Akan tetapi, pasangan ini tidak memiliki keturunan bangsawan pewaris/ Akhirnya Petta La Toge’ Matinroé riButtué yang mempersatukan Arung Riaja dan Arung Rilau ketika beliau masih hidup/ Dialah yang menjodohkan anak dari sepupu satu kalinya yang bernama Petta Tenrilallo untuk diperistrikan oleh Petta La Matekko/ Petta Wé Tenrilallo kemudian menikah lagi di Mampu Riaja mempersuamikan Petta To Sengngeng/ Pasangan ini melahirkan anak bernama La Tenriliyo Petta Tenriléwoé Arung Sijelling/ La Tenriliyo kemudian menikah dengan Matinroé riSidénréng dan melahirkan anak bernama Wé Tenripada saudara perempuan Tenriléwoé disapa I Da Lingkau/ Wé Tenripada kemudian mempersuamikan Daéng Tallé Arung Mampu Riaja/ Lahirlah anak yang bernama La Tenriléwo To Tenro/ Dia juga melahirkan anak bernama Wé Tenricacca yang kemudian menjadi Arung Mario/ Arung Mampu Rilau menikah dengan lelaki yang bernama La Wanreng/ Lahirlah anak yang bernama Wé Tasi’/ Wé Tasi’ yang menikah dengan La Pasorong Arung Parebbo, lahirlah anak yang bernama Matinroé riSidénréng dan La Paddippung Arung Parebbo/ Wé Tasi’ dengan suaminya yang bernama La Pasorong kemudian melahirkan anak yang bernama La Toge’/ Dialah yang mempersatukan antara Mampu Riaja dan Mampu Rialu/ Kisah cerita kerajaan Mampu cukup sampai di sini sebab silsilahnya telah bertemu keturunan Bone/ Tidak terkecuali dengan Patangkai dapat dijumpai silsilahnya pada attoriolong Bone, Wajo, serta Soppeng telah diuraikan secara lengkap/ Selamat jiwa dan raga/ TIMURUNG [18] Inilah kisah sejarah Timurung/ Semoga aku tak kualat dan semoga aku celaka karena mengisahkan nenek moyang, merunut keturunan Manurung dari Langit, serta mengurai tunas bangsawan di Pertiwi yang menjelma di bumi/ Mulut menganga, lidah terbelah, dan bibir robek; maka di awal aku menghaturkan izin sebelum mengungkap kisah sang aju sengkona/ Semoga aku tidak berdosa menyebut nama Manurung ri Tallettu’ yang bernama Simpuru’/ Laki-laki itulah yang menikah dengan seorang perempuan dari Luwu bernama Wé Dalakuna/ Konon katanya, mereka menikah antarsepupu sekali/ Beliau melahirkan dua orang anak/ Anak sulungnya bernama Bataritoja Daéng Talaga, yang kemudian menjadi pewaris takhta di kerajaan Luwu/ Anak bungsunya bernama Wé Tangke’ Wanuwa, dialah yang menjadi pewaris takhta di Wawolonrong/ Wé Tangke’ Wanuwa menikah di Uri’liu’ yang mempersuamikan sepupu satu kalinya bernama La Tuppu Solo’ yang berwujud buaya/ Dialah yang melahirkan anak yang bernama Apung Cangkuling yang rupanya juga berwujud buaya/ Karena itulah, ia masih bermukim di Uri’liu’/ Adiknya bernama Wé Posi’tana, yang sudah bermukim di bumi/ Apung Cangkuling lalu naik ke bumi menikahi sepupu satu kalinya Puwatta’, kemudian melahirkan anak bernama La Malalaé/ Ketika Petta La Mallalaé menginjak usia kanak-kanak, ia tidak diperkenankan untuk turun mandi di sungai sebab dikhawatirkan jangan sampai ayahnya tiba-tiba datang mengambil dan membawanya turun ke Uri’liu’/ Akan tetapi, pada suatu ketika, La Malalé tidak mau lagi dilarang dan tetap saja akan turun ke sungai/ Ia pun bolak-balik turun ke sungai mandi/ Pada akhirnya apa yang ditakutkan pun terjadi juga/ Ia benar-benar dijemput turun ke Uri’liu’/ Sembilan hari sembilan malam lamanya di Uri’liu, barulah ia dikembalikan ke peretiwi oleh ayahnya dan dimunculkan di Luwu/ Selanjutnya, sang Nenek menikahkan La Malalaé dengan sepupu satu kalinya yaitu anak dari saudara laki-laki ibunya yang bernama Wé Linrumpulu/ Dia melahirkan La Sengngemponga yang kemudian menjadi Datu Cina/ Adapun Bataritoja menjadi pewaris takhta di Luwu dan Baringeng/ Adapun saudara perempuan La Mallalaé bernama Wé Positana Datu Wawolonrong, dialah yang mempersuamikan lelaki yang bernama Cébba’ Bessié di Tétéwatu putra dari La Weddolimpo dan Wé Duppasugi’ Datu Tétéwatu/ Wé Positana kemudian melahirkan anak laki-laki bernama La Toge’tana/ La Toge’tana inilah yang menikah dengan Wé Tenrilinrungi di Timurung, melahirkan anak yang bernama Wé Tone’ Lipu Arung Timurung/ Wé Tone’ Lipu kemudian bersuami di Cina menikah dengan La Muladatu Datu Cina, melahirkan Wé Tunrempanuwa yang menjadi pewaris takhta di Timurung/ Wé Tunrempanuwa-lah yang bersuami di Mampu menikah dengan La Mapparéwe’ Arung Itterung keturunan dari Petta La Urenriu’ Nasésaé Lebbo anak dari Petta La Makkulance’ Arung Timurung/ [19] La Makkulance’Arung Timurung kemudian datang ke Cina menikah dengan mempersunting Wé Tenrisada Datu Cina putri dari La Makkarangeng To Lébaé Datu Cina dan Wé Tenrijurangeng di Alliwengeng/ Pasangan La makkulance’ dan Wé Tenrisada melahirkan lima orang anak, dua anak perempuan dan tiga orang anak laki-laki/ Anak pertamanya bernama La Tenribabareng Datu Bunné/ Anak kedua bernama La Tenrianco Datu Pattiro/ Anak ketiga bernama Wé Tenriona Arung Telle’/ Anak keempat bernama Wé Tenrilawa Wé Bukkéré’ Arung Lémpa/ Cerita surut kembali kepada kisah Puwatta’ Datu Bunné yang bernama La Tenribabareng/ Beliau beristri di Salonro, tetapi tidak memiliki keturunan/ Beliau kemudian beristri lagi di Baringeng menikah dengan Wé Tenriumpu cucu dari Tompo’é ri Baringeng/ Dari istrinya inilah beliau baru memperoleh anak perempuan bernama Wé Cingkodo Datu Bunné/ Wé Cingkodo menikah di Mampu ri Aja mempersuamikan La Potto To Sawédi, melahirkan anak yang kemudian diberi nama La Tenriumpu Datu Bunné/ Puwatta’ La Tenribabareng Datu Bunné beristri lagi dengan mempersunting Datu Maputé di Béngo/ Dia kemudian melahirkan anak laki-laki bernama La Pélo To Sangiyang Datu Kawerang/ Adapun Puwatta’ Wé Cingkodo ketika menikah, lalu diperkunjungkan ke Mampu Riaja/ Namun ketika Puwatta’Wé Cingkodo Datu Bunné kembali ke Mampu Rilau saudara laki-lakinya yang tidak sederajat bernama La Sératu juga ikut bersama dengannya/ Dia adalah anak dari Puwatta’ La Tenribabareng dari keturunan bangsawan céra’ oleh karena ibunya dari kalangan to décéng dari Bunné/ Lalu berangkatlah La Sératu ke Mampu menyertai saudara perempuannya/ Akhirnya La Seratu juga beristri di Mampu menikah dengan Wé Tama anak dari To Palémpo Pabbbicara Mampu Riaja/ La Sératu kemudian melahirkan anak yang bernama La Pawangung/ La Pawangung-lah yang kemudian beristri di Mampu Riaja dan melahirkan La Paottong, To Bowa, dan Da Bowa/ To Bowa inilah yang kemudian menjadi kakek dari Puwatta’ La Ompéng dari garis ayahnya, sedangkan Da Bowa adalah neneknya dari garis ibunya/ Selanjunya, Puwatta’ La Tenribabareng Datu Bunné menikahkan anak keduanya bernama La Tenriboné dengan anak Tau Tongeng yang bernama Wé Makéna/ Perkawinan itu melahirkan anak bernama E Pattunereng/ E Pattunereng inilah yang menikah dengan Tau Tongengngé bernama La Pamanengi To Palimpo dan melahirkan anak bernama Wé Yakkodé/ Adapun nama Petta La Pélo, dialah yang menikah di Timurung yang memperistri sepupu satu kalinya bernama Wé Pancijireng putri dari Puwatta’ La Tenribokoreng Arung Timurung dan Wé Bomporeng di Kalowaja/ Pasangan La Pélo ini kemudian melahirkan anak, seorang bernama La Paturungi Maddanreng Timurung dan seorang lagi bernama La Mattorokeng Arung Tingelle’/ Disebutkan bahwa [20] Petta La Pélo dan Wé Pattunereng, keduanya bersaudara tetapi berbeda derajat darah kebangsawannya/ Petta La Paturungi dan Wé Akkodeng adalah bersepupu satu kali/ Puwatta’ La Paturungi-lah yang kemudian memperistri saudara sepupunya yang berbeda darah, kemudian melahirkan anak bernama La Sawéyang/ Dialah yang menempatkan Puanna La Ompéng di Bunné menjadi Sulewatang/ Puwatta’ La Paturungi beristri di Luwu menikah dengan putrinya Oputta’ To Ancé’/ La Paturungilah yang menurunkan Datu Kawerang/ Itulah sebabnya sehingga ia disapa dengan Opu/ Kembali kepada kisah saudara perempuannya Puwatta’ La Wawo bernama Wé Tenriséno yang disapa Maubengngé/ Wé Tenriséno bersuami di Pamanna menikah dengan La Mappaséling disapa Ripassarié/ Dia melahirkan seorang anak laki-laki bernama Taranatié disapa Daéng Mabéla dan nama anumertanya ialah Mabbola Batué/ Taranatié beristri di Bulubangi menikah dengan Wé Tenikawareng I Da Page’, melahirkan Puwatta’ La Tenrisépe’ To Saburoé bersaudara/ Puwatta’ To Saburoé Maddanreng Kawerang yang menikah dengan sepupu dua kalinya bernama Wé Jai’ Datu Bunné dan Datu Kawerang/ To Saburoé melahirkan Oputta’ La Tatta dan Puwatta’ Tenriawaru Datu Bunné Riawang dan Datu Kawerang/ Dialah yang kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama Wé Tungke’/ Selajutnya, Wé Tungke’ digantikan oleh anaknya bernama Wé Tawe’/ Cukup sekianlah kisah tentang Bunné dan Kawerang, akan dilanjutkan pada attoriolong lainnya/ Kita sambung lagi kisah ini pada Puwatta’ Arung Timurung bersaudara yaitu Puwatta’ La Tenribabareng Datu Bunné dan Puwatta’ La Tenribokoreng Datu Timurung/ Dialah yang beristri di Kalowaja dan melahirkan anak/ Anak pertamanya bernama La Pabbolong/ Anak kedua bernama Wé Pancijireng/ Anak ketiganya bernama Wé Tenrinaure’/ Adapun Puwatta’ La Pabbolong Arung Timurung, dialah yang beristri di Soppéng menikahi Wé Tenripéso/ Perkawinan ini kemudian melahirkan empat orang anak/ Anak sulung bernama Arung Lotong Arung Timurung/ Selanjutnya, anak kedua bernama La Surapa/ Anak berikutnya bernama Wé Pakkere’/ Anak bungsu bernama Wé Tenribale’Arung Timurung/ Arung Lotong kemudian menikah dengan perempuan bernama Wé Temmatteddo dan melahirkan dua orang anak/ Seorang bernama La Orowané dan seorang lagi bernama Datué Lompo’ Majjali’ Ulawengngé/ Selanjutnya, La Surapa Arung Timurung Riattang menikah dengan perempuan yang bernama Wé Walinono/ Dia kemudian melahirkan La Cella’ Panni Arung Timurung dan Arung Kampiri/ Wé Pangkellareng juga menikah dengan mempersuamikan La Suji yang disapa La Ucamu Arung Sijelling/ Arung Mampu Riawa-lah yang kemudian melahirkan Wé Putti’ dan La Mataesso Arung [21] Sijelling/ Nama Wé Putti’ adalah yang menikah dengan sepupu satu kalinya bernama Petta La Orowané dan melahirkan empat orang anak/ Anak pertama bernama La Tenritébba’ disapa To Wadeng/ Anak kedua bernama Wé Tenrilekke’/ Anak ketiga bernama La Gima nama gelarannya To Palettéi/ Anak bungsunya bernama Wé Tenribau’ Maddanreng Timurung yang berhak atas lahan sawah Lamalampé/ Wé Tenribau’ disebutkan bersuami di Bunné, melahirkan Mabbessié dan Wé Tenriakkeda/ Adapun Puwatta’ La Tenritébba’ dikisahkan meninggal sebelum ia memiliki anak yang berdarah bangsawan murni/ La Tenritebba’ menjadi Arung Timurung yang kemudian digantikan oleh saudaranya bernama La Gima To Palettéi Arung Timurung/ Akan tetapi, La Gima meninggalkan takhta kerajaannya, sementara itu Puwatta To Palettéi pergi ke Pammana memperistri saudari perempuan dari Datu Pammana yang melahirkan dua orang anak/ Seorang bernama bernama To Éda/ To Eda tidak juga memiliki ana’ pada atau anak bangsawan murni/ To Eda yang kemudian menjadi Maddanreng Pammana/ Sedangkan adiknya yang bernama Wé Tenrisajo bersuami di Lompulle’ menikah dengan Mabbuncu Mpulawengngé atau saudara dari Datu Lompulle’/ Wé Tenrisajo melahirkan ibu dari Oputta’ To Pajung di Pompanuwa/ Kemudian bersuamilah ibunya Oputta To Pajung di Sailong dengan La Mallalaé yang merupakan cucu Datu Sailong/ La Malalaé memegang jabatan sebagai Maddanreng Sailong sekaligus yang menjadi pemilik sawah yang bernama Latempisé/ Ibunya Oputta’ To Pajung dan L Malalaé kemudian melahirkan anak bernama Oputta To Pajung di Pompanuwa/ Inilah yang menjadi nenek dari sang pemilik Latempisé sekeluarga dan yang menjadi Maddanreng Sailong sekaligus Maddanreng Mampu/ Adapun Puwatta’ Wé Tenrilékke’ bersama dengan saudara perempuan Puwatta’ To Palettéi, merekalah yang mewarisi Latemmatékke’/ Selanjutnya ia bersuami di Sailong menikah dengan Datu Sailong nama anumertanya Matinroé riBuluna/ Wé Tenrilékke’ kemudian melahirkan dua orang anak/ Anak sulungnya bernama Wé Tenripakiu’ Maccipo’é Arung Timurung/ Anak bungsunya bernama La Tenriaddéng dengan nama anumerta Mabbéungéng Ajué/ Ketika Puwatta’ La Palettéi melepaskan jabatannya sebagai Arung Timurung, ia kemudian digantikan oleh kemanakannya yang bernama Wé Tenripakkiu’ disapa Maccipo’é/ Puwatta’ Maccipo’é lah yang kemudian bersuami di Boné menikah dengan Matinroé riGucinna/ Namun, tidak lama kemudian Matinroé riGucinna meninggal dunia, sehingga ia disebut tidak memiliki keturunan bersama dengan Maccipo’é/ Meskpiun demikian, Matinroé riGucinna telah berpesan kepada saudaranya yang bernama La Icca’ agar ia menikahi janda istrinya kelak/ Benarlah bahwa, pada akhirnya Maccipo’é dinikahi oleh La Icca’ Matinroé riAddénénna dan melahirkan anak dua orang/ Seorang anaknya bernama La Tenripale’ bergelar To Akkeppéang dan seorang lagi bernama Wé Tenrijello’ bergelar Makkalarué/ Wé Tenrijello’ kemudian menikah dengan anak kemanakan sepupu satu kalinya bernama La Pancai [22] disapa To Pataka dan bergelar Lampé Pabbekkeng/ Dia melahirkan Matinroé riBukaka/ Matinroé riBukaka yang kemudian beristri di Wajo menikahi Wé Hadijah I Da Selle’ yang merupakan putri dari Arung Matowa Wajo To Allinrungi, melahirkan Matinroé riTimurung/ Kemudian Matinroé riTimurung beristri di Palakka menikahi Wé Tenriwale’ Mappolobombangngé Maddanreng Palakka atau saudara perempuan dari Matinroé riBontoala/ melahirkan La Patau’ Matannatikka’ Walinonoé bergelar To Tenribali Malaésanra nama anumertanya Matinroé riNagauleng/ Kita beralih lagi pada kisah Datu Sailong yang bernama La Maddussila Matinroé riBuluna/ Ia beristri di Timurung yang menikahi Wé Tenrilékke’, melahirkan Maccipo’é Arung Timurung dan Mabbéungeng Ajué Datu Sailong/ Selanjutnya, Mabbéngung Ajué atau yang bernama La Tenriade’ Datu Sailong menikah dengan Wé Da Sau Datu Ulaweng, melahirkan La Pappésadda yang menjadi pewaris Datu Sailong/ Lahirlah juga anak yang bernama La Biné/ Selanjutnya La Biné menikah dengan seorang perempuan hamba Datu/ Perkawinan La Biné kemudian melahirkan anak bernama La Kai To Gajung/ La Kai kemudian memperistri kerabat dari ibunya yang melahirkan Daéng Rikai/ Daeng Rikai inilah yang dinaikkan statusnya di istana yang kemudian menjadi nenek para anakarung ri Ajang Cempa/ Petta La Biné tidak memiliki keturunan bangsawan murni/ Adapun Petta La Pappésadda Datu Sailong beristri di Jampu bernama Wé Paracu, melahirkan Petta To Ékke’ dan To Cenning/ Petta To Ekke’ yang kemudian menjadi Datu Sailong/ Petta To Cenning-lah yang menurunkan Daéng Maloang/ Petta To Ékke’ disapa Cipo’é kemudian menikah di Salangkéto memperistrikan perempuan yang bernama Wé Tenritalunru’, lahirlah anak bernama Petta Wé Oddang/ Petta Wé Oddang kemudian bersuami di Gona dan melahirkan Pabbukkajué/ Pabbukkajué-lah yang menikah di Kawu dan melahirkan To Appamolé serta seorang putri yang bernama Wé Tenritalunru’ yang disapa Petta Matinroé riSibuluna/ Itulah sebabnya Petta Wé Oddang disebut dalam kisah kalau ia bersaudara dengan Petta Matinroé riSibuluna/ Petta Pabbukkajué Arung Gona/ beristri di Bone menikah dengan Puwatta’ Matinroé riTippulunna, tetapi mereka tidak memiliki keturunan/ Adapun Putra Arung Kawu yang bernama To Appamolé bergelar Bokkaé, ia menikah di Mangkasa (Makassar) memperistrikan Karaéng Sagiringang, melahirkan La Mappétaling Datu Sailong dan La Mappasawe’ Arung Gona/ La Mappasawe’ yang kemudian memperistrikan putrinya Arung Salangkéto yang disapa dengan Pabbakkoé di mana ibunya adalah keturunan Arung Gona/ La Mappasawe’ kemudian melahirkan Wé Patima disapa Karaéng Bontolémbang/ Selanjutnya, Karaéng Bontolémbang bersuami di Mampu menikah dengan La Maddussila Arung Mampu Riaja, melahirkan Wé Cowé/ Wé Cowé kemudian bersuami di Mampu Sijelling dengan lelaki yang bernama La Saléng Arung [23] Mampu Sijelling/ Dialah yang melahirkan Wé Cella’ yang memudian menjadi arung di Mario dan arung Bulobulo/ Darah Bokkaé yang menjadi sumber keturunan bangsawan Gona/ Selanjutnya, nama Daéng Mammilé disebutkan menikah dengan Arung Pao yang bernama Wé Moko, melahirkan La Ngatta yang menjadi Arung Gona dan Arung Pao/ La Ngatta Arung Pao kemudian menikah dengan anak perempuannya Datu Ulaweng yang bernama Wé Uba Arung Kajuara, lahirlah La Sunra/ La Sunra yang menjadi Arung di Kampuno/ Lahir juga Langkowé yang menjadi Arung Pao/ Kemudian lahir pula La Maddita yang kemudian menjadi Arung Mico’/ Dia juga diangkat menjadi Maddanreng di Paoé oleh saudari perempuan Matinroé riBukaka yang bernama Wé Tenriampareng/ Wé Tenriampareng diangkat menjadi Maddanreng Pao, kemudian ia bersuami di Salangkéto menikah dengan To Manipié/ Dia (Wé Tenriampareng) mempersuamikan To Manippié dan melahirkan anak bernama Wé Tenritalunru/ Wé Tenritalunru mempersuamikan Datu Sailong, melahirkan anak yang menjadi ibunya Pabbukkajué dan melahirkan pula Matinroé riSibuluna/ Kita kembali kepada kisah Wé Da Sau yang bersuami di Sailong, lahirlah anak yang bernama La Pappésadda/ Adapun saudara seayah tetapi lain ibu dengan Wé Da Sau adalah bernama La Pattawe’/ La Pattawe’ menikah dengan Wé Sama, lahirlah Wé Da Luwu di Slangkéto/ Inilah yang kemudian menikah dengan La Tenrisessu’, melahirkan anak bernama To Manippié/ Selanjutnya, To Manippié beristri di Cellu menikah dengan Wé Tenriampareng yang melahirkan Wé Tenritalunru’/ Pada bagian inilah telah terjadi pertemuan dengan darah keturunan Boné, Mampu, Sailong, Timurung, Baringeg, Pammana, Ulaweng, Kaju, dan Sumali/ Maka, pada akhirnya mereka pun menjadi satu/ Semoga Selamat/ Dikisahkan bahwa Arung Tanété Riawang yang bernama La Tenritompo yang membuka Boné/ Beliau dua orang bersaudara, seorang yang bernama La Matasilompo’ yang berangkat ke Matajang, sementara La Tenritompo yang pergi beristri di Cempalagi menikahi Wé Dellung Lino/ Perkawinan beliau kemudian melahirkan seorang putri bernama Wé Pattola/ Wé Pattola kemudian bersuami di Patadanga dengan lelaki bernama La Padawarani, melahirkan anak yang bernama Wé Batara/ Wé Batara kemudian menikah dengan La Palippui di Bulubulu, melahirkan dua orang anak/ Seorang bernama Wé Malagenni dan seorang lagi bernama Wé Tenriolona/ Wé Tenriolona yang berangkat Baringeng, sedangkan Wé Malagenni sendiri bersuami di Wajo, yang melahirkan dua orang anak laki-laki/ Seorang anaknya bernama Puang Lungka dan seorang lagi bernama Puang Tappe’/ Dia diberi nama Puang Tappe’ karena seluruh jari-jarinya sama panjang/ Puang Lungka hidup menetap di Cempalagi, sedangkan Puang Tappe’ pergi membuka permukiman di Lonrong dan menikah dengan Punna Liu’/ Dialah yang melahirkan anak bernama La Tenripetta/ La Tenripetta yang kemudian membuka Ara/ Inilah menjadi orang kaya raya yang memiliki pelayan pengambil air sebanyak seratus orang/ [24] Para pengambil air itu menggunakan kendi dan guci sebagai wadah air/ Semuanya mengenakan sarung berwarna kuning serta baju berwarnawarni/ La Tenripetta melahirkan empat orang anak/ Anak sulung bernama La Temmattola/ Seorang bernama Wé Temmangéngé/ Seorang bernama La Sabbamparu/ Seorang bernama La Wajolangi’/ Adapun La Sabbamparu, dialah yang dijadikan anak angkat oleh Datu Luwu di Cénrana/ Namun dikabarkan melakukan perselingkuhan sehingga Datu Luwu memerintahkan untuk membunuhnya/ Dialah yang disebut sang pemilik pedang Latéyariduni/ La Sabbamparu baru diketahui meninggal ketika ibunya masuk ke dalam biliknya namun mendapati pedang milik anaknya/ Padahal sewaktu La Sabbamparu berangkat ke Cénrana ia membawa serta pedang miliknya itu/ Peristiwa itu kemudian menjadi sebab terjadi perselisihan antara Datu Ara dan Datu Luwu sejak Luwu masih berada di Cénrana/ Adapun La Wajo Langi’, ia menyeberang ke Buton, dan di sanalah ia beranak-pinak/ La Temmattola kemudian memperistri Wé Lulumpuru saudari perempuan dari La Kélasse’/ Sementara itu Wé Temmangéngé menikah dengan La Kelasse’, di mana pengikut masing-masing dari kedua pihak datang/ Adapun Wé Temmangéngé berhasrat menjadi Arung Babauwaé, sehingga menjadi akar timbulnya persengketaan dengan saudara kandungnya/ Oleh karena dia dikalahkan sehingga ia menyingkir ke Boné pada bagian selatan-timurnya Laccokkong/ Setelah empat tahun di tinggal di sana, ia diusir lagi dan berpindah ke selatan Awo/ Di sana lagi ia membangun pondok-pondok/ Baru genap setahun, dia diusir lagi oleh orang Ara/ Dia kemudian menyingkir lagi ke arah barat yaitu di Salomékko/ Baru dua malam berada di Salomékko, La Kélasse’ kemudian berkata kepada Temmangéngé, “Wahai Temmangéngé, janganlah engkau mengatakan kalau kita sebagai suami-istri, tetapi katakan bahwa kita adalah bersaudara/ Kemudian kita berangkat dan mencari pengikut masing-masing”/ Setelah itu, Wé Temmangéngé terdampar di Raja, sedangkan La Kélasse’ terdampar di Lamatti/ La Kélasse’ kemudian melahirkan dua anak laki-laki/ Seorang bernama La Tenriajai dan seorang lagi bernama La Tenriwasung/ La Tenriwasung disebut yang kembali ke Caubalu menjadi Makkedangngé Tana Caubalu/ Penduduk Babauwaé kemudian berkata: “Menikahlah dengan seorang bangsawan, Puang, karena kami tidak ingin diperintah oleh céra’/ Di Barat sana di Otting ada seorang putri Manurungngé yang belum bersuami sebab beluma ada yang darah sederajat dengannya/ Akhirnya La Tenriaji beristri di Otting menikah dengan Wé Baininca yang kemudian melahirkan empat orang anak/ La Tenriwasu kemudian menikah dengan Wé Tenrilollong di Babauwaé, melahirkan tiga orang anak, dua orang laki-laki dan seorang perempuan/ Nama-nama anaknya yaitu La Pattikkeng, La Patellé dan Wé Pettalélé/ La Pattikkeng kemudian beristri di Majang menikahi Wé Pattanrawanua, melahirkan anak empat orang yaitu: La Saliu Kerrampéluwa’, Wé Tenriroro, Wé Tenripappang, Wé Tenrilingoreng/ La Saliu-lah yang diberi gelar Kerrampéluwa’ yang kemudian menjadi Arumponé/ Sedangkan nama La Patellé beristri [25] di Paccing, melahirkan Wé Tenrirompo/ Wé Tenrirompo kemudian menikah dengan sepupu satu kalinya yang bernama La Saliu Petta Kerrampéluwa’ dan melahirkan anak bernama Makkalempié tiga bersaudara/ Adapun saudara perempuan La Pattikkeng yang bernama Wé Pettalélé, dialah yang bersuami di Pattiro/ Sedangkan saudara perempuan Petta Kerrampéluwa’ yang bernama Wé Tenripeppang, ia bersuami di Kaju menikah dengan lelaki yang bernama La Tenrilampa, melahirkan La Tenriangke’, La Tenribali, dan La Tenrijello’/ La Tenribali yang beristri di Boné dan melahirkan sembilan orang anak, enam laki-laki dan tiga orang perempuan/ Anak yang bernama La Tenrisukki’ menjadi Arumponé/ Adapun La Tenrigora To Appasabbi menjadi Arung Majang/ Sedangkan La Pananungi To Pawawoi menjadi Arung Walenna/ La Panaungi kemudian beristri di Kaju, melahirkan La Pateddungi To Pasampoi Matinroé ri Bettung bersaudara/ Nama La Tenrigera’ To Tenrisampu yang beristri di Mampu Riaja, kemudian melahirkan Wé Mangampéwali I Da Malaka/ Nama La Tadampare’ disebut mati ketika berumur muda/ Adapun anak perempuan yang bernama Wé Tenrigella dialah yang bersuami di Kung, melahirkan Wé Tenrigau’ dan Wé Tenritalunru’/ Wé Tenritalunru’ bersuami di Palakka, melahirkan Wé Tenripélésé/ Dia juga melahirkan Tenri Simangeng yang bersuami di Pattiro/ Tenri Simangeng melahirkan Wé Tenriwéwang/ Semua keturunannya yang beranak-pinak tersebut adalah bersumber dari Mappajungngé dan sepupunya Matinroé riItterung/ Matinroé riItterung Boté’é bersaudara tiga orang, yakni Mabolongngé dan Wé Sidda/ Sedangkan Bongkangngé bersaudara sebanyak lima orang, yaitu La Icca’, Denraé, Wé Paseng dan Wé Lémpe’/ Wé Lémpe’ masih dalam kandungan ketika Petta Matinroé riItterung wafat/ Petta Tenriwéwang kemudian bersuami lagi dengan menikahi kemanakan dari saudara sepupunya yang bernama La Palureng To Anynyareng/ Ketika beliau menjabat sebagai Arung Palakka, dia melahirkan Wé Lémpe’/ Itulah sebabnya tahta Palakka diwariskan kepada Wé Lempe’/ Selanjutnya beliau melahirkan Wé Tenripakkua yang mewarisi Istana Lebar (Saolebba’é) di Pattiro/ Wé Tenripakkua kemudian menikah dengan Mabbéluwa’é, melahirkan Wé Mangke’/ Wé Mangké inilah yang menjadi neneknya Puwatta’ Petta Torisompaé/ Cukup sampai di sini karena sisilahnya telah menyatu/ Semoga Selamat/ KUNG [69] Kita memulai lagi kisah Puwatta’ I Temmaroé yang bertakhta di Kung/ Dialah yang mempersuamikan Arung Otting yang bernama Pokkalo keturunan dari La Pattanempunga/ Dia juga merupakan keturunan Manurungngé riBatulappa Pitué Matanna/ Beliau melahirkan dua orang anak/ Anak sulungnya bernama La Temmaba dan anak bungsu bernama Tamanyawa/ Ketika La Temmaba menjadi Arung Kung, kerajaan tertimpah musibah yakni istana terbakar api; dan Petta La Temmaba meninggal dalam peristiwa kebakaran itu/ I Tamanyawa kemudian menikah di Panning mempersuamikan La Mariyo To Cinnong yang melahirkan seorang anak laki-laki bernama La Tenriala/ La Tenriala inilah yang kemudian menggantikan pamannya menjadi Arung Kung/ La Tenriala kemudian beristri di Itterung, melahirkan Petta La Tenrinyameng Arung Kung/ La Tenrinyameng yang disebut melahirkan La Maluwu To Ugi/ La Maluwu lagi menjadi Arung Kung, dia pula yang melahirkan La Maléjé Opu Awile’/ Dia lagi menjadi Arung Kung/ Dia juga yang bergelar Passikki/ Beliau inilah yang berhasil mempererat persaudaraan Mampu dan Sidénréng/ Néné’allomo yang bernama To Pasamai sebagai Pabbicara Malempu’é (hakim jujur) Sidénréng datang berkunjung ke Cénrana bermaksud untuk menyerahkan hasil pembelian kura-kura emas kepada Datu Luwu/ Konon katanya, jika transaksi dibatalkan maka imbasnya adalah putus tenggorokan/ Pada malam hari Petta meninggalkan Mampu pergi menunju Kung/ Opu Daleng kemudian mengambil posisi di Papao/ Sementara itu, Néné’allomo berhasil menyeberang ke Mampu/ Selama tiga malam di Mampu kemudian berangkat ke Ugi/ Dari situlah ia menumpangi perahu untuk kembali menuju Sidénréng/ Dalam bulan itu juga Luwu melakukan serangan pada Sidenréng/ [70] Sebenarnya, sudah beberapa kali Luwu melakukan gempuran, namun tidak pernah berhasil membobol Sidénréng/ Hal itu dikarenakan orangorang Cénrana tidak turut bergerak membantu serangan Luwu, karena mereka khawatir akan dikejar oleh pasukan Mampu/ Sidénréng baru dapat ditaklukkan setelah Luwu melakukan persekutuan dengan Wajo/ Lagi pula Macangngé dari Buton pun datang memberikan bantuanya/ Macangngé berkata kepada Datu Luwu dan Wajo: ”Sebaiknya kita serang lebih dahulu Mampu, karena Mampulah yang membuat pasukan Luwu tertahan”/ Berkatalah Arung Matowa Wajo Puang Rimaggalatung: ”Benar sekali ucapanmu wahai Opu/ Jika negeri bersahabat, maka raganya pun bersahabat/” Kemudian berkata lagi Arung Matowaé, “Arung Penrang telah pergi bertemu dengan saudara kita Mampu/ Menurut hemat saya, kita ini orang yang lemah seperti halnya Kung, ibarat dedaunan, sementara orang kuat ibarat kayu bajak sawah/ Jika dia lewat, akan merebahkan kita semua/ Adapun persaudaraanmu dengan Sidénréng tidak akan membawamu pada kebahagiaan/” Arung Pénrang bersama Arung Mampu Riaja bernama To Sengngeng pun menyeberang ke Mampu dan mengajak orang Mampu (Riawa) melakukan perundingan/ Adapun yang dilakukan oleh orang-orang Mampu saat itu adalah memilih orang yang sigap sebanyak tujuh ratus orang dan La Paunru’Arung Mario yang menjadi panglima perangnya berjalan ke barat menuju Sidénréng/ Nene’allomo disebutkan tidak mempunyai keturunan/ Karena dia hanya mempunyai seorang anak, itupun ia telah hukum mati/ Penyebabnya karena, konon katanya suatu ketika anak Nene’allomo tersebut hendak melempar burung bangau, serta-merta mengambil bajak milik orang Sidenreng tetapi tidak dikembalikan ke tempatnya semula sebelum langsung pulang/ Pada keesokan harinya para petani pun hendak membajak sawah, namun rupanya bajak-bajak itu hilang/ Mereka pulang lalu melaporkannya kepada Néné’allomo/ Seketika itu pula ia langsung membunuh anaknya/ Kita kembali ke kisah tentang Opu Daleng/ Dialah yang beristri di Boné menikah dengan saudara perempuan dari Arumponé Mulaié Pajung [71] bernama Tenrigella/ Inilah yang melahirkan enam orang anak/ Anak sulungnya bernama Wé Tenrigau’ Arung Kung/ Wé Tenrigau’ yang kemudian menikah dengan sepupu satu kalinya bernama La Ulio gelar anumertanya Matinroé riItterung, melahirkan dua orang anak/ Anak sulungnya bernama Sangkuru’ Dacé disapa Loppoé Arung Kung/ Anak bungsunya bernama Wé Balolé gelarnya Daéng Palippu Arung Majang/ Inilah yang kawin di Kaju mempersuamikan Arung Kaju sekaligus Arumponé yang bernama La Pattawe’Daéng Soréyang Matinroé riBettung yang masih hubungan sepupu satu kali dengan Matinroé riItterung/ Pasangan antara paman-kemanakan ini melahirkan tiga orang anak/ Anak sulungnya bernama Wé Tenripatéya disapa Da Ca’/ Anak kedua bernama Tenripatuppu bergelar I Da Dussila, nama anumerta adalah Arumponé Matinroé riSidénréng/ Anak bungsunya bernama Tenriparola/ Adapun Wé Tenripatéya/ Dialah yang menjadi Arung Kaju, sedangkan Tenripatuppu menjadi Arumponé/ Wé Tenripatéya kemudian bersuami di Maroawanging menikah dengan La Parénréngi dan melahirkan anak enam orang, tiga orang laki-laki dan tiga perempuan/ Anak sulungnya bernama I Ca’ Arung Kung/ Dialah yang menjadi penerima pewaris pamannya dari garis orang tuanya yang bernama Petta Loppoé/ Adapun saudara Petta I Tenripatéya bernama Tenriparola, dialah yang bersuami di Sumali menikah dengan La Pellengeng To Alaung, melahirkan dua orang anak/ Anak sulungnya bernama I Cai To Pataka Malampé’é Pabbekkenna/ Anak bungsunya bernama Tenribéréseng/ Selanjutnya, Puwatta’ Lampé Pabbekkeng beristri di Kaju menikah dengan sepupu satu kalinya bernama I Ca’ Arung Kung, akan tetapi ia berpisah sebelum ia memiliki keturunan/ Ketika itu akkarungeng Kung telah diambil alih oleh Puwatta’ Lampé Pabbekkeng / Karena menurutnya [72] Petta Loppoé telah mewariskan kepadanya/ Selanjutnya Petta Lampé Pabbekkeng beristri lagi di Timurung menikahi kemanakan dari sepupu satu kalinya yang bernama Jello’ disapa Mappakalarué, melahirkan empat orang anak/ Anak sulungnya bernama La Maddaremmeng Matinroé riBukaka yang menjadi Arumponé/ Anak kedua bernama La Tenroiaji yang disapa To Senrima sebagai Arung Kung/ Anak ketiga bernama Tenriampareng sebagai Arung Cellu/ Anak bungsu bernama I Tenriabéng sebagai Arung Mallari/ Petta La Tenriaji Arung Kung kemudian diwarisi oleh anaknya yang bernama La Pabbéle’ Matinroé riBatubatu/ La pabbéle’ kemudian diwarisi pula oleh anaknya bernama Daéng Manessa/ Daéng Manessa selanjutnya diwarisi juga oleh anaknya yang bernama La Malagenni dengan nama anumerta Matinroé riPaopao/ Adapun nama diri Puwatta’ Matinroé riBukaka adalah La Paddareng/ Beliau beristri di Wajo menikahi Da Selle’ Ranreng Tuwa dan Arung Ugi’/ Beliau kemudian melahirkan seorang anak laki-laki bernama Pakkokoé nama anumertanya Matinroé riTimurung/ Dialah yang menikah dengan saudara perempuannya Torisompaé dan yang melahirkan Matanna Tikka yang disapa To Tenribali dengan nama anumerta yaitu Matinroé riNagauleng Arumponé/ Adapun saudara perempuan Petta Tenriparola putri dari Lampé Pabbekkeng adalah I Tenrittuppu dan nama anumertanya ialah Matinroé riSidénréng/ Ia kemudian bersuami di Barebbo menikah dengan La Paddippung dan melahirkan seorang anak laki-laki bernama La Pasorong/ La Passorong kemudian beristri di Kung menikahi I Tasi’ Arung Ngiru’ dan Arung Mario, melahirkan anak yang bernama La Matinroé riButtué/ Dialah yang beristri [73.1] di Ulo menikahi Wé Pasao dan melahirkan I Kalépu/ I Kalépu kemudian bersuami di Kading dan melahirkan anak yang kemudian menikah dengan La Malagenni Matinroé riPaopao/ Matinroé riSidénréng bercerai dengan Arung Parebbo/ Matinroé riSidénréng kemudian menikah lagi di Mampu Sijelling mempersuamikan To Riléwoé/ Beliau kemudian melahirkan anak yang bernama Mammésa Batué, La Pai, I Palettéi, dan I Renrittana/ Beliau kemudian menikah dengan Lebbié di Kaju melahirkan anak bernama La Sengngeng/ Beliau menikah dengan Arung Ceppe’, lahirlah anak bernama Petta Téko bersaudara yang diasingkan ke Seiland/ Petta Téko yang melahirkan Karaéng Tallo dan Arung Mampu Riawa bersaudara/ Cukup sekian kisahnya karena silsilah Mampu dan Boné sudah bertemu/ SAILONG [86] Kita beralih pada kisah kerajaan Sailong/ Adalah orang yang bernama La Maddussila, ia beristri di Timurung kemudian melahirkan nama Maccipo’é, dan Mabbéungeng Ajué/ Adapaun Datu Sailong yang bernama La Tenriaddéng, beliau menikah di Ulaweng memperistrikan perempuan yang bernama Daung, lahirlah La Papappé’ Datu Sailong dan La Biné/ La I Biné menikah dengan seorang hamba Datu, melahirkan La Ngkai To Gajung/ La Ngkai yang memperistri kerabat dari ibunya, melahirkan Daéng Riko/ Daeng Riko inilah yang dibeli oleh istana (salassaé) dinaikkan darahnya/ Daéng Riko kemudian menjadi asal-usul para anakkarung di Ajang Cempa/ Petta La Biné tidak memiliki keturunan bangsawan murni, sehingga Petta La Papappé’ yang menjadi Datu Sailong/ Inilah yang beristri di Mampu menikah dengan Wé Paracu, melahirkan Petta To Ékke’, To Cenning, dan To Angke’/ Petta To Ékke’ yang menjadi pewaris Datu Sailong/ Adapun Petta To Cenning adalah yang memperanakkan Daéng Mallawa/ Sedangkan Petta To Ékke’ yang disapa Cipo’é, dialah yang kemudian beristri di Salangkéto dengan menikahi Tenritalunru’, lahirlah Wé Oddang/ Wé Oddang dicatat yang bersuami di Gona, kemudian melahirkan Pabbukkajué/ Pabukajué yang menikah di Kawu, melahirkan To Pamolé/ Adapun Petta Wé Oddang, dia bersaudari kandung dengan Matinroé riSikubulu/ Adapun saudari perempuan Matinroé riBukaka adalah bernama Tenriamparang, inilah yang menikah di Salangketo’ mempersuamikan lelaki bernama To Mannippié, lahirlah Tenritalunru’/ Tenritaluru yang kemudian menikah dengan Datu [87] Sailong, melahirkan ibunya Pabbukajué dan Matinroé riSikubulu/ Cerita surut kembali/ Adalah Da Sau yang bersuami di Sailong, lahirlah La Papappé’/ La Parappé mempunyai saudara laki-laki seayah tetapi lain ibu, yaitu bernama La Powe’/ La Powe’ kemudian menikah dengan I Sama, lahirlah Da Pua/ Da Pua inilah yang bersuami di Salangkéto menikah dengan La Tenrisessu’, melahirkan To Mannippié/ To Mannippié beristri di Cellu kemudian melahirkan Tenritalunru’/ Sampai di sini, maka bertemulah sisisilah antara Boné, Mampu, Sailong, Timurung, Baringeng, Pammana, Ulaweng, Kaju, Sumali yang kemudian membentuk menjadi satu jejaring kebangsawanan/ AWAMPONE [87.8] Pasal/ Arung Tanété di Ara yang datang di Awamponé/ Adalah La Tenritompo namanya yang membuka Boné/ Beliau dua bersaudara dengan nama I La Matasélompo’ di Matajang/ La Tenritompo yang menikah dengan I Dilulino di Cempalagi dan melahirkan anak perempuan bernama I Patola/ I Patola kemudian menikah di Patadangeng dengan mempersuamikan La Padawarani, melahirkan I La Tanra/ I La Tanra menikah di Balubu mempersuamikan La Palippui/ Pasangan ini melahirkan anak dua orang anak, seorang bernama Tenriolo dan seorang lagi bernama I Malagenni/ I Tenriola yang berangkat ke Baringeng, sedangkan I Malagenni pergi menikah ke Wajo dan melahirkan dua orang anak/ Seorang bernama Puwang Alungka/ dan seorang lagi bernama Puwang Tappe’/ Pemerian nama Puwang Alungka alasannya karena jari tengahnya terlalu panjang; sedangkan pemerian nama bagi Puang Tappe’ karena ujung jarijari tangannya sama rata semuanya/ Puwang Alungka yang menetap di Cempalagi, sedangkan Puwang [88] Puang Tappe’ pergi ke Lonrong dan menikah dengan Punna Liu’/ Puang Tappe’ kemudian melahirkan anak bernama La Tenripetta/ La Tenripetta lah yang membuka Ara/ Dialah orang yang kaya-raya, yang memiliki seratus orang pelayan khusus pengambil air/ Tempat penampungan airnya berupa kendi dan guci/ Semua pengangkat airnya mengenakan sarung berwarna kuning dan bajunya berwarna-warni/ La Tenripetta mempunyai empat orang anak/ Anak pertama bernama La Temmattola/ Anak kedua bernama I Temmangéngé/ Anak ketiga bernama La Sabbamparu, dan anak keempat bernama La Wajolangi’/ Adapun La Sabu’ (La Sabbamparu) adalah kemudian menjadi anak angkat Datu Luwu di Cénrana/ Akan tetapi, ia kemudian dituduh melakukan perselingkuhan sehingga ia mati dibunuh/ Dialah La Sabu disebut pemilik pedang (alameng) yang dinamakan Latéyariduni/ Orang-orang baru tahu kalau La Sabu’ meninggal, ketika ibunya masuk ke dalam bilik anaknya dan mendapati alameng miliknya/ Diketahui bahwa, ketika La Sabu’ berangkat ke Cénrana ia membawa serta alameng miliknya itu/ Peristiwa yang terjadi di Cenrana tersebut kemudian membawa perselisihan antara Datu Ara dan Datu Luwu/ Adapun nama La Wajolangi’, dialah yang menyeberang ke negeri Buton/ Konon di sanalah di Buton beliau beranak-pinak/ Nama La Temmattola kawin dengan mempersunting I Lulumpuru, saudari perempuan dari La Kélasse’/ I Temmangéngé kawin dengan mempersuamikan I La Kelasse’/ Masing-masing mempelai membawa jamuan sekapur-sirih dalam acara perkawinan/ Adapun Wé Temmangéngé berkeinginan untuk menduduki takhta Arung di Babauwaé, sehingga terjadilah persengketaan dengan saudaranya/ Akan tetapi ia kalah, sehingga ia menyingkir ke Boné/ Dia kemudian terdampar pada suatu tempat di bagian selatan-timur Laccokkong/ Setelah empat tahun berada di sana, dia diserang dan diusir lagi, sehingga dia menyingkir ke sebelah selatan Awo/ Di sanalah ia mendirikan pondokpondok tempat tinggalnya lagi/ Namun baru masuk setahun dia di tempat itu, ia diserang dan diusir oleh orang Ara, sehingga ia menyingkir naik ke Salomékko/ [89] Baru dua malam tiba, I La Kélasse’ pun berkata: “Wahai Temmangéngé, janganlah mengatakan kita ini adalah suami-istri, tetapi katakan kalau kita bersaudara agar kita bebas memilih tempat tujuan masing-masing”/ Pada akhirnya, I Temmangéngé mendarat di Raja, sedangkan La Kélasse’ mendarat di Lamatti/ La Kélasse’ kemudian melahirkan anak laki-laki dua orang, seorang bernama La Tenriaji dan seorang lagi bernama La Tenriwasu/ La Tenriwasu-lah yang pulang ke Caubalu menjadi Makkedangngé Tana di Caubalu/ Sedangkan La Tenriaji pulang ke Babauwaé/ La Tenriaji memiliki seorang anak bernama I La Lompu, kemudian orang Babauwaé berkata: “Puwang, menikahlah dengan bangsawan, karena kami tidak ingin dipimpin oleh céra’/ Kebetulan di sebelah Barat sana di Otting ada putri Manurungngé yang belum bersuami sebab tidak ada lelaki yang sederajat dengannya/ Maka La Tenriaji pun beristri di Otting menikahi I Baininca, dan melahirkan empat orang anak/ La Tenriwasu kemudian menikah dengan I Tenrilolo di Babauwaé, melahirkan tiga orang anak yaitu I La Pattikkeng, I La Patellé dan I Pettalélé/ Adalah I La Pattikkeng kemudian beristri di Majang menikahi Wé Pattanrawanuwa, melahirkan empat orang anak yaitu La Saliu Kerrampéluwa’, I Tenriroro, I Tenripappang, I Tenrilongoreng, dan Kerrampéluwa’/ Kerrampeluwa’ lah yang menjadi Mangkau’ di Boné/ GONA [89] Arung Gona yang disapa Pabbukkajué, dialah yang menikah di Boné memperistri Puwatta’ Matinroé ri Tippulué/ Akan tetapi, perkawinan beliau tidak membuahkan anak/ [90] Beliau mempunyai anak dari istrinya Arung Kawu yang bernama To Appamolé yang disapa Bokkaé/ Bokkaé inilah yang beristri di Makassar menikahi dengan Karaéng Sagiringang, lahirlah I Pataling/ Inilah yang mewarisi kedatuan Sailong/ Lahirlah pula La Mappasawe’ yang kemudian menjadi Arung Gona/ La Mappasawe’ kemudian menikah dengan putri Arung Salangkéto yang bernama Pabbakkoé yang ibunya masih keturunan dari bangsawan Arung Gona/ La Mappasawe’ melahirkan anak bernama I Patimang yang disapa Karaéng To Lémbang/ Karaéng To Lémbang bersuami di Mampu dengan La Maddussila Arung Mampu Riaja, melahirkan I Cowa/ I Cowa kemudian bersuami di Mampu Sijelling yang menikah dengan Arung Sijelling bernama I Saléng, putra dari I Cella’ Arung Mario dan Arung Bulobulo/ Perkawinan I Cowa pupus dan tidak membuahkan anak/ Bokkaé juga yang memberinya keturunan/ I Cowa adalah tunas bangsawan Gona, dialah yang melahirkan Daéng Mammilé yang menjadi Arung di Salangkéto/ Daéng Mammile kemudian beristri di Pao menikahi anaknya Arung Pao yang bernama I Matako, lahirlah anak yang bernama La Ngatta Arung Pao/ La Ngatta Arung Pao menikah dengan anaknya Datu Ulaweng yang bernama I Uba Arung Kajuwara, melahirkan anak yang bernama La Sura/ La Sura kemudian menjadi Arung di Kampuno/ Adapun anaknya yang bernama La Koé, dialah yang menjadi Arung di Pao/ Sedangkan anaknya yang bernama La Pandita, kemudian menjadi Arung di Mico’/ ***